PENDAHULUAN
Gangguan obsesif kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana
penelitian modern telah menemukan gangguan tersebut dalam waktu singkat.
Pada awal tahun 1980-an, gangguan obsesif kompulsif dianggap dianggap sebagai
gangguan yang jarang dan berespon buruk terhadap terapi. Namun sekarang,
diketahui bahwa gangguan obsesif kompulsif sering ditemukan dan sangat
responsif terhadap terapi. Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi
yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan
penderitaan. Gangguan ini prevalensinya diperkirakan 2 3% dari populasi.4,2,1,5
Gangguan obsesif kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan
jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat. 4
Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif datang ke beberapa
dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru
kemudian mendapat diagnosis yang benar.5 Hal ini menunjukkan bahwa dokter
selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.
Oleh karena itu, referat ini dibuat untuk menguraikan lebih lanjut mengenai
definisi, epidemiologi, etiologi, cara mendiagnosis, gambaran klinis, pemeriksaan
status mental, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis tentang
gangguan obsesif kompulsif, supaya dapat membantu dokter menentukan
diagnosis dan memberikan tatalaksana yang baik kepada pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang
mengganggu (intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang
disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau
menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan
melakukan kompulsi bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika
seseorang memaksa untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.
Seseorang dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya menyadari
irrasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai
ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang
menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu
dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang,
fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman
dan anggota keluarga.4
2.2. Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi
umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti
memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan pada
onset gejala setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak
terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah.
Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit
hitam dibandingkan kulit putih. 4
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif
berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67
persen dan untuk fobia sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik
komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah
gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan
gangguan makan. 4
2. 3. Etiologi
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap
berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin
adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari
gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif
dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain.
Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesifkompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. 4
Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak
fungsional, sebagai contoh PET ( positron emission tomography), telah
menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan
aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan
singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik
tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI)
telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan
otak fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa
3
biologis
lainnya.
Penelitian
elektrofisiologis,
penelitian
melalui
proses
pembiasaan
responden
dengan
kepribadian
obsesif-kompulsif.
Sebagian
besar
pasien
pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek
yang berhubungan dengannya. 4
Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan
sekunder
diperlukan
untuk
melawan
impuls
dan
yang
ditujukan
untuk
menurunkan
kecemasan
dan
meruntuhkan
(undoing).
Seperti
yang
disebutkan
di
dunia
luar
terjadi
tanpa
tindakan
fisik
yang
Pikiran,
impuls,
atau
bayangan-bayangan
tidak
semata-mata
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan
makan,
menarik
rambut
jika
terdapat
trikotilomania,
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi.
penderita
gangguan
obsesif
kompulsif
seringkali
juga
10
besar
penderita
menyadari
bahwa
obsesinya
tidak
berbeda
pada psikosa
Sekitar
sepertiga
penderita
mengalami
depresi
ketika
penyakitnya terdiagnosis.
Gejala ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan
sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama
1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utam obsesi-kompulsif harus
memenuhi kriteria:
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh
individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri.
Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional,
namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan
berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut
sekuat tenaga, namun tidak berhasil.
12
13
c.
pikiran intrusif tanpa tindakan repetatif yang jelas akan tetapi sebagian besar
penderita menunjukkan perilaku kompulsif sebagai bentuk lanjutan dari
pikiran-pikiran negatif sebelumnya yang muncul secara berulang, seperti
ketakutan terinfeksi kuman, penderita gangguan obsesif-kompulsif sering
mencuci tangan (washer) dan perilaku umum lainnya seperti diatas.
2. 6. Pemeriksaan Status Mental
Pada pemeriksaan status mental, pasien dengan OCD juga dapat
menunjukkan gejala gangguan depresif. Gejala seperti itu terdapat pada sekitar
50 persen pasien. Sejumlah pasien OCD memiliki ciri khas yang mengesankan
gangguan kepribadian obsesif kompulsif tetapi sebagian besar tidak. Pasien
dengan OCD terutama laki-laki, memiliki angka membujang yang lebih tinggi
dari rata-rata. Pasien yang menikah memiliki jumlah perpecahan perkawinan
yang lebih besar dari biasa.
14
gangguan
dismorfik
tubuh,
dan
mungkin
gangguan
pengendalian impuls lain, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan ini, pasien memiliki pikiran berulang( contohnya kepedulian akan
15
2. 8. Terapi
Dengan mengumpulkan bukti-bukti bahwa gangguan obsesif kompulsif
adalah sangat ditentukan oleh faktor biologis, teori psikoanalitik klasik telah
ditinggalkan. Selain itu karena gejala obsesif kompulsif tampaknya sangat
tahan
terhadap
psikoterapi
psikodinamika
dan psikoanalisis,
terapi
16
yang
maksimum.
Walaupun
pengobatan
dengan
obat
yang
berespon
terhadap
pengobatan
dengan
17
nyeri
kepala,
insomnia,
mual,
dan
efek
samping
Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk
menurunkan
percekcokan
perkawinan
yang
disebabkan
BAB III
KESIMPULAN
Dari tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat
menyebabkan penderitaan (distress).
2. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua duanya, harus ada hampir setiap
hari selama sedikitnya 2 minggu berturut turut.
3. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesifkompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter,
pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu
faktor kepribadian dan faktor psikodinamika.
4. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
gangguan obsesif kompulsif antara lain terapi farmakologi
(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku.
5. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila kehidupan sosial dan
pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV
Washington DC: American Psychiatry Association, 1994.
2. Gangguan obsesif kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan
Jiwa; rujukan ringkas dari PPDGJ III. Maslim R, penyunting. Jakarta;
2003.76
3. Jenike MA. Obsessive compulsive disorder. N Engl J Med 2004; 350 : 25965
4. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry
vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
5. Kaplan IH, Sadock BJ, Greb JA. Gangguan Obsesif Kompulsif. Dalam
Made Wiguna. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis
Jilid Dua. Binarupa Aksara Publisher: Tanggerang. 2010. 56-68.
6. Khouzan HR. Obsessive compulsive disordes : what to do if you recognize
baffling behaviour. Postgard Med 1999; 106(7): 133-41.
22
23