Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan obsesif kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana
penelitian modern telah menemukan gangguan tersebut dalam waktu singkat.
Pada awal tahun 1980-an, gangguan obsesif kompulsif dianggap dianggap sebagai
gangguan yang jarang dan berespon buruk terhadap terapi. Namun sekarang,
diketahui bahwa gangguan obsesif kompulsif sering ditemukan dan sangat
responsif terhadap terapi. Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi
yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan
penderitaan. Gangguan ini prevalensinya diperkirakan 2 3% dari populasi.4,2,1,5
Gangguan obsesif kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan
jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat. 4
Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif datang ke beberapa
dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru
kemudian mendapat diagnosis yang benar.5 Hal ini menunjukkan bahwa dokter
selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.
Oleh karena itu, referat ini dibuat untuk menguraikan lebih lanjut mengenai
definisi, epidemiologi, etiologi, cara mendiagnosis, gambaran klinis, pemeriksaan
status mental, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis tentang
gangguan obsesif kompulsif, supaya dapat membantu dokter menentukan
diagnosis dan memberikan tatalaksana yang baik kepada pasien

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang
mengganggu (intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang
disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau
menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan
melakukan kompulsi bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika
seseorang memaksa untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.
Seseorang dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya menyadari
irrasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai
ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang
menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu
dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang,
fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman
dan anggota keluarga.4
2.2. Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi
umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti
memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif

ditemukan pada

sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut


menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik
tersering keempat setelah fobia, gangguan yang berhubungan dengan zat, dan
gangguan depresif berat. 4
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena,
tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesifkompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20
tahun. Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset
gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki
2

onset gejala setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak
terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah.
Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit
hitam dibandingkan kulit putih. 4
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif
berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67
persen dan untuk fobia sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik
komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah
gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan
gangguan makan. 4
2. 3. Etiologi
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap
berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin
adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari
gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif
dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain.
Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesifkompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. 4
Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak
fungsional, sebagai contoh PET ( positron emission tomography), telah
menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan
aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan
singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik
tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI)
telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan
otak fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa
3

prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif


dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu
penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1
di korteks frontalis. 4
Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan
obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka
kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik
dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien
gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen sanak
saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
menderita gangguan. 4
Data

biologis

lainnya.

Penelitian

elektrofisiologis,

penelitian

elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah


menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan
depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG
nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan
kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti
penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin
juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan depresif,
seperti nonsupresi pada dexamethasone-supprssion test pada kira-kira
sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus
clonidine (catapres). 4,1
b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau
kecemasan

melalui

proses

pembiasaan

responden

dengan

memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya


atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya
4

netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan


kecemasan atau gangguan. 4,1
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan
pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk
perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan
kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam
menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang
dipelajari. 4,1
c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari
gangguan

kepribadian

obsesif-kompulsif.

Sebagian

besar

pasien

gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid.


Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak
cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira
15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat
obsesional pramorbid.4
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme
pertahanan psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala
dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan
pembentukan reaksi. 4,1
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang
dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi,
afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari
komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil
sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan

pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek
yang berhubungan dengannya. 4
Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan

sekunder

diperlukan

untuk

melawan

impuls

dan

menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.


Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi
defensif

yang

ditujukan

untuk

menurunkan

kecemasan

dan

mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh


isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adal;ah
mekanisme

meruntuhkan

(undoing).

Seperti

yang

disebutkan

sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang


dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang
secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional
yang menakutkan. 4
Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan
dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah
sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 4
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan
obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan
suatu regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal.
Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh
kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang
penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium
emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal.
Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama
menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan.
Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
6

adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan,


baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang
terletak di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan
obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan analsadistik. 4
Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada
anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak
merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang
berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukantidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang
melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan. 1
Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara
pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id,
dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran
kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan
peristiwa

di

dunia

luar

terjadi

tanpa

tindakan

fisik

yang

menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa


tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif
akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 4
2.4. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten


yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai

intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan


yang jelas.

Pikiran,

impuls,

atau

bayangan-bayangan

tidak

semata-mata

kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,


atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran
atau tindakan lain.

Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan


obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari
luar seperti penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau


tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut
dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau


menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi
yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.

2. Pada suatu waktu selamaperjalanan gangguan, orang telah menyadari


bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik),
atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.

4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan

makan,

menarik

rambut

jika

terdapat

trikotilomania,

permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,


preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,
preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan
depresif berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu
selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. 1
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan


kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.

Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu


aktivitas penderita.

Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:


o Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
o Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
o Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud di atas.

o Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan


pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi.

penderita

gangguan

obsesif

kompulsif

seringkali

juga

menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi


berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode
depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau
menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut,
maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila
dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi
sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.

Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia,


sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut. 2

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik

Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls


( dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu


menyebabkan penderitaan (distress) 2

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)


Pedoman Diagnostik

10

Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya


mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu
situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan.
Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual
tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari
bahaya tersebut.

Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa


jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan
mengambil keputusan dan kelambanan. 2

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik

Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran


obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua
hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.

Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan


dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang
berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif
terhadap terapi perilaku. 2

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya


F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT2
2. 5. Gambaran Klinis
a. Gejala
Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran,
keraguan, kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk
melakukan ritual, yaitu tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan
disengaja. Sebagian besar ritual bisa dilihat langsung, seperti mencuci
11

tangan berulang-ulang atau memeriksa pintu berulang-ulang untuk


memastikan bahwa pintu sudah dikunci. Ritual lainnya merupakan kegiatan
batin, misalnya menghitung atau membuat pernyataan berulang untuk
menghilangkan bahaya.
Penderita bisa terobsesi oleh segala hal dan ritual yang dilakukan tidak
selalu secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang akan
berkurang jika penderita menjalankan ritual tersebut. Penderita yang merasa
khawatir tentang pencemaran, rasa tidak nyamannya akan berkurang jika
dia memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Karena itu setiap
obsesi tentang pencemaran timbul, maka dia akan berulang-ulang
memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
Sebagian

besar

penderita

menyadari

bahwa

obsesinya

tidak

mencerminkan resiko yang nyata. Mereka menyadari bahwa perliku fisik


dan mentalnya terlalu berlebihan bahkan cenderung aneh. Penyakit obsesifkompulsif

berbeda

dengan penyakit psikosa, karena

pada psikosa

penderitanya kehilangan kontak dengan kenyataan. Penderita merasa takut


dipermalukan sehingga mereka melakukan ritualnya secara sembunyisembunyi.

Sekitar

sepertiga

penderita

mengalami

depresi

ketika

penyakitnya terdiagnosis.
Gejala ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan
sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama
1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utam obsesi-kompulsif harus
memenuhi kriteria:
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh
individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri.
Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional,
namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan
berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut
sekuat tenaga, namun tidak berhasil.

12

3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa


puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir
secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang
secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.
b. Ciri-Ciri Obsesif Kompulsif
Simptom dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif)
pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan
berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesikompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh
individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga
menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan
untuk mengurangi kecemasan.
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha
melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga,
namun tidak berhasil.
3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas
atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara
berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara
terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.
5. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri
penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara
signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau
suatu hubungan dengan orang lain.
6. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan
berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan
maksud tertentu.

13

c.

Berbagai Perilaku Gangguan Yang Sering Terjadi :


Membersihkan atau mencuci tangan
Memeriksa atau mengecek
Menyusun
Mengkoleksi atau menimbun barang
Menghitung atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif)
Takut terkontaminasi penyakit/kuman
Takut membahayakan orang lain
Takut salah
Takut dianggap tidak sopan
Perlu ketepatan atau simetri
Bingung atau keraguan yang berlebihan.
Mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan
bilangan)
Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif kadang memilki

pikiran intrusif tanpa tindakan repetatif yang jelas akan tetapi sebagian besar
penderita menunjukkan perilaku kompulsif sebagai bentuk lanjutan dari
pikiran-pikiran negatif sebelumnya yang muncul secara berulang, seperti
ketakutan terinfeksi kuman, penderita gangguan obsesif-kompulsif sering
mencuci tangan (washer) dan perilaku umum lainnya seperti diatas.
2. 6. Pemeriksaan Status Mental
Pada pemeriksaan status mental, pasien dengan OCD juga dapat
menunjukkan gejala gangguan depresif. Gejala seperti itu terdapat pada sekitar
50 persen pasien. Sejumlah pasien OCD memiliki ciri khas yang mengesankan
gangguan kepribadian obsesif kompulsif tetapi sebagian besar tidak. Pasien
dengan OCD terutama laki-laki, memiliki angka membujang yang lebih tinggi
dari rata-rata. Pasien yang menikah memiliki jumlah perpecahan perkawinan
yang lebih besar dari biasa.
14

2.7. Diagnosis Banding


a. Keadaan Medis
Persyaratan diagnosis DSM-IV TR pada distress pribadi dan gangguan
fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit
berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan
dalam diagnosis banding adalah gangguan tourette, gangguan tic lainnya,
epilepsy lobus temporalis, dan kadang-kadang trauma serta komplikasi pasca
ensefalitis.
b. Gangguan Tourette
Gejala khas gangguan tourette adalah tik motorik dan vocal yang sering
terjadi bahkan setiap hari. Gangguan tourette dan OCD memiliki awitan dan
gejala yang serupa. Sekitar 90 persen orang dengan gangguan tourette memiliki
gejala kompulsif dan sebanyak dua pertiga memenuhi criteria diagnostic OCD.
c. Keadaan Psikiatri Lain
Pertimbangan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD adalah
skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompulsif, fobia dan gangguan
depresif. OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia yaitu tidak ada
gejala skizofrenik lain, sifat gejala yang kurang bizar, dan tilikan pasien
terhadap gangguannya. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak
memiliki derajat hendaya fungsional yang terkait OCD. Fobia dibedakan yaitu
tidak adanaya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan
depresi berat kadang-kadang dapat disertai gagasan obsesif tetapi pasien yang
hanya dengan OCD yang gagal memenuhi criteria diagnostic gangguan
depresif berat.
Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah
Hipokondriasis,

gangguan

dismorfik

tubuh,

dan

mungkin

gangguan

pengendalian impuls lain, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan ini, pasien memiliki pikiran berulang( contohnya kepedulian akan
15

tubuh) atau perilaku berulang (contohnya mencuri). Sejumlah kelompok riset


meneliti gangguan ini dan gangguan lain seperti perilaku seksual kompulsif,
hubungannya dengan OCD, dan responnya terhadap berbagai terapi.

2. 8. Terapi
Dengan mengumpulkan bukti-bukti bahwa gangguan obsesif kompulsif
adalah sangat ditentukan oleh faktor biologis, teori psikoanalitik klasik telah
ditinggalkan. Selain itu karena gejala obsesif kompulsif tampaknya sangat
tahan

terhadap

psikoterapi

psikodinamika

dan psikoanalisis,

terapi

farmakologis dan perilaku menjadi sering. Tetapi faktor psikodinamika


mungkin cukup bermanfaat dalam mengerti apa yang mencetuskan
eksaserbasi gejala dan dalam mengobati berbagai bentuk penolakan
pengobatan, seperti ketidakpatuhan terhadap pengobatan.6
Banyak pasien gangguan obsesif-kompulsif secara terus menerus
menolak usaha pengobatan. Mereka menolak menggunakan medikasi dan
menolak melakukan tugas pekerjaan rumah dan aktifitas yang dianjurkan
lainnya yang diberikan oleh ahli terapi perilaku. Gejala obsesif-kompulsif
sendiri, tidak peduli bagaimana beratnya didasarkan secara biologis,
mungkin memiliki arti psikologis penting yang menyebabkan pasien enggan
mengungkapkannya. Suatu penggalian psikodinamika terhadap penolakan
pasien terhadap pengobatan dapat menyebabkan peningkatan kepatuhan.
Penelitian yang terkendali baik telah menemukan bahwa farmakoterapi
atau terapi perilaku atau kombinasinya efektif secara bermakna dalam
menurunkan gejala pasien gangguan obsesif kompulsif. Keputusan tentang
terapi mana yang aka digunakan berdasarkan pada pertimbangan dan
pengalaman klinisi dan penerimaan pasien terhadap berbagai modalitas.
a. Farmakoterapi

16

Kemajuan farmakoterapi dalam gangguan obsesif-kompulsif telah


dibuktikan dalam banyak uji klinis. Manfaat tersebut ditingkatka oleh
pengamatan bahwa penelitian menemukan angka respon plasebo adalah
kira-kira lima persen. Persentase tersebut rendah dibandingkan angka
respon plasebo 30 sampai 40 persen yang sering ditemukan pada
penelitian obat antidepresan dan ansiolitik.
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk
mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan
dalam rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah
empat sampai enam minggu pengobatan, walaupun biasanya diperlukan
waktu delapan sampai enam belas minggu untuk mendapatkan manfaat
terapeutik

yang

maksimum.

Walaupun

pengobatan

dengan

obat

antidepresan masih kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan


obsesif-kompulsif

yang

berespon

terhadap

pengobatan

dengan

antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan.


Pengobatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin,
contohnya clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali
spesifik serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor), seperti
Fluoxetine (Prozac).1
b. Clomipramine
Obat standar untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah
clomipramine, suatu obat tetrasiklik spesifik serotonin yan gjuga
digunakan untuk pengobatan gangguan depresif. Kemajuan clomipramine
dalam mengobati gangguan obsesif kompulsif didukung oleh banya uji
coba klinis. Clomipramine biasanya dimulaidengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari
setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau
tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah
suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi,

17

hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut


kering. 4
c.Serotonin-spesific reuptake inhibitor (SSRI)
SSRI yang sekarang tersedia di Amerika Serikat adalah fluoxetine,
sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Paxil). Beberapa uji coba klinis telah
menunjukkan manfaat fluoxetine dan sertraline dalam gangguan obsesifkompulsif, dan paroxetin mungkin juga efektif. Fluvoxamine, SSRI yang
lain masih belum tersedia di Amerika Serikat tetapi telah terbukti efektif
dalam mengobati gangguan obsesif kompulsif.
Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi,
kegelisahan,

nyeri

kepala,

insomnia,

mual,

dan

efek

samping

gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat


trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat
lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 4
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,
banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat
digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor
monoamin oksidase (MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya
Phenelzine (Nardil).1Obat farmakologis yang kurang diteliti adalah
buspirone (BuSpar), fenfluramine (Pondimin), trytophan, dan clonazepam
(Klonopim).
d. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku
sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku
dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan
18

perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan


pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran,
terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien
gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benarbenar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.4
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang
obsesinyakemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat
cemas sampai yangpaling membuat cemas. Dengan melakukan paparan
berulang terhadap stimulusdiharapkan akan menghasilkan kecemasan yang
minimal karena adanya habituasi.6
e.

Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk

pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai


derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian
sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang
profesional, simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk
berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan
menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan
obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk
merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan
menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai
tingkat yang dapat ditoleransi.4
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku
pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota
keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat
tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien.4,1
f. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu

menurunkan

percekcokan

perkawinan

yang

disebabkan

gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk


19

kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi


beberapa pasien. Untuk pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan,
terapi elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko (psychosurgery) harus
dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi kemungkinan
harus dicoba sebelum pembedahan. Prosedur bedah psiko yang paling
sering dilakukan untuk gangguan obsesif kompulsif adalah singulotomi,
yang berhasil dalam mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak
responsif terhadap pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari
bedah psiko adalah perkembangan kejang, yang hampir selalu dikendalikan
dengan pengobatan Phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang tidak
respon dengan bedah psiko saja dan dengan farmakoterapi atau terapi
perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap farmakoterapi atau terapi
perilaku setelah bedah psiko.1,4,6
2.9. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien
memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti
kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena
banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5
sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan
tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan
gangguan tersebut diantara orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit
biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien mengalami penyakit yang
berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit yang konstan. 4,1
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi
semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk
dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada
masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah
sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya
20

gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan


kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian
skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang
episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis. 4

BAB III
KESIMPULAN
Dari tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat
menyebabkan penderitaan (distress).
2. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua duanya, harus ada hampir setiap
hari selama sedikitnya 2 minggu berturut turut.
3. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesifkompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter,
pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu
faktor kepribadian dan faktor psikodinamika.
4. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
gangguan obsesif kompulsif antara lain terapi farmakologi
(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku.
5. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila kehidupan sosial dan
pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV
Washington DC: American Psychiatry Association, 1994.
2. Gangguan obsesif kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan
Jiwa; rujukan ringkas dari PPDGJ III. Maslim R, penyunting. Jakarta;
2003.76
3. Jenike MA. Obsessive compulsive disorder. N Engl J Med 2004; 350 : 25965
4. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry
vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
5. Kaplan IH, Sadock BJ, Greb JA. Gangguan Obsesif Kompulsif. Dalam
Made Wiguna. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis
Jilid Dua. Binarupa Aksara Publisher: Tanggerang. 2010. 56-68.
6. Khouzan HR. Obsessive compulsive disordes : what to do if you recognize
baffling behaviour. Postgard Med 1999; 106(7): 133-41.

22

23

Anda mungkin juga menyukai