Anda di halaman 1dari 9

Diagnosis

Diagnosa HIV dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan


laboratorium. Pemeriksaan klinis meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium meliputi uji immunologi dan uji virologi.
a) Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis dimulai dengan anamnesis dengan menanyakan gejala klinis
yang dialami pasien. Antara gejala klinis yang sering pada pasien HIV ialah demam yang
berlangsung dalam beberpa bulan, sering letih, adanya penurunan berat badan yang tidak
diketahui penyebabnya, batuk dan diare yang berlangsung beberapa bulan, adanya
pembesaran kelenjar limfa dan lain-lain lagi. Selain itu ditanyakan juga apakah ada faktor
resiko HIV pada pasien.
WHO menentukan diagnosis HIV dan AIDS berdasarkan gejala klinis dan jenis tes
pemeriksaan. Gejala klinis HIV dan AIDS menurut tahapan dari WHO dibagi dalam 4
stadium1 :

Stadium II

Termasuk

manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang
berulang, pada fase ini belum nampak gejala tetapi virus tetap aktif.

Stadium III

Fase simptomatik, termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih
dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.

Stadium IV
AIDS,
yang
berarti

kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV, adalah fase akhir dan biasanya
bercirikan suatu jumlah CD4 kurang 200

b)
Pemeriksaan
laboratorium
i)
Pemeriksaan
dasar :
FBC
(full
blood
count)
Pem.
Fungsi
hati
Pem. Fungsi ginjal : ureum dan kreatinin
Analisa urin
Pem. Feses lengkap

ii) Pemeriksaan penunjang :


A) Tes antibodi terhadap HIV (ELISA, Rapid Test, Western Blot)
Tes antibodi terhadap HIV digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme
immunoassays atau enzymelinked immunosorbent assay (ELISA) dan tes serologi
cepat (rapid test). Tes Western blot digunakan untuk memperkuat hasil reaktif dari
tes skrining.
Tes menggunakan bahan whole blood.
Antibodi dihasilkan setelah seorang terinfeksi HIV lebih kurang 2-12 minggu.
Window periode (tahap jendela), dimana pada saat ini antibodi belum terdeteksi.
Pada tahap window periode kemungkinan bisa dilakukan pemeriksaan antigen
ataupun pemeriksaan viral load.
Beberapa jenis tes antibodi HIV : -

Rapid test

- ELISA
- Western Blotting

Pemeriksaan ELISA/EIA
-

Sejenis tes penyaring.

Pada metode ini yang dideteksi adalah antibodi terhadap HIV.

Bila tes ini dilakukan pada masa jendela, maka hasilnya akan negatif karena antibodi
terhadap HIV masih belum terbentuk.

Pemeriksaan darah tidak hanya dilakukan sekali, tetapi dilakukan dengan


menggunakan 3 metode pemeriksaan (ELISA atau EIA) yang berbeda, dengan
tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda.

Bila hasil ELISA atau EIA positif, perlu dilakukan pemeriksaan konfirmasi dengan
metode Western Blot 2.

Western Blot (Tes Konfirmasi)


Uji Western blot menemukan keberadaan antibodi yang melawan protein HIV
spesifik (struktural dan enzimatik).
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai
hasil yang benar-benar positif.
Hasil negative Western blot menunjukkan bahwa hasil positif ELISA atau rapid tes
dinyatakan sebagai hasil positif palsu, dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV.
Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV pada individu
tersebut 2.
Tes Viral Load
Viral load HIV adalah jumlah partikel virus HIV yang ditemukan dalam setiap
mililiter darah. Semakin banyak jumlah partikel virus HIV di dalam darah, semakin cepat
sel-sel CD4 dihancurkan dan semakin cepat pasien menuju ke arah AIDS. Viral load (VL)
menunjukkan tingginya replikasi HIV dan kecepatan penghancuran CD4 dan tinggi
rendahnya VL menunjukkan cepat-lambatnya perjalanan penyakit dan kematian4.
Viral load HIV dapat diukur dengan PCR. Metode PCR menyediakan suatu
mekanisme untuk mendeteksi target organisme dengan konsentrasi yang sangat kecil
dengan spesifisitas yang tinggi dan dibuat tiruannya berlipat ganda sehingga ada tidaknya
virus dan bakteri spesifik serta mutasi materi genetik dapat dideteksi. Hasil pemeriksaan
dilaporkan sebagai copies/mL atau dalam perhitungan matematik logaritma atau log4.
Pemeriksaan Viral Load bila dikombinasi dengan pemeriksaan jumlah CD4+ dan
dipantau dari waktu ke waktu memungkinkan hal-hal sebagai berikut 4:

Mengetahui bagaimana tubuh memerangi HIV

Memperkirakan resiko kearah AIDS

Mengetahui efektifitas dari terapi

Pemeriksaan Jumlah Sel CD4+ Limfosit


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai sistem
kekebalan tubuh melawan virus. Jumlah sel-sel CD4+ memberikan pedoman dalam menentukan
dimulainya pengobatan anti-viral. Tujuannya adalah untuk menjaga agar jumlah CD4+ tinggi dan titer
Viral Load rendah. Untuk itu pemantauan jumlah CD4+ sebelum dan selama pengobatan akan
menunjukkan bagaimana respon terhadap terapi. Pada penderita AIDS konsentrasi CD4+

menurun secara drastis. Konsentrasi CD4+ dihubungkan dengan konsentrasi CD8


menyebabkan rasio CD4+ / CD8 terbalik pada HIV / AIDS. Nilai normal CD4+ ialah 65
% dan CD8+ ialah35% dari total T-cell.
Pemeriksaan ini dilakukan pada awal diagnosis dan setiap 3-6 bulan seterusnya.
Berdasarkan kebanyakan guideline, jumlah CD4+ <350/l diindikasi untuk mendapat
terapi antiretroviral. Penurunan CD4+ >25% adalah indikasi untuk penukaran terapi. Bila
CD4+ < 200/l, pasien perlu diberikan terapi profilaksis untuk infeksi P. Carinii, dan
diindikasikan untuk terapi profilaksis terhadap infeksi Mycobacterium avium complex
(MAC) bila jumlah CD4+ <50/l. Teknik Pemeriksaan CD4+ yang digunakan adalah
immunophenotyping menggunakan Flow Cytometri dan Cell Sorter2.

Komplikasi
Tabel 1. Komplikasi pada pasien dengan HIV/AIDS
System
Direct effect of HIV infection
Neuropsychiatric

Common

complications
neurocognitive Primary
central

HIV-associated
disorders,neuropathy,

radiculopathy,

myelopathy

nervous
lymphoma
Chronic

Head and neck

system

psychiatric

disorders
Gingivitis, dental and

HIV-associated retinopathy

salivary
Cardiovascular

HIV-associated cardiomyopathy

Pulmonary

Atherosclerosis
HIV-associated

gland

disease
Cardiovascular
disease, endocarditis

pulmonary Chronic

hypertension

obstructive

pulmonary
disease,lung cancer

Emphysema*

(including
sarcoma
Gastrointestinal (Table 4)

and

lymphoma)
Viral
hepatitis,

HIV-induced enteropathy
Nonalcoholic fatty liver disease*

lymphoma, Kaposi
sarcoma,

Renal/genitourinary

Kaposi

HPV-

related malignancies
Chronic
kidney

HIV-associated nephropathy

disease not caused


by
Endocrine

Impaired lipid and glucose metabolism


HIV-associated wasting
Lipodystrophy
Hypogonadism,*

premature

ovarian

HIV-associated

nephropathy,

failure
Musculoskeletal

Myopathy, myositis

Osteopenia,
osteoporosis,

Hematologic or oncologic

Anemia of chronic disease

Dermatologic

Coagulation disorders*
Eosinophilic folliculitis*

osteonecrosis
Lymphoma, multiple
myeloma
Papulosquamous
disorders

(e.g.,

eczema, seborrheic
dermatitis,
psoriasis);
molluscum
contagiosum;
Kaposi sarcoma
CMV = cytomegalovirus; HIV = human immunodeficiency virus; HPV = human papillomavirus; HSV = herpes
simplex virus; NNRTI = nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor; NRTI = nucleoside reverse transcriptase
inhibitor.
*Research suggests an association, but evidence is not definitive.

Anda mungkin juga menyukai