PERKERASAN JALAN
I.
DEFINISI JALAN
Dalam Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi,
sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa
merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara sehingga akan mendorong
pengembangan semua sarana wilayah, pengembangan dalam usaha mencapai tingkat
perkembangan antar daerah yang semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat
nadi perekonomian suatu wilayah, hal ini disebabkan perannya dalam menghubungkan serta
meningkatkan pergerakan manusia, dan barang.
Sedangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 disebutkan bahwa jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan
yang lain. (Wikipedia Indonesia, 2011). Sedangkan menurut Clarkson H.Oglesby,1999 yang
dimaksud dengan jalan raya adalah jalur-jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh
manusia dengan bentuk, ukuran-ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan
untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang dari
suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat.
Peran dari pentingnya sarana jalan tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006 tentang Jalan yang diatur dalam Bab II Pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa:
Pengadaan jalan diarahkan untuk memperkokoh kesatuan wilayah nasional sehingga
menjangkau daerah terpencil. Berdasarkan isi pasal tersebut diartikan bahwa pembangunan
jalan diarahkan serta dimaksudkan untuk membebaskan daerah tertentu dari keterisoliran,
yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pergerakan manusia, barang dan jasa semakin
tinggi intensitasnya.
Menurut Indonesia Higway Capacity Manual/IHCM Part-II Road, tingkat kelancaran
dan keselamatan lalu lintas tersebut dipengaruhi oleh berapa faktor yaitu: (1) kondisi kegiatan
penduduk dan pola penggunaan lahan sekitar ruas jalan, (2) kondisi persimpangan sepanjang
jalan, (3) kondisi trase jalan, (4) kondisi volume lalu lintas, dan (5) kondisi kecepatan
kenderaan (Sofyan, 2004).
II.
FUNGSI JALAN
Adapun peranan jalan menurut Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 38 Tahun
KLASIFIKASI JALAN
2. Jalan Kolektor, yaitu jalan yang melayanai angkutan pengumpulan dan pembagian
dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-ratanya rendah dengan jumlah jalan masuk dibatasi.
Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan peranannya terbagi atas:
Sistem Jaringan Jalan Primer
1. Jalan arteri primer yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua yang berada dibawah pengaruhnya
2. Jalan kolektor primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota
jenjang kedua yang lain atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang ketiga yang ada dibawah pengaruhnya
3. Jalan lokal primer ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota
jenjang ketiga lainnya, kota jenjang kesatu dengan persil, kota jenjang keduadengan
persil serta ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang yang
ada di bawah pengaruhnya sampai persil.
Sistem Jaringan Jalan Sekunder
1. Jalan arteri sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu degan kawasan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua
2. Jalan kolektor sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder
kedua, yang satu dengan lainnya, atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder ketiga.
3. Jalan lokal sekunder ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau menghubungkan
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan.
Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pengelompokan
jalan umum menurut statusnya adalah:
1. Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi dan jalan strategis nasional, serta
jalan tol.
2. Jalan Provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antar ibukota
kabupaten/ kota, dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten.
4. Jalan Kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat
permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/ atau antar
permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
6. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi badan usaha, perseorangan atau
kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, pengelompokkan jalan sesuai kelasnya adalah:
1. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu llima ratus) milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200
(empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.
2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran
paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8
(delapan) ton.
3. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (Sembilan ribu)milimeter, ukuran paling
tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.
4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan
ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi
18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus)
milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
IV.
BAGIAN JALAN
Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan secara melintang tegak lurus
sumbu jalan (Sukirman, 1994). Bagian-bagian penampang melintang jalan yang terpenting
dapat dibagi menjadi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
SUMBER