Anda di halaman 1dari 21

TEXT BOOK READING

ODEM OTAK PADA PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

Pembimbing :
dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp. S

Disusun Oleh :
Handiana Samanta

G4A013062

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
PURWOKERTO
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :
ODEM OTAK PADA PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian


di bagian Ilmu Penyakit Saraf Program Profesi Dokter
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :
Handiana Samanta

Purwokerto,

G4A013062

2015

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp.

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian
tercatat sebesar 28.3%; sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%,
lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan
1,05% akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998).
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien
Stroke dari 28 rumah sakit di Indonesia (Misbach, 2000). Survei Departemen
Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi
mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45
tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%,
tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua
(RISKESDAS, 2007).
Mengenai klasfikasi stroke, telah banyak institusi yang mengemukakan
berbagai klasifikasi stroke.Seperti yang dibuat oleh Stroke Data Bank, World
Health Organization (WHO, 1989) dan National Institute of Neurological Disease
and Stroke (NINDS, 1990).Pada dasarnya klasifikasi tersebut dikelompokkan atas
dasar manifestasi klinik, proses patologi yang terjadi di otak dan tempat lesinya.
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke
otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun hingga
18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti
meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika
aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per menit, akan
terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel
membentuk daerah infark.
.
1.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Klasifikasi


Odem otak mempunyai ciri spesifik, yaitu pembengkakan patologis
jaringan otak oleh karena peningkatan progresif cairan di otak (Fishman, 1975;
Setyopranoto, 2012). Kejadian ini merupakan komplikasi klinis pada iskemia,
trauma, tumor, hipoksia cardiac arrest, hiponatremi, dan gangguan metabolik.
Pembengkakan jaringan otak akan menyebabkan peningkatan tekanan perfusi otak
sehingga dapat mengganggu perfusi dan metabolisme otak.
Menurut Klatzo, berdasarkan mekanismenya odem otak dibagi menjadi
(Xiao, 2002; Setyopranoto, 2012).
a. Odem sitotoksik
b. Odem vasogenik
Karakteristik
Penyebab utama

Sitotoksik
Stroke iskemik, hipoksia/
anoksia, cardiac arrest,
kelainan
metabolik,
intoksikasi

Vasogenik
Akut:
cedera
kepala,
trauma, stroke hemoragik,
hipertensi
Kronik: tumor otak, abses,
infeksi susunan saraf pusat.
Meningkat

Permeabilitas sawar darah Tidak berubah


otak
Jenis cairan odem
Bukan infiltrat plasma
Filtrat plasma
Lokasi odem
Intraseluler: astrosit, sel- Ekstraseluler:
sel glia, dan neuron
interstitial

ruang

Sampai saat ini masih sulit dibedakan secara klinis antara odem otak
sitotoksik dan vasogenik, namun demikian keduanya berhubungan dengan tingkat
keparahan cedera otak dan merupakan prediktor neurologis utama pada pasien
stroke (Davalos, 1999; Setyopranoto, 2012).
Odem sitotoksik dapat terjadi karena beberapa mekanisme kerusakan,
yaitu (Setyopranoto, 2012):
a. sistem respirasi : hipoksia (high altitude disease), intoksikasi CO2,
b. sistem sirkulasi: stroke iskemik, cardiac arrest
c. sistem renal: hiponatremi pada SIADH, kekurangan garam pada jaringan
otak, polidipsi psikogenik
d. intoksikasi obat: dinitrophenol, triethylin, hexachlorophene, isoniazid
e. gangguan metabolik: ensefalopati hepatikum, sindrom reye.

hipoksia

O2 dan glukosa jaringan otak menurun

Kegagalan energi

ATP menurun

Glikolisis anaerob meningkat

Glukosa re-uptake

Depolarisasi neuronal
Pelepasan glukosa
VSCC membuka
glukosa

Aktivasi r-NMDA

Ca2+ intraseluler meningkat

Air masuk

Na2+ intraseluler

Odem otak

Gambar 2. Odem otak sitotoksik setelah hipoksia


Sel-sel otak membutuhkan suplai O2 dan glukosa secara konstan, untuk
metabolisme otak dan untuk menjaga keseimbangan ion melintasi membran
neuron. Depolarisasi membran neuronal akan memicu influks Ca 2+ melalui
Voltage-Sensitive Ca2+ Channels (VSCC), selanjutnya mendepolarisasi membran
neuron dan menstimulus pelepasan glutamat yang merupakan asam amino
eksitatorik ke extraseluler, kemudian mekanisme reuptake ATP-dependent akan
menurunkan reuptake glutamate (Setyopranoto, 2012).
Peningkatan glutamat ektraseluler menyebabkan aktivasi berlebihan dan
berkepanjangan pada reseptor NMDA, yang akan meningkatkan influks Na +.
Reseptor NMDA-gated ion channel menjadi sangat permeabel terhadap Ca2+
sehingga terjadi peningkatan influks Ca2+ . Pada keadaan fisiologis masuknya zat
terlarut osmotik aktif Na+ dinetralkan oleh energi aktif Natrium/Kalium-Adenosin

Triphosphatase (Na/K-ATPase) sehingga pergeseran zat terlarut tidak terjadi


(Setyopranoto, 2012).
Kegagalan energi sekunder yang mengikuti hipoksia yaitu kegagalan
pengiriman Na+ dan Ca2+. Peningkatan Na+ dan Ca2+ yang masuk diikuti masuknya
Cl- dan air akan menyebabkan sel bengkak dan aktivasi berlebihan enzim-enzim
Ca2+-dependent (lipase, protease) dan lisis mitokondria (Meldrum, 2000;
Setyopranoto, 2012).
Setelah terjadi hipoksia maka akan terjadi kegagalan energi, penurunan
ATP bersamaan dengan aktivasi kompensasi hasil glikolisis anaerobik, yang
menyebabkan depolarisasi membran neuronal dan peningkatan Na + intraseluler
dan influks air, maka pada saat itulah dimulai pembengkakan sel (Meldrum, 2000;
Setyopranoto, 2012). Awalnya pembengkakan sel mengikuti perpindahan cairan
interstitial kedalam kompartemen intraseluler. Hanya setelah dimulainya reperfusi
akan terjadi akumulasi air dalam otak. Ruang interstitial akan membaik seperti
semula, oleh masuknya air dari reperfusi vaskuler, tetapi sel tersebut tetap
bengkak. Iskemik otak telah menyebabkan jaringan menjadi hipertonik oleh
karena bangkitan osmoler endogen seperti laktat dan asam lemak bebas, dan juga
karena reperfusi cairan bergerak dari kompartemen plasma isotonik kedalam
parenkim otak yang hipertonik (Davalos, 1999; Setyopranoto, 2012).
Odem otak vasogenik merupakan kelanjutkan dari rusaknya sawar darah
otak. Sawar darah otak merupakan pelindung parenkim otak dari unsur plasma,
termasuk ion dan molekul besar. Sawar darah otak mempunyai permeabilitas air
sangat tinggi dan dalam kondisi normal semua air didalam otak, baik intraseluler
maupun ekstraseluler berada dalam keadaan bebas dan cepat seimbang dengan air
yang berada dalam darah. Air yang terdapat pada cairan cerebrospinal secara
kontinyu berubah melalui difusi bebas dan sekitar 50% dari semua air di otak
diganti oleh difusi dalam beberapa detik (Xiao, 2002; Setyopranoto, 2012).
Kapiler-kapiler otak sebagian besar terletak di sawar darah otak. Komplek
kapiler terdiri dari lapisan sel-sel endotel, perisit dan sekitarnya, lamina basal, dan
endfeet astrosit didekat vasa darah. Tight junction diantara sel endotel adalah
sebagai pembatas lalulintas molekuler yang bersifat hidrofobik. Matriks
ektraseluler berperan sebagai pembentuk lamina basalis antara sel mesensimal

endotel dan astrosit. Lamina basal berisi kolagen tipe IV, laminin fibronektin,
heparan sulfat dan entaktin yang merupakan filter molekul dan mengikat hormon
serta faktor pertumbuhan (Liu, 2008; Setyopranoto, 2012).
Neuron dan molekul matriks ektraseluler, misalnya asam hialuronik dan
kondroitin sulfat, berfungsi untuk menjaga tight junction. Sawar darah otak dapat
rusak oleh berbagai sebab misalnya, cedera iskemik permanen, kegagalan ionpump, pelepasan glutamat, dan influks kalsium yang menyertai iskemik otak.
Reperfusi akan memperbaiki aliran darah, membawa oksigen, glukosa, dan
leukosit yang menuju ke jaringan yang mengalami cidera, tetapi juga akan
memperbanyak produksi radikal bebas dan pelepasan protease (.Setyopranoto,
2012).
Sel-sel endotel dinding vasa darah sangat rentan terhadap kejadian iskemik
yang dapat meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler dan odem vasogenik.
Permeabilitas vasa dipengaruhi oleh oksigen radikal bebas (Xiao, 2002;
Setyopranoto, 2012). Glutamat dapat melepaskan NO, yang dapat merusak sawar
darah otak setelah iskemik.
B. Gangguan Keseimbangan Osmotik dan Odem Otak
Astrosit terbukti berkontribusi pada sel-sel neuron dalam membawa
sejumlah transporter yang memodulasi ion dan molekul (messanger asam amino)
seperti gerakan air melewati membran sel. Astrosit juga berinteraksi melalui gap
junctions untuk membentuk sistem, misalnya neutrofil yang bertindak sebagai
pemelihara mikro homeostasis susunan darah pusat. Astrosit memiliki fungsi
spesifik yaitu penyangga ion, air, neurotransmitter, dan metabolit lain yang
terakumulasi selama melakukan fungsinya, juga dalam kondisi patologis misalnya
kejang, iskemik dan trauma (Setyopranoto, 2012).
Astrosit mempunyai kapasitas membengkak beberapa kali dari ukuran
mereka, sebagai respon terhadap noxas (kalium, glutamat, hipoksia, kekurangan
oksigen dan nutrisi). Peningkatan volum berkontribusi pada perluasan jaringan di
otak, yang secara makroskopis sebagai pembengkakan otak (Solenov, 2004).
Pembengkakan pada glia mengikuti kejadian trauma kepala tampak
semakin bertambah dalam 24 jam pertama setelah kejadian (28). Pada kejang
astrosit juga membengkak dan merupakan respon terhadap pelepasan secara

berlebihan kalium, glutamat, dan ion lain (30). Pada stroke terdapat mekanisme
pembengkakan astrosit patologis, dan terdapat aktivasi Cl- / HCO- dan H+//Na+
yang berubah secara sekunder dengan kelebihan CO2 intraseluler. Cl- / HCO-blocker (senyawa indanyl dan fluorenyl) dapat mengurangi pembengkakan
astrosit (33). Terdapat kenaikan dinamis Na+ dan Ca2+ intraseluler yang paralel
dengan penurunan K+ sebagai respon kekurangan energi (hipoksia, hipoglikemia).
Pada tingkat intraseluler ATP digunakan sebagi ukuran terjadinya penuruanan
energi yang menunjukkan korelasi positif dengan kecepatan perubahan ditingkat
ion (Silver, 1997; Setyopranoto, 2012).
Sebagai upaya untuk merespon pembengkakan astrosit, maka dimulailah
penyusunan kembali volume intraseluler, meliputi fungsi volume yang diaktivasi
oleh channel anion, pelepasan glutamat, taurin dan D-aspartate untuk mengurangi
osmolaritas intraseluler (33),seperti halnya inhibisi terhadap re-uptake glutamat
dan aspartat. Mekanisme pengaturan volume pada pembengkakan disebabkan oleh
peningkatan kalium yang dihubungkan ke contrasporter NKCC1 di astrosit (Su,
2002; Setyopranoto, 2012).

C. Pembentukan Odem Otak Dan Permeabilitas Sawar Darah Otak


Hipoksia menyebabkan perubahan permeabilitas sawar darah otak.

Peningkatan permeabilitas mikrovaskuler akan menyebabkan odem interstitial.


Terdapat beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan peningkatan permeabilitas
vaskuler yang mengikuti iskemia, yaitu:
a. hilangnya lapisan endotel dan atau membran basal
b. kerusakan kontrol sistem sinyal pada tight junction endotel, dan atau
c. destruksi fisik, peluruhan maupun reorganisasi komponen-komponen tight
junction sel endotelin (Kahle, 2009; Fishman, 1997; Setyopranoto, 2012).
Hipoksia dapat memicu produksi NO melalui regulasi NO synthase
(NOS), yaitu endothelial NOS (eNOS), neuronal NOS (nNOS), dan inducible
NOS (iNOS) dan selanjutnya melepaskan oksidan dan sitokin yaitu TNF- dan
IL-1. Perubahan tersebut mengaktivasi MMP secara langsung atau melalui sinyal
transmisi, misalnya tirosine kinase yang mengaktivasi Nuclear Factor Kappa
(NF-k) dan Poly (Adenosisne Diphospahate Ribose) Polymerase (PARP) dan
faktor transkiripsi lain misalnya AP-1 (Xiao, 2002; Setyopranoto, 2012).
Sistem sinyal tersebut memicu transkripsi dan translali beberapa MMP, MMP2 dan MMP-9. MMP yang teraktivasi akan memproteolisis komponen-komponen
ikatan, adheren junction (occludin, cadherin, dan claudin) dan hasil akirnya
adalah peningkatan permeabilitas endotel (xiao, 2002; Setyopranoto, 2012).
hipoksia

O2
H2O2
sitokin

eNOS
nNOS
iNOS
ONOO
NO2, NO3

Pro-MMP

MMP-1
MMP-2
MMP-9

Occludin
Cadherin
Claudin

MAPK
AP-1
NF-K
PARP

Gangguan permeabilitas

D.

Mekanisme Molekuler Odem Otak


Semua peningkatan isi total air diparenkim otak berasal dari sirkulasi

darah maupun LCS. Cairan dapat bergerak melalui sawar darah otak yang intak
maupun yang sudah rusak. Cairan mengalir secara dinamik dari darah ke
parenkim otak, sesuai hukum Starling (Setyopranoto, 2012).
Jv (flow)= Lp (Pplasma-Ptissue)- (Pplasma -Ptissue)
Lp adalah penghantar hidrolik dari sawar darah otak; Pplasma-Ptissue adalah
tekanan hidrostatik intravaskular dan jaringan otak; P plasma

dan Ptissue adalah

tekanan osmotik intravaskular dan jaringan otak, dan adalah koefisien refleksi
osmotik. Pada waktu sawar darah otak rusak, maka Lp dan Pplasma adalah penentu
aliran cairan yang masuk jaringan otak (Klatzo, 1987; Setyopranoto, 2012).
Pada kondisi fisiologik normal, sawar darah otak lebih impermeable bagi
elektrolit termasuk natrium ( mendekati 1). Permeabilitas sawar darah otak
ditentukan oleh tekanan gradien hidrostatik (Pplasma-Ptissue) dan onkotik (Pplasma
P

- tissue

). Kerusakan iskemik mengubah Lp,Ptissue dan dan mengakibatkan

peningkatan Jv yang melintasi sawar dan berkontribusi terjadinya pembentukan


odem (Klatzo, 1987; Setyopranoto, 2012).
Jika sawar darah otak mengalami kerusakan, perbedaan tekanan
hidrostatik antara plasma dan jaringan

(Pplasma-Ptissue), pada sebagian, dapat

berperan lebih besar dalam menentukan aliran Jv elektrolit dan air dari darah ke
otak. Tekanan hidrostatik dipembuluh darah umumnya sangat rendah, tetapi jika
vasa darah mengalami reperfusi, maka akan terjadi peningkatan yang mendadak
dari tekanan hidrostatik yang akan memperburuk odem vasogenik. Eksaserbasi
tidak akan berkembang jika reperfusi dicapai sebelum infark pada sel-sel glial dan
sel-sel endotel lengkap dan mungkin juga menyebabkan kerusakan yang bersifat
irreversible (Garthsore, 1997; Setyopranoto, 2012).
Odem otak dapat disebabkan beberapa kelainan, yaitu (Setyopranoto, 2012):
a. peningkatan tekanan kapiler otak (Pplasma, kekuatan hidrostatik) dengan
asumsi adanya stabilitas tekanan interstisial (Ptissue)
b. peningkatan permeabilitas air (koefisien filtrasi kapiler, Lp)
c. peningkatan permeabilitas protein (penurunan ) dengan asumsi bahwa
perubahan yang tidak berarti pada onkotik gradient antara kapiler dengan
interstitial (Pplasma-Ptissue) (Xiao, 2002; Setyopranoto, 2012).

Tekanan hidrostatik kapiler otak (Pplasma) adalah penggerak utama cairan dari
intravaskular ke interstitial, sehingga menyebabkan odem otak. Perubahan pada
Pplasma

juga mempengaruhi permeabilitas vaskuler. Variabel yang diduga

mempengaruhi Pplasma adalah Mean Arterial Pressure (MAP), tekanan parsial CO2
arteri (PaCO2), pH, dan suhu (Xiao, 2002). MAP harus dikendalikan dalam
rentang otoregulasi instrinsik otak, yaitu 80-120 mmHg. PaCO2 arterial dan pH
juga harus dikendalikan dalam kondisi fisiologik. Suhu dipertahankan
37.5C+0.5C. tekanan intrakranial akan mempengaruhi resistensi serebrovaskuler
dan hematokrit akan mempengaruhi viskositas darah, keduanya harus diukur
secara langsung, dengan demikian perubahan hemodinamik intrakranial yang
mempengaruhi tekanan hidrostatik kapiler dapat diminimalkan (Setyopranoto,
2012).

E.

Hipoksiaiskemik, VEGF dan Kerusakan Sawar Darah Otak


Hipoksia-iskemik dapat menyebabkan kerusakan tight junction dan

meningkatkan permeabilitas sawar darah otak. Astrosit dalam keadaan hipoksia

akan melepaskan mediator inflamasi antara lain IL-8, ICAM-1, E-selectin, IL-1,
TNF-, dan MCP-1 (Zhang, 2000; Setyopranoto, 2012). Peningkatan sitokin akan
mengatur endotel dan molekul molekul adhesi netrofil sehingga menyebabkan
perpindahan lekosit melintasi endotel dan sawar darah otak. Vasa darah bersama
dengan netrofil meningkatkan phosphotyrosine, hilangnya molekul-molekul tight
junction yaitu occludin dan zonula occluden akan menimbulkan redistribusi
protein vinculin pada adheren junction, hingga menyebabkan kerusakan tight
junctions dan kebocoran sawar darah otak (Setyopranoto, 2012).
Hipoksia dapat menginduksi permeabilitas sel-sel endotel microvaskular
melalui VEGF dan NO (53). VEGF meningkatkan transitosis dan kesenjangan
pembentukan sel-sel endotel dan menyebabkan fenetrasi pada endotel
(54).hipoksia meningkatkan pelepasan VEGF hingga menyebabkan penurunan
ekspresi, dislokalisasi dan peningkatan fosfolirasio ZO-1 (Fischer, S. 2002; Mark,
2002; Setyopranoto, 2012).
F.

Odem Otak dan Faktor-Faktor


Pada manusia, dan model hewan yang mengalami stroke, aktivasi MMP,

khususnya MMP-9 berkontribusi terhadap proteolisis sawar darah otak pada


lamina basal (Pfefferkorn, 2003; Rosenberg, 2007; Setyopranoto, 2012). Protease
dan radikal bebas adalah akibat dari mekanisme cascade cedera molekular, dan
MMP sebagai enzim matriks ektraseluler dapat menggangu sawar darah otak.
Protein tight junction berupa occludin dan claudin-5 merupakan sawar endotel dan
sangat rentan pada serangan MMP. Protein lamina basal seperti fibronektin,
laminin, dan sulfat heparan juga dapat dirusak oleh MMP. Cedera reperfusi
mengakibatkan pembukaan sawar darah otak yang terjadi beberapa jam setelah
reperfusi akibat adanya aktivasi MMP-2, dan dapat diperberat akibat aktivasi
MMP-9, MMP-3 ( Rosenberg, 2007).
Sawar darah otak juga dapat terganggu akibat adanya enzim-enzum yang
mampu mendegradasi sifat-sifat proteolitik matriks ekstraseluler disekitar vasa
darah yaitu plasmin, khondroitinase, dan kolagenase. Pada cedera iskemik akan
terjadi peningkatan kolagenase tipe IV, gelatinase A (MMP-2) dan gelatinase B
(MMP-3) dan plasminogen aktivator (Yong, 2005; Setyopranoto, 2012).

Pada stroke, MMP seperti halnya sitokin dan radikal bebas, ekspresinya
terjadi karena respon inflamasi yang berhubungan dengan hipoksia (65).
Mekanisme aksi dari MMP diatur oleh Tissue Inhibitor of Metalloproteinases
(TIMP) endogen (Cunningham, 2005; Setyopranoto, 2012). Selain bersifat
destruktif, MMP dan TIMP juga diperlukan pada tahap pemulihan karena dapat
memfasilitasi angiogenesis dan neurogenesis (Rossenberg, 2007; Setyopranoto,
2012).
Aquaporin (AQP) adalah famili dari protein saluran air (water channel)
yang berfungsi terhadap pergerakan air transeluler. AQP-4 akan meningkat pada
odem otak, dan berkontribusi terhadap perluasan odem otak. Hemostatik matriks
ektraseluler dipelihara oleh keseimbangan faktor proteolitik (MMP-9) dan
antiproteolitik (TIMP-1). Pada stroke rasio MMP-9/TIMP-1berhubungan dengan
cedera dan volume odem perihematom (Barr, 2010; Alvarez-sabin, 2004;
Setyopranoto, 2012).
Ekspresi VEGF yang berlebihan dapat meningkatkan aktivitas MMP-9
yang berhubungan dengan angiogenesis otak, dan berkontribusi pada remodelling
vaskular berlebihan dan perdarahan (Lee, 2009; Setyopranoto, 2012). NO adalah
mediator yang penting pada mekanisme VEGF untuk menstimulasi aktivitas
MMP-9 dan angiogenesis di otak (Setyopranoto, 2012).
G.

Etiologi Odem Otak


Etiologi odem otak dibagi menjadi dua,
a. neurologis, misalnya stroke iskemik dan stroke perdarahan intraserebral,
tumor otak, meningitis, dan ensefalitis dan infeksi otak lain misalnya
sistiserkosis, tuberkulosa dan toksoplasma.
b. non neurologis misalnya diabetik ketoasidosis, koma asidosis laktat,
hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati, hepatitis virus fulminan,
ensefalopati hepatikum, sindroma reye, keracunan sistemik misalnya
karbonmonoksida, hiponatremi, Syndrome of Innappropriate Antidiuretic
Hormone (SIADH), ketergantungan opioid, gigitan reptil atau serangga
dan High Altitude Cerebral Odema (HACO) (Adams, 2001; Setyopranoto,
2012).

H.

Odem Otak pada Stroke Iskemik


Odem otak pada stroke iskemik dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu
a. odem intraseluler (sitotoksik)
akan berkembang dalam beberapa menit pada daerah iskemik, karena
kegagalan suplai energi dan depolarisasi membran anoksik dan selanjutnya
menyebabkan akumulasi Na+ intraseluler yang menyebabkan masuknya air
dan pembengkakan sel. Pergeseran ion dan air menyebabkan perbedaan
yang cukup tajam jumlah Na+ antara ruang intraseluler dengan
ekstraseluler yang memungkinkan terjadinya aksi penggerak kekuatan
untuk transport elektrolit transkapiler dan air dalam parenkim otak (Lee,
2009; Setyopranoto, 2012).
b. odem ektraseluler (vasogenik)
gangguan sawar darah otak menyebabkan peningkatan permeabilitas
sehingga terjadi pergeseran protein dan ion intravaskuler didalam
kompartemen ekstravaskuler. Mekanisme terjadinya odem otak belum
sepenuhnya diketahui, namun beberapa modulator dan mediator dapat
diidentifikasi adalah aquaporin, radikal bebas, protease (MMP, sel-sel
infamasi beserta mediatornya, bradikinin, VEGF, dan Nitric Oxide
Synthase) .
Pengaruh reperfusi terhadap perkembangan odem masih diperdebatkan.

Pada eksperimen iskemia fokal, reperfusi dapat menurunkan perluasan infark dan
odem otak, namun dapat juga memperberat pembentukan odem vasogenik dan
perdarahan, sehingga sangat bergantung pada tingkat keparahan dan durasi
iskemik sebelumnya (Schaller, 2004; Setyopranoto, 2012).
Total berhentinya aliran darah tidak disebabkan oleh perubahan air
dijaringan otak dan jumlah Na+ dan juga ternyata pembengkakan jaringan otak
membutuhkan aliran darah otak yang aktif . Jika reperfusi diakibatkan oleh
kerusakan area yang bersifat ireversibel, maka peningkatan permeabilitas vaskuler
selama reperfusi akan menyebabkan pembentukan odem vasogenik ( Lee, 2009;
Setyopranoto, 2012)..
Keterlambatan perbaikan aliran darah dapat meningkatkan kerusakan
iskemi, yaitu peningkatan spesies oksigen reaktif, eksitatori asam amino dan
influks Ca2+ dan selanjutnya akan memperburuk odem (Schaller, 2004;

Setyopranoto, 2012). Pada kasus stroke keuntungan reperfusi secara dini dengan
terapi trombolitik adalah lebih penting daripada adanya potensi perburukan karena
odem iskemia (Bardutzky, 2007; Setyopranoto, 2012).
Prediktor klinis dan radiologis pada pembentukan odem otak sudah
banyak diidentifikasi misalnya gejala lebih dini terjadinya mual, muntah,
penurunan kesadaran secara cepat, dilatasi pupil, nilai NIHSS > 15, dan Ct-Scan
otak didapatkan area hipodens pada > 50% vaskularisasi arteri serebri. Tingkat
keparahan odem otak bergantung pada lokasi area infark (Stener, 2001;
Setyopranoto, 2012). Hipoalbumin sering ditemukan pada pasien stroke akut dan
dihubungkan dengan derajat keparahan stroke. Albumin secara signifikan
mengurangi ekspresi VEGF pada saat hipoksia. Aktivitas luciferase yang
dikendalikan oleh Hypoxia-Responsive Element (HRE) ditekan oleh albumin,
yang menunjukkan adanya penekanan pada jalur Hypoxia-Inducible Factor
(HIF/HRE) (85). Hipoalbumin juga dihubungkan dengan kerusakan endotel
(Dzedzic, 2007; Setyopranoto, 2012). \
I.

Perkembangan Perjalanan Klinik Stroke Iskemik Akut dengan Odem


Otak
Penyebab utama mortalitas pada pasien sindroma arteri cerebri media

maligna adalah odem otak, yaitu terjadinya pergeseran garis tengah hemisfer dan
herniasi otak (86). Karena mortalitasnya yang tinggi dan outcome fungsionalnya
jelek,

maka

dipertimbangkan

hemikraniektomi

dekompresi

dan

induksi

hipotermia, yang dapat membatasi ukuran lesi infark namun meningkatkan


mortalitas terutama jika dilakukan diawal stroke (Huh, 2000; Setyopranoto, 2012).

J.

Diagnosis Odem Otak


CT-Scan merupakan baku standar pemeriksaan untuk menentukan

kelainan morfologi jaringan otak. Area odem akan tampak sebagai area dengan
densitas rendah, dan hal itu oleh karena adanya dilusi dari seluruh konstituen
substansi alba (Rosenberg, 2000). Karena jaringan otak lebih padat daripada air,

maka gambaran densitas yang rendah berhubungan dengan peningkatan kadar air.
Odem otak pada semua jenis (intra-extraseluler) akan timbul gambaran
pengaburan pada hasil CT-Scan kepala. Tanda-tanda odem iskemia adalah
hilangnya batas antara substansia nigra dengan substansia alba, mengaburnya
batas antara korteks dengan medula dan penipisan gambaran sulcus (Rosand,
2001; Setyopranoto, 2012).
Ct-scan dapat digunakan untuk mengikuti perkembangan maupun
berkurangnya odem otak atau evaluasi terhadap terapeutik. Odem otak pada lesi
vaskuler akut dapat dilihat di kedua korteks dan substansia alba. Odem otak pada
perdarahan epidural dan intraserebral biasanya terbatas pada terbatas pada
substansi alba (Rosenberg, 2000; Setyopranoto, 2012).

BAB III
KESIMPULAN

1. Odem otak mempunyai ciri spesifik, yaitu pembengkakan patologis


jaringan otak oleh karena peningkatan progresif cairan di otak (Fishman,
1975; Setyopranoto, 2012).
2. Menurut Klatzo, berdasarkan mekanismenya odem otak dibagi menjadi
(Xiao, 2002; Setyopranoto, 2012).
a. Odem sitotoksik
b. Odem vasogenik
3. Odem sitotoksik tidak terjadi perubahan permeabilitas sawar darah otak,
lokasi odemnya intraseluler (astrosiy, sel glia dan neuron)
4. Odem otak vasogenik terjadi peningkatan permebilitas sawar darah otak .
5. Tanda-tanda odem iskemia adalah hilangnya batas antara substansia nigra
dengan substansia alba, mengaburnya batas antara korteks dengan medula
dan penipisan gambaran sulcus (Rosand, 2001; Setyopranoto, 2012).

DAFTAR PUSTAKA
Adams, RD., et al. 2001. Disturbances of LCS and its circulation. In: Principles of
Neurology 7th Edition. New York: Mc Graw Hill: 655-75.
Alvarez-sabin, J., et al. 2004. Temporal Profile of Matrix Mettaloproteinases.
Stroke; 35: 1316-1322.
Bardutzky, J and Schwab, S. 2007. Antiedema theraphy in Ischemia Stroke.
Stroke; 38: 3084-94
Barr, TL., et al. 2010. Blood Brain Barrier Disruption in Humans its Dependently
Assosiated With Increased MMp-9. Stroke; 41: e123-8
Cunningham, L. A., et al. 2005. Multiple Roles for MMPs and TIMPs in cerebral
Ischemia. Glia: 50: 329-39
Davalos, A et al. 1999. Neurological Deteriotation in Acute Ischemic Stroke:
Potensial Predictors and Assosiated Factor in the European Cooperative
Acute Stroke Study I. Stroke; 30-2631-6
Dziedzic, T., et al. 2007. Hypoalbuminemia in acute ischemic stroke patiens. Eur J
of Clin Nutrition; 61: 1318-22
Fisher, W., et al. 2002. Hypoxia-induced Hyperpermeability in Brain
Microvessel . Microvas Res: 63: 70-80.
Fishman, RA. 1975. Brain Edema. N Eng J Med., 293: 706-11
Garthsore, G., et al. 1997. Influence of Ischemic and Reperfusion in the course of
Brain Swelling. Exp Neurol; 147: 353-360
Huh, P.w., et al. 2000. Comparative neuroprotective efficacy of prolonged
moderate intraischemic and postischemic hypothermia in focal cerebral
ischemia. J Neurosurg: 92: 91-99
Kahle, et al. 2009. Molecular Mechanisms of Ischemic Cerebral Edema: Role of
Electroneutral Ion Transport. Physiology 24; 257-265.
Klatzo, I. 1987. Pathophysiological aspect of Brain Edema. Acta Neuropathol. 72:
236-39
Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor of
stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent
Management of Stroke. BKM 1998; Suppl XIV: 53-69
Lee, C.Z., et al. 2009. Nitric acid in VEGF induced Focal Angiogenesis in Mouse
Brain. Stroke; 40: 2879-81

Liu, et al. 2008. Cardiovaskular Roles of Nitric Oxide: a Review of Insight from
Nitric Oxide Synthase Gene Disrupted mice. Cardiovas Res; 77(1); 19-29
Mark, NS., et al. 2002. Cerebral Microvascular Changes in Permeability and Tight
Junctions Induced by Hipoxia Reoxygenation. Am J Physiol: Heart Circ
Physiol: 282: H1485-94.
Meldrum, BS. 2000. Glutamate as a Neurotransmitter in The Brain: Review of
Insight From Nitric Oxide Synthase Gene. Cardiovas Res; 77(1); 19-29
Pfefferkorn, T and Rosenberg, GA. 2003. Closure of Blood Brain Barrier in
Cerebral Ischemic. Stroke; 34: 2659-61.
Perdossi. Pedoman Penatalaksanaan Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (Perdossi), 2007
Rosand, J and Schwamm, Lh. 2001. Management of Brain Edema Comlicating
Stroke. J Intensive Care Med: 16: 128-41
Rosenberg,GA, and Yang Y. 2007. Vasogenic Odem Due to Tight Junction
Disruption. Neurosurg Focus 22(5): 1-9.
Schaller, B., and Graf R. 2004. 2004. Cerebral Ischemia and Reperfusin. J Cereb
Blood Flow Metab; 24: 351-71
Setyopranoto, Ismail. 2012. Odem Otak Pada Pasien Stroke Iskemik Akut.
Yogyakarta: Bapan Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Gajh Mada.
Silver, et al. 1997. Ion Homeostasis in Brain Cells. Neuroscience; 78: 589-601.
Solenov et al. 2004. Sevenfold-Reduced Osmotic Water Permeability. Am J
Physiol Cell Physiol; 286- C426-32.
Steiner, T., et al. 2001. Treatment Options for Large Hemispheric Stroke.
Neurology; 57: 561-68.
Su, et al. 2002. Astrocytes from Na-K-Cl cotransporter null mice exhibit absence
of swelling and decreased in EAA release. Am J Physiol Cell Physiol; 282:
C1147-1160.
Xiao, F., 2002. Bench to Bedside: Brain Edema and Cerebral Resusitation: the
Present and Future. Acad Emerg Med; 9 (9): 933-46
Yong, V.W. 2005. Mettaloproteinase: Mediators of Pathology and Regeneration in
CNS. Nat Rev Neuroscl; 6: 931-44.
Zhang, W., et al. 2000. Inflamatory activation of Human Brain Endothelial Cells.
J. Cereb Blood Flow Metab; 20: 967-78

Anda mungkin juga menyukai