PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai
euthanasia (Mercy Killing). Euthanasia atau menghilangkan nyawa orang atas
permintaan dirinya sendiri, sama dengan perbuatan pidana menghilangkan nyawa
seseorang. Dan hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa kalangan yang
menyetujui tentang euthanasia dan pihak yang tidak setuju tentang euthanasia.
Pihak yang menyetujui euthanasia dapat dilakukan, hal ini berdasarkan
bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk mengakhiri
hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup
mendukung yaitu alasan kemanusian. Dengan keadaan dirinya yang tidak lagi
memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan
permohonan untuk segera diakhiri hidupnya.
Sementara sebagian pihak yang tidak membolehkan euthanasia beralasan
bahwa setiap manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya, karena
masalah hidup dan mati adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu
gugat oleh manusia.
Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, karena sudut pandang yang
dipakai sangatlah bertolak belakang, dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut
adalah masalah legalitas dari perbuatan euthanasia. Walaupun pada dasarnya
tindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam
pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).Di Negara-negara Eropa
(Belanda) dan Amerika tindakan euthanasia mendapatkan tempat tersendiri yang
diakui legalitasnya, hal ini juga dilakukan oleh Negara Jepang.
Tentunya dalam melakukan tindakan euthanasia harus melalui prosedur
dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar euthanasia bias
dilakukan.Ada tiga petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan syarat
prasarana luar biasa. Pertama, dari segi medis ada kepastian bahwa penyakit sudah
tidak dapat disembuhkan lagi.
Kedua, harga obat dan biaya tindakan medis sudah terlalu mahal. Ketiga,
dibutuhkan usaha ekstra untuk mendapatkan obat atau tindakan medis tersebut.
Dalam kasus-kasus seperti inilah orang sudah tidak diwajibkan lagi untuk
mengusahakan obat atau tindakan medis. Bahkan, euthanasia dengan menyuntik
mati disamakan dengan tindakan pidana pembunuhan. Alternatif terakhir yang
mungkin bisa diambil adalah penggunaan sarana via extraordinaria. Jika memang
dokter sudah angkat tangan dan memastikan secara medis penyakit tidak dapat
disembuhkan serta masih butuh biaya yang sangat besar jika masih harus dirawat,
apalagi perawatan harus diusahakan secara ekstra, maka yang dapat dilakukan
adalah memberhentikan proses pengobatan dan tindakan medis dirumah sakit.
Di Indonesia masalah euthanasia masih belum mandapatkan tempat yang
diakui secara yuridis dan mungkinkah dalam perkembangan Hukum Positif
Indonesia, euthanasia akan mendapatkan tempat yang diakui secara yuridis. Kasus
yang terakhir yang pengajuan permohonan euthanasia oleh suami Again ke
Pengadilan Negeri Jakarta, belum dikabulkan.Dan akhirnya korban yang
mengalami koma dan ganguan permanent pada otaknya sempat dimintakan untuk
dilakukan euthanasia, dan sebelum permohonan dikabulkan korban sembuh dari
komanya dan dinyatakansehatolehdokter. Apabila hukum di Indonesia kelak mau
menjadikan persoalan euthanasia sebagai salah satu materi pembahasan, semoga
tetap diperhatikan dan dipertimbangkan sisi nilai-nilainya, baik sosial, dan moral.
B. Rumusan Masalah
Menyangkut feomena yang ada akan menimbulkan beberapa permasalahan
yang harus kita selesaikan dengan seksama. Dari latar belakang demikian ini
penulis mendapatkan beberapa permasalahan yang akan kita bahas dalam bab-bab
berikutnya antara lain;
1. Apakah dimungkinkan adanya terobosan baru alam hukum
berdasarkan kasus-kasus berat, seperti secara medis penyakit sudah
tidak bisa lagi disembuhkan, sementara dokter pun sudah angkat
tangan?
2. Mengingat
hukum
kita
menganut
positifistik,
bagaimana
C. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode studi pustaka.
D. Tujuan
Adapun tujuan dari penuliasan makalah yang berjudul Pro dan Kontra
Euthanasia adalah :
1. Untuk memberikan pengetahuan mengenai euthanasia itu sendiri
dan menambah pengetahuan mengenai perawat dan dokter dalam
menghadapi masalah euthanasia.
2. Melatih penulis untuk mengembangkan bakat dan ilmunya dalam
penulisan makalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Euthanasia
Mati sesungguhnya masalah yang sudah pasti terjadi, akan tetapi
tidak pernah diketahui dengan tepat kapan saatnya terjadi. Pengertian
tentang kematian itu sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kematian dapat
dibagi menjadi 2 fase, yaitu: somatic death (Kematian Somatik) dan
biological death (Kematian Biologik). Kematian somatik merupakan fase
kematian dimana tidak didapati tanda tanda kehidupan seperti denyut
jantung, gerakan pernafasan, suhu badan yang menurun dan tidak adanya
aktifititas listrik otak pada rekaman EEG. Dalam waktu 2 jam, kematian
somatik akan diikuti fase kematian biologik yang ditandai dengan
kematian sel. Kurun waktu 2 jam diantaranya dikenal sebagai fase mati
suri. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan seperti alat respirator
(alat bantu nafas), seseorang yang dikatakan mati batang otak yang
ditandai
aktifitas denyut jantung, suhu badan yang hangat, fungsi alat tubuh yang
lain seperti ginjalpun masih berjalan sebagaimana mestinya, selama
dalam bantuan alat respirator tersebut. Tanda tanda kematian somatik
selain rekaman EEG tidak terlihat. Tetapi begitu alat respirator tersebut
dihentikan, maka dalam beberapa menit akan diikuti tanda kematian
somatik lainnya.
Walaupun tanda tanda kematian somatik sudah ada, sebelum
terjadi kematian biologik, masih dapat dilakukan berbagai macam
tindakan seperti pemindahan organ tubuh untuk transplantasi, kultur sel
ataupun jaringan dan organ atau jaringan tersebut masih akan hidup terus,
walaupun berada pada tempat yang berbeda selama mendapat perawatan
yang memadai.
batang otak saja, henti nafas saja atau henti detak jantung saja sudah
dapat
dipakai
sebagai
patokan
penentuan
kematian
manusia.
B. Jenis Euthanasia
Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu :
1. voluntary euthanasia yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan
pasien itu sendiri karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan
dia tidak sanggup menahan rasa sakit yang diakibatkannya
2.
3.
.
Selain diatas euthanasia juga di bedakan menjadi 2 kompartmen yang
mudah dipahami yaitu :
1. Euthanasia pasif yaitu di mana tenaga medis tidak lagi
memberikan atau melanjutkan bantuan medis.
2.
BAB III
PEMBAHASAN
B. Pro Euthanasia
Euthanasia merupakan langkah terakhir yang terpaksa harus
ditempuh oleh pihak medis maupun keluarga guna membantu pasien untuk
menghilangkan penderitaan. Tindakan ini mungkin akan mendapatkan
banyak hujatan dari pihak yang kontra euthanasia, tapi dilihat dari
berbagai aspek maka euthanasia sah-sah saja untuk dilaksanakan.
Aspek Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan
sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang
untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak
asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang
cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia. Sebetulnya
dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak
langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai
untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegas
lagi dari segala penderitaan yang hebat.
Aspek Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan
keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau
pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu kedokteran hampir
tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun
pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan
haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang
dilakukan akan sia sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu
kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan,
keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana. Maka
Aspek Agama
Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak
ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang
atau memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli ahli
agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya.
Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak
Tuhan yaitu memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia,
walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam
keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak
berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada
seseorang yang segar bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan
tidak dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan
pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari pernyataan
memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis
bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus kedokter dan
berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak di
tangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang
berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai
upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya
medispun dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan.
Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakan standar ganda.
Hal hal yang menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum hukum
yang ada, atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukung
pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang
cocok dengan hatinya, maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk
menopangnya.
C. Kontra Euthanasia
Mengapa manusia harus berilmu karena manusia pada dasarnya
ingin mewujudkan makna hidupnya baik yang menyangkut material,
imaterial maupun suasana batinnya, karena segala macam upaya dilakukan
untuk mendapatkan ilmu.
dengan
kebutuhan
manusia,
seperti
ilmu
biologi,
masing-masing, untuk itu tidak ada jalan lain, selain mengikuti kebenaran
relatif.
Etika, sering lebih terasa digunakan sebagai pijakan oleh praktisi
ilmu, dibanding pihak yang mengembangkan ilmu itu sendiri. Profesiprofesi seperti ahli hukum, dokter dan sebagainya merupakan praktisi
ilmu yang sering dituntut secara kuat etikanya dalam menerapkan
ilmunya. Pertanyaannya adalah etika yang mana yang harus digunakan
oleh seorang praktisi ilmu. Lebih lanjut apabila beberapa ilmu harus
berperan secara bersama-sama, maka etika yang harus digunakan tentu
diutamakan etika yang berlaku bagi masyarakat pengguna ilmu tersebut.
Ilmu yang seharusnya menjadikan hidup lebih mudah, lebih
nikmat, lebih efisien dan sebagainya, seringkali justru membelenggu
hakekat sebagai manusia, bahkan dapat secara nyata menghancurkan
kehidupan.
10
Kenyataan tersebut
atas
permintaan
pasien/korban
itu
sendiri
(voluntary
l344
KUHP
secara
tegas
menyatakan
11
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan
pidana
penjara
paling
lama
duabelas
tahun.
melanggar
larangan
tersebut.
12
tertentu
paling
lama
dua
puluh
tahun.
Di luar dua ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat
digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia, yaitu ketentuan Pasal 356
(3) KUHP yang juga mengancam terhadap Penganiayaan yang
dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan
kesehatan untuk dimakan atau diminum.Selain itu patut juga
diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal
304 dan Pasal 306 (2).
atau
denda
paling
banyak
tiga
ratus
rupiah.
penjara
maksimal
sembilan
tahun.
13
menjadi
tujuan.
Indonesia?
dan
membela
kehidupan.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengingat kondisi demikian, yang dibutuhkan kemudian adalah
perawatan dan pendampingan, baik bagi si pasien maupun bagi pihak
keluarga. Perhatian dan kasih sayang sangat diperlukan bagi penderita
sakit terminal, bukan lagi bagi kebutuhan fisik, tetapi lebih pada
kebutuhan psikis dan emosional, sehingga baik secara langsung maupun
tidak kita dapat membantu si pasien menyelesaikan persoalan-persoalan
pribadinya dan kemudian hari siap menerima kematian penuh penyerahan
kepada penyelenggaraan Tuhan Yang Maha Esa.
Bagaimanapun si pasien adalah manusia yang masih hidup, maka
perlakuan yang seharusnya adalah perlakuan yang manusiawi kepadanya.
Jelas bahwa hukum (pidana) positif di Indonesia belum memberikan ruang
bagi euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif. Tanpa
harus mengesampingkan pendapat lain, kesimpulan normatif ini urgen
untuk disampaikan mengingat berbagai hal.
Pertama, munculnya permintaan tindakan medis euthanasia hakikatnya
menjadi indikasi, betapa masyarakat sedang mengalami pergeseran nilai
kultural. Penulis menentang dilakukannya euthanasia atas dasar etika,
agama, moral dan legal, dan juga dengan pandangan bahwa apabila
dilegalisir, euthanasia dapat disalahgunakan. Kelompok pro-euthanasia
mungkin akan menentang pendapat ini dengan menggunakan argumen
quality of life, autonomi dan inkonsistensi hukum.
Namun demikian, argumen-argumen yang telah dikemukakan di atas
lebih kuat. Argumen pertama yaitu secara etika, tugas seorang dokter
adalah untuk menyembuhkan, bukan membunuh; untuk mempertahankan
hidup, bukan untuk mengakhirinya. Dasar agama adalah argumen
berikutnya, di mana dokter percaya kesucian dan kemuliaan kehidupan
manusia. Dari segi respek moral, pilihan untuk membunuh, baik orang lain
maupun diri sendiri adalah imoral karena merupakan tindak sengaja untuk
15
B. Saran
Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan
eutanasia
pembahasan,
semoga tetap
moral.
DAFTAR PUSTAKA
16
happens
after
death?.
Hukum
17