TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Filum Mollusca
Mollusca berasal dari bahasa Romawi milos yang berarti lunak. Jenis
Mollusca yang umumnya dikenal siput, kerang dan cumi-cumi. Kebanyakan
dijumpai di laut dangkal sampai kedalaman mencapai 7000 m, beberapa di air
payau, air tawar, dan darat. Anggota dari Filum Mollusca mempunyai bentuk
tubuh yang sangat berbeda dan beranekaragam, dari bentuk silindris, seperti
cacing dan tidak mempunyai kaki maupun cangkang, sampai bentuk hampir bulat
tanpa kepala dan tertutup kedua keoping cangkang besar. Oleh karena itu
berdasarkan bentuk tubuh, bentuk dan jumlah cangkang, serta beberapa sifat
lainnya, filum Mollusca dibagi menjadi 8 kelas, yaitu: 1). Chaetodermomorpha;
2). Neomeniomorpha; 3). Monoplacophora; 4). Polyplacophora; 5). Gastropoda;
6). Pelecypoda; 7). Scaphopoda; dan 8). Cephalopoda (Suwignyo, 2005).
2.2. Gastropoda
Gastropoda berasal dari kata gastros : perut; podos : kaki. Jadi Gastropoda
berarti hewan yang berjalan dengan perutnya. Hewan anggota kelas Gastropoda
umumnya bercangkang tunggal yang terpilin membentuk spiral dengan bentuk
dan warna yang beragam. Cangkang Gastropoda sudah terpilin sejak masa embrio
(Harminto, 2003). Menurut Barnes (1980) dalam Handayani (2006) kelas
Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Mollusca lebih dari 75.000 spesies
yang telah teridentifikasi, dan 15.000 diantaranya dapat dilihat bentuk fosilnya.
Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal zaman
Cambrian. Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, seperti di darat
dan di laut. Maka dapat disimpulkan bahwa Gastropoda merupakan kelas yang
paling sukses di antara kelas yang lain.
2.2.1 Morfologi
Morfologi Gastropoda terwujud dalam morfologi cangkangnya. Sebagian
besar cangkangnya terbuat dari bahan kalsium karbonat yang di bagian luarnya
dilapisi periostrakum dan zat tanduk. Cangkang Gastropoda yang berputar ke arah
belakang searah dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkangnya
berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral. Siput-siput
Gastropoda yang hidup di laut umumnya berbentuk dekstral dan sedikit sekali
ditemukan dalam bentuk sinistral (Dharma, 1988 dalam Handayani, 2006).
Pertumbuhan cangkang yang melilin spiral disebabkan karena pengendapan bahan
cangkang di sebelah luar berlangsung lebih cepat dari yang sebelah dalam (Nontji,
1987 dalam Handayani, 2006).
Gastropoda mempunyai badan yang tidak simetri dengan mantelnya
terletak di bagian depan, cangkangnya berikut isi perutnya terguling spiral ke arah
belakang. Letak mantel di bagian belakang inilah yang mengakibatkan gerakan
torsi atau perputaran pada pertumbuhan siput Gastropoda. Proses torsi ini dimulai
tujuh buah dalam satu baris. Hewan ini hidup di daerah hutan bakau atau
pohonpohon,
laut surut sampai laut lepas pantai dan karang-karang di tepi pantai, laut
dangkal bertemperatur hangat, laut dalam, di balik koral, parasit pada
binatang
laut serta di atas hamparan pasir. Contoh ordo Mesogastropoda adalah
Crepidula,
Littorina, Campeloma, Pleurocera, Strombus, Charonia, Vermicularia.
Tidak ada gigi pada hinge; tipe insang eulamellibranchia, tetapi lembaran
insang terluar mengecil dan melengkung kearah dorsal; bersifat hermaprodit.
Lyonsia, cangkang kecil dan rapuh, terdapat di laut dangkal Atlantik dan Pasifik.
2.3.1.3 Sub kelas Septibranchia.
Insang termodifikasi menjadi sekat antara rongga inhalant rongga
suprabranchia, yang berfungsi seperti pompa. Umumnya hidup di laut dalam
seperti Cuspidularia dan Poromya.
2.3.2 Habitat Bivalvia
Menurut Kastoro (1988) ditinjau dari cara hidupnya, jenis-jenis
Bivalvia mempunyai habitat yang berlainan walaupun mereka termasuk
dalam satu suku dan hidup dalam satu ekosistem. Bivalvia pada umumnya
hidup membenamkan dirinya dalam pasir atau pasir berlumpur dan beberapa
jenis diantaranya ada yang menempel pada benda-benda keras dengan
semacam serabut yang dinamakan byssal threads. Demikian pula Nontji
(1987), bivalvia hidup menetap di dasar laut dengan cara membenamkan diri
di dalam pasir atau lumpur bahkan pada karang-karang batu. Akan tetapi pada
beberapa spesies bivalvia seperti Mytillus edulis dapat hidup di daerah
intertidal karena mampu menutup rapat cangkangnya untuk mencegah
kehilangan air (Nybakken, 1992).
ukuran butir atau tekstur dasar laut, sehingga habitat Molusca dari berbagai
lereng pasir lumpur akan berbeda. Menurut Kastoro (1988) ditinjau dari cara
hidupnya, jenis-jenis pelecypoda mempunyai habitat yang berlainan
walaupun mereka termasuk dalam satu suku dan hidup dalam satu ekosistem.
Gambar 2.5 Kerang Hijau melekat pada substrat dengan benang benang
(Davis,1986)
A. 2.3.3 Peranan Pelecypoda
Secara ekologis, jenis Pelecypoda penghuni kawasan hutan mangrove
memiliki peranan yang besar dalam kaitannya dengan rantai makanan di
kawasan hutan mangrove, karena disamping sebagai pemangsa detritus,
pelecypoda berperan dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi
materi organik yang bersifat herbivor dan detrivor. Daun mangrove yang
jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar teruraikan oleh
mikroorganisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini merupakan
makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi mangsa
pelecypoda di samping sebagai pemangsa detritus. Akar pohon mangrove
memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi ikan dan invertebrata
yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di
daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari
predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove. Berbagai jenis
hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di
habitat mangrove (Irwanto, 2006). Selain berperan sebagai rantai makanan
terhadap ekosistem mangrove pelecypoda di jadikan makanan, cangkok
pelecypoda bisa dimanfaatkan untuk membuat hiasan dinding, perhiasan
wanita, atau dibuat kancing. Ada pula yang suka mengumpulkan berbagai
macam cangkang pelecypoda untuk koleksi atau perhiasan.
Pelecypoda juga mempunyai kemampuan untuk mengontrol jumlah
racun dalam tubuh mereka melalui proses pengeluaran, sementara organisme
lain tidak dapat melakukan hal ini. Organisme yang tidak dapat mengontrol
jumlah kandungan racun akan mengakumulasi polutan dan jaringan mereka
menunjukkan adanya polutan. Pelecypoda sangat baik mengakumulasi
polutan sehingga digunakkan sebagai biomonitor polusi (Philips dalam
Sitorus, 2008).