Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Penulisan kasus
Diam tanpa kata...??
Seorang laki-laki berusia 47 tahundibawa ke Unit Gawat Darurat krena mendadak tidak
sadarkan diri setelah mendengar berita bangkrutnya perusahaan yang telah dirintisnya sejak
muda. Menurut keterangan istri pasien, pasien mengalami stress karena masalah
pekerjaannya sejak sebulan yang lalu. Pasien memilik riwayat Hipertensi dan kebiasaan
merokok. Hasil pemeriksaan neurologis E3M5V1 dan tanda-tanda vital, TD:190/120 mmHg,
RR: 30 x/menit, HR: 110 x/menit dan T: 35,8 oC. Berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan,
terdapat Subaracnoid Hematoma pada lobus frontal pasien. Dokter menperkirakan pasien
akan mengalami Aphasia dan Hemiparase.
1.2. Daftar kata sulit
1.
2.
3.
4.

Subaracnoid Hematoma
Aphasia
Hemiparase
Stroke

1.3 Daftar pertanyaan


1. Jelaskan etiologi dari Stroke ?
2. Apa saja klasifikasi Stroke ?
3. Apa manifestasi klinis dari Stroke ?
4. Apa sajakah faktor resiko dari Stroke ?
5. Baimana pencengahan agar terhindar dari Stroke ?
6. Apa saja komplikasi dari Stroke ?
7. Jelaskan penatalaksanaan dari Stroke ?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari stroke ?
9. Bagaimana patofisiologi dariStroke ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Stroke ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jawaban kata sulit

1.
2.
3.
4.

Subaracnoid Hematoma
Aphasia
Hemiparase
Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,

2002).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata disebabkan oleh

gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).


stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari
beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

pengertian stroke adalah

gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan


pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga
terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. (Price &
Wilson 2006)
2.2 Jawaban pertanyaan
1. Jelaskan etiologi dari Stroke ?
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu
empat kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak.
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
2. Apa saja klasifikasi Stroke ?
a. Stroke Non Hemoragik:
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
b. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi

adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
3. Apa manifestasi klinis dari Stroke ?
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala
penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda
atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala
mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau
mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
4. Apa sajakah faktor resiko dari Stroke ?
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
5. Baimana pencengahan agar terhindar dari Stroke ?
a. Diet rendah kolestrol
Makanan hewani yang berdampak buruk pada pembuluh arteri adalah yang
kaya kolestrol. Konsumsi hidrat arang yang sederhana (gula), lemak jenuh,
garam, dan cairan akan menentukan kekentalan darah (osmalaritas).
Disamping menghindari makanan yang kaya kolestrol, pasien juga masih
harus menbatasi lemak atau minyak, khususnya jenis lemak jenuh. Di dalam hati,
lemak jenuh dapat menjadi bahn baku untuk pembuatan kolestrol.
b. Kontrol asupan gula dan garam
Jenis makanan yang juga harus dibatasi pengomsumsiannya adalah gula dan
garam. Konsumsi gula yang berlebihan setiap hari dapat menaikkan kadar
trigliserida darah, yaitu jenis lemak lain disamping tentunya beresiko penyakit
gula.
Jenis makanan lain yang harus dibatasi adalah garam, natrium yang
merupakan bagian dari garam dapur (natrium klorida) juga bisa diperoleh dari
bahan penyedap rasa (sodium glutamat), soda, (sodium bikarbonat), pengawet
9sodium benzoat), dan sodium sulfit yang digunakan dalam pembentukan sosis.
c. Hindari obesitas
Untuk pencengahan penyakit sroke, hindari obesitas dan kolestrol tinggi.
Komsumsilah lebih banyak sayuran, buah-buahan, padi-padian, makanan berserat

lainnya, dan ikan. Kurangi makan danging, kebiasaan mengemil, serta hindari
makanan yang berkalori dan mengandung lemak jenuh lainnya.
d. Hindari rokok, alkohol, dan obat terlarang
Hentikan kebiasaan merokok dan jauhi asap rokok. Merokok menyebabkan
elastisitan pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan pengersan
pembuluh darah arteri dan meningkatkan paktor pembekuandarah yang memicu
penyakit jantung dan stroke.
Selain itu jauhi minuman berakohol karena semakin banyak konsumsi alkohol
maka kemungkinan stroke terutama jenis hemoragik akan semakin tinngi, alhol
dapat menaikkan tekanan darah, menperlemah jantung, mengentalkan darah, dan
menyebabkan kejang arteri.
e. Lakukan olahraga dan aktifitas fisik
Olahraga dapat menbantu mengurangi bobot badan, mengendalikan kadar
kolestrol, dan menurunkan tekanan darah yang merupakan faktor resiko lain
terkena jantung dan stroke.
f. Kontrol tekanan darah
Kendalikan tekanan darh tinggi dan kadar gula darah, hipertensi merupakan
faktor utama terkena stroke dan penyakit jantung koroner, diabetes juga
meningkatkan resiko stroke 1,5 hingga 4 kali lipat, terutama apabila gula
darahnya tidak terkendali.
g. Hindari stress
Stress yang tak terkendali akan memicu naiknya tekanan darah dan beresiko
serangan jantung. Stress dapat pula menaikkan kadar kolestrol dalam darah.
Kondisi tersebut nantinya dapat menbuat pembuluh darah tersumbat sehingga
penderita rentan terhadap stroke.
(Sutanto, 2010)
6. Apa saja komplikasi dari Stroke ?
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.

Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus
lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
diperbaiki.
7. Jelaskan penatalaksanaan dari Stroke ?
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat
lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari stroke ?
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
9. Bagaimana patofisiologi dariStroke ?

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada
aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi
pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan
reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai
pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis
yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah
gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri
serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya
perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara
pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai
ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan
jaringan secara permanen.
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Stroke ?
Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan
keperawatan yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang
tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil
adalah merupakan respon klien, baik respon biopsikososial maupun spiritual,
kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun tindakan
perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk
pada tujuan rencana perawatan klien dengan stroke non hemoragik.

a. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam
melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan
pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan status kesehatan dan pola
pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan
(Doenges dkk, 1999).
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah :

Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan

umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.


Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda:
hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
Integritas Ego
Gejala:
perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda:
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda:
distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
Makanan/ Cairan
Gejala:
nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,

peningkatan lemak dalam darah.


Tanda:
kesulitan menelan, obesitas.
Neurosensori
Gejala:
sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman.

Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,

afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.


Kenyamanan / Nyeri
Gejala:
sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda:
tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
Pernapasan
Gejala:
merokok
Tanda:
ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
Keamanan
Tanda:
masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons
terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam

memutuskan.
Interaksi Sosial
Tanda:
masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala:
adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.

b. Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan
diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan
resiko tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang
akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data
yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis
keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan
dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007).
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1) Interupsi aliran darah
2) Gangguan oklusif, hemoragi
3) Vasospasme serebral
4) Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:


1) Kerusakan neuromuskuler
2) Kelemahan, parestesia
3) Paralisis spastis
4) Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
1) Kerusakan sirkulasi serebral
2) Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan
d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
2) Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/
koordinasi otot
2) Kerusakan perseptual/ kognitif
3) Nyeri/ ketidaknyamanan
4) Depresi
f.

Gangguan harga diri berhubungan dengan:

1) Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif


g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler/ perceptual

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:


1) Kurang pemajanan
2) Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
3) Tidak mengenal sumber-sumber informasi

3. Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat
pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih
untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah
awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi
serta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan
keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria
evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.
Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus),
messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time (terdapat
kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan
diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan komponen
pernyataan kriteria hasil.
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges
dkk, 1999) adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan oedema serebral.
1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
2) Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tandatanda peningkatan tekanan intrakranial.
3) Intervensi;
a)

Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow

Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.


b)

Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.


Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.

c)

Pertahankan keadaan tirah baring.


Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra

Kranial (TIK).
d)

Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis

(netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
e)

Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)


Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya

dapat mencegah pembekuan.

b. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan


kelemahan.
1) Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
2) Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan
aktivitas.
3) Intervensi;
a)

Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas


Rasional: mengidentifikasi

kelemahan/

kekuatan

informasi bagi pemulihan


b)

Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

dan

dapat

memberikan

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.


c)

Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan

atrofi

otot,

meningkatkan

sirkulasi,

membantu

mencegah kontraktur.
d)

Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan

ekstremitas yang tidak sakit.


Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih
terganggu.
e)

Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi

pasien.
Rasional program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan
yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan
kekuatan.

c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


kerusakan neuromuskuler.
1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesalah
pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi;
a)

Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi


Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari

derajat gangguan serebral


b)

Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana


Rasional:

c)

melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut

Rasional:
d)

Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik

Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)


Rasional:

bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang

dimaksud
e)

Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.


Rasional:

untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

d. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan dengan


stress psikologis.
1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual, mengakui
perubahan dalam kemampuan.
3) Intervensi;
a)

Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa

persendian.
Rasional:

penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan

kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.


b)

Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh


Rasional:

adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran,

penglihatan, atau sensasi yang lain)


c)

Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk

menyentuh dan meraba.


Rasional:

membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan

persepsi dan interprestasi stimulasi.


d)

Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian

tubuh tertentu.

Rasional:

penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam

mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.


e)

Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional:

pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian

atau masalah pemahaman.

Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan


neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene
secara minimal
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional:

Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu

dalam perawatan diri


b) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas
klien

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi


Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi

Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan


biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
3) Intervensi;
a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.
Rasional:

penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan

perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.


b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional:

membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian

kehidupan.
c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi
dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional:

mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami

tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.


d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin
untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.
e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.
Rasional:

dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk

perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.

Diagnosa keperawatan ketujuh: resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan


kerusakan neuromuskuler/ perseptual.
1) Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
2) Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan
aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan.
3) Intervensi;
a) Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional:

intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor ini.

b) Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional:

menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan

menurunkan resiko terjadinya aspirasi.


c) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional:

menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko

terjadinya aspirasi.

d) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.


Rasional:

meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan

perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.


e) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional :

memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu

untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

Diagnosa keperawatan kedelapan: kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan


berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang
mengingat
1) Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
2) Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
b) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional:

untuk

mendorong

kepatuhan

terhadap

program

teraupetik

dan

meningkatkan pengetahuan keluarga klien


c) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum
jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya
d) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau
klien.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga
e) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama
kegiatan berfikir
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.

4. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan,
membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan

asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter & Perry, 2005).
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan untuk
mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana
tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau tanda-tanda
vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk
mengikuti perintah sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien
dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
stroke.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil
yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses
keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai
untuk diselesaikan, dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 1999).
Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada
akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan telah disebut juga
evaluasi pencapaian jangka panjang.
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke adalah
mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot bertambah
dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi sesuai dengan kondisinya,
mempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara
mandiri, klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan klien dapat
memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.

6.

Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yaitu


sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan
tentang bukti bagi individu yang berwenang. Dokumentasi keperawatan juga
mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan
yang diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005).
Format dukumentasi keperawatan:
a.

Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi

keperawatan dalam penerapan proses keperawatan. Ada tiga teknik dokumentasi yang
sering digunakan:
1)

SOR (Source Oriented Record)


Teknik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan.Dalam

melaksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini cocok
untuk pasien rawat inap.
2)

Kardex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting

tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien yang digunakan
pada pasien rawat jalan.
3)

POR (Problem Oriented Record)


POR merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system pelayanan

keperawatan yang berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat digunakan untuk
mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan ide pemikiran anggota
tim mengenai problem klien secara jelas.
b.

Format Dokumentasi
Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:

1)

Format naratif

Format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam
bentuk narasi.

2)

Format Soapier
Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada masalah

(problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di identifikasi oleh
semua anggota tim perawat. Format soapier terdiri dari:
a)

S = Data Subjektif
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh pasien.

b)

O = Data Objektif
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan

meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh melalui
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic laboratorium.
c)

A = Pengkajian (Assesment)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.

d)

P = Perencanaan
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi tindakan

untuk mencapai status kesehatan optimal.


e)

I = Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat.

f)

E = Evaluasi
Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.

g)

R = Revisi

Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien terhadap
tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau modifikasi
rencana asuhan kepeawatan.
3)

Format fokus/DAR
Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada

rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan (action)
dan respon (R)
4)

Format DAE
Sistem dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap

diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada rencana


keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat dengan suau diagnosa
keperawatan.
5)

Catatan perkembangan ringkas


Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu

diperhatikan antara lain adanya perubahan kondisi pasien, berkembangnya masalah baru,
pemecahan masalah lama, respon pasien terhadap tindakan, kesediaan pasien terhadap
tindakan, kesediaan pasien untuk belajar, perubahan rencana keperawatan, adanya
abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan
(Harnawatiaj, 2008).
11.

Anda mungkin juga menyukai