Anda di halaman 1dari 6

BELAJAR

Yo ayo belajar

Senin, 25 Oktober 2010


SISTEM ADOPSI INOVASI
A. PENGERTIAN INOVASI DAN ADOPSI INOVASI
Inovasi merupakan istilah yang telah digunakan secara luas dalam berbagai bidang, baik
industry,jasa, pemasaran maupun pertanian. Secara sederhana Adams (1988) menyatakan, an
innovation is an idea or object perceived as new by an individual. Dalam perspektif pemasaran,
Simamora (2003) menyatakan bahwa innovasi adalah suatu ide, praktek, atau produk yang
dianggap baru oleh individu atau grup yang relevan. Sedangkan Kotler (2003) mengartikan
innovasi sebagai barang, jasa, ide yang dianggap baru oleh seseorang.
Dari berbagai defenisi diatas, dapat dijelaskan bahwa dalam suatu innovasi, terdapat 3 unsur
yang terkandung didalamnya; yang pertama adalah idea tau gagasan, kedua metode atau praktek,
dan yang ketiga produk (barang atau jasa). Untuk dapat dikatakan dengan sebuah innovasi, maka
ketiga unsure tersebut harus mengandung sifat baru. Sifat baru tersebut tidak mesti dari hasil
penelitian yang mutakhir. Namun baru disini dinilai dari sudut pandang penilaian individu yang
menggunakannya yakni masyarakat sebagai adopternya.
Salah satu factor yang memepengaruhi percepatan adopsi adalah sifat dari inovasi itu sendiri.
Inovasi yang akan di introduksikan harus memepunyai kesesuaian (daya adaptif) terhadap
kondisi biofisik, social, ekonomi, dan budaya yang ada dalam masyarakat penerima (adopter)
tersebut. Jadi inovasi yang ditawarkan tersebut hendaknya inovasi yang tepat guna.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi adopsi, Adopsi dipengaruhi oleh banyak faktor Sifatsifat atau karakteristik inovasi, Sifat-sifat atau karakteristik calon pengguna,Pengambilan
keputusan adopsi ,Saluran atau media yang digunakan,Kualifikasi penyuluh.
Startegi untuk memeilih inovasi yang tepat guna adalah menggunakan kriteria-kriteria sebagai
berikut:
1. Inovasi harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh adopter.
Banyak innovasi yang ditawarkan kepada masyarakat, namun dapat kita lihat bahwa tidak semua
inovasi tersebut menyantuh kedalam masyarakat. Karena innovasi-innovasi tersebut hanya dibuat
atas keinginan-keinginan pihak luar dari masyarakat tersebut, bukan dari kebutuhan masyarakat
yang bersangkutan. Dengan demikian terjadilah ketidak addopsian innovasi tersebut oleh
masyarakat.
Kalau mengharapkan masyarakat akan mengadopsi inovasi tersebut, para warga masyarakat
harus menyakini bahwa hal itu merupakan kebutuhan yang benar-benar diingikan oleh mereka.
Suatu inovasi akan menjadi kebutuhan apabila inovasi tersebut dapat memecahkan permasalahan
yang mereka hadapi. Sehingga identifikasi dari persoalan tersebut dapat kta lihat; bahwa sesuatu
yang kita anggap masalah, belum tentu menjadi masalah pula bagi orang lain, kemudian jikapun
permasalahan itu benar adanya yang dirasakan oleh masyarakat, belum tentu penyelesaian yang
ditawarkan seseuai dengan kondisi masyarakat penerimanya.
2. Inovasi harus memeberikan keuntungan bagi adopternya.

Soekartawi (1988) mengatakan bhwa jika benar teknologi baru yang ditawarkan akan
memberikan keuntungan yang relative lebih besar, dari nilai yang dihasilkan oleh teknologi
lama, maka kecepatan adopsi innovasi akan berjalan lebih cepat. Untuk menemukn innovasi
kriteri seperti ini dapat dilakukan dengan cara; bandingkan teknologi interoduksi dengan
teknologi yang sudah ada, kemudian identifikasi teknologi dengan biaya rendah atau teknologi
yang produksinya tinggi.
3. Inovasi harus memiliki kompatibilitas atau keselarasan.
Beberapa pakar berbeda dalam memaknai kompatibilitas innovasi (teknologi), dimana:
a. Bila teknologi merupakan kelanjutan dari teknologi lama yang telah dilaksanakan, maka
kecepatan proses adopsi innovasi akan berjlan lebih cepat.
b. Teknologi harus sesuai dengan penggunaannya.
c. Kompatibilitas disini dimaksud mempunyai keterkaitan dengan sosilal budya, kepercayaan dan
gagasan yang dikenalkan sebelumnya dan keperluan yang dirasakan oleh adopter.
4. Inovasi harus mendayagunakan sumber daya yang sudah ada.
Maksudnya disini adalah ketika adopter menggunakan inovasi tersebut, maka sumberdaya yang
ada disekitar mereka mendukung penggunaan inovasi tersebut. Misalnya ketika adanya
penyuluhan kesekolah-sekolah di daerah-daerah mengenai penggunaan internet, maka disekolah
tersebut harus memiliki setdaknya computer dan jaringan listrik agar inovasi mengenai
penggunaan internet tersebut dapat terlaksana.
5. Inovasi tersebut terjangkau oleh financial, sederhana, tidak rumit dan mudah diperagakan.
Jadi, semakin mudah teknologi tersebut di praktekkan, maka semakin cepat pula proses adopsi
inovasi yang dilakukan.
6. Inovasi harus mudah untuk diamati. Jika inovasi tersebut mudah diamati maka banayak
adopter yang mampu menggunakannya dengan meniru tata pelaksanaannya tanpa bertanya
kepada para ahlinya. Dengan demikian akan terjadi proses difusi, sehingga jumlah adopter akan
meningkat.
Adopsi inovasi merupakan suatu proses mental atau perubahan perilaku baik yang berupa
pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psycomotor) pada diri
seseorang sejak ia mengenal inovasi (rogers and Shoemaker, 1971).
Proses adopsi inovasi merupakan proses kejiwaan/mental yang terjadi pada saat menghadapi
suatu inovasi, dimana terjadi proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui atau didengar
sampai diterapkannya ide baru tersebut
Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa proses adopsi didahului oleh pengenalan suatu
inovasi (introduksi) kepada masyarakat, selanjutnya terjadi proses mental untuk menerima atau
menolak inovasi tersebut. Jika hasil dari proses mental tersebut adalah keputusan untuk
menerima suatu inovasi maka terjadilah adopsi.
Proses adopsi melalui beberapa tahapan yaitu kesadaran (awareness), perhatian (interest),
penaksiran (evaluation), percobaan (trial), adopsi dan konfirmasi (Mundy, 2000). Untuk
mempermudahnya dapat kita lihat dari skema dibawah ini:
introduksi

Gamabar 1 : Tahapan proses adopsi inovasi


Setelah suatu inovasi di adopsi oleh pengguna, maka proses selanjutnya yang diharapkan adalah
terjadinya difusi inovasi. Difusi adalah proses dimana inovasi disebarkan pada individu atau
kelompok dalam suatu system social tertentu (Soekartawi: 1988). Sementara Adyana et. Al
(1999), mengartikan difusi sebagai perembesan adopsi inovasi dari suatu individu yang telah
mengadopsi ke individu yang lain dalam system social masyarakat yang sama.
A. Tipe-tipe putusan inovasi
Keputusan otoritas ( Authority Decision) Keputusan ini dibuat oleh atasan atau suatu lembaga,
pemerintah, pabrik, sekolah dan sebagainya
Keputusan Individu ( Individual Decision) Keputusan ini dilaksanakan oleh individu/ seseorang
terlepas dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh masyarakat (collective) dalam sistem sosial
Keputusan bersama (Collective Decision) Keputusan ini disepakati dan dilaksanakan secara
bersama atau melalui consensus masyarakat dalam sistem sosial
Teori Difusi Inovasi yang dikemukakan oleh Everett M. Rogers, pada dasarnya menjelaskan
proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu
sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan
pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu as the process by which an innovation is
communicated through certain channels over time among the members of a social system.
Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus
berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah
Rogers (1961) difusi menyangkut which is the spread of a new idea from its source of invention
or creation to its ultimate users or adopters.
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok,
yaitu:
1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,
kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika
suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi
2. Saluran komunikasi; alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada
penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a)
tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan
untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka
saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika
komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka
saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat
berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses
pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat
dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama
untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup
signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain
menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta
tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan

difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis
keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication
channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change
agents).
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan
bagaimana suatu inovasi berfungsi.
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya)
membentuk sikap baik atau tidak baik .
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah
inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah
dibuat sebelumnya.
Dari sumber lain Tahapan-tahapan Adopsi Inofasi dijabarkan sebagai berikut:
Awareness/kesadaran: sasaran mulai tau dan sadar tentang inovasi yang ditawarkan oleh
penyuluh
Interest/tumbuhnya minat: keinginan untuk mengatahui lebih jauh sesuatu yang berkaitan
dengan inovasi yang ditawarkan
Evaluation/evaluasi: penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi yeng telah diketahui
informasinya secara lebih lengkap
Trial/mencoba: melakukan percobaan dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya
Adoption/adopsi: menerima/menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan
uji coba yang telah dilakukan dan diamatinya sendiri
C. KATEGORI ADOPTER
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi)
sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu
pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi,
yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat
pada gambar 2.
Untuk lebih memperjelas, dapat diformulasikan suatu gambar proses introduksi, adopsi, difusi
inovasi yang berasal dari sumbernya. Hal ini dapat kita lihat dari gambar 2 dibawah ini;

1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang,
berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan
inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi
3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh
pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi.
Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya:
tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

Penerapan dan keterkaitan teori


Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasi senantiasa
dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya
perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan
masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian
dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam
struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1)
Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan
adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses
dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi
adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian tidak
hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau
penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang
berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi
inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif market and infrastructure (Brown, 1981). Salah
satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker (1974),
yang mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai tambah pada
fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu
tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu
tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan
melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari
kegiatan produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of
Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan
pengetahuan (knowledge utilization), yaitu
1. Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang
bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2. Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud
yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.

3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk
tersebut dikemas dan disalurkan.
4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.
D.PERANAN PENYULUH DALAM PROSES DIFUSI INOVASI
Penyuluh menurut Everett M. Rogers adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga
penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi (penemuan) (Ninik Sri Rejeki dan Anita
Herawati, 1999:21).Dalam proses penyebaran inovasi pada masyarakat, penyuluh berfungsi
sebagai pemrakarsa yang tugas utamanya membawa gagasan-gagasan baru.
Perana penyuluh dalam proses difusi inovasi adalah Menumbuhkan kebutuhan untuk berubah,
Membangun hubungan untuk perubahan, memberikan informasi yang mereka perlukan , dan
Diagnosa dan penjelasan masalah yang dihadapi oleh masyarakat
Bebrapa alasan yang mnyebabkan pentingnya ada penyuluhan:
1. Penyuluhan sebagai proses penyebaran invormasi.
2. Penyuluhan sebagai proses penerangan. Maksudnya adalah bahwa seorang penyuluh
merupakan orang yang memberikan pencerahan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat yang
tidak tahu sebisa mungkin dibuat tahu terhadap pesan yang disampaikan.
3. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku.
4. Penyuluhan sebagai proses pendidikan.
5. Penyuluhan sebagai proses rekayasa social.
Petugas penyuluh mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap keberhasilan suatu program.
Menurut Bunch(2001), rancangan terbaik didunia pun tidak akan menjadi program yang berhasil
kalau petugasnya tidak berkemampuan dan kemauan untuk menjadikannya berhasil. Menurut
Wahyuni (2000) pemberdayaan berarti memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat
agar menggali potensi yang ada untuk ditingkatkan kualitasnya.
Setelah motivasi tepat guna diperoleh, metode penyuluhan yang efektif di ketahui, selanjutnya
adalah memilih agen penyuluh yang baik pula. Dengan kata lain, produk atau inovasi yang akan
disampaikan bermutu, cara penyampaiannya bermutu dan orang yang menyampaikannya juga
bermutu.
Agen penyuluh merupakan individu atau institusi yang mempunyai tugas pokok memberikan
pendidikan informal kepada masyarakat tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi
terbaru, dengan maksud agar mereka mampu, sanggup dan berswadaya untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
KEPUSTAKAAN
Abdul Rachman ,dkk.Komunikasi Inovasi. Unri pers .Pekanbaru, 2009
Junaeidi, Fajar, Komunikasi Massa pengantar Teoritis, Santusta: Yogyakarta, 2007.
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2007.
Artikel : Akhmad Musyafak dan Tatang M. Ibrahim, Starategi Percepatan Adopsi dan Difusi
Inovasi.

Anda mungkin juga menyukai