Anda di halaman 1dari 18

A.

PENGANTAR
Dalam agama islam persoalan yang pertama kali muncul dan memecah umat bukanlah
masalah teologi, melinkan permasalah politik (yang muncul setelah wafatnya Rasul saw.) yang
dengan cepat merambat kearah perdebatan tentang masalah teologi keagamaan. Sebagai
deskripsi singkat tentang masalah teologi ini dapat kita lihat pada masa perkembangan agama
islam mulai dari awal kedatangannya yang disampaikan oleh nabi Muhammad saw. hingga
memburuknya permasalahan politik sepeninggalnya khalifah Utsman ra. yang digantikan oleh
khalifah Ali Bin Ai Tholib.
Berikut adalah bagan mengenai awal perkembangan masalah keteologian dalam islam:
Masa Rasul saw, Abu Bakar, Umar, dan Utsman permasalahan teologi dalam islam belum muncul
Ahl Sunnah
Aliran Khawarij
Memfonis bahwa setiap orang yang melakukan dosa besar adalah kafir
Masa khalifah Ali, konflik politik semakin menegang
Pemberontakan Muawiyah, gubernur Damaskus
Serangan Thalhah dan Zubair yang didukung oleh Aisyah dari golongan sahabat
Golongan Khawarij yang menghukumi kafir pihak Ali dan Muawiyah karena melakukan arbitrase (perjanjian
damai)
Aliran murjiah
Berlawanan dengan khawarij, mereka berpendapat bahwa orang islam yang melakukan dosa besar tetap
dianggap mukmin karena ia masih beriman. Adapun soal dosa yang dilakukan, hal tersebut terserah pada
kehendak Allah
Kaum Mutazilah
Bagi kaum mutazilah orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi tidak pula dikatakan mukmin. Dari
pendapat ini dapat diketahui bahwa Mutazilah tidak menerima pendapat Khawarij ataupun Murjiah
Golongan syiah, orang-orang yang setia pada Ali
Aliran ini muncul sebagai penentang aliran Mutazillah yang terlalu menggunakan rasio dalam urusan
keagamaan, terutama dalam urusan teologi yang meliputi sifat Tuhan, al-Quran, qada dan qadar-Nya dan lainlain.

Pada masa itu pula dalam islam timbul dua aliran dalam teologi yang terkenal dengan
nama al-qadariah dan al-jabariah. Aliran qadariah beranggapan
manusia
memiliki
kemerdekaan penuh dalam kehendak dan perbuatannya yang tidak harus selalu terikat dengan
Tuhan. Sebaliknya, aliran jabariah beranggapan bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan
dalam kehendak dan perbuatannya melainkan segala gerak-gerik manusia ditentukan oleh Tuhan.
Kembali pada permasalahan paham teologi dalam islam, kaum Mutazilah yang pada
awalnya berbeda paham dengan khawarij dan murjiah, kemudian tumbuh dengan corak rasional
dan liberal dalam teologi yang dikembangkannya. Hal ini didorong dengan diterjemahkannya
buku-buku falsafah dan ilmu pengetahuan dari Yunani kedalam bahasa Arab, sehingga gaya
berfikir kaum Mutazilah tentang teologi lebih mengedepankan kerasional dalam berfikir.
Sehingga secara otomatis kaum Mutazilah sebagai golongan yang percaya pada kekuatan dan
kemerdekaan akal untuk berfikir maka kaum Mutazilah mengambil paham aliran qadariah.
Ajaran golongan Mutazilah ini berkembang pada permulaan abad ke-9 M, tepatnya pada
masa Dinasti Abbasiyah dengan khalifahnya Al-Mamun (813-833 M), namun setelah lengsernya
kekahlifahan Al-Mamun ajaran kaum Mutazilah mengalami kemunduran. Kemunduran ini
selain karena faktor lengsernya kepemerintahan khalifah, tetapi juga karena faktor adanya
tentangan-tentangan dari golongan yang tidak sesuai dengan ajaran Mutazilah yang
mengedepankan kekuatan akal pikiran dalam pemahamanya tentang permasalahan teologi. Salah
satu golongan yang melakukan perlawanan terhadap Mutazilah adalah golongan dengan nama
al-Asyariah yang diambil dari nama penyusunya yaitu Abu al-Hasan al-Asyari (935 M), ajaran
atau golongan ini dikembangkan dalam bentuk aliran teologi tradisional. Selin itu, didaerah
Samarkand munculah aliran baru yang juga bermaksud menentang aliran Mutazilah, aliran ini
didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al- Maturidi, yang kemudian lebih dikenal dengan nama
aliran al-Maturidiah. Aliran ini mengambil sikap tidak setradisional al-Asyariah namun juga
tidak selibral Mutazilah. Dikemudian waktu dua aliaran ini al-Asyariah dan al-Maturidiah
disebut dengan golongan Ahl Sunnah wa al-Jamaah.

B. ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI
1. KAUM KHAWARIJ
Dalam perkembangannya kaum khawarij yang mulanya adalah golongan yang memisahkan
diri atau keluar dari golongan pengikut khalifah Ali, terus tumbuh dan mengalami perpecah
menjadi beberapa subsekte-subkte. Perpecahan-perpecahan yang terjadi ditubuh kaum khawarij
ini dikarenakan iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sederhana lagi
berpikiran sempit serta fanatik.
Berikut beberapa subsekte dari kaum khawarij dan ciri aliran mereka masing-masing,
NO Nama Subsekte
Ciri dan Paham
Golongan ini adalah golongan khawarij asli yang terdiri dari
1
Al-Muhakimah
pengikut-pengikut Ali.
Mereka menganggap bahwa Ali dan Muawiyah serta semua orang
yang terlibat dan setuju dalam tahkim atau arbitrase adalah orangorang yang bersalah dan menjadi kafir.
Kemudian hukum kafir ini mereka luas artikan sehingga yang
termasuk dalam kekafiran adalah setiap orang yang berbuat dosa
besar.
Golongan ini bersikap lebih radikal dari Al-Muhakimah, mereka
2
Al-Azariqah
menggunakan term syirik atau musyrik bukan term kafir lagi.
Selanjutnya orang yang dipandang syirik adalah semua islam yang
tidak sepaham dengan mereka bahkan orang yang sepaham dengan
mereka tetapi tidak mau hijrah kedalam lingkungan mereka, juga
dipandang musyirik.
Dalam pandangan mereka, orang musyrik bukan hanya orang
dewasa, akan tetapi juga anak-anak dari orang-orang dewasa yang
mereka anggap musyrik.
Golongan ini muncul dengan salah satu latar belakangnya adalah
3
Al-Najdat
ketidak sepaham di dalam aliran Al-Azariqah. Pertentangan paham
ini mengenai kemusyrikan karena kehijrahan dan kehalalan darah
istri-istri orang yang dianggap musyrik oleh golongan Al-Azariqah.
Kemudian mereka berpandangan bahwa Nafi Ibn al-Azraq
(khalifah golongan al-Azariqah) dan semua orang yang
menganggapnya sebagai imam mereka anggap kafir.
Dosa kecil bagi mereka akan menjadi dosa besar jika dikerjakan
terus-menerus dan yang mengerjakannya menjadi musyrik.
Salah satu paham mereka adalah bahwa dosa besar tidak membuat
pengikutnya menjadi kafir .
Diwajibkan bagi tiap-tiap muslim golongan Al-Najdat untuk
mengetahui Allah dan Rasul-rasul-Nya, mengetahui keharaman
membunuh orang islam dan percaya pada seluruh apa yang
diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya.
Menurut mereka pada dasarnya manusia tidak berhajat pada adanya

Al-Ajaridah

Al-Sufriah

Al-Ibadiah

imam untuk memimpin, adanya imam hanya perlu jika maslahat


menghendaki yang demikian.
Mereka dianggap sebagai golongan khawarij pertama yang
membawa paham taqiah, yaitu merahasiakan jati diri dan tidak
menyatakan keyakinan untuk keamanan diri seseorang.
Menurut mereka berhijrah bukanlah suatu kewajiban akan tetapi
hanyalah suatu bentuk kebajikan.
Harta yang boleh dijadikan harta ghanimah adalah harta orang yang
telah mati terbunuh, dan anak kecil meraka anggap tidaklah bersalah
tidaklah musyrik menurut orang tuanya.
Mereka tidak mengakui surat yusuf sebagai bagian dari Al-Quran
karena mengandung cerita cinta.
Golongan pecahan dari mereka yaitu al-Maimunah dan alHamziah menganut paham qadariah.
Sedang pecahan lain yaitu al-Syuaibiah dan al-Hazimah menganut
paham jabariah.
Orang sufriah yang tidak berhijrah tidak dianggap kafir.
Mereka tidak berpendapat bahwa anak kaum musyrik boleh
dibunuh.
Sebagian dari mereka membagi dosa besar kedalam dua golongan,
yaitu dosa yang ada sangsinya di dunia dan dosa yang tidak ada
sangsinya di dunia. Dan yang mereka pandang kafir adalah orang
yang melakukan dosa besar golongan ke-dua.
Mereka hanya memerangi maaskar atau camp pemerintah
sedangkan anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan.
Taqiah bagi mereka hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak
dalam bentuk perbuatan. Akan tetapi perempuan islam boleh kawin
dengan lelaki kafir di daerah yang bukan islam untuk keamanan
dirinya.
Golongan yang dianggap paling moderat diantara golongangolongan khawarij lainnya.
Orang
islam
yang
tidak
sepaham
dengan
mereka
bukanlah musyrikakan tetapi kafir. Orang yang demikian dapat
diterima syahadatnya dan darahnya adalah haram, serta
diperbolehkan melakukan pernikahan atau perwarisan dengan
mereka.
Mereka menganggap bahwa dar-kufr yaitu yang harus diperangi
hanyalah maaskar pemerintah.
Orang islam yang berbut dosa besar adalah muwahhid , tetapi bukan
mukmin, dan kafir al-millah yaitu kafir agama.
Dengan kata lain mengerjakan dosa besar tidak membuat orang

keluar dari islam.


Ghanimah hanyalah berupa kuda dan senjata, sementara emas dan
perak harus dikembalikan pada yang empunya.
2. KAUM MURJIAH
Dalam suasana pertentangan antara golongan khalifah Ali dan Muawwiyah yang
memunculkan kaum Khawarij, munculah satu golongan baru yang bersikap netral, terutama
mengenai praktek kafir-mengkafirkan yang dilontarkan oleh kaum Khawarij.
Dan dari lapangan politik ini, persolaan yang mereka usung kemudian meluas kedalam
lapangan teologi. Persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum Khawarij menjadi pembahasan
pula bagi mereka. Dalam pemikiran kaum Murjiah, orang yang melakukan dosa besar tidak
dihukumi kafir, karena orang (islam) yang melakukan dosa besar tetap mengucap dua syahadat
yang menjadi dasar utama dari iman.
Pada umumnya kaum Murjiah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan
moderat dan ekstrim. Murjiah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah
kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besar dosa
yang dilakukan, serta ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh
karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali. Dan dari paham yang dikemukakan ini maka
golongan murjiah moderat lebih dekat dengan golongan Ahli Sunah.
Sedang golongan murjiah ekstrim terbagi kedalam beberapa subsekte, berikut tabel
mengenai subsekte dan paham-paham yang mereka miliki,
N
Nama subsekte
PAHAM
O
Orang islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan
1
Al-jahmiah
kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman
dan kufrtempatnya hanyalah dalam hati dan apa yang ada dalam
hati seseorang tidak diketahui manusia lain.
Menurut mereka iman adalah mengetahui Tuhan dan kufr adalah
2
Al-salihiah
tidak tahu pada Tuhan. Sedang ibadat adalah iman kepadanya
dalam arti mengetahui Tuhan, sehingga perbuatan seperti shalat,
zakat, puasa dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak
merupakan ibadat pada Allah.
Bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat
3
Al-yunisiah da
tidaklah merusak iman seseorang, sehingga dosa-dosa dan
nal-ubaidiah
perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidak akan merugikan
bagi yang bersangkutan. Sebaliknya perbuatan baik tidak akan
mengubah kedudukan seorangmusyrik atau politheist.
Menurut mereka, orang yang mengatakan saya tahu Tuhan
4
Al-ghassaniah
mewajibkan naik haji ke Kabah tetapi saya tidak tahu apakah
Kabah yang dimaksut di India atau di tempat lain. Dari cuplikan
tersebut dapat saya katakan bahwa yang terpenting bagi mereka
adalah iman, sedang amal merupakan hal yang tidak mesti

menggambarkan apa yang diimani oleh seseorang.

Pendapat-pendapat ekstrim seperti diuraikan diatas timbul dari pengertian bahwa perbuatan
atau amal tidaklah sepenting iman, yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa hanyalah
iman yang penting dan menentukan mukmin atau tidaknya seseorang, sementara perbuatanperbuatan tidak mempunyai pengaruh dalam hal tersebut . iman letaknya adalah didalam hati,
dan apa yang ada di dalam hati seseorang tidak diketahui oleh orang lain.
3. PAHAM QADARIAH DAN JABARIAH
Kaum qadariah adalah golongan yang berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya dalam istilah inggrisnya
paham ini dikenal dengan nama free will dan free act. Sebaliknya menurut kaum jabariah,
manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, dan
dalam istilah inggris paham ini disebut fatalism atau predestination.
Tidak diketahui dengan pasti kapan paham ini timbul dalam sejarah perkembangan teologi
islam. Akan tetapi menurut para ahli teologi islam, paham qadariah kelihatannya ditimbulkan
untuk pertama kali oleh seorang bernama Mabad al-Juhani, yang diambil dari paham seorang
kristen yang masuk islam di Irak. Sedangkan paham jabariah,dianggap ditonjolkan untuk
pertama kali dalam sejarah teologi islam oleh al-Jad ibn Dirham yang kemudian disiarkan
oleh Jahm Ibn Safwan dari Khurasan. Jahm yang disebutkan ini adalah seorang yang mendirikan
golongan al-Jahmiah dalam kalangan Murjiah.
Menurut pemahaman kaum jabariah manusia dikatakan berbuat bukan dalam arti
sebenarnya, tetapi dalam arti majazi atau kiasan, tak ubahnya sebagaimana disebut air
mengalir atau batu bergerak atau juga matahari terbit dan lain sebagainya. Bahkan menurut
kaum yang ekstrim ini seorang mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi
timbul karena qada dan qadar Tuhan yang menghendaki yang demikian. Itulah tadi
paham jabariah ekstrim yang dibawa oleh al-Jahm.
Selain paham jabariah ekstrim, ada satu lagi paham jabariah yang dianggap moderat. Paham
jabariah moderat ini dibawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al-Najjar. Kata Najjar Tuhanlah
yang menciptakan perbuatan-perbutan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik,
tetapi manusia mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan tersebut. Paham
yang sama juga diungkapkan oleh Dirar Ibn Amr, sehingga menurut mereka manusia telah
memiliki bagian yang efektif dan bukan bagian yang tidak efetif sebagaimana diungkapkan oleh
golongan jabariah ekstrim dan golonganqadariah yang mengatakan manusia merdeka penuh
atas apapun yang dikerjakan.
Berikut tabel mengenai kaum jabariah ekstrim dan kaum jabariah moderat:
N
Aliran Jabariah
Tokoh
Paham
O
1
Jabariah Ekstrim
al-Jad
ibn Manusia dikatakan berbuat bukan
Dirham danJahm
Ibn dalam arti sebenarnya, tetapi dalam
arti majazi atau kiasan, tak ubahnya

Safwan

Jabariah Moderat

al-Husain
Muhammad
Najjar dan Dirar
Amr

sebagaimana disebut air mengalir


atau batu bergerak atau juga
matahari
terbit
dan
lain
sebagainya. Bahkan menurut kaum
yang ekstrim ini seorang mencuri itu
bukanlah terjadi atas kehendaknya
sendiri,
tetapi
timbul
karena qada dan qadar Tuhan yang
menghendaki yang demikian.
yang
menciptakan
Ibn Tuhanlah
perbuatan-perbutan
manusia,
baik
alIbn perbuatan jahat maupun perbuatan
baik, tetapi manusia mempunyai
bagian
dalam
mewujudkan
perbuatan-perbuatan
tersebut.
Sehingga manusia telah memiliki
bagian yang efektif dan bukan bagian
yang tidak efetif sebagaimana
diungkapkan
oleh
golonganjabariah ekstrim
dan
golongan qadariahyang mengatakan
manusia merdeka penuh atas apapun
yang dikerjakan.

4. KAUM MUTAZILAH
Kaum Mutazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan
Murjiah. Dalam pembahasan teologi mereka banyak memakai akal, sehingga mereka dijuluki
kaum rasional islam.
Menurut teori klasik, nama mutazilah erat kaitannya dengan peristiwa pertikaian paham
antara Wasil danAmr dari satu pihak dan Hasan Al-Basri di lain pihak. Ada juga pendapat yang
mengatakan nama Mutazilah tidaklah mesti dihubungkan dengan pertikaian paham antara Wasil
dan Hasan al-Basri, akan tetapi nama tersebut diambil dari pendapat golongan ini sendiri yaitu
orang yang berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, akan tetapi mengambil posisi
diantara dua posisi tersebut (al-manzilah bain al-manzilatain).
Sementara menurut Al-Nasysyar, nama mutazilah benar timbul dalam lapangan
pertentangan-pertentangan politik islam, terutama pada masa Ali dan Muawiyah. Akan tetapi
nama ini tidak dipakai untuk satu golongan tertentu melainkan terkadang dipakai untuk nama
orang-orang yang menjauhkan diri dari peperangan, atau orang yang menjauhkan diri dari Ali
dan sebagainya. Orang yang demikian pada hakikatnya menjauhkan diri dari masyarakat umum
dan memusatkan pemikiran mereka pada ilmu pengetahuan dan ibadah.
Masih banyak teori yang mencoba menguak nama mutazilah ini, salah satu teori modern
menyatakan bahwa nama mutazilah sudah muncul jauh sebelum terjadinya pertikaian antara

Wasil dan Hasan Al-Bisri juga sebelum timbulnya pendapat tentang posisi diantara dua posisi.
Dalam artian, dalam sejerah telah diungkapkan bahwa telah ditemukan sejumlah orang/kaum
yang menjauhkan diri dari pertikain politik yang ada pada zaman mereka, Ratusan tahun sebelum
terjadinya pertikaian antara Wasil dan Hasan Al-Bisri.
Berikut tabel tentang paham aliran Mutazilah yang dibawa oleh Wasil ibn Ata yang
dikatakan Al-Masudi sebagaiSyaikh al-Mutazilah wa qadilmuha :
NO
PAHAM
Al-manzilah
bain
al-manzilatain,yaitu
posisi diantara dua posisi dalam artian
1
sebagai posisi penengah. Maksudnya ajaran ini menganggap orang yang berdosa
besar bukan kafir sebagaimana yang dikatakan Khawarij, dan bukan pula
mukmin sebagaimana anggapan orang Murjiah. Akan tetapi orang seperti ini
adalah fasiq yang menduduki posisi diantara mukmin dan kafir.
Al-qadariah, karena kata Wasil Tuhan bersifat bijaksana dan adil, Tuhan tidak
2
mugkin bersifat jahat dan zalim. Sehingga tidak mungkin Tuhan berbuat hal-hal
yang bertentangan dengan perintahNya sendiri. Dengan demikian manusia
sendirilah yang mewujutkan perbuatan baik dan perbuatan jahatnya. Dan atas
perbuatannya itu manusia akan mendapatkan balasan. Untuk mewujutkan
perbuatan itu Tuhan memberi kekuatan dan daya kepadanya (manusia).
Peniadaan sifat-sifat Tuhan (nafy al-sifat). Dalam artian bahwa apa-apa yang
3
disebut sifat Tuhan sebenarnya bukanlah sifat yang mempunyai wujut tersendiri
di luar zat Tuhan, tetapi sifat yang merupakan esensi Tuhan. Paham ini kemudian
dikembangkan oleh pengikut-pengikut Wasil setelah mempelajari filsafat Yunani.
Salah satu pengikutnya yang berhasil mengokohkan paham ini adalah Abu alHuzail.
Al-salah wa al-aslah, dalam artian Tuhan wajib mewujutkan yang baik bahkan
4
yang terbaik untuk kemaslahatan manusia. Karena menurut Abu al-Huzail Tuhan
sebenarnya dapat bertindak zalim dan berdusta kepada Manusia, tetapi mustahil
Tuhan bertindak demikian karena perbuatan demikian mengandung arti tidak
baik, dan Tuhan sebadai Zat yang Maha sempurna tidak bisa berbuat yang tidak
baik. Perbuatan-Nya semua wajib bersifat baik.
Mereka beranggapan bahwa Al-Quran dalam gaya dan bahasanya tidak
5
mempunyai mukjizat, Al-Quraan merupakan mukjizat hanya dari dalam isinya.
Menurut Al-Nazzam salah seorang murid dari Abu al-Huzail jika sekiranya
Tuhan tidak mengatakan (di dalam al-Quran) bahwa tidak ada manusia yang akan
sanggup membuat karangan seperti al-Quran, mungkin saja nanti akan ada
manusia yang dapat membuat karang yang lebih bagus dari al-Quran dalam gaya
dan susunan bahasanya. Dengan demikian kebenaran Nabi Muhammad
dibuktikan oleh isi al-Quran, demikian juga mengenai kabar serta cerita umat
yang lampau dan mengenai kabar-kabar tentang yang gaib dan yang tidak dapat
dilihat, semuanya mukjizat al-Quran karena isinya bukan karena susunan dan
bahasa al-Quran.
Mereka
berpendapat
bahwa
al-Quran
bukanlah qadim atau
kekal,
6
tetapi hadis dalam arti baru dan diciptakan Tuhan.
Menurut Abu Musa al-Murdar, salah seorang pemuka Mutazilah Bagdad
7
mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat dilihat manusia dengan mata kepalanya.

Hisyam Ibn Amar al-Fuwati, seorang pemimpin lain dari cabang Bagdad,
mengatakan bahwa surga dan neraka belum mempunyai wujud sekarang, karena
masa untuk masuk surga atau neraka saat ini belum tiba. Dengan demikian
adanya surga dan neraka saat ini belum ada faedahnya.
Al-Usul al-Khamsah, atau lima dasar yang menjadi pegangan kaum Mutazilah,
orang yang menerima hanya sebagian dari dasar-dasar tersebut tidak dapat
dipandang sebagai orang Mutazilah. Berikut urutan Al-Usul alKhamsah menurut urutan pentingnya kedudukan di tiap dasar; al-Tawhid, al
Adl, al-Wad wa al-Waid, al-Manzilah bain al-Manzilatain, dan al-Amr bi alAmaruf wa al-Nahy an al-Munkar (mengesakan Tuhan, adil, janji dan ancaman,
posisi diantara dua posisi, serta perintah terhadap yang baik dan melarang dari
yang buruk).

Saat ini kaum Mutazilah tidak mempunyai wujud, kecuali dalam sejarah. Pandangan yang
menganggap bahwa ajaran Mutazilah menyimpang dari islam masih banyak ditemui sekarang.
Pandangan demikian timbul karena kaum Mutazilah dianggap tidak percaya terhadap wahyu
dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh dengan perantaraan rasio. Padahal sebagai mana
diketahui kaum Mutazilah tidak hanya memakai argumen rasional akan tetapi juga
menggunakan ayat-ayat al-Quran dan Hadits Nabi untuk mempertahankan pendirian.
Kesalah pahaman terhadap kaum Mutazilah timbul karena buku-buku mereka tidak dibaca
dan dipelajari lagi diperguruan-perguruan islam. Baru pada permulaan abad ke-20 ini mulai
dibaca dan dipelajari kembali buku-buku karangan mereka. Sedang buku yang selama ini sering
dibaca tentang Mutazilah adalah bku-buku karangan pengikut-pengikut al-Asyari dan alMaturidi. Dan sebagai lawan dari Mutazilah buku-buku itu terkadang tidak objektif.
Saat ini ketika para pelajar-pelajar muslim diperguruan tinggi mulai mempelajari bukubuku karangan Mutazilah, banyak dari mereka yang bersimpati terhadap golongan ini dan
mengakui kebenaran tokoh-tokoh serta ajarannya di Mutazilah. Selain itu banyak dari mereka
menganggap bahwa sebenarnya kaum muslim saat ini seharusnya banyak berterimakasih atas
jasa-jasa kaum Mutazilah yang telah menyumbangkan ilmu-ilmu mereka dalam melawan kaum
musyrik pada masa itu.

5. AHLI SUNNAH DAN JAMAAH


Term Ahli sunnah wa al-Jamaah kelihatannya muncul sebagai reaksi terhadap pahampaham golongan Mutazilah, utamanya terhadap sikap mereka dalam menyebarkan ajaran-ajaran
dan paham mereka sendiri. Kaum Mutazilah dalam menyebarkan ajarannya melakukan jalan
pemaksaan, terutama ketika paham mereka dijadikan mzhab resmi ketika masa kepemimpinan
Bani Abbasiyah, dengan khalifahnya Al-Mamun. Bagi al-Mamun orang yang mempunyai
paham syirik tidak dapat dipakai untuk menempati posisi penting dalam pemerintahannya. Oleh
karena itu ia mengirim intruksi kepada para Gubernurnya untuk mengadakan ujian terhadap
pemuka-pemuka dalam pemerintahan dan juga terhadap para pemuka-pemuka yang berpengaruh
dalam masyarakat. Dan standar yang digunakan dalam ujian ini adalah paham teologi yang

dikembangkan oleh golongan Mutazilah. Akan tetapi dalam sejarah golongan ini tetap dianggap
sebagai golongan minoritas.
Selanjutnya kaum Mutazilah dari segi paham yang dikembangkan tidak begitu banyak
berpegang pada sunnah dan tradisi, bukan karena mereka tidak percaya pada tradisi Nabi saw.
dan para Sahabat, tetapi karena mereka ragu akan keaslian hadis-hadis yang mengandung sunnah
atau tradisi itu. Dengan demikian kaum Mutazilah selain sebagai golongan minoritas, mereka
juga golongan yang tidak berpegang teguh kepada sunnah.
Berbeda halnya dengan nama ahli sunnah wa al-jamaah, yang dari segi nama saja jelas
bahwa aliran ini adalah aliran yang berpegang pada sunnah dan lagi merupakan golongan
mayoritas. Dalam lapangan teologi islam yang dimaksud dengan ahli sunnah wa aljamaah adalah kaum Asyariah dan Maturidiah.
Abu al-Hasan Ali Ibn Ismail al-Asyari lahir di Basrah pada tahun 873 M, dan wafat di
Baghdad pada tahun 935 M. Beliau pada mulanya adalah seorang yang berpaham Mutazilah
dengan gurunya bernama al-Jubbai. Tetapi entah mengapa karena sebab yang kurang jelas,
beliau akhirnya meninggalkan ajaran Mutazila yang telah puluhan tahun beliau tekuni.
Beralihnya beliau dari paham ini yang jelas karena beliau dalam kedaan ragu-ragu dan merasa
tidak puas lagi dengan aliran Mutazilah yang telah dianutnya selama ini. Kesimpulan ini
diperkuat dengan sebuah riwayat yang mengatakan bahwa al-Asyari sempat mengasingkan
diri di rumah selama lima belas hari untuk memikirkan ajaran-ajaran Mutazilah. Selain riwayat
ini masih banyak lagi pendapat yang menyatakan latar belakang keluarnya al-Asyri keluar dari
Mutazilah.
Keluarnya al-Asyari dari Mutazillah bertepatan dengan melemahnya aliran Mutazillah
itu sendiri. Hal ini karena dibatalkannya putusan al-Mamun oleh al-Mutawakkil tentang
penerimaan aliran Mutazillah sebagai madzhab resmi negara ketika itu, dan setelah itu mulai
tersisihlah paham-paham dan ajaran-ajaran Mutazillah.
Berikut tabel mengenai beberapa perbedaan paham antara aliran Mutazillah dan Ahli
Sunnah wa al jamaah al-Asyariyah:
N
Paham Mutazillah pada Umumnya Paham Ahli Sunnah wa al jamaah al-Asyariyah
O
1
Tuhan tidaklah memiliki sifat, Tuhan memiki sifat, mustahil Tuhan mengetahui
kecualiqadim,selain sifat tersebut dengan zat-Nya, karena dengan demikian zatmaka sejatinya adalah zat Tuhan.
Nya adalah pengetahuan (ilm) padahal
sesungguhnya Tuhan itu Yang Mengetahui
(Alim).
2
Mereka berpendapat bahwa al-Quran Al-Quran tidaklah diciptakan, sebab kalau ia
bukanlah qadim atau
kekal, diciptakan maka perlu kata kun,dan untuk
tetapihadis dalam arti baru dan terciptanya kata kun maka perlu kata kun yang
diciptakan
Tuhan. lain dan begitu seterusnya. Sehingga tidak
karena kalam adalah suara yang mungkin Quran diciptakan.
tersusun dari huruf-huruf dan dapat
didengar.
3
Ada ulama dari golongan mereka Tuhan dapat dilihat diakhirat kelak, krena sifat

4
5

yang mengatakan bahwa Tuhan tidak yang tidak dapat diberikan kepada Tuhan
dapat dilihat manusia dengan mata hanyalah sifat yang membawa arti kepada
kepalanya di akhirat kelak.
diciptakannya Tuhan. sedangkan dapat dilihatnya
Tuhan
tidaklah
membawa
pada
sifat
diciptakannya Tuhan.
Perbuatan-perbuatan
manusia Perbuatan-perbuatan
manusia
bukanlah
diwujudkan oleh manusia sendiri, diwujutkan oleh manusia sendiri, melainkan
karena mereka berpaham qadariah.
diciptakan oleh Tuhan.
Mereka berpendapat bahwa Tuhan Dalam
hal anthropomorphism al-Asyari
tidaklah mungkin serupa dengan menggambarkan Tuhan memiliki muka, tangan,
makhluk-Nya atau menolak paham mata dan sebagainya dengan tidak ditentukan
yang
dikenal bagaimana (bila kayfa) yaitu dengan tidak
dengananthropomorphism itu.
memiliki bentuk dan batasan (la yukayyaf wa la
yuhad).
Megembangkan
Menolak paham al-adl dan al-Wad wa alpaham al-adl dan al-Wad wa al- Waid, karena Tuhan berkuasa mutlak dan tak
Waid. Dalam artian Tuhan selalu ada satupun yang wajib bagi-Nya.
dituntut untuk melakukan hal-hal
yang baik.

Ajaran al-Asyari kemudian dikembangkan oleh para pengikutnya, diantara para


pengikutnya yang paling terkenal adalah Muhammad Ibn al-Tayyib Ibn Muhammad Abu Bakr
al-Baqillani, Abd al-Malik al-Juwaini (imam al-HAramain), dan pengikutnya yang paling
berpengaruh adalah al-Ghazali. Al-Ghazali inilah pengikut yang pahamnya tidak banyak
berlainan dengan imam al-Asyari, dan karena jasa-jasanya pula ajaran Ahli-Sunnah dan Jamaah
al-Asyriyah berkembang luas dikalangan umat islam.
Selain Ahli Sunnah wa al jamaah al-Asyariyah ada satu lagi aliran yang berlatar belakang
sama dengannya yaituAhli Sunnah wa al jamaah al-Maturidiah. al-Maturidiah dicetuskan oleh
Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi yang lahir pada abad ke-9 M
dan wafat pada tahun 994 M. Beliau adalah pengikut madzhab Abu Hanifah dan paham-paham
teologinya banyak persamaan dengan paham-paham yang diajukan oleh Abu Hanifah.
Sebagai pengikut Abu Hanifah maka aliran ini banyak memekai rasio dan akal dalam
pandangannya mengenai agama dan teologinya, sehingga antara teologi yang dibawa oleh alAsyari dan al-Maturidi terdapat perbedaan meskipun keduanya muncul sebagai reaksi terhadap
golongan Mutazilah.
Al-Maturidi juga memiliki seorang pengikut penting, yaitu Abu al-Yusr Muhammad alBazdawi, namun demikian al-Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan al-Maturidi. Perbedaan
diaantara keduanya menyebabkan bahwasannya bisa dikatakan al-Maturidi terpisah menjadi dua
golonga yaitu;
1. Golongan Samarkand yaitu pengikut al-Maturidi, yang lebih dekat kepada paham Mutazilah
2. Golongan Bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi, yang pahamnya lebih dekat kepada paham alAsyari.

6. SYIAH DAN EMPAT ALIRANNYA


a. Pengantar
Pada awal kemunculannya, Syiah dikenal sebagai salah satu kelompok politik dalam islam.
Gerakan politik ini muncul sebagai dampak kekalaha Ali kw. dipanggung politik kala itu ketika
tengah melawan Muawiyah. Namun dalam perkembangannya, kemudiam Syiah dikenal sebagai
sebuah aliran tersendiri yang tidak hanya membahas mengenai politik sebagai mana awal
kemunculannya akan tetapi juga dikenal sebagai madzhab tersendiri dan juga melahirkan aliran
filsafat dan tasawuf sendiri.
Dalam pandangan sejarah kelompok Syiah terpecah kedalam tiga kelompok besar, yaitu
Itsna Asyariyah, Ismailiyah dan, Zaidiyah dan selain itu ada beberapa kelompok lain yang
dianggap liar (ghulat).
Proses yang melatarbelakangi munculnya kelompok Syiah ke dalam panggung teologi
islam dapat digolongkan kedalam dua faktor utama, yaitu faktor intern dunia islam sendiri yang
berupa polemik dalam memehami al-Quran dan juga faktor politik umat islam setelah
sepeninggalnya Rasul saw. Sementara itu faktor ekstern dunia islam juga turut andil dalam
masalah teologi yang tengah dikembangkan, seperti ajaran filosof-filosof Yunani dan lain-lain
yang berhasil mempengaruhi pemikiran-pemikiran ulama muslim masa itu.
Sementara itu di Indonesia Syiah sebenarnya bukan madzhab baru akan tetapi sudah ada
sejak lama, hanya saja tidak tersebar luas sebagai mana madzhab sunni. Menurut
Jalaludin Rahmat ada bebera pa teori tentang kedatangan Syiah ke Indonesia yaitu:
1. Teori yang beranggapan bahwa dulu orang-orang Syiah dikejar-kejar oleh para penguasa
Abbasiyah yang lari dari Timur Tengah sebelah utara, kesebelah Selatan di bawah pimpinan
seorang yang bernama Ahmad Muhajir sampai di Yaman. Kemudian mereka ber-taqiyah dengan
madzhab Syafii dan merekalah yang pertama kali dikenal sebagai penyebar islam terutama
para Alawiyyin orang-orang ketuurunan Sayyid.
Di Indonessia sendiri yang dikenal sebagai penganut madzhab Syafii, namun dalam prakteknya
banyak melakukan ajaran-ajaran Syiah, mulai dari cara Shalawat atas nabi saw. dan ahl albait hingga tradisi-tradisi seperti tahlilan dan haul yang tidak ada dalam ajaran Syafii selain di
Indonesia.
2. Teori yang beranggapan bahwa islam yang datang ke Indonesia adalah islam Sunni, akan tetapi
kemudian dimasuki Syiah terutama melalui aliran-aliran tarekat, karena dalam hal ini (tarekat)
Sunni dan Syiah telah bertemu sejak lama. Misalnya tarekat Qadariyah-Naqsabandiyah yang
silsilahnya bersambung kepada para imam Syiah.
3. Teori yang ketiga ini beranggapan bahwa Syiah baru datang setelah perewtiwa Revolusi Islam
Iran (RII). Dan hal ini adalah berkat karya tulis para tokoh-tokoh Syiah ketika itu seperti Ali
Syariati, Murtadha Muthahari, Thabathabai, dan Baqir Sadr.
b. Pengertian Syiah
Syiah ( )yang bentuk tunggalnya adalah syiiy ( )memiliki arti kelompok atau
golongan yang dapat digunakan untuk seseorang, dua orang atau jama baik pria ataupun wanita.
Sedangkan secara penggunaan, kata syiah banyak memiliki makna diantara seperti yang

dikatakan oleh Muhammad Husayn Thabathaba'i bahwa syiah adalah kaum muslimin yang
menganggap pengganti Nabi saw. merupakan hak istimewa keluarga Nabi, dan mereka dalam
bidang pengetahuan dan kebudayaan mengikuti madzhab Ahl al-Bait. Selain pendapat ini masih
banyak pendapat-pendapat lain yang mencoba mendefinisikan Syiah, namun dapat disimpulkan
bahwa Syiah adalah golonga yang lebih mengutamakan Ali Ibn Abi Thalib dari sahabat lainnya,
yang percaya bahwa ahl bait adalah lebih berhak untuk memegang tampuk kekhalifahan
sesudah meninggalnya Rasul saw., yang dalam hal ini jatuh pada diri Ali Ibn Abu Tholib atas
dasar wasiat dari Rasul saw dan kehendak Allah.
Sesuai dengan pengertian Syiah diatas, yaitu golongan yang lebih mengutamakan Ali k.w.
dari pada sahabat lainnya maka sejarah munculnyapun sangat erat kaitannya dengan haditshadits mengenai keutamaan Ali k.w. Selain itu mereka (golongan Syiah) juga percaya
bahwasannya Nabi saw. sebenarnya telah menunjuk pengganti beliau yaitu Ali k.w. disuatu
tempat bernama Ghadir Khumm ketika Nabi tengah melakukan perjalanan pulang dari
haji wada.
Syiah bergerak secara terang-terangan memang baru muncul pada masa Khalifah Ali Ibn
Abi Tholib, namun Syiah sebagai doktrin yang diajarkan secara diam-diam oleh ahl albait sudah ada sejak wafatnya Rasul saw. Syiah mulai mendapat pengikut yang besar terutama
pada Dinasti Amawiyah, menurut Abu Zahrah hal ini merupakan akibat perlakuan kasar dan
kejam Dinasti ini terhadap ahl al-bait. Sebagai contoh dipenggalnya kepala Husain yang
kemudian dibawa ke hadapan Yazid di Damaskus, kemudian Yazid memukul-mukulkan
tongkatnya kepada kepala cucu Rasulullah saw tersebut.
Namun kemudian setelah peristiwa syahid-nya Husain di Karbala beberapa aliran Syiah
mulai muncul. Munculnya sekte-sekte dalam Syiah sebagaimana yang disebutkan sebelumnya,
adalah bermula dari masalah imamah atau kepemimpinan. Yaitu siapakah yang berhak menjadi
pemimpin setelah terbunuhnya Husain. Hal ini menyebabkan munculnya beberapa pandangan,
diantaranya yaitu; golongan Imamiyah, golongan Zaidiyah (al-Waqifiyah), dan golongan Syiah
Kaisaniyah (termasuk, Ghulat).
Berikut beberapa kelompok dalam Syiah :
1. Ghulat
Kelompok ini sebenarnya oleh golongan Syiah lain terutana Imamiyah tidak diakui bahka
dianggap kufur atau keluar dari islam, karena paham-paham mereka yang ekstrim. Menurut para
ahli sejarah Abdullah Ibn Saba adalah orang pertama yang mengembangkan Syiah Ghulat. Pada
masa Ali k.w. Abdullah Ibn Saba dan para pengikutnya dibuang oleh Ali ke Madain karena
pernyataannya yang menyatakan bahwa di dalam diri Ali k.w. ada sifat Tuhan.
Setidaknya ada enam (6) doktrin ektrim yang mereka kembangkan. Doktrin tersebut antara
lain; Tasybih, merupakan paham yang menyerupakan makhluk dengan Tuhan atau
sebaliknya. bada, adalah paham yang meyakini bahwa Tuhan berhak mengubah kehendak-Nya
sejalan dengan perubahan ilmunya. Rajah, adalah paham yang menyakini al-Mahdi alMuntadzar akan datang ke Bumi. Tanasukh, merupakan paham yang mempercayai kemampuan
ruh untuk berpindah dari suatu jasad ke jasad lain. hulul adalah paham yang mempercayai Tuhan
berada pada semua tempat, berbicara dengan senua bahasa dan pada setiap individu manusia.

Namun hulul ini ada yang sebagian dan ada yang keseluruhan. Ghayba, adalah paham yang
mempercayai bahwa Imam Mahdi itu berada di dalam negeri dan tidak dapat dilihat oleh mata
biasa.
2. Zaidiyah
Kelompok ini dusebut Zaidiyah karena mereka mengikuti Zaid Ibn Ali Zainal Abidin
sebagai Imam kelima. Hal ini berbeda dengan kelompok Syiah lain yang mengakui Muhammad
al-Baqir Ibn Ali Zainal Abidin sebagai imam kelima.
Syiah Zaidiyah identik dengan pemberonyakan yang mereka lakukan terhadap Dinasti
Awamiyah. Tampaknya mereka berkeyakinan bahwa pemberontakan bersenjata merupakan satusatunya cara dalam menegakan kebenaran, hal ini menunjukan bahwa mereka memiliki
kekerasan sikp. Namun demikian doktrin yang mereka kembangkan memiliki sifat lunak.
Doktrin yang mereka kembangkan dapat diketahui dari tabel berikut;
N
Doktrin Syiah Zaidiyah
O
Imam tidaklah ditentukan oleh Nabi orang-orangnya, melainkan hanya sifat1
sifatnya yang ditentukan.
Paling tidak imam haruslah berciri-ciri sebagai beriku; pertama berasal dari ahl
2
al-bait, baik dari keturunan Hasan maupun Husein. Kedua haruslah memiliki
kemampuan untuk mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau
menyerang. Ketigamemiliki
intelektualitas
yang
telah
terbukti. Keempat menolak
kemaksuman
imam
dan
memunculkan
istilah imamat al-mafdhul.
Dua imam pada masa yang sama dapat diterima asalkan tidak dalam daerah
3
yang sama.
Menolak nikah muthah, berbeda dengan sekte-sekte Syiah lain yang
4
memperbolehkannya.
Menolak doktrin taqiyyah yang dilakukan oleh sekte-sekte Syiah lainnya.
5
3. Ismailiyah
Golongan ini hanya mempercayai tujuh Imam dalam Syiah yaitu; 1) Ali Ibn Abi Tholib,
2) Hasan Ibn Ali, 3) Husein Ibn Ali, 4) Ali Zainal Abidin, 5) Muhammad al-Baqir, 6) Jafar alShadiq, 7) Ismail Ibn Jafar. Syiah Ismailiyah dalam sejrah perkembangannya telah melahirkan
beberapa cabang antara lain; Qaramithah, Fathimiah, Assasin (Hasyasyin), dan Druz. Meski kecil
jumlahnya, mereka menyebar disekitar dua puluh Negara termasuk Afganistan, India, Iran,
Pakistan, Syiria, Libanon, Yunani, Inggris, Amerika Utara, Cina dan Uni Sovyet.
Kelompok Ismailiyaah percaya bahwa islam dibangun oleh tujuh (7) pilar, al-Qadhi alNuman menjelaskan bahwa tujuh pilar tersebut adalah; 1) Iman, 2) Thaharah, 3) Sholat,
4) Zakat, 5) Shaum, 6) Haji, 7) Jihad.
Imam adalah seseorang yang menentukan kepada pengetahuan (marifah) dan dengan
pengetahuan tersebut seorang muslim akan menjadi seorang mukmin yang sebenar-benarnya.
Seorang Imam merupakan penunjukan melalui wasiat yang berantai (dari Allah kepada RasulNya kemudian Rasul menunjuk Imam). Adapun syarat-syarat sebagai imam menurut mereka

adalah sebagai berikut; 1) imam adalah keturunan dari Ali dan fathimah, 2) imam
berdasarkan nasah imam terdahulu, 3) keimaman jatuh kepada anak tertua dari imam terdahulu,
4) imam adalah seorang yang maksum, bahkan jika imam salah sesungguhnya perbuatan tersebut
tidak salah, 5) imam adalah best of man.
Dalam masalah teologi, mereka meyakini bahwa al-Quran mempunyai aspek lahir dan
batin. Karena itu Ismailiyah melakukan tafsir secara takwil dan majaz. Hal ini sejalan dengan
sikap mereka yang meyakini bahwa agama memiliki aspek esoteris (batin) dan eksoteris (lahir).
Menurut Fazlurrahman prinsip esoteris dilaksanakan dengan ektrim oleh golongan Ismailiyah.
Selain itu golongan Ismailiyah meniadakan sifat dari dzat Allah sebagaimana sikap mutazilah,
menurut mereka penetapan sifat merupakan penyerupaan dengan makhluk.
4. Itsna Asyariah
Aliran Syiah ini menjadi madzhab resmi di negara Iran. Nama Itsna Asyariah merupakan
hasil penisbatan kepada dua belas imam yang mereka percayai. Imam Muhammad al-Mahdi
merupakan imam ke dua belas bagi mereka dan dipercayai bahwa kelak di akhir zaman al-Mahdi
akan kembali ke dunia sebagai ratu adil.
Terdapat lima (5) ajaran pokok Syiah Itsna Asyariah yang dikenal dengan ushuludin yaitu;
1) Tauhid, 2) Keadilan, 3) Nubuwwah, 4) Maad, 5) Imamah. Imamah merupakan doktron yang
fundamental dalam Syiah, imam magi mereka lyaknya nabi yang membimbing mereka mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Selain konsep imamah mereka juga mengenal ajaran Taqiyah. Taqiyah berarti mengatakan
atau melakukan suatu perbuatan yang berlawanan dengan apa yang diyakini demi menjaga
keselamatan dan kehormatan diri, harta, atau nyawanya. Pada dasrnya Taqiyah merupakan suatu
kewajiban bagi pengikut Syiah Itsna Asyariah. Namun demikian ajaran ini hanya boleh
dilakukan dalam keadaan yang terpaksa dan tidak boleh dilakukan untuk sesuatu yang
menimbulkan kerusakan dan fitnah dalam agama atau umat islam.
C. ANALISA PERBANDINGAN
a. Paham yang dikembangkan oleh Mutazilah adalah sebagai berikut;
Wahyu
Akal
Qadariah (free will)
Jabariah

Tidaklah mutlak
menjadi petunjuk
untuk baik dan
buruk, atau perintah
dan larangan karena
sebelum adanya
wahyu manusia telah
dikaruniai akal.
Wahyu berfungsi
sebagai konfirmasi
dan informasi atas
apa yang diperoleh
akal.

Pengetahuan dapat
diperoleh dengan
perantara akal, dan
kewajiban-kewajiban
dapat diketahui
dengan pemikiran
yang mendalam.
Meskipun demikian
akal tetap
membutuhkan
pertolongan dari
wahyu. Karenanya
akal memiliki
kedudukan penting.

Sepenuhnya mereka
mendukung paham ini
karena menurut
mereka manusia
memang memiliki
kemampuan atau daya
untuk melakukan
segala perbuatannya
tersebut. Jika
seseorang ingin
berbuat sesuatu maka
perbuatan itu terjadi,
dan sebaliknya.

b. Paham yang dikembangkan al-Asyriah adalah sebagai berikut;


Wahyu
Akal
Qadariah (free will)
Jabariah
Wahyu merupakan
Akal tidak dapat
Karena manusia
petunjuk yang
membuat sesuatu
dipandang lemah
mendatangkan
menjadi wajib dan
maka al-Asyriah
kewajibantidak mengetahui
lebih kepada
kewajiban dari
bahwa mengerjakan
paham jabariah.
Tuhan, selain itu
yang baik dan
Karena itu paham
wahyulah yang
menjauhi yang buruk
mereka berlainan
memberi tahu bahwa
adalah wajib. Selain
dengan paham
yang patuh kepada
itu, memang akal
Mutazilah. Menrut
Tuhan akan
dapat mengetahui
mereka bahwa daya
mendapatkan upah
Tuhan, tetapi wahyu
untuk berbuat
dan sebaliknya yang
yang mendatangkan
adalah daya Tuhan,
membangkang akan
kewajiban untuk
dan bukan daya
diberi hukuman.
mengetahui Tuhan.
manusi.

Mengenai keadilan Tuhan, kaum Mutazilah berpendapat bahwa Tuhan dengan kewajibannya
untuk memberikan yang terbaik bagi manusia maka keadilan Tuhan adalah dengan mewujutkan
kewajiban-kewajiban tersebut. Sedangkan menurut al-Asyariah keadilan Tuhan adalah
menempatkan sesuatu pada tempat sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap
makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak-Nya dalam kerajaan-Nya.
Seperti yang telah dikatakan di atas, dalam hal keteologian golongam Maturidiah Samarkand
lebih dekat kepada Mutazilah sedangkan Maturidiah golongan Bukhara (Al-Bazdawi) lebih
dekat kepada al-Asyariah.
Selanjutnya menenai kewajiban Tuhan terhadap manusia, seperti yang telah disebutkan di
atas bahwa golongan Mutazilah percaya bahwa Tuhan dituntut untuk berbuat yang terbaik bagi

manusia, seperti mengirim Rasul untuk memberi petunjuk bagi manusia, memberi rizki kepada
manusia dan sebagainya. Kewajiban Tuhan ini selaras dengan paham mereka tentang keadilan
Tuhan, karena bila Tuhan tidak berbuat yang terbaik maka Tuhan telah menyalahi sifat adil yang
ada pada-Nya.
Sebaliknya, golongan al-Asyariah percaya bahwa Tuhan tidaklah dituntut kewajiban apapun
karena Tuhan mempunyai kekuasaan dan kehendak yang mutlak. Memang benar mereka akui
bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan menimbulkan kebaikan dan keuntungan bagi manusia dan
Tuhan mengetahui kebaikan serta keuntungan tersebut, namun hal demikian tidak menjadikan
pendorong bagi Tuhan untuk berbuat.
Golongan Mutazilah percaya bahwa Tuhan tidaklah mungkin memberikan beban diluar
kemampuan manusia karena hal ini bertentangan dengan berbuat baik dan terbaik bagi manusia,
selain itu juga bertentangan dengan paham keadilan Tuhan.
Sementara itu golongan al-Asyariah yang mempercayai bahwa Tuhan dapat berbuat
sekehendak-Nya menerima paham pemberian beban di luar kemampuan manusia (taklif ma la
yutaq). Namun demikian hal ini tidaklah menjadi masalah karena golongan al-Asyariah
memiliki paham bahwa perbuatan manusia pada dasarnya adalah perbuatan Tuhan dan
diwujutkan dengan daya Tuhan yang tidak terbatas dan bukan dengan daya manusia yang
terbatas.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa mengirim Rasul merupakan kewajiban Tuhan
terhadap manusia. Meskipun menurut Mutazilah bahwa manusia dengan akalnya dapat
mengetahui yang gaib dan Tuhan, namun akal tidak dapat dapat mengetahui segala apa yang
harus diketahui manusia tentang Tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu Tuhan yang berkewajiban
berbuat baik terhadap manusia mengirimkan Rasul bagi manusia agar dapat memperoleh
kehidupan yang baik dan terbaik di dunia dan akhirat.
Berbedahalnya dengan golongan al-Asyariah, mereka percaya bahwa pengutusan Rasul
memang hal yang sangat vital bagi manusia, karena mereka banyak tergantung pada wahyu
untuk mengetahui Tuhan. Namun mereka menolak tentang kewajiban Tuhan untuk mengutus
Rasul kepada manusia karena hal itu bertentangan dengan paham mereka bahwa Tuhan betindak
mutlak dan tidak memiliki kewajban apapun terhadap manusia ataupun yang lainnya.
Telah dibahas di awal bahwasannya Mutazilah meyakini bahwa Tuhan tidaklah memiliki
sifat-sifat sebagaimana yang dipercayai golongan al-Asyariah, karena menurut mereka
pemberian sifat kepada Tuhan sama halnya mengakui bahwa yangqadim (kekal) tidak hanya
satu. Namun golongan al-Asyariah yang percaya akan sifat-sifat yang dimiliki Tuhan
berargumen bahwa sifat yang ada pada Tuhan bukankah Tuhan namun tidak pula lain dari Tuhan,
dan karena sifat-sifat tidak lain dari Tuhan maka adanya sifat-sifat tidak membawa adanya
banyak yang kekal.
Mengenai paham Anthropomorphisme (penyerupaan Tuhan terhadap makhluk-Nya seperti
memiliki wajah, mata, tangan dan sebagainya) golongan Mutazilah menolak sama sekali hal itu,
meskipun di dalam al-Quran Allah telah mengatakan hal demikian. Dan menurut mereka yang
demikian itu harus diinterpretasikan dengan hal yang lain. Berbeda halnya dengan golongan alAsyariah, merek dapat menrima paham ini namun tidak menyatakan bahwa hal itu sama dengan

apa yang ada pada diri manusia. Menurut mereka memang benar Tuhan bisa memiliki sifat-sifat
jasmani sebagai mana yang disebutkan dalam al-Quran tetapi dengan tidak diketahui bagaimana
bentuknya (bi la kaifa).
Dalam paham mengenai kemampuan untuk melihat Tuhan, kaum Mutazilah tidak dapat
menerimanya. Menurut mereka mustahil manusia akan dapat mengetahui wujud Tuhan.
lainhalnya dengan golongan al-Asyariah, mereka meyakin bahwa kelak di akhirat Tuhan akan
dapat dilihat oleh manusia.
Beralih pada permasalahan iman, golongan Mutazilah menganggap bahwa iman bukan
hanya tasdiq, atau marifahakan tetapi amal yang timbul sebagai akibat mengetahui Tuhan. hal
ini karena mereka percaya bahwa akal manusia mesti sampai kapada kewajiban mengetahui
Tuhan, jadi tidak cukup kalau iman hanya mempunyai arti pasif. Sementara itu sebagaimana
yang telah dipercayai golongan al-Asyariah bahwa untuk sampai pada kewajiban mengetahui
Tuhan maka diperlukan wahyu dan manusia harus percaya akan berita itu. Oleh karena itu iman
bagi golongan al-Asyariah cukup dengantasdiq.
D. KESIMPULAN
Dapat dikatakan bahwa semua aliran dalam teologi islam tetap menggunakan akal sebagai
alat penafsiran terhadap wahyu, yang membedakan adalah ukuran kekuatan akal yang
digunakan. Selain itu perlu diketahui juga, bahwasannya semua aliran teologi dalam islam tetap
berlandaskan pada wahyu. Yang membedakan mereka adalah penginterpretansian mereka
terhadap wahyu tersebut. Golongan yang percaya akan kekutan akal akan lebih luas
meninterpretasikan sebuah wahyu dibandingkan golongan yang tidak terlalu percaya akan
kekuatan akal. Golongan-golongan yang memberikan interpretasi kuat terhadap akal menjadikan
mereka sebagai golongan teologi liberal, sedangkan golongan sebaliknya menjadikan mereka
sebagai golongan teologi tradisional. Dalam menghadapi arus hidup yang semakin modern ini,
golongan yang berteologi liberal akan lebih mudah menginterpretasikan teks-teks atau nash yang
ada ka dalam kehidupan mereka, dan sebaliknya golongan yang yang beraliran tradisional akan
terjerat dengan dogma-dogma dan nash yang bersifat zanni.
oleh: Rohmat Budiono

Anda mungkin juga menyukai