Anda di halaman 1dari 21

I.

DEFINISI
Adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung
akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun
mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

II.

EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya, Plasmodium berada di setiap belahan bumi, namun setiap spesies
mempunyai tempat dominan untuk berkembang biak. P. falciparum lebih banyak ditemukan
di Afrika, Papua New Guinea dan Haiti. P. vivax di Afrika tengah, selatan, utara, timur
tengah, cina dan negara-negara yang berbatasan. Kedua spesies tersebut juga dapat
ditemukan di Amerika selatan dan Asia timur. P.ovale lebih banyak ditemukan di SaharaAfrika. P. malariae dapat ditemukan di setiap tempat, walaupun jumlahnya tidak begitu
banyak dibandingkan di Afrika.
Malaria ditularkan melalui nyamuk Anopheles betina. Penularan ini tidak dapat dilakukan
pada suhu di bawah 16o C dan diatas 33 o C, serta pada ketinggian lebih dari 2000m diatas
permukaan laut. Kondisi yang paling baik bagi Plasmodium untuk berkembang biak adalah
pada suhu kelembaban yang tinggi yaitu antara 20

C dan 30

C. Musim hujan juga

mendukung perkembangbiakkan penyakit karena pada saat itu nyamuk Anopheles betina
bertelur.
Yang perlu diperhatikan dalam membasmi penularan Plasmodium adalah lamanya
nyamuk Anopheles betina dapat hidup. Setidaknya, setelah nyamuk menggigit manusia yang
carrier, diperlukan waktu seminggu untuk siklus hidup Plasmodium dari gametosit menjadi
sprozoit. Hambatan-hambatan lain dalam membasmi malaria adalah tempat dimana mereka
berkembang biak. Pada negara-negara di asia tenggara, nyamuk-nyamuk malaria hidup di
atas pohon yang memiliki banyak air, sehingga sulit bagi kita untuk membasmi dengan
insektisida.
Malaria mudah menyerang anak-anak usia 2-9 tahun dibandingkan dengan remaja dan
orang dewasa.
Siklus hidup Plasmodium :
1. Siklus hidup Aseksual :

Dalam tubuh manusia :


Siklus ekso-eritrositer
Sporozoit beredar dalam darah manusia selama 0,5 jam masuk ke hati tropozoit
skizon ( terdiri dari 10.000-30.000 merozoit ) pecah, masuk ke dalam darah
Siklus eritrositer
Merozoit Tropozoit Skizon (terdiri dari 8-30 Merozoit yang telah matang)
pecah, menginfeksi sel darah merah lainnya
Sebagian tripozoit ada yang tidak langsung membelah tapi membentuk hipnozoit yang
tinggal selama berbulan-bulan/ bertahun-tahun menimbulkan relaps
Setelah 2-3 siklus skizogoni dalam darah maka sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah akan mulai membentuk stadium seksual yang terdiri dari gametosit jantan
dan betina.
2. Siklus hidup Seksual :
Dalam nyamuk Anopheles betina :
Gametosit jantan dan betina pembuahan zigot ookinet ookista sporozoit.
III.

ETIOLOGI
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain mengiunfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Plasmodium pada
manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di
eritrosit. Pembiakan seksual terjadi di tubuh nyamuk yaitu anopheles betina.
Spesies plasmodium pada manusia :

P. Falciparum : penyebab malaria tropica

P. Vivax : penyebab malaria tertiana

P. Ovale : penyebab malaria ovale

P. Malariae : penyebab malaria malariae

Waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis, yang ditandai demam.

P. Falciparum : 9 14 (12) hari

P. Vivax : 12 - 17 (15) hari

P. Ovale : 16 - 18 (17) hari

P. Malariae : 18 - 40 (28) hari

Parasit malaria yang terdapat di Indonesia


Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan
malaria tertian dan plasmodium falsifarum yang menyebabkan malaria tropika.
IV.

PATOFISIOLOGI
Inti dari patofisiologi malaria adalah : hasil dari dekstruksi eritrosit, pelepasan parasit dan
eritrosit ke sirkulasi dan reaksi host terhadap kedua hal tersebut.
1. Toksisitas
Parasit malaria mengandung toxin yang dilepaskan pada saat eritrosit yang
mengandung skizon pecah dan menimbulkan gejala-gejala. Pada umumnya, toxin yang
dilepaskan oleh parasit mempunyai cara kerja yang sama dengan endotoxin bakteri,
dimana toxin tersebut akan mempengaruhi pelepasan sitokin, namun toxin parasit lebih
kuat sehingga menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat bahkan dapat menimbulkan
kematian. Sel-sel makrofag, monosit, sel T, CD 14 dan endothelium merangsang untuk
mengeluarkan berbagai macam sitokin seperti TNF, IL-1 dan gamma interferon yang
mempengaruhi pelepasan IL-8,IL-12,IL-18 yang merupakan jenis sitokin pro-inflamasi.
Hal ini diimbangi oleh sitokin yang anti-inflamasi seperti IL-6 dan IL-10. pelepasan
sitokin mempengaruhi berbagai macam gejala-gejala seperti demam dan malaise.
Konsentrasi sitokin dalam plasma meningkat pada saat infeksi akut P.vivax dan
P.falciparum. Tubuh berusaha untuk menghancurkan P.vivax lebih dulu dalam darah,
yang menyebabkan pelepasan TNF pada saat skizon pecah, mengakibatkan gejala-gejala
menggigil, ekstremitas terasa dingin, sakit kepala, demam dan terkadang kejang diikuti
dengan berkeringat dan vasodilatasi. P.vivax lebih kuat mempengaruhi pelepasan TNF
daripada P.falciparum.

2. Pembentukan sekuestrum
Proses dimana eritrosit yang mengandung matur P.falciparum melekat pada
endothelial mikrovaskuler (sitoadheran) dan kemudian menghilang dari sirkulasi
dinamakan sekuetrasi. Sekuetrasi diperkirakan merupakan patofisiologi utama dari
malaria falciparum. Bila P.falciparum telah melekat di eritrosit, mereka tidak akan
kembali ke sirkulasi, tetapi mereka tinggal didalam eritrosit hingga pecah dan
mengeluarkan skizon. Sitoadheran timbul setelah 48 jam periode aseksual. Inilah
sebabnya mengapa P.falciparum jarang ditemukan pada sediaan apus darah tepi.
Sekustrasi biasanya terdapat di venul-venul organ-organ vital, seperti otak, jantung, mata,
hati, ginjal, saluran pencernaan, jaringan lemak dan paling sedinkit terdapat di
kulit.sitoaderan menyebabkan obstruksi di mikrovaskuler yang menyebabkan penurunan
suplai oksigen. Bila hal ini berlangsung terus-menerus, maka akan menyebabkan anaerob
glikolisis, asidosis laktat dan disfungsi sel-sel.
3. Sitoadheran
Pelekatan P.falciparum pada endothelial mikrovaskuler dipengaruhi oleh molekulmolekul tertentu. Pada ilustrasi di bawah,di dalam sel darah merah terlihat bahwa ikatan
parasit yang terdiri dari strain tertentu yaitu P.falciparum erythrosite membrane protein
(Pf EMP) berikatan dengan knob associated histidine rich protein (KAHRP). Melalui
modified band 3 dan sequestrin sebagai transporter, Pf EMP berikatan dengan molekulmolekul di otak, hati, dll.
4. Rosetting
Parasit yang membentuk rosett di sel darah merah adalah spesies Plasmodium
yang tidak mengalami sekuestrasi. Formasi rosett dibentuk oleh perlekatan eritrosit yang
mengandung parasit matur ke eritrosit yang belum terinfeksi. Pembentukan rosett dimulai
setelah 16 jam siklus aseksual. Pembentukan ini memerlukan mediator-mediator
seperti :CR1, heparin sulfat, sel-sel kelompokan antigen A dan molekul-molekul di
permukaan sel-sel darah merah lainnya. Perlekatan difasilitasi oleh komponen serum.
Rosett sulit dipisahkan, dan menyebabkan aliran darah berkurang, yang mempresipitasi
terjadinya anaerob glikolisis dan penurunan pH darah.

5. Deformitas
Pada saat parasit matur masuk ke dalam eritrosit, bentuk eritrosit normal yaitu
bikonkaf, berubah menjadi bentuk speris dan kaku. Jumlah eritrosit yang berubah bentuk
merupakan kontribusi utama dalam menentukan beratnya penyakit dan prognosis.
Malaria berat dapat ,menyebabkan :

Koma
Penyebab koma pada malaria serebral tidak diketahui. Teori yang paling
memungkinkan adalah sitokin meningkatkan produksi nitrit oksidasi yang merupakan
inhibitor kuat di neurotransmitter. Peningkatan sintesis nitrit oksidase di otak
memungkinkan gangguan pada kesadaran. Perlu diketahui bahwa pada cerebral
malaria terjadi penurunan suplai darah dan pasien yang bangun dari koma akan
menyebabkan peningkatkan kebutuhan untuk metabolisme otak. Jadi, koma pada
serebral malaria falciparum adalah kompensasi tubuh untuk melindungi sel-sel saraf.

Gagal ginjal
Vasokonstriksi korteks ginjal dan berikutnya terjadi hipoperfusi ginjal terdapat di
falciparum malaria yang berat. Resistensi pembuluh darah ginjal meningkat di gagal
ginjal akut. Nekrosis tubulus ginjal akut terdapat pada malaria yang berat.

Edema paru dan jantung


Edema paru terjadi akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler paru secara tibatiba. Biasanya terjadi pada malaria vivax. Perdarahan pada epicardium dapat terjadi.
Pada pasien anemia jantung akan berdilatasi dan tampak pucat.

Perubahan elektrolit
Volume plasma meningkat pada moderate dan severe malaria, sehingga terjadi
hiponatremia dan hipokloremia ringan.

Anemia
Penyebab dari anemia bermacam-macam antara lain dekstruksi dari eritrosit baik
yang mengandung parasit atau tidak dan proses eritropoesis di sumsum tulang
belakang.

Koagulopati dan trombositopenia

Pada akut malaria terjadi peningkatan pemakaian anti-thrombin III, penurunan factor
XIII dan peningkatan konsentrasi fibrin degradatiojn product yang mempengaruhi
proses

koagulasi.

Peningkatan

platelet

clearance

pada

lien

menyebabkan

trombositopenia.

Black water fever


Timbul dalam 3 keadaan : pasien dengan defisiensi G6PD yang terinfeksi malaria
dan mengkonsumsi obat-obatan oksidan (primaquin atau sulfonamide) atau pasien
dengan defisiensi G6PD yang terinfeksi malaria dan mendapat terapi quinine atau
pasien dengan G6PD normal dan mendapat terapi quinine dengan dosis yang tinggi
(pada malaria falciparum berat)

Splenomegali dan hepatomegali


Lien berperan dalam melepaskan parasit yang meninfeksi eritrosi dan kembali ke
dalam sirkulasi darah. Hal ini berhubungan dengan kemampuan lien untuk
memodulasi sitoadheran. Bila lien gagal memodulasi sitoaheran (pada severe malaria)
maka lien akan tampak hitam karena pigmen malaria. Lien penuh dengan eritrosit
yang mengandung matur dan immature parasit. Pada infeksi akut lien teraba
membesar dan lunak. Pada malaria yang berulang lien teraba keras. Sekuestrasi
menyebabkan pembengkakan hepar akibat sumbatan di lobus sentral dan iskemi pada
vena. Terkadang terdapat nekrosis pada bagian sentral hepar.

Gangguan gastrointestinal
Hal ini disebabkan oleh sekuestrasi dan vasokonstriksi visceral.
Disfungsi plasenta
Mempunyai patogenesis yang sama dengan gangguan gastrointestinal
Infeksi bakteri
Infeksi bakteri lebih mudah terjadi pada severe malaria, bakteri yang menginfeksi
antara lain Salmonella

Asidosis
Pada orang dewasa yang terkena malaria, dapat menyebabkan asidosis laktat.
Sedangkan pada anak, lebih dominant ketoasidosis. Asidosis laktat terjadi karena
glikolisis anaerob pada jaringan akibat obstruksi mikrovaskular, kegagalan fungsi
hepar dan ginjal sebagai lactate clearance dan produksi laktat oleh parasit. Parasit

menggunakan glukosa 70 kali lebih banyak dari sel yang tidak terinfeksi, dan diubah
menjadi L-lactic acid.
V.

GEJALA KLINIS
Secara klinis, gejala dari panyakit malaria infeksi tunggal pada penderita nonimun
terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi
oleh suatu periode (periode laten dimana si penderita bebas sama sekali dari demam.
Sebelum demam penderita biasanya merasa lemah, sakit kepala, tidak ada nafsu makan,
mual atau muntah. Pada penderita dengan infeksi majemuk (lebih dari satu jenis
plasmodium atau oleh satu jenis plasmodium tetapi infeksi berulang dalam jarak waktu
berbeda), maka serangan panasnya bisa terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada yang
imun, maka gejalanya minimal.
Suatu paroksisme biasanya terdiri atas tiga stadium yang berurutan yakni :

Stadium dingin (cold stage)/S. Frigoris


Stadium demam (hot stage)/S. Akme
Stadium berkeringat (sweating stage)/S. Sudoris

Paroksisme ini biasanya jelas pada orang dewasa, namun pada anak paroksisme ini makin
jarang pada usianya masih muda, malahan pada anak dibawah lima tahun (cold stage)
kebanyakan bereaksi sebagai kejang.
Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrinsik). Masa inkubasi
ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit, paling pendek pada
plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan
yang pernah didapat sebelumnya, tingkat imnunitas penderita dan cara penularan. Penularan
yang bukan alamiah seperti melalui transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah
parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas penerima darah. Secara umum
dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah
transfusi, plasmodium vivax setelah 16 hari, dan plasmodium malariae setelah 40 hari atau
lebih.
Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing spesies parasit adalah
sebagai berikut :

Plasmodium falciparum 12 hari

Plasmodium vivax dan ovale 13-17 hari

Plasmodium malariae 28-30 hari

Setelah lewat masa inkubasi, maka pada anak besar dan orang dewasa gejala demam terlihat
dalam tiga stadium yaitu :

1.

Stadium dingin
Stadium ini dimulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan
penderita biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang
tersedia. Nadi cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan
pucat, penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

2. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderirta merasa kepanasan. Muka merah,
kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, mual serta muntah sering
kali terjadi. Nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan
meningkat sampai 410C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam
disebabkan oleh karena pecahnya sizon darah yang telah matan dan masuknya merosoit
darah ke dalam aliran darah.
Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, skizon-skizon dari setiap generasi menjadi
matang pada setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari terhitung dari serangan
demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada Plasmodium
malariae, fenomena tersebut setiap 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria
kuartana. Pada palasmodium falciparum, setiap 24-48 jam..
3. Stadium berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banayk sekali, sampai-sampai tempat tidurnya basah.
Kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah normal.

Gejala-gejala tersebut diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies
parasit, beratnya infeksi dan umur dari penderita. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi
pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecendrungan parasit (bentuk trofosoit
dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal,
sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut. Gejala
mungkin berupa koma (pingsan), kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian
paling banyak disebabkan oleh malaria jenis ini. Kadang-kadang gejalnya mirip kolera atau
disentri. Black water fever yang merupakan komplikasi berat adalah munculnya hemoglobin
pada air seni menyebabkan air seni berwarna merah tua atau hitam. Gejala lain dari Black
Water Fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dnegan empedu. Black
Water Fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi plasmodium falciparum
yang berulang-ulang dan infeksinya cukup berat.
Didaerah yang tinggi tingkat endemisitisnya (hiper atau holo endemik), pada orang dewasa
seringkali tidak ditemukan gejala klinis walaupun darahnya mengandung parasit malaria. Hal
ini disebabkan oleh imunitas yang telah timbul pada mereka karena infeksi yang berulangulang.
Limpa bisanya membesar pada serangan dalam periode yang cukup lama.
Dengan pengobatan yang baik, limpa secara berangsur-angsur akan mengecil kembali.
MANIFESTASI MALARIA TANPA KOMPLIKASI
Dikenal 4 jenis plasmodium (P) yaitu P. vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana/ vivax, P. falciparum, memberikan banyak komplikasi dan
mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan
memyebabkan malaria tropika/falsiparum, P. malariae, cukup jarang namun dapat
menimbulkan sindroma nefrotik dan menyebabkan malaria quartana/malariae dan P. ovale
dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, memberikan infeksi yang paling ringan dan
sering sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Manifestasi Umum Malaria
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali.
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi
sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa
dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare

ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan ovale,
sedang pada P.falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat
mendadak.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya " Trias Malaria " secara berurutan: periode dingin (1560 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung
dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti
dengan meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi
cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat;
kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan
penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax, pada
P.falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas
berlangsung 12 ]am pada P. falciparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada P.
malariae.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa
mekanisme terjadinya anaemia ialah : pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune
complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba
setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa
merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian
pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan
metabolisme, antigenik dan rheological dari eritrosit yang terinfeksi.
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah:

Serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan
paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan
keadaan immunitas penderita.

Periode latent: yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi
malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksimal.

Recrudescense: berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah
berakhimya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi berupa berulangnya gejala
klinik sesudah periode laten dari serangan primer.

Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu


berakhimya serangan primer.

Relapse atau Rechute: ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama
dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode yang lama
dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh
bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau ovale.

Komplikasi Penyakit Malaria (Malaria Berat)

VI.

Malaria Serebral

Gagal Ginjal Akut (GGA)

Kelainan Hati (Malaria Biliosa)

Edema Paru

Hipoglikemia

Haemoglobinuria (Black Water Fever)

Malaria Algid

Asidosis

Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal

Hiponatremia

Gangguan Perdarahan

DIAGNOSA

Anemnsis:
Keluhan utama :

Demam

Menggigil

berkeringat dan dapat disertai sakit kepala

mual

muntah

diare

nyeri otot atau pegal.

Klasik

Trias Malaria, secara berurutan periode dingin (15 - 60 menit), mengigil, diikuti periode
panas (beberapa jam), diikuti periode berkeringat, temperatur turun dan merasa sehat

Riwayat berkunjung dan bermalam 1 - 4 minggu


malaria

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria

Riwayat sakit malaria

Riwayat minum obat malaria satu bulan terahir

Riwayat mendapat tranfusi darah

Pada penderita tersangka malaria berat dapat ditemukan:

Gangguan kesadaran dlm berbagai derajat

Keadaan umum yg lemah (tdk bisa duduk/berdiri)

Kejang-kejang

yg lalu ke daerah endemik

Panas sangat tinggi

Mata atau tubuh kuning (ikterus)

Perdarahan hidung, gusi, atau sal pencernaan

Napas cepat dan atau sesak napas

Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum

Warna air seni sepeti teh tua dan dapat sampai kehitaman

Jumlah air seni kurang (oliguri) sampai tidak ada (anuria)

Telapak tangan sangat pucat

Harus segera di rujuk

Pemeriksaan Fisik:

Demam ( t 37 C)

Konjungtiva atau telapak tangan pucat

Pembesaran limfa (splenomegali)

Pembesaran hati (hepatomegali)

Pemeriksaan Fisik malaria berat:

temp rektal 40 C

Nadi cepat dan lemah/kecil

TS < 70 mmHg (dewasa), < 50 (anak)

R > 35 x/menit,

Penurunan kesadaran (GCS < 11)

Manifestasi perdarahan (petekhiae, purpura, hematom)

Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni berkurang)

Anemia berat

Ikterik

Ronkhi pada kedua paru

Pembesaran limfa dan hepar

Gagal ginjal (oliguri / anuri)

Gajala neurologik Kaku kuduk, reflak patologis

Pemeriksaan dengan mikroskop:

Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/RS untuk


menentukan:
1. ada tidaknya parasit malaria (+/-)
2. spesies dan stadium plasmodium
3. Kepadatan parasit
VII.

PENATALAKSANAAN

A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.


1. Malaria Falsiparum
Lini pertama :

pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera dibawah ini:

Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Primakuin tidak boleh diberikan kepada:

lbu hamil

Bayi < 1 tahun

Penderita defisiensi G6-PD


Pengobatan lini pertama malaria falsiparum
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

Hari

2
3

10-14

15

Tahun

Tahun

3/4

2-3

1/2

Amodiakuin

1/2

Artesunat

1/2

Amodiakuin

1/2

Jenis Obat

0-1 Bulan

2-11 Bulan 1-4 Tahun

5-9 Tahun

Artesunat

1/2

Amodiakuin

1/2

Primakuin

Artesunat

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb


Artesunat = 4 mg/kgbb
Primakuin = 0.75 mg/kgbb
Lini Kedua :
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini
pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual
tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi)
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina tablet

Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10

mg/kgbb/kali selama 7(tujuh) hari.

Doksisiklin

Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan

dosis orang dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah
2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun. Bila
tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin.
Tetrasiklin

Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan

dosis 4- 5 mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada
anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil.
Primakuin

Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.

Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum

Hari

2
*)

Jenis Obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-11 Bulan 1-4 Tahun

5-9 Tahun

10-14 Tahun >15 Tahun

Kina

*)

3 X 1/2

3X1

3 X 11/2

3 X (2-3)

Doksisiklin

2 X 1**)

2 X 1**)

Primakuin

3/4

11/2

2-3

Kina

*)

3 X 1/2

3X1

3 X 11/2

3 X (2-3)

Doksisiklin

2 X 1**)

2 X 1**)

Dosis diberikan kg/bb

**) 2x50 mg Doksisiklin


***) 2x100 mg Doksisiklin

Pengobatan lini kedua untuk malaria faliparum

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat 0-11

1-4

5-9

Bulan

Tahun

Tahun

*)

3 X 1/2

Tetrasiklin -

10-14 Tahun

>15 Tahun

3X1

3 X 11/2

3 X (2-3)

*)

4 X 1**)

Primakuin -

11/2

2-3

Kina

3 X 1/2

3X1

3 X 11/2

3 X (2-3)

*)

4 X 1**)

Kina
1

2-7

*)

Tetrasiklin -

*) Dosis diberikan kg/bb


**) 4x250 mg Tetrasiklin
Untuk penderita malaria mix (P.falciparum + P.vivax) dapat diberikan pengobatan obat
kombinasi peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian.

Malaria mix = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Pengobatan malaria mix (P. Falciparum + P. Vivax)


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari

2-11

1 - 4

Bulan

Tahun

Amodiakuin

Primakuin

-)

1/2

Artesunat

Amodiakuin

Primakuin

1/2

Artesunat

Amodiakuin

Primakuin

1/2

Jenis Obat
Artesunat

3
3-14

0-1 Bulan

5 - 9 Tahun 10-14 Tahun

>15
Tahun

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb ditambah dengan primakuin 0,25
mg/ kgbb selama 14 hari.

Pengobatan malaria falsiparum gagal atau alergi SP


Jika pengobatan dengan sulfadoksinpirimetamin (SP) tidak efektif (gejala klinis tidak memburuk
tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali) atau penderita mempunyai riwayat
alergi terhadap SP atau golongan sulfa lainnya, penderita diberi regimen kina +
doksisiklin/tetrasiklin + primakuin.

2. Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale dan malaria malariae


A.Malaria vivaks dan ovale
Lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale adalah seperti yang tertera dibawah
ini:
Lini Pertama = Klorokuin + Primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivaks dan malaria
ovale.
Klorokuin
Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb.
Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari dan diberikan
bersama klorokuin.Seperti pengobatan malaria falsiparum, primakuin tidak boleh diberikan
kepada: ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.

Pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat

H1
H2
H3
H414

5-9

0-1 Bulan

2-11 Bulan 1-4 Tahun

Klorokuin

1/2

3-4

Primakuin

1/4

1/2

3/4

Klorokuin

1/2

3-4

Primakuin

1/4

1/2

Klorokuin

1/8

1/4

1/2

1 1/2

Primakuin

1/4

1/2

Primakuin

1/4

1/2

Tahun

10-14 Tahun >15 Tahun

Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin


Lini kedua : Kina + Primakuin
Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0,25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti
pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada Ibu hamil, bayi <
1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. *) Dosis kina adalah 30mg/kgbb/hari yang diberikan 3
kali per hari. Pemberian kina pada anak usia di bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat
badan.
Dosis dan cara pemberian primakuin adalah sama dengan cara pemberian primakuin pada
malaria vivaks terdahulu yaitu 0.25 mg/kgbb perhari selama 14 hari.

Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat
1-7
1
14

0-1 Bulan 2 - 11 Bulan 1 - 4 Tahun 5 - 9 Tahun 10 - 14 Tahun

>15
Tahun

Kina

*)

*)

3 X 1/2

3X1

3 X 1 1/2

3X3

Primakuin

1/4

1/2

3/4

*) Dosis diberikan kg/bb


B. Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis
perimakuin ditingkatkan Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25
mg basa/kgbb dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari.

Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh)


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat

H1
H2
H3
H4
-14

0-1 Bulan 2 - 11 Bulan 1 - 4 Tahun 5 - 9 Tahun 10 - 14 Tahun

>15
Tahun

Klorokuin

3-4

Primakuin

1/2

1 1/2

Klorokuin

3-4

Primakuin

1/2

1 1/2

Klorokuin

1/8

1/2

1 1/2

Primakuin

1/2

1 1/2

Primakuin

1/2

1 1/2

C. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali per-hari selama 3 hari,
dengan dosis total 25 mg basa/kgbb Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan
umur penderita

VII.

DAFTAR PUSTAKA
1. Krogstat DJ : Plasmodium Spesies ( Malaria ). In. G.L Mandell, J.E Bennet, R. Dolin (eds).
Mandell, Douglas and Bennetts Principles and Practice of Infectious Diseases. %th edition.
U.S.A:Churcil Livingstone; 2000.p. 2817-2831
2. Olliaro PL, Taylor WR : Developing artemisinin based drug combinations for the treatment
of drug resistant falcifarum malaria : A review. Journal of Post Graduate Medicine 2004; 50 :
40-44
3. RBM : ACT : the way foeward for treating malaria. Http:// www.rbm.who.int/
cmc_upload/0/000/o15/364 RBM infosheet_9. Htm
4. Taylor TE, Stricland GT: Malaria In. Stricland GT. Hunters Tropical Medicine and
Emerging Infectious Diseases, 8th edition., USA: WB saunders; 2000.p. 614-634
5. WHO : A global strategy for malaria control, Geneve, World Health Organization : Geneva,
1993
6. WHO : The Use Of Artemisinin and Its Derivates as AntiMalariaalDrugs. Report of ajoint
CTD/DMP/TDR, Geneve June, 1998
7. WHO : Antimalarial Drug Combination Terapy. Report of a WHO Technical Consulation,
April 2001
8. Woodrow CJ, Haynes RK and Krishna S : Review, Artemisinins. Postgraduate Medical
Journal 2005; 81;71-8

Anda mungkin juga menyukai