PENDAHULUAN
negara
Indonesia
untuk
memperlancar
kegiatan
pemerintah,
Speedy menjadi solusi utama bagi akses broadband koneksi internet tidak
hanya di kalangan bisnis namun meluas sampai ke rumah-rumah.
Telkom Speedy mulai diluncurkan dengan cakupan layanan nasional
secara bertahap mulai bulan Mei 2006. Pada awalnya beberapa daerah yang
sudah dapat dilayani (first package) meliputi, Medan, Pekanbaru, Padang,
Batam, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang,
Yogyakarta, dan Solo. Cakupan layanan Telkom Speedy senantiasa terus
diperluas ke daerah-daerah lainnya di tahun 2010 ini dan tahun-tahun
berikutnya untuk memenuhi kebutuhan akses broadband yang telah
meningkat pesat.
Bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan jasa telekomunikasi,
khususnya internet dengan provider Telkom Speedy yang diselenggarakan
oleh PT. Telkom, terlebih dahulu harus mengadakan perjanjian dengan PT.
Telkom. Perjanjian berlangganan internet Telkom Speedy pada PT. Telkom
dapat dikonstruksikan sebagai perjanjian untuk melakukan jasa. Perjanjian
untuk melakukan jasa diatur dalam Pasal 1601 K.U.H.Perdata yang berbunyi:
Selain persetujuan-persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang
diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang
diperjanjikan, dan apabila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak
ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan.
Hukum perjanjian menganut azas kebebasan berkontrak, yang berarti
bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
seseorang untuk membuat perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan
pengambilan
data
oleh
pihak-pihak
yang
tidak
B. Perumusan Masalah
Atas dasar latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan
dalam penulisan skripsi ini adalah:
Bagaimanakah perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna
jasa Telkom Speedy?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna
jasa Telkom Speedy.
D. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian, sebagai terjemahan dari agreement dalam bahasa
Inggris, atau overeenkomst dalam bahasa Belanda.1 Di samping itu, ada juga
istilah yang sepadan dengan istilah perjanjian, yaitu istilah transaksi yang
merupakan terjemahan dari istilah Inggris transaction. Namun demikian,
istilah perjanjian adalah yang paling modern, paling luas dan paling lazim
digunakan, termasuk pemakaiannya dalam dunia bisnis.
Perjanjian adalah suatu kesepakatan (promissory agreement) di antara
2 (dua) atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau
menghilangkan hubungan hukum. Ada juga yang memberikan pengertian
1
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 9.
dengan
pengertian
persetujuan.3
Menurut
Setiawan,
karena
itulah
dipergunakannya
istilah
persetujuan
untuk
tindakan-tindakan
pendahuluan
untuk
mencapai
adanya
5
6
yang intinya memberikan batasan yaitu tidak dilarang oleh undangundang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Asas kebebasan berkontrak ini juga dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 ayat (1) K.U.H.Perdata yang menyatakan: Semua persetujuan
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
c. Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian
Pengertian asas kekuatan mengikat perjanjian ini adalah para pihak
yang telah mengadakan perjanjian tersebut, masing-masing terikat dengan
ketentuan yang terdapat di dalam perjanjian yang telah diadakan tersebut.
Soedikno Mertokusumo mengemukakan sebagai berikut: Para pihak
haruslah melaksanakan apa yang mereka sepakati sehingga perjanjian itu
berlaku sebagai undang-undang. Ini berarti bahwa kedua belah pihak
wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian. Asas kekuatan mengikat ini
berhubungan dengan akibat perjanjian dan dikenal sebagai Pacta Sunt
Servanda, sudah selayaknya bahwa sesuatu yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak dipatuhi pula oleh kedua belah pihak.7
d. Asas Kepribadian
Pasal 1315 dan 1340 K.U.H.Perdata mengatur bahwa, pada dasarnya
suatu perjanjian hanya mengikat kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut. Asas ini dinamakan asas kepribadian suatu perjanjian,
sedangkan pihak-pihak di sini maksudnya adalah, siapa saja yang
Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengatar, Liberty, Yogyakarta, 1989, hlm. 97.
10
11
12
13
14
10
15
dapat
dipenuhinya
prestasi
karena
suatu
peristiwa
yang
11
16
6. Berakhirnya Perjanjian
Hapusnya perjanjian pada umumnya adalah jika tujuan dari suatu
perjanjian itu telah tercapai. Dengan demikian isi perjanjian yang telah mereka
buat bersama itu telah dilaksanakan dengan baik oleh mereka. Beberapa
macam cara hapusnya perjanjian, yaitu apabila:
a. Masa berlakunya perjanjian yang telah disepakati sudah terpenuhi.
b. Pada saat masa berlakunya perjanjian belum berakhir para pihak sepakat
mengakhirinya.
c. Adanya penghentian oleh salah satu pihak dalam perjanjian dengan
memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku setempat.
d. Waktu berakhirnya suatu perjanjian ditentukan dengan batas waktu
maksimal oleh undang-undang.
e. Adanya putusan hakim karena adanya tuntutan pengakhiran perjanjian
dari salah satu pihak.
f. Di dalam undang-undang atau perjanjian itu sendiri ditentukan bahwa
dengan adanya suatu peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir.12
7. Perlindungan Konsumen
Perlindungan
konsumen
adalah
istilah
yang
dipakai
untuk
17
relatif baru, khususnya di Indonesia, sedangkan di negara maju hal ini mulai
dibicarakan bersamaan dengan berkembangnya industri dan teknologi.13
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun-1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan: Perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.
Berbicara tentang perlindungan konsumen berarti mempersoalkan
jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya hak-hak konsumen. Perlindungan
konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap
konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk
mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang
dan jasa itu.
Cakupan perlindungan konsumen dalam dua aspeknya itu, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang
dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau
melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk
persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi,
proses distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai
dengan standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau
tidak. Juga, persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan
13
Adijaya Yusuf dan John W. Haed, Hukum Ekonomi, ELIPS, Jakarta, 1998, hlm. 9.
18
14
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006, hal 10.
19
Umumnya
produsen
membuat
atau
menetapkan
syarat-syarat
E. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data dan pengolahan yang diperlukan dalam
rangka penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum
empiris sebagai berikut:
1. Objek Penelitian
Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Internet
Telkom Speedy.
2. Subjek Penelitian
a. Direksi PT. Telkom Wilayah Yogyakarta.
b. Pihak pengguna jasa Telkom Speedy.
3. Sumber Data
15
Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Segi Standart
Kontrak (Baku), makalah pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen,
BPHN, Bina Cipta, Jakarta, 1980, hlm. 59-60.
20
21
22