Oleh :
A. M. Henry Santoso
105070100111019
105070100111030
Pembimbing :
dr. S. B. Rianawati, Sp.S
DAFTAR ISI
Daftar Isi..............................................................................................i
BAB I . PENDAHULUAN....................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................2
BAB II . PEMBAHASAN.....................................................................3
2.1 Memori..........................................................................................4
2.1.1 Definis Memori................................................................4
2.1.2 Klasifikasi........................................................................5
2.2 Sistem Limbik................................................................................7
2.2.1 Talamus...........................................................................8
2.2.2 Hipotalamus....................................................................9
2.2.3 Amygdala.........................................................................9
2.2.4 Hipokampus....................................................................10
2.3 Tahapan Pembentukan Memori....................................................10
2.3.1 Registrasi atau encoding.................................................10
2.3.2 Penyimpanan atau storage.............................................11
2.3.3 Pemanggilan kembali atau recall....................................11
2.4 Biomolekular Memori....................................................................13
2.4.1 Short Term Potentiation...................................................13
2.4.2 Long Term Potetiation.....................................................14
2.5 Demensia......................................................................................16
2.5.1 Definisi.............................................................................16
2.5.2 Etiologi dan Klasifikasi....................................................16
2.5.3 Patofisiologi.....................................................................17
2.5.4 Tanda dan Gejala............................................................17
2.5.5 Pemeriksaan Fisik...........................................................18
2.5.6 Pemeriksaan Penunjang.................................................19
2.5.7 Diagnosis Banding .........................................................19
2.5.7.1 Delirium.............................................................19
2.5.7.2 Pseudodemensia...............................................20
2.6 Demensia Alzheimer.....................................................................21
2.6.1 Definisi.............................................................................21
2.6.2 Patofisiologi.....................................................................21
2.6.3 Etiologi.............................................................................22
2.6.4 Tanda dan Gejala............................................................22
2.6.5 Pemeriksaan Fisik...........................................................23
2.6.6 Pemeriksaan Penunjang.................................................24
2.6.7 Kriteria Diagnosis............................................................25
2.6.8 Terapi...............................................................................26
2.6.9 Prognosis........................................................................26
2.7 Demensia Vakular.........................................................................27
2.7.1 Definisi.............................................................................27
2.7.2 Etiologi.............................................................................28
2.7.3 Patofosiologi....................................................................28
2.7.4 Tanda Klinis.....................................................................29
2.7.5 Pemeriksaan Fisik...........................................................29
2.7.6 Pemeriksaan Penunjang.................................................30
2.7.7 Kriteria Diagnosis............................................................31
2.7.8 Terapi...............................................................................32
2.7.9 Prognosis........................................................................32
BAB III . KESIMPULAN......................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang
Memori merupakan suatu fungsi fundamental yang sangat penting
bagi manusia. Dalam melakukan setiap aktifitas sehari-hari manusia
membutuhkan memori baik secara sadar maupun tidak sadar. Contoh
pemakaian memori secara sadar seperti mengingat materi yang telah
dipelajari saat ujian, mengingat jalan, mengingat nama orang ataupun
mengingat suatu kegiatan yang harus dilakukan. Sedangkan pada
pemakaian memori secara tidak sadar seperti melakukan skill dan prilaku
sehari-hari. Sebagai contoh, bagi orang yang sudah bisa dan terbiasa
mengendarai mobil, dia tidak akan perlu berpikir lagi dimana letak rem
ataupun gas dan cara menggunakannya.
Perbedaan penggunaan memori tersebut ditentukan dari jenis
memori apa yang digunakan. Penggunaan memori pada saat seseorang
mengingat suatu informasi ataupun kegiatan dikenal dengan memori
eksplisit. Sedangkan memori yang berhubungan dengan skill disebut
dengan memori implisit. Memori implisit sangat bergantung pada sudut
pandang individu terhadap stimulus yang diberikan sedangkan pada
memori eksplisit tidak dipengaruhi. Dalam penyimpanan suatu memori
diperlukan
suatu
proses
penyimpanan.
Secara
umum
proses
ataau bahkan merupakan efek samping dari suatu obat. Pada akhirnya
masalah yang mungkin lebih dikenal dengan istilah kepikunan dalam
bahasa awam, menjadi masalah multidisipliner, yang melibatkan dokter
umum, dokter saraf, dokter jiwa, dokter penyakit dalam, dan bahkan
dokter bedah.
Istilah kepikunan yang dikeluhkan oleh para kaum manula, sering
kali merupakan demensia, entah demensia vascular ataupun nonvaskular. Melalui makalah yang jauh dari sempurna ini, penulis berharap
bahwa mahasiswa kepaniteraan umum madya dapat mendiagnosis,
melakukan penatalaksanaan awal, dan mengetahui indikasi untuk
merujuk pasien demensia, mengingat demensia memiliki kompetensi 3A
dan Alzheimer kompetensi 2 menurut Standar Kompetensi Dokter
Indonesia 2012.
1. 2
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
Mengetahui
faktor
resiko
dari
demensia,
demensia
demensia,
demensia
Mengetahui
patofisiologi
dari
8.
9.
Mengetahui
pemeriksaan
fisik
dan
penunjang
untuk
BAB II
PEMBAHASAN
Memory merupakan suatu fungsi fundamental yang sangat penting bagi
manusia. Dalam melakukan setiap aktifitas sehari-hari manusia membutuhkan
memory baik secara sadar maupun tidak sadar. Contoh pemakaian memori
secara sadar seperti mengingat materi yang telah dipelajari saat ujian, mengingat
jalan, mengingat nama orang ataupun mengingat suatu kegiatan yang harus
dilakukan. Sedangkan pada pemakaian memori secara tidak sadar seperti
melakukan skill dan prilaku sehari-hari. Sebagai contoh, bagi orang yang sudah
bisa dan terbiasa mengendarai mobil, dia tidak akan perlu berpikir lagi dimana
letak rem ataupun gas dan cara menggunakannya.
Perbadaan penggunaan memory tersebut ditentukan dari jenis memori
apa yang digunakan. Penggunaan memori pada saat seseorang mengingat
suatu informasi ataupun kegiatan dikenal dengan memori eksplisit. Sedangkan
memori yang berhubungan dengan skill disebut dengan memori implisit. Memori
implisit sangat bergantung pada sudut pandang individu terhadap stimulus yang
diberikan
sedangkan
pada
memori
eksplisit
tidak
diengaruhi.
Dalam
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan jenis materi yang diingat, memori dibagi atas :
a. Memori prosedural
Disebut juga memori implisit. Merupakan bentuk memori yang tidak
dapat dinyatakan atau dibawa ke fikiran melalui penglihatan. Bentuk
memori ini lebih menekankan pada kemahiran dan recall keahlian kognitif
dan motorik setelah suatu prosedur khusus (misal belajar berjalan,
mengendarai sepeda, atau mobil). Daerah yang berperan adalah
neostriatum, serebellum dan korteks sensorimotor.
b. Memori deklaratif
Disebut juga memori eksplisit. Berupa pengetahuan yang dapat
dinyatakan dan dibawa ke dalam fikiran selama penglihatan sadar, seperti
fakta- fakta, kata, nama dan wajah seseorang, yang dapat dipanggil
kembali dari memori, ditempatkan dalam fikiran, dan dilaporkan. Jenis
memori ini sangat erat kaitannya dengan fungsi hipokampus dan struktur
lobus temporal mesial lainnya. Terbagi menjadi memori episodik dan
memori semantik. Memori episodik menunjuk kepada kejadian khusus
atau pengalaman seseorang, misalnya menghadiri acara pernikahan
teman dekat. Memori semantik menunjuk kepada proses belajar dan
recall fakta-fakta dan pengetahuan umum.
Berdasarkan modalitas materi yang diingat, terdiri dari :
a.
Memori verbal
manusia dan dapat ditarik kembali pada beberapa minggu bahkan tahun
kemudian. Pada long term memory, ingatan dapat isimpang tahunan
bahkan selamanya atau bersifat permanen. Pemrosesan memori dimulai
sejak diberikannya stimulus pada sistem sensoris. Selanjutnya stimulus
masuk ke dalam sensory register dalam beberapa detik. Sebagian besar
informasi yang masuk dalam sensory register akan dilupakan dan
beberapa akan dilanjutkan ke dalam memori jangka pendek. Informasi
yang sudah berada dalam short term memori sebagian lagi akan diproses
lebih lanjut ke dalam long term memory system namun sisanya akan
dilupakan. Informasi yang masuk ke dalam long term memory akan
bertahan lebih lama atau bahkan akan tetap ada seumur hidup.
pengendalian fungsi tingkah laku tubuh dan sebagai gudang informasi atau
ingatan yang menyimpan informasi mengenai pengalaman yang lalu seperti rasa
nyeri, senang, nafsu makan, bau, dan sebagainya. Gudang informasi selanjutnya
disalurkan ke daerah limbik. Asosiasi informasi yang didapatkan dari gudang
informasi merupakan perangsangan untuk mencetuskan jawaban tingkah laku
yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi seperti marah dan lain-lain.
Sistem
limbic
terdiri
atas
thalamus,
amigdala,
hipotalamus
dan
hipokampus. Dimana setiap bagian dari sistem limbic tersebut memiliki fungsi
dan peranan masing-masing dalam menyimpan suatu ingatan serta memberi
respon terhadap suatu kejadian.
Fungsi dari setiap bagian pada sistem limbic:
2.2.1
Talamus
Secara anatomis, thalamus terletak di otak bagian tengah dan berada tepat
diatas batang otak. Thalamus bekerja sebagai pusat pengaturan kognitif
manusia dimana thalamus sebagai pusat penerimaan hantaran rangsangan
dari sistem indra pada tubuh dan menyalurkan ke korteks serebri untuk
diolah.
2.2.2
Hipotalamus
Amigdala
Hipokampus
Hipokampus merupakan bagian dari otak besar yang terdapat didaerah lobus
temporal. Normalnya setiap manusia memiliki 2 hipokampus yang masingmasing berada di bagian kanan dan kiri otak. Hipokampus memiliki peran
penting dalam proses penyimpanan memori jangka pendek. Untuk memori
jangka pendek, memori akan cepat hilang dan tidak dapat diingat samasekali.
Untuk menjadi ingatan jangka panjang, perlu dilakukan pengulangan atas
memori jangka pendek. Perubahan memori jangka pendek menjadi meori
jangka panjang disebut konsolidasi memori.
2.3 Tahapan Pembentukan Memori
Proses memori terdiri dari 3 tahapan:
2.3.1
Pada tahap ini informasi diterima dan diregistrasi oleh suatu modalitas
sensorik tertentu seperti sentuhan, pendengaran atau penglihatan.
Setelah informasi sensorik diterima dan diregistrasi, informasi tersebut
dipertahankan sementara dalam working memory (memori jangka
pendek). Proses Encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi
dengan
cara
mengubah
menjadi
simbol-simbol
atau
gelombang-
gelombang listrik tertentu yang sesuai dengan peringkat yang ada pada
organisme). Jadi encoding merupakan suatu proses mengubah sifat suatu
informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat memori
organisme. Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu informasi
disimpan dalam memori.
Proses pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:
terhadap apa yang telah diproses dalam encoding, apa yang dipelajari atau apa
yang dipersepsi). Sesuatu yang telah dipelajari biasanya akan tersimpan dalam
bentuk jejak-jejak (traces) dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut
biasa juga disebut dengan memory traces. Walaupun disimpan namun jika tidak
sering digunakan maka memory traces tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan
kembali bahkan juga hilang, dan ini yang disebut dengan kelupaan. Sehubungan
dengan masalah retensi dan kelupaan, ada satu hal yang penting yang dapat
dicatat,
yaitu
mengenai
interval
atau
waktu
antara
memasukkan
dan
menimbulkan kembali.
Masalah intercal dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:
Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan bahan
(act of remembering). Lama interval berkaitan dengan kekuatan retensi. Makin
lama intervalnya, makin kurang kuat retensinya, atau dengan kata lain kekuatan
retensinya menurun.
Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat atau
mengisi interval. Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan merusak atau
mengganggu memory traces, sehingga kemungkinan individu akan mengalami
kelupaan.
Proses penyimpanan ini dapat ditingkatkan dengan pengulangan, sehingga
dikatakan bahwa penyimpanan adalah suatu proses aktif yang memerlukan
usaha berupa latihan dan pengulangan.
2.3.3
kembali
ingatan
yang
sudah
disimpan
dapat
menggunakan cara:
1. Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di masa
lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya
mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang yang dimaksud.
2. Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah
dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme.
Contohnya mengingat nama seseorang saat ia berjumpa dengan orang
yang bersangkutan.
3. Redintegrative, yaitu
proses
mengingat
dengan
menghubungkan
Berkaitan dengan recall memori setelah beberapa menit, jam atau hari.
Memori ini ditingkatkan dengan proses belajar dan pengulangan.
Beberapa peneliti telah menemukan adanya perubahan pada sinaps, yang
disebut dengan long term synaptic potentiation yang dapat menjelaskan
keadaan ini. Contoh dari memori ini adalah mempelajari materi baru dan
memanggil materi itu setelah beberapa menit, jam, atau hari. Daerah yang
berperan adalah lobus temporal medial (hipokampus, amigdala dan
diencephalon.
3. Remote Memory
Phase
Time course
Name
Required Anatomy
Stage
Sensori
Perception
Immediate
Perception
Primary
information
Processing
Few seconds
recognition
Short term
Sensory, motor,cortex
registration
Storage/
Minutes,
Recent
Limbic
consolidation
hours, days
memory
hippocampus,
Retrieval
Years
Remote/old
amygdala
Left, right association
memory
cortex
short term
Secondary
long term
system,
terminal
presinaps
sehingga
terjadi
peningkatan
pelepasan
Term
Potentiation
(LTP)
pertama
kali
ditemukan
di
hipokampus dan telah lama diketahui berperan dalam proses belajar dan
memori. Proses ini dibangkitkan melalui pengaktifan sinaps dari reseptor
post sinaps N-Methyl D-Aspartate (NMDA), suatu reseptor glutamat jenis
ionotropik, dan depolarisasi post sinaps, yang disebabkan oleh stimulasi
berulang pada sinaps.
Pada keadaan basal dimana transmisi sinaps berfrekuensi rendah,
sinaps melepaskan glutamat yang berikatan pada 2 reseptor glutamat
ionotropik yang berbeda, yakni NMDA dan AMPA (-amino-3-hydroxy-5methyl-4-isoxazole propionic acid), yang terletak pada celah dendrit.
Reseptor AMPA memiliki saluran yang permeable terhadap kation
monovalen (Na+ dan K+), dan pengaktifan reseptor AMPA menyebabkan
ion-ion tersebut masuk dan membangkitkan respons eksitasi sinaps ketika
sel berada pada potensial membran istirahat. Sedangkan reseptor NMDA
bergantung pada voltase yang kuat karena hambatan pada salurannya
oleh magnesium pada potensial membran negatif. Akibatnya, reseptor
NMDA hanya berperan sedikit pada respon post sinaps selama aktivitas
sinaps basal. Pada keadan sel depolarisasi, magnesium terpisah dari
tempat ikatannya didalam saluran reseptor NMDA, dan menyebabkan
kalsium dan natrium memasuki celah dendrit. Peningkatan kalsium
intraseluler dibutuhkan untuk membangkitkan LTP.
Ion
Kalsium
(Ca2+)
yang
berperan
sebagai
second
messenger
panjang.
of
Neyrological
and
2.5.2
kategori :
A. Reversibel / potensial reversible
- Demensia vascular
- Demensia akibat hidrosefalus
- Demensia akibat penyakit psikiatri
- Demensia akibat penyakit umum berat
- Demensia akibat defisiensi vitamin B12
- Demensia akibat gangguan / penyakit metabolic misalnya hipertiroid /
hipotiroid
A. Ireversibel
- Demensia Alzheimer
- Demensia akibat infeksi (HIV)
- Demensia akibat trauma kapitis
- Demensia akibat penyakit Parkinson
- Demensia akibat penyakit Pick
- Demensia Lewy bodies
- Demensia akibat penyakit Creutzfeld Jacob
Angka kejadian tertinggi adalah demensia Alzheimer yang meliputi 50-55%
dari seluruh jenis demensia. Namun pada penelitian di beberapa negara Asia,
seperti Singapura, Jepang, dan India, menunjukkan angka kejadian demensia
vascular lebih tinggi dibandingkan demensia Alzheimer.
2.5.3 Patofisiologi
Terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan terjadinya proses
demensia:
- Proses degenerasi bisa terjadi karena adanya kerusakan secara genetik,
karena inflamasi, atau biokemis dari otak sendiri;
- Terjadinya kematian sel (infark) otak pada beberapa tempat (multiple foci)
pada thalamus, basal ganglia, jalur proyeksi otak, dan area asosiasi;
- Trauma, lesi pada serebrum, terutama pada daerah frontal, temporal,
korpus kalosum, dan mesencephalon;
- Penekanan, peningkatan tekanan intracranial, dan hidrosefalus kronis.
writing);
gangguan
fungsi
eksekutif;
gangguang
praksis;
dan
media (khas pada demensia Alzheimer), Atrofi serebri, Atau mungkin gambaran
normal sesuai dengan usia.
Pada pemeriksaan EEG akan didapatkan perlambatan umum dan kompleks
periodic pada stadium lanjut, selain itu pemeriksaan ini tidak menunjukkan
kelainan yang spesifik.Pemeriksaan genetika sejauh ini masih belumbisa
dilakukan secara rutin, namun hanya dilakukan dalam penelitian.
2.5.7 Diagnosis Banding
2.5.7.1
Delirium
Delirium adalah keadaan akut danserius, serta dapat mengancam jiwa, yang
bisa disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti gangguan metabolic dan reaksi
obat. Tanda dan gejala delirium meliputi penurunan kesadaran, kesulitan dalam
mempertahankan atensi terhadap rangsangan luar, ganggaun pola tidur,
disorientasi, dan gangguan memori jangak pendek maupun panjang.
Gambaran Klinis
Onset
Perjalanan penyakit
Reversible/irreversible
Disoreintasi
Fluktuasi
Perubahan fisologis
Kesadaran
Rentang waktu atensi
Siklus tidur
Gangguan Psikomotor
Delirium
Demensia
Onset akut dan onset Onset tidak jelas dengan
diketahui dengan tepat
waku onset yang tidak
diketahui
Akut, dan berlangsung Perlahan, bertahap, dan
berhari-hari
sampai progresif memburuk
mingguan
Reversible
Ireversible
Hanya pada fase awal
Pada fase lanjut
Dari jam ke jam
Ringan dari hari ke hari
Nyata
Tidak begitu nyata
Berfluktuasi
Berkabut pada tahap
akhir
Pendek
Normal
Ganggaun tidur-bangun, Gangguan tidur-bangun,
bervariasi dari jam ke bervariasi dari siang ke
jam
malam
Pada fase awal
Pada fase lanjut
2.5.7.2 Pseudodemensia
Pseudodemensia seringkali menunjukkan gejala yang hampir sama dengan
demensia itu sendiri, namun seringkali pseudodemensia lebih sering dikarenakan
oleh adanya depresi yang mempengaruhi status kognisi penderita.
Gambaran Klinis
Onset
Pseudodemensia
Demensia
Akut, dengan perubahan Perlahan, berbulan-bulan
Insight (tilikan)
Keluhan
Durasi
Alasan konsultasi
Riwayat sebelumnya
tingkah laku
Banyak keluhan, seperti
tidak bisa melakukan tes,
namun hasil tes objektif
baik
Jelek
Ansietas, insomnia, anoreksia
2.6.1 Definisi
Pada usia 65 tahun ke atas biasanya jenis demensia yang paling banyak
terjadi adalah
selanjutnya dikenal dengan neuritic plaque. Pada penyakit ini ditemukan adanya
abnormalitas berupa pecahan protein membrane sel saraf yang disebut dengan
Amyloid Precursor Protein (APP) dan akumulasi dari -amyloid.
2.6.2 Patofisiologi
Hingga saat ini penyebab pasti dari penyakit Alzheimer masih belum
diketahui. Namun ada beberapa teori yang akhir-akhir ini sudah mulai diteliti,
seperti berkurangnya stimulasi neurotransmitter oleh choline acetyltransferase;
mutasi dari APP; rusaknya apoE, yang berfungsi untuk mengikat -amyloid; dan
aktivasi patologis pada NMDA (N-methyl-D-aspartate) sehingga terjadi influx
berlebih dari kalsium.
Patogenesis dari Alzheimer berhubungan dengan peptide -amyloid. amyloid berasal dari proteolysis APP yang melepas -amyloid 30 hingga 46,
dengan -amyloid 40 dan 42 isoform yang paling banyak. Terganggunya
keseimbangan antara produksi dan pembersihan dari -amyloid, menyebabkan
penumpukan di otak. Neuritic plaque merupakan tanda pertama hasil akumulasi
dari -amyloid. Penumpukan ini diikuti deposisi dari protein tau dan neurofibrillary
tangles. Penumpukan ini bersifat toksis terhadap sel saraf.
Protein tau, yang normalnya berfungsi untuk menstabilisasi sistem transport
mikrotubuler di sel saraf, terlepas dari mikrotubulus dan membentuk filament
helix
yang
tak
larut,
yang
selanjutnya
disebut
neurofibrillary
tangles.
Penumpukan neurofibrillary tangles dan neuritic plaque lebih banyak terjadi pada
korteks serebri dan hipokampus.Penumpukan -amyloid pembuluh darah otak
dapat
menyebabkan
amyloid
angiopathy
yang
menyebabkan
gangguan
apoE 4;
Riwayat penyakit terdahulu : cedera kepala berat;
Penyakit metabolic : obesitas, hyperlipidemia, dan diabetes mellitus.
utama
untuk
Alzheimer.
Pada
pemeriksaan
ini
akan
Kriteria Diagnosis
2.
3.
4.
a.
b.
5.
6.
skizofrenia).
Kriteria diagnosis DSM IV ataupun NINCDS-ADRDA perlu ditunjang dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah disebutkan di
atas.
2.6.8 Terapi
Terapi untuk penderita Alzheimer mencakup terapi simtomatik dan
rehabilitative, serta dari beberapa golongan seperti golongan penghambat
kolinesterase dan pemghambat reseptor NMDA, di bawah ini adalah tabel jenis,
dosis, dan efek samping obat-obat untuk Alzheimer.
Nama Obat
Donepezil
Golongan
Indikasi
Penghambat
DA
kolinesterase
-sedang
Dosis
ringan Dosis
Efek
Samping
awal Mual, muntah,
5mg/hari,
diare,
setelah
4-6 anoreksia
minggu menjadi
Galantamine
Penghambat
DA
kolinesterase
-sedang
10mg/hari
ringan Dosis
Rivastigmine
Penghambat
DA
kolinesterase
-sedang
24mg/hari
ringan Dosis
2x1,5mg/hari,
setiap
pusing, diare,
bulan anoreksia
dinaikkan
2x1,5mg/hari
hingga
dosis
maksimal
Memantine
Penghambat
2x6mg/hari
DA sedang - Dosis
awal Pusing,
reseptor
berat
NMDA
5mg/hari,
nyeri
kepala,
setelah
1 kosntipasi
minggu
dinaikkan
menjadi
2x5mg/hari
hingga
dosis
maksimal
2x10mg/hari
2.6.9 Prognosis
Pasien Alzheimer memilik survival rate 5-10 tahun setelah tanda-tanda
Alzheimer muncul, dan penyebab dari kematiannya adalah karena infeksi.
Penurunan kognitif serta sifat pada pasien, membuat mereka selalu harus
bergantung dengan orang sekitar, dimana hal tersebut secara tidak langsung
memberikan beban tersendiri baik dari segi mental, fisik, maupun ekonomi.
2.7 Demensia Vaskular
2.7.1 Definisi
Demensia vascular (VaD) adalah jenis demensia yag disebabkan oleh
adanya gangguan pada pembuluh darah otak.Gangguan pembuluh darah yang
dimaksud bisa bermacam-macam dan tidak hanya terbatas pada infark saja,
misalkan autoimun vaskulitis, infeksius vaskulitis, nonspesifik vaskulopati,
hematom post hemoragik, hidrosefalus obstruktif, perdaraha intraserebral yang
berulang, perdarahan subaraknoid, dan bahkan perdarah subdural, dapat
menyebabkan terjadinya demensia vascular.
Definisi demensia vascular menurut NINDS-AIREN (National Institue of
Neurological Disorders and Stroke and Association International pour la
Recherche et IEnseignement en Neurosciences) adalah gangguan fungsi
kognitif yang terjadi minimal sesudah 3 bulan paska gangguan vascular di otak.
2.7.2 Etiologi
Sesuai dengan namanya, demensia vascular disebabkan oleh adanya
gangguan pada pembuluh darah di otak. Tidak hanya stroke (baik perdarahan
atau sumbatan) yang bisa memungkinkan terjadinya demensia vascular, penyakit
infeksi
sistem
saraf
pusat
yang
kronis,
seperti
meningitis,
sifilis,
Patofisiologi
Beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya VaD adalah :
Degenerasi yang disebabkan factor genetic, peradangan, atau perubahan
biokimia;
Aterosklerosis sehingga menyebabkan infark pada talamus, ganglia basalis,
jaras-jaras otak, dan area sekitarnya;
Trauma yang menimbulkan adanya lesi pada otak, terutama pada lobus fontalis,
temporalis, korpus kalosum, dan mesesefalon;
Peningkatan tekanan intracranial (TIK), seperti pada penderita hidrosefalus
yang kronis (NPH Normal Pressure Hydrocephalus).
Sebagian fungsi diensefalon dan lobus temporalis lebih dominan untuk
memori jangka panjang diandingkan dengan korteks lobus lainnya.Gangguan
afasia berhubungan dengan adanya lesi pada hemisfer otak yang dominan
khususnya daerah perisilvian dari lobus frontalis, temporalis, dan perietalis.
Kehilangan kemampuan membaca dan menghitung berhubungan dengan
adanya lesi di hemisfer serebri dominan bagian posterior. Adanya lesi di lobus
pasrietalis hemisfer otak nondominan menyebabkan gangguan menggambar,
mengatur gambar, serta membentuk bangunan sederhana dan kompleks dengan
balok, tongkat.
Keparahan dan gambaran klinis demensia vascular bergantung pada
dimana lokasi lesi, jumlah lesi, dan ukuran lesi di otak.
Lokasi lesi. Lesi di daerah lobus temporalis menyebabkan gangguan memori;
lesi di lobus parietalis dapat mengakibatkan gangguan orientasi spasial,
apraksia, agnosia, serta gangguan fungsi luhur lain. Depresi juga bisa terjadi jika
ada lesi di hemisfer kiri daripada hemisfer kanan.
Jumlah lesi. Jika seseorang telah mempunyai lesi di otak dan kemudian lesinya
bertambah karena misalkan mengalami stroke yang berulang, maka deficit yang
timbul bukan aditif melainkan berlipat ganda.
Ukuran lesi. Gangguan perilaku biasanya cenderung terjadi jika volume lesi
melebihi 50mL, namun pada demensia dengan lokasi lesi yang strategis, ukuran
lesi kecilpun bisa mengakibatkan gangguan kognitif yang berat.
2.7.4 Tanda klinis
Tanda klinis pada demensia vascular dibagi menjadi 2, yaitu tanda klinis
demensia dengan gangguan kotikal dan subkortikal.
Sindroma kortikal VaD : umumnya disebabkan oleh gangguan pada
pembuluh darah besar otak, misal stoke thrombosis yang berulang atau
kardioemboli. Demensia pada tipe ini ditandai dengan adanya gangguan kognitif /
memori yang biasanya timbul mengikuti gejala-gejala stroke pada umumnya,
yaitu deficit neurologis (sensorik, motoric, atau otonom) yang mendadak, misal
afasia, hemiparese, apraksia, dan agnosia.
Sindroma subkortikal VaD : umumnya disebabkan karena adanya
sumbatan pada pembuluh darah yang lebih kecil, dan sering kali menunjukkan
tanda pseudobulbar, deficit pyramidal yang isolated, depresi, emosi yang labil,
dan gejala gangguan perilaku lobus frontalis (penurunan fungsi eksekusi, seperti
perencanaan, berpikir abstrak, evaluasi, dan koreksi).
2.7.5 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk membantu penegakkan
diagnosis sama dengan diagnosis demensia pada umunya. Munculnya reflek
regresi atau primitive, seperti reflek mencucu, reflek menghisap, reflek
palmomental, reflek glabella, dan reflek menggenggam merupakan tanda khas
pada penderita demensia. Pemeriksaan dengan MMSE dan CDT juga bisa
dilakukan untuk mendiagnosis adanya demensia vascular.
Bila seseorang sudah bisa didiagnosa dengan demensia, maka selanjutnya
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui apakah penyebabnya
vascular atau non-vaskular. Untuk keperluan ini, ada beberapa kriteria yang bisa
digunakan, seperti :
- Haschinski Ischaemic Score (HIS), yang telah dimodifikasi oleh Loeb
-
Diantara beberapa kriteria di atas biasnya yang lebih sering digunakan dan
lebih sederhana pemakaiannya adalah HIS.
2.7.6 Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan penunjang pada pasien yang diduga mengalami
demensia vascular adalah :
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambaran Klinis
Onset mendadak
Perburukan bertahap
Perjalanan berfluktuasi
Kebingungan nocturnal
Kepribadian relative baik
Depresi
Keluhan somatik
Emosi tidak tetap
Riwayat hipertensi
Riwayat stroke
Skor
2
1
2
1
1
1
1
1
1
2
11
12
13
1
2
2
Jumlah total skor adalah 18, dengan kesimpulan bila didapatkan skor di atas
7 pada pemeriksaan, maka lebih mengarah ke demensia vascular, sedangkan
untuk skor di bawah 4 lebih mengarah ke demensia karena proses degenerative
atau demensia non-vaskular. Besar kecilnya skor HIS tidak menunjukkan tingkat
keparahan demensia. Ada beberapa hambatan pada pemeriksaan dengan HIS,
khususnya karena pada penderita demensia yang seringkali membantu adalah
informasi dari keluarga atau orang-orang sekitar yang tidak dipungkiri terkadang
memberikan informasi yang kurang tepat. Oleh karena itu diagnosis dari
demensia vascular membutuhkan dukungan dari pemeriksaan penunjang.
2.7.8 Terapi
Prinsip terapi pada demensia vascular lebih ditekankan pada pencegahan
sekunder dari stroke dan menekan factor resiko. Meskipun tidak bisa
disembuhkan, namun demensia vascular dapat dihentikan progresfitasnya
dengan menangani factor resikonya.
A. Terapi non-farmakologis.
Bertujuan
untuk
me-maksimalkan
memperthankan fungsi kognisi yang masih ada, serta memanfaatkan sifat sel
saraf yaitu neuroplastisitas yang mungkin bisa memperbaiki fungsi kognisi yang
sudah mengalami gangguan. Intervensi terhadap pasien yang bisa dilakukan
seperti : perilaku pasien, orientasi relitas, stimulasi kognitif, edukasi, konseling,
terapi music, terapi okupasi. Adapula intervensi lingkungan yang bisa dilakukan
adalah tata ruang, terapi cahaya, dan nursing home.
B. Terapi farmakologis. Terapi kausal lebih bermanfaat untuk terapi
demensia vascular, seperti penanganan factor resiko stroke.
C. Terapi simtomatik. Pada VaD dan AD terjadi penurunan neurotransmitter
kolinergik sehingga kolinesterase inhibitor perlu diberikan. Efek samping
kolinesterase inhibitor yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare,
bradikardia, dan gangguan konduksi supraventricular. Obat-obatan tersebut
antara lain Donepezil, Rivastigmin, dan Galantamine
2.7.9 Prognosis
Prognosis VaD lebih bervariasi bila dibading dengan AD, tergantung pada
penanganan dari penyakit pembuluh darah yang mendasarinya serta factor
resiko yang ada pada pasien tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
1. Memori adalah penyimpanan informasi di dalam otak yang menyebabkan
informasi tersebut dapat dimunculkan kembali pada waktu yang berbeda.
2. Beberapa klasifikasi memori adalah berdasarkan jenis informasi dan
jangka waktu penyimpanan memori
3. Proses penyimpanan ingatan tidak dapat dipisahkan dari bagian otak
yang disebut sistem limbic.
4. Bagian dari sistem limbic adalah thalamus, hypothalamus, amigdala dan
hipokampus yang masing masing memiliki peranan dalam proses belajar
dan respon terhadap rangsangan eksternal.
5. Secara umum memori dibagi menjadi 2 jenis yaitu short term memory dan
long term memory yang memiliki prinsip penyimpanan informasi berbeda.
6. Kepikunan merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien
atau orang sekitar, dan yang akhirnya lebih mengarah ke demensia
7. Demensia yang paling sering ditemukan adalah Alzheimer dan demensia
vaskular
DAFTAR PUSTAKA
Barba R, MD; Espinosa, PhD; et al. Post Stroke Dementia : Stroke.
2000; 31 : 1494
Bell K, LaRusse S, et al. 2007. Alzheimer Disease in Current Diagnosis
& Treatment Neurology eds Marden K. The McGraw-Hill
Companies. Pp. 78-84
Boje Kathleen M.K. The Neurobiology of Memory : Basic Concepts in
Neuroscience. Slaughter M International edition. 2002. 228-249
Brust JCM. 2007. Current Diagnosis and Treatment Neurology, First
Edition. New York: McGraw-Hill
DeKoscky ST, Kaufer DI, et al. 2004. The Dementias in Neurology in
Clinical Practice Fourt Edition eds Bradly WG, Daroff RB, et al.
Philadelphia, PA 19106. p. 1901-1948
Desmond D W, PhD; Moroney J T MD; et al. Dementia as Predictor of
Adverse Outcomes Following Stroke : Stroke. 1998. 29: 69-74
Dewanto G, Suwono WJ, et al. 2009. Panduan Praktis : Diagnosis &
Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Honig LS. 2007. Vascular Cognitive Dementiasin Current Diagnosis &
Treatment
Neurology
eds
Marden
K.
The
McGraw-Hill