BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Energi Surya
Energi surya merupakan energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari yang
hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 persen dari total energi pancaran
matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan
bumi mencapai 3 x 1024 Joule pertahun (setara dengan 2 x 1017 Watt). Jumlah
energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat
ini. Menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang
memiliki efisiensi 10 persen sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di
seluruh dunia saat ini.3
Indonesia berpotensi untuk menjadikan solar sel sebagai salah satu sumber
energi masa depan mengingat posisi Indonesia pada daerah khatulistiwa. Dalam
kondisi puncak atau posisi matahari tegak lurus, sinar matahari yang jatuh di
permukaan panel surya di Indonesia seluas 1 m 2 mampu mencapai 900 hingga
1000 Watt. Total intensitas penyinaran perharinya di Indonesia mencapai 4500
watt hour/m2 yang membuat Indonesia tergolong kaya sumber energi matahari ini.
Dan matahari di Indonesia mampu bersinar hingga 2.000 jam pertahunnya.4
3
4
Indonesia memiliki potensi energi surya yang cukup besar mengingat letak
geografisnya yang berada pada daerah tropis. Berdasarkan data penyinaran
matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia
untuk kawasan Barat Indonesia mencapai 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi
bulanan sekitar 10%, sementara itu untuk Kawasan Timur Indonesia sekitar 5,1
kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%.
Menurut artikel yang dimuat di situs Departemen ESDM,
untuk
memanfaatkan potensi energi surya tersebut, telah dikenal teknologi energi surya
termal dan energi surya fotovoltaik. Energi surya termal pada umumnya
digunakan untuk memasak, mengeringkan hasil pertanian dan memanaskan air.
Sedangkan energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik,
pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin dengan kapasitas total
sekitar 6 MW.
Pemanfaatan energi surya sebagai sumber energi listrik ditargetkan akan
mencapai 25 MW pada tahun 2020. Selain untuk memenuhi listrik pedesaan,
energi surya diharapkan juga mampu berperan sebagai salah satu sumber energi
alternatif di wilayah perkotaan, yang dimanfaatkan untuk lampu penerangan jalan,
penyediaan listrik untuk rumah peribadatan, sarana umum, sarana pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan rumah bersalin, kantor
pelayanan umum pemerintah, hingga untuk pompa air yang digunakan untuk
pengairan irigasi atau sumber air bersih.
Tabel 2.1. Potensi Sumber Daya Energi Surya di Beberapa Kota di Indonesia.
No
Kota
Provinsi
Tahun
Pengukuran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Banda Aceh
Palembang
Menggala
Rawasragi
Jakarta
Bandung
Darmaga, Bogor
Serpong, Tangerang
Semarang
Surabaya
Kenteng,
Yogyakarta
Denpasar
Pontianak
Aceh
Sumatera Selatan
Lampung
Lampung
Jakarta
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
1980
1979 1981
1972 1979
1965 1979
1965 1981
1980
1980
1991 1995
1979 1981
1980
Radiasi
rata- rata
(W/m2)
4.1
4.95
5.23
4.13
4.19
4.15
2.56
4.45
5.49
4.30
Yogyakarta
1980
4.50
Bali
Kalimantan Barat
1977 1979
1991 1993
5.26
4.55
11
12
13
Energi surya merupakan energi yang dapat dimanfaatkan secara luas. Seperti
yang dapat dilihat pada skema di bawah ini radiasi matahari dapat dimanfaatkan
melalui tujuh jenis tahapan.
Gambar 2.2 Skema Pemanfaatan Energi Surya (Sumber : Erlinawati, Modul Energi Konvensional
dan Non Konvensional.2012)
Dalam sistem pemanas air, panas matahari merupakan sumber utama yang
dibutuhkan,
serta
sebuah
kolektor
pengumpul
panas
yang
berfungsi
Panas dari matahari masuk kedalam kolektor melalui kaca kristal yang
akan menyebarkan panas tersebut secara merata di dalam kolektor, lalu air yang
mengalir melalui pipa tembaga di dalam kolektor akan menyerap panas tersebut,
sehingga dihasilkan panas yang sebanding dengan panas yang berada di dalam
kolektor.
Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Pemanas Air Tenaga Surya (Sumber : ejournal.undip.ac.id)
Menunjukan arah aliran air, warna biru adalah air dingin setalah melewati
kolektor bagian bawah akan mengalami pemasanan di gambarkan berwarna
merah. Gambar diatas menunjukan mekanisme kerja pemanas air tenaga surya,
dimana terdapat sebuah pompa yang mengalirkan air dingin masuk melalui bagian
bawah kolektor sehingga berubah menjadi air panas yang keluar melalui bagian
atas kolektor menuju tangki penampungan air panas yang sudah di rancang untuk
mencegah radiasi panas keluar.
Kompor Surya;
Kompor tenaga surya adalah perangkat masak yang menggunakan sinar
matahari sebagai sumber energi. Kompor jenis ini tidak menggunakan bahan
bakar konvensional dan biaya operasinya rendah sehingga sangat disayangkan jika
tidak dimanfaatkan. Terdapat tiga prinsip dasar kompor surya yaitu, pemusatan
cahaya matahari, mengubah cahaya menjadi panas dan memerangkap panas.
Kompor dengan prinsip kerja mengubah cahaya menjadi panas menggunakan
bahan panci yang berwarna hitam hal ini dapat meningkatkan efektivitas
pengubahan cahaya menjadi panas. Panci berwarna hitam dapat menyerap hampir
10
pembangkit
energi
yang
memanfaatkan
energi
matahari
dan
11
Semikonduktor
tipe-n
mempunyai
kelebihan
elektron
(muatan
negatif)
Gambar 2.4 Junction antara semikonduktor tipe-p (kelebihan hole) dan tipe-n (kelebihan elektron).
(Sumber : eere.energy.gov)
Gambar 2.5 Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction. (Gambar : sun-nrg.org)
12
BAB III
DAMPAK ENERGI SURYA TERHADAP LINGKUNGAN DAN CARA
PENANGGULANGANNYA
Radiasi Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses
thermonuklir yang terjadi di matahari. Kehidupan manusia memang tidak terlepas
dari sumber-sumber radiasi. Radiasi yang berarti pemancaran atau penyinaran
merupakan penyebaran partikel-patikel elementer dan energi radiasi dari suatu
sumber radiasi.
Menggunakan energi surya memang tidak mengakibatkan polusi udara
atau polusi air, dan tidak juga menghasilkan gas rumah kaca, tetapi tetap memiliki
beberapa dampak tidak langsung terhadap lingkungan. Dampak tersebut antara
lain dijelaskan pada penjelasan dibawah ini.
3.1 Pada Proses Produksi Modul Surya
Efek lingkungan yang berhubungan dengan manufaktur pembangkit sel
surya khususnya terjadi selama proses produksi sel surya. Dalam beberapa tahun
terakhir, telah dibahas terutama terhadap penggunaan sumber mineral yang langka
dan beracun. Solar sel dengan bahan mono-crystalline dan multi-crystalline begitu
juga dengan silikon tak berbentuk secara umum dikenali sebagai sumber mineral
yang langka dan sedikit digunakan, sedangkan teknologi sel cadmium telluride
(CdTe) dan sel CIS merupakan mineral dengan konsumsi menengah. Aplikasi dari
germanium (Ge) tampaknya secara khusus bermasalah untuk produksi sel silikon
tak berbentuk; hal yang sama terjadi terhadap Indium (In) pada sel CIS dan
tellurium pada sel CdTe. Berdasarkan pengetahuan yang ada sekarang ini,
kuantitas dari material-material tersebut adalah terbatas di bumi ini.
Dalam hal material beracun, hanya efek lingkungan yang sedikit yang
dapat terjadi untuk teknologi silikon crystalline. Namun begitu, teknologi sel
CdTe dan CIS dapat dianggap lebih bermasalah karena kandungan kadmium (Cd),
13
selenium (Se), tellurium (Te) dan tembaga (Cu) yang tinggi. Selain itu, selama
masa manufaktur dari modul CIS, substansi gas racun (seperti hidrogen selenida
(H2Se)) dapat dihasilkan yang secara umum berhubungan dengan potensi bahaya
lingkungan tertentu.
Secara umum, efek lingkungan yang berhubungan dengan manufaktur sel
surya adalah sebanding dengan industri manufaktur semikonduktor. Akan tetapi,
efek lingkungan yang telah dijelaskan relatif rendah karena peraturan legal akan
perlindungan lingkungan yang berkembang. Hal ini juga benar akibat
dibutuhkannya kemurnian material selama proses manufaktur sel surya. Di lain
pihak, dapat saja terjadi potensi bahaya yang berhubungan dengan proses
manufaktur dalam kasus kegagalan operasinya.
14
yang
beragam
jika
dibandingkan
dengan
lahan
pertanian,
pengaruhnya terhadap iklim mikro dapat saja terjadi. Namun, efek lingkungan ini
hanya relevan dalam kasus penggunaan sel surya secara besar-besaran, yang
sangat jarang terjadi karena alasan ekonomi.
15
Desain inveter dan pembangkit sel surya harus dapat melakukan deteksi
terputusnya daya listrik dan juga pemadaman secara otomatis. Sistem sel surya
hanya boleh dihubungkan dengan grid yang kuat. Inverter modern biasanya telah
memiliki peralatan pengamanan yang sesuai, sehingga syarat diatas biasanya telah
dipenuhi.
16
BAB IV
PENUTUP
17
DAFTAR PUSTAKA
Erlinawati, Modul Energi Konvensional dan Non Konvensional.2012
http://www.greenradio.fm/technology/energy/solar-cell/, diakses 18-09-2014
http://www.esdm.go.id/news-archives/, diakses tanggal 18-09-2014
http://www.litbang.esdm.go.id , diakses tanggal 18-09-2014
http://tenagasuryaku.com/2011/12/03/solar-sell/ diakses tanggal 20-09-2014
http://sentradaya.com/solar-cell/ diakses tanggal 20-09-2014
http://teknologisurya.wordpress.com/dasar-teknologi-sel-surya/prinsip-kerja-selsurya/ diakses tanggal 20-09-2014
http://konversi.wordpress.com/2009/06/12/dampak-lingkungan-penggunaanphotovoltaic/ diaksess tanggal 20-09-2014