Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan sasaran prioritas dalam pembangunan
bidang kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan
derajat kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu hal ini merupakan prioritas dalam upaya
peningkatan status kesehatan masyarakat yang utama di Negara kita. Upaya kesehatan
reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan
bersalin. Adapun penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu
perdarahan, infeksi, toksemia gravidarum. Salah satu penyebab perdarahan saat kehamilan
adalah mola hidatidosa. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita pada masa reproduksi
(usia 15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan
penderita mola hidatidosa akan lebih besar. Dan mola hidatidosa adalah salah satu penyakit
trofoblas yang jinak (Manuaba, 1998:424)
Insidensi mola hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika
Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa
ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia insidensi mola 15 kali
lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, sedangkan dengan Jepang yang melaporkan bahwa
terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh
beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan.
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga
membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis
penyakit tersebut.
Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang
meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan
komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli
ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai
kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan
koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan.
Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari
chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik
terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan
membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan bentuk
parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio. Sebagian dari vili berubah
menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih.
Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ada janin.
Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Pada mola hidatidosa,
ovarium dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium, kadangkadang pada kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisi cairan kekuning-kuningan

dan dapat mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena
perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi, kista ini hilang sendiri
setelah mola dilahirkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari mola hidatidosa ?
2. Apakah Klasifikasi dari Mola Hidatidosa ?
3. Apakah etiologi dari mola hidatidosa ?
4. Bagaimana patofisiologi dari mola hidatidosa ?
5. Bagaimana tanda dan gejala dari mola hidatidosa ?
6. Bagaimana gambaran diagnostik dari mola hidatidosa ?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan mola hidatidosa ?
8. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada pasien mola hidatidosa?

1.3 Tujuan Penulisan


1.

Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari mola hidatidosa.

2.

Untuk mengetahui klasifikasi dari mola hidatidosa.

3.

Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari mola hidatidosa.

4.

Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari mola hidatidosa.

5.

Untuk mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa.

6.

Untuk mengetahui gambaran diagnostik dari mola hidatidosa.

7.

Untuk mengetahui penatalaksanaan dari mola hidatidosa.

8.

Untuk mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat
kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi (Sarwono Prawirohardjo,
2003).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis
langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
Mola hidatidosa adalah chorionic vili (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi
trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati
kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba fallopi dan bahkan dalam
ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan
janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik)
dan parsial (inkomplet).
Mola Hidatidosa Komplet/klasik (jika tidak ditemukan janin)
Vili korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Gelembunggelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai
beberapa cm, dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa
tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya bisa
mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut.
2. Mola Hidatidosa Parsial/inkomplet (jika disertai janin atau bagian janin)
1.

Jika perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat
janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa
parsial.

2.2 Klasifikasi
Kehamilan Mola Hydatidosa dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Mola Hydatidosa lengkap
Mola hydatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membrane, kromosom
maternalhaploid dan paternal 2 haploid.

2. Mola Hydatidosa parsial


Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan
normal, kromosom paternal diploid
3. Mola Hydatidosa invasif
Mola hydatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium,
terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.
2.3 Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan
2. Imunoselektif dari tropoblast: yaitu dengan kematian fetus,pembuluh darah pada
stroma vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi sembab dan akhirnya terjadi
hyperplasia.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh
terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhin pembentukan
ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.
4. Paritas tinggi: ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya
abnormalitas pada kehamilan berikutnya,sehingga ada kemungkinan kehamilan
berkembang menjadi mola hidatidosa.

5. Kekurangan protein:sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau


fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan
pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

2.4 Patofisiologi kehamilan mola hydatidosa


Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal dalam
blastokis berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas mengakibatkan
peningkatan kadar HCG.
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan mola hidatidosa adalah
sebagai berikut :
a. Amenorea dan tanda-tanda kehamilan
b. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan
lanjut kadang keluar gelembung mola.
c. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun
uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
f. Hiperemesis lebih sering terjadi dan lebih lama.
g. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih
sesudah periode menstruasi terakhir.
d.

2.6 Gambaran Diagnostik


1. Anamnesa
Terdapat gejala-gejala yang hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan
biasa
Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum
Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak tidak teratur warna tengguli tua atau
kecoklatan seperti bumbu rujak
Pembesaran uterus lebih besar dari usia gestasi
Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan yang merupakan diagnosa pasti
2. Inspeksi

Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut


muka mola (Mola Face).
3. Palpasi
Uterus lebih besar dari ukuran normal, teraba lembek
Tidak teraba bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
Adanya fenomena harmonika : darah dan mola keluar dan fundus uteri turun, lalu
naik lagi karena terkumpulnya darah lagi
4. Auskultasi
Tidak terdengar DJJ
Terdengar bising dan bunyi khas
5. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologis atau imunologik
(gaili manini dan plamotest) akan positif setelah pengenceran.
6. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin, terdapat perdarahan
dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks.
7. Uji sonde : sonde dimasukkan pelan-pelan kedalam kanalis servikalis dan kavum uteri.
Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola.
8. Foto rontgen abdomen, tidak terlihat tulang : janin (pada kehamilan 3 4 bulan).
9. Arteriogram khusus pelvis.
10. Ultrasonografi : Akan terlihat bayangan badai salju atau gumpalan seperti buah anggur
dan tidak terlihat janin.
Diagnosa Banding
Kehamilan ganda
Hidramnion
Abortus

2.7 Penanganan/Penatalaksanaan
penanganan
1. Terapi
a. Kalau perdarahan banyak yang keluar jaringan mola atau syok dan perbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian cairan dan tranfusi darah. Tindakan pertama adalah
melakukan manual digital untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan dan

pembekuan darah, barulah dengan tenang dan hati-hati evakuasi dan sisanya dengan
kuretase.
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil,
o Pasang beberapa gayang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam
o Setelah itu pasang infus, dektrose 5 % yang berisi 50 satuan, oksitosin (pitosin
atau sintosinon). Cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi cavum
uteri dengan hati-hati pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar
ambillah dulu pada bagian tengah
o Baru bagian-bagian lainnya pada kuretase pertama. Keluarkanlah jaringan
sebanyak mungkin tak usah terlalu bersih
o Kalau perdarahan banyak berikan transfusi darah dan lakukan tampon utero
vaginal selama 24 jam.
c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histopatologik dalam 2 porsi :
o Porsi 1 yang dikeluarkan dengan cunam ovum.
o Porsi 2 yang dikeluarkan dengan kuretase
d. Berikan obat-obatan : antibiotika, uterotonika dan perbaikan umum penderita.
e. 7 10 hari sesudah kerokan yang pertama dilakukan kerokan kedua, ada beberapa
institut yang melakukan histerotomia.
f. Histerotomia total dilakukan pada mola resiko tinggi (high risk mola), usia lebih dari
30 tahun, paritas 4 atau lebih dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau
lebih.
2. Periksa Ulang (Follow Up)
a. Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan memakai kontrasepsi pil
b. Dianjurkan mematuhi jadwal periksa ulang selama 2 3 tahun.
oSetiap minggu pada triwulan pertama
oSetiap bulan pada 6 bulan berikutnya
oSetiap 2 bulan pada tahun berikutnya

c. Pada saat periksa ulang penting diperhatikan


o Gejala klinik : perdarahan, keadaan umum
o Pemeriksaan dalam dan ispekulo tentang keadaan serviks
o Reaksi biologis atau imunologis air seni
o 1 x seminggu sampai hasil negative
o 1 x 2 minggu selama trimester selanjutnya
o 1 x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1 x 3 bulan selama tahun berikutnya
kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan-keganasan dapat
timbul setelah 3 tahun, 1 tahun, 24 minggu, 12 minggu maupun 6 minggu.
3. Sitostika Profiaksis pada Mola Hydatidosa
Pemberian Methotraxate (MTX), bila
o Pengamatan lanjutan sukar dilakukan
o minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan tetap (+) pada high risk mola

Penatalaksanaan
1. Kuretase isap (suction curettage)
Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih
adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap. Dua sampai empat unit darah harus
tersedia karena evakuasi dapat disertai dengan kehilangan darah yang banyak.setelah
evakuasi awal, kontraksi uterus dirangsang dengan oksitosin intravena untuk mengurangi
kehilangan darah.jaringan-jaringan sisa dibersikan dengan kuretase tajam.spesimennya
dikirim secara terpisah ke laboratorium patologi.
2. Histerektomi abdominal
Pada mola ini merupakan suatu alternatif lain bagi pasien yang tidak lagi
menginginkan kehamilan di kemudian hari.Histerektomi menyingkirkan kemungkinan
berfungsinya sel-sel trofoblastik yang tertinggal di dalam uterus setelah kuretase isap dan
mengurai resiko penyakit trofoblastik residual sampai 3-5%.keputusan mengenai salpingoooforektomi adalah tersendiri.setelah pengeluaran mola dan pengurangan stimulas chorionic
gonadotropin,kista teka-lutein ovarium mengalami regresi secara spontan. Pengangkatan
dengan pembedahan hanya diperlukan bila ada kaitan dengan torsi atau perdarahan.

3. Program lanjut
Setelah evakuasi suatu kehamilan mola pasien diamati dengan seksama terhadap
serangkaian titer chorionic gonadotropin (HCG), menggunakan radioimmunoassay untuk
submit beta, setiap satu atau dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara sempurna
diperkirakan terjadi dalam 9-15 minggu setelah pengosongan uterus. Pasien disarankan untuk
menghindari kehamilan sampai titer chorionic gonadotropin negative selama satu tahun.
Biasanya diberikan kontrasepsi oral estrogen-progestin. Pelvis diperiksa secara berkala untuk
menilai ukuran uterus, adneksa untuk kista teka-lutein, dan traktus genitalis bagian bawah
untuk metastase.
Apabila 2 titer chorionic gonadotropin yang berurutan stabil (plateu) atau meningkat atau
apabila tampak adanya metastase, pasien harus dievaluasi terhadap keganasan neoplasia
tropoblastik gestasional dan kemoterapi. Hamper 15-20% pasien dengan Mola Hidatidosa
berkembang gejala keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini hamper 80%
menderita penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan yang 20% menderita metastase
keluar batas uterus, paling sering ke paru-paru atau vagina. Selain titer chorionic
gonadotropin yang persisten atau meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik
gestasional meliputi perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan intra abdominal dan
lesi perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau ogan-organ lainnya.

2.8 Komplikasi
1. Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.
2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia.
3. Infeksi sekunder.
4. Perforasi karena kegananasan dan karena tindakan.
5. Menjadi ganas (PTG) kira-kira 18%-20%, kasus akan menjadi mola destruens atau
koriokarsinoma.

BAB III
KASUS
Seorang ibu umur 36 tahun, GI P2 002, 9rogest ke pelayanan kesehatan mengeluh keluar
flek-flek dari kemaluan disertai gelembung-gelembung sebesar kacang hijau sampai buah
anggur. Anamnesa menemukan telat haid 2 bulan yang lalu, dan mengalami mual muntah
yang lebih parah dari sebelumnya. Pemeriksaan tanda vital dan antropometri dalam batas
yang normal, HB 9 gram %, PPT +.
1. Apa yang saudara pikirkan mengenai kasus tersebut dan bagaimana tanda
gejalanya ? Jawab :
Yang kami pikirkan mengenai kasus diatas adalah seorang Ibu umur 36 tahun GI P2 002
dengan Mola hidatidosa. Hal ini karena apa yang dialami oleh ibu tersebut sesuai dengan
tanda dan gejala mola hidatidosa yaitu :
1. PPT + dengan kadar HCG yang lebi tinggi dari roges
2. Perdarahan disertai dengan keluar gelembung-gelembung seperti buah anggur
3. Mual muntah yang berlebihan
4. Tinggi fundus uteri lebih tinggi dari umur kehamilan
5. Sering diikuti dengan anemia
2. Apa penyebab terjadinya kasus tersebut dan roges resiko yang mungkin
mempengaruhi, dan bagaimana prosesnya ?

Jawab :
Faktor langsung penyebab mola hidatidosa ini hingga sekarang masih belum
diketahui secara pasti. Diperkirakan bahwa beberapa roges yang sering dikaitkan
sebagai penyebab hamil anggur ini diantaranya yaitu mutasi rogest (buruknya kualitas
sperma atau gangguan pada sel telur) yang mengakibatkan pada kehamilan dimana
janin akan mati dan tak berkembang, kekurangan vitamin A, darah tinggi, serta roges
gizi yang kurang baik. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga
berada dalam risiko tinggi. Seringkali ditemukan pada masyarakat dengan kondisi roges
ekonomi yang rendah, kekurangan gizi pada ibu hamil, ibu yang sering hamil,
gangguan peredaran darah dalam rahim dan kelainan rahim berhubungan dengan
peningkatan angka kejadian mola. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat,
dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola.

Proses terjadinya mola hidatidosa yaitu : Sebagian dari villi berubah menjadi
gelembung-gelembung berisi cairan jernih biasanya tidak ada janin, hanya pada
molapartialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau
sampai sebesar buah anggur, gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di
bawah mikroskop roges degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh
darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploid
dan roges pada semua kasus mola susunan sek chromatin adalah wanita. Pada mola
hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein. Kadang-kadang hanya pada satu
ovarium kadang pada keduanya.

Faktor risiko terdapat pada golongan sosiolekonomi rendah, usia di bawah 20 tahun
dan paritas tinggi.

3. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk menegakkan diagnose ?

Jawab :
Beberapa tindakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnose adalah :
1. Pemeriksaan sonde uterus (hanifa) : Sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke
dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar 360,
setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola.

2. Tes acorta sison dengan tang abortus, gelembung mols dapat dikeluarkan.
3. Peningkatan kadar -HCG darah atau urin : Kadar HCG normal adalah < 5
Miu/ml. Peningkatannya yaitu terjadi grafik peningkatan HCG paling sedikit empat
kali (hari 1, 7, 14 dan 21) atau peningkatanHCG secara bertahap selama dua minggu
(hari 7 dan 14) atau lebih lama. Nilai HCG bergantung pada individu masing-masing.
4. Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern)
5. Foto torake ada gembaran emboli udara
6. Pemeriksana T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
Pada kasus mola hidatidosa kadar HCG sangat tinggi, melebihi kadar HCG ibu
hamil yang normal, hal ini akan memicu peningkatan jumlah rogest tiroid. Pemeriksaan T3
dan T4 perlu untuk memantau kadar tiroid sehingga pada kasus mola hidatidosa sangat
penting dilakukan pemeriksaan tersebut sebagai deteksi dini terjadinya tirotoksikosis.

4. Bagaimana penanganan terhadap kasus tersebut bila saudara berada di BPM dan RS ?
Jawab :

Di BPM :
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga dan rencana
tindakan selanjutnya (inform consent).
2. Memasang roges RL dengan tetesan 20 tts/menit.
3. Merujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dengan prinsip
BAKSOKUDA:
-

Bidan

Alat

Keluarga

Obat

Uang

Darah

Di Rumah Sakit :
Melakukan kolaborasi dengan dr.SPOG untuk penanganan yaitu :
FASE PENGOSONGAN UTERUS
1. Perbaiki keadaan umum
2. Melakukan pemeriksaan lab lengkap, USG dan foto thorax
3. Kuretase dilakukan satu kali pada UK di bawah 20 minggu, dan dua kali pada
UK di atas 20 minggu.
4. Untuk memperbaiki konntraksi uterus pada saat kuretase berikan uterotonik (2040 unit oksitosin dalam 500 ml D5%).
5. Diambil rogeste PA yang dibagi menjadi dua sampel = PA 1 : jaringan dan
gelembung mola dan PA 2 : kerokan endometrium uterus
6. Histeroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan
cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga,
7. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus
dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi
FASE FOLLOW UP :
1. Pemeriksaan panggul : dikerjakan setiap 2-4 minggu sekali
2. Pemeriksaan laboratorium : mulai dari tes dengan kepekaan paling rendah yaitu
PPT, HCG slide test sampai pack test konfirmasi adanya PTG
Penilaian (untuk batas akhir) :
1. PPT (1500 4000 SI/L) harus rogeste pada minggu ke 4 atau HCG < 1000 Miu/ml
2. HCG slide test (800 SI/L) harus rogeste pada minggu ke 8 atau HCG serum < 500
Miu/ml
3. Test pack (50 SI/L) harus rogeste pada minggu ke 12 atau HCG serum N ( ELISA : 015 Miu/ml
4. Pemeriksaan thorax foto : Perlu dikerjakan sebelum pengosongan kavum uteri dan 4
minggu setelah evakuasi. Paru adalah tempat paling sering terkena metastase.
5. Kontrasepsi : sebaiknya diberikan preparat rogesterone selama 2 tahun untuk mencegah
mola berulang

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi
trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati
kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam
ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan
janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik)
dan parsial (inkomplet).
Kehamilan mola hidatidosa merupakan kelainan kehamilan yang banyak terjadi pada
multipara yang berumur 35-45 tahun.Mengingat banyaknya kasus mola hidatidosa pada
wanita umur 35-45 tahun sangat diperlukan suatu penanggulangan secara tepat dan cepat
dengan penanganan tingkat kegawatdaruratan obstetric. Observasi dini sangat diperlukan
untuk memberikan pertolongan penanganan pertama sehingga tidak memperburuk keadaan
pasien. Penerapan asuhan keperawatan sangat membantu dalam perawatan kehamilan mola
hidatidosa karena kehamilan ini memerlukan perawatan dan pengobatan secara kontinyu
sehingga keluarga perlu dilibatkan agar mampu memberikan perawatan secara
mandiri.Pendidikan kesehatan sangat diperlukan mengingat masih banyaknya wanita-wanita
khususnya yang berumur 35-45 tahun yang kurang mengerti tentang kehamilan mola
hidatidosa.

4.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah
1. Harus senantiasa menjaga kesehatan saat kehamilan dan periksa USG rutin.
2. Mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang.
3. Jangan kekurangan vitamin A.
4. Periksa kepada tenaga medis yang profesional jika terjadi tanda-tanda kehamilan
untuk memastikan hamil anggur atau hamil normal.

Anda mungkin juga menyukai

  • Anti
    Anti
    Dokumen1 halaman
    Anti
    Gita Dianingrum
    Belum ada peringkat
  • Indra Peraba
    Indra Peraba
    Dokumen21 halaman
    Indra Peraba
    Gita Dianingrum
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen14 halaman
    Bab I
    Gita Dianingrum
    Belum ada peringkat
  • Finish
    Finish
    Dokumen18 halaman
    Finish
    Gita Dianingrum
    Belum ada peringkat
  • Anti
    Anti
    Dokumen1 halaman
    Anti
    Gita Dianingrum
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ku
    Tugas Ku
    Dokumen43 halaman
    Tugas Ku
    Gita Dianingrum
    Belum ada peringkat
  • Nama Luvi
    Nama Luvi
    Dokumen43 halaman
    Nama Luvi
    GiRumII
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ku
    Tugas Ku
    Dokumen43 halaman
    Tugas Ku
    Gita Dianingrum
    Belum ada peringkat