Anda di halaman 1dari 4

ARTIKEL STOP KORUPSI !

Kembali hari ini kita memperingati Hari Anti Korupsi Internasional. Korupsi
telah menjadi permasalahan diseluruh dunia. Jadi bukan Indonesia saja
yang menderita penyakit akut ini. Berdasarkan rilis Lembaga Transparency
International tentang Indeks Korupsi Dunia 2014 pada 3 Desember lalu,
dari semua negara didunia, sepertiganya memiliki skor di bawah 50 (Skala
0 berarti paling korup dan 100 berarti paling bersih). Denmark dinyatakan
sebagai negara yang paling bersih dari korupsi dengan skor 92.
Berikutnya Selandia Baru dengan skor 91, Finlandia 89, dan Swedia 87. Di
wilayah Asia, Singapura menjadi negara yang paling bersih dengan skor
84 dan menempati posisi ke-7. Sementara Negeri Samurai Jepang di
peringkat 15 dengan skor 76. Bagaimana dengan Indonesia? Kita
menduduki peringkat 107 sebagai negara paling bersih dengan skor 34.
Angka ini lebih baik dari tahun 2012 dan 2013 dengan skor 32. Paling
tidak korupsi dan praktik sejenisnya berkurang sedikit di Bumi Ibu Pertiwi.
Kiranya Kabinet Kerja Jokowi-JK dapat melakukan terobosanterobosan cerdas untuk melakukan pencegahan korupsi APBN
maupun APBD, minimal mampu menata birokrasi dan penggunaan
anggaran yang transparan dan celah-celah kebocoran dapat
ditutup.
Setiap Hari Anti Korupsi
Pada momentum hari anti korupsi, biasanya berbagai event
diselenggarakan untuk mengingatkan sekaligus menyadarkan
kita semua untuk memupuk sikap anti korupsi dan memahami
betapa berbahayanya korupsi. Berbagai spanduk Berani Jujur
Hebat!!! akan bertebaran dimana-mana, mulai dari instansi
pemerintah pusat sampai daerah, bahkan kelurahan dan desadesa. Begitupula dengan lembaga-lembaga penegak hukum juga
memiliki semangat yang sama bahkan harusnya lebih, dan tentu mereka
sebenarnya harus bersih terlebih dahulu dari perilaku korup jika ingin
memberantas korupsi.

Semangat anti korupsi ini seharusnya tidak hanya menjadi


momentum sesaat tetapi setiap hari. Jangan sampai hari ini
meminta bawahan pasang sepanduk anti korupsi didepan kantor
Kementerian, Gubernur, Bupati/Walikota, besoknya atau bulan
depan sudah jadi tersangka/terdakwa korupsi. Begitu pula
dengan Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan TIPIKOR, termasuk KPK

sendiri harus betul-betul menjaga integritasnya agar dapat


dipercaya masyarakat. Tertangkapnya oknum-oknum aparat
penegak hukum dalam kasus korupsi selama ini harus menjadi
pelajaran bagi para penegak hukum untuk tidak coba-coba
korupsi dengan berbagai modus, seperti menerima suap, jual beli
perkara, terlibat mafia peradilan, dan lain-lain. Anda adalah
penegak hukum dan bukan pelanggar hukum. Sudah cukup kasus
korupsi mantan Ketua MK menjadi contoh buruk yang mencoreng
penegakan hukum di Indonesia.

Dimulai Dengan Budaya Anti Suap


Pada level nasional selama tahun 2014 berdasarkan data di
website KPK (update 31 Oktober), tahap penyelidikan ada 73
perkara, penyidikan 49 perkara, penuntutan 37 perkara, inkracht
34 perkara dan eksekusi 40 Perkara. Kasus korupsi yang dominan
dari data tersebut adalah tindak pidana penyuapan, yakni ada 16
perkara. Kasus suap menyuap tidak hanya terbanyak di tahun ini,
namun sejak 4 tahun lalu. Tahun 2010 ada 19 perkara, 2011 ada
25 perkara, 2012 ada 34 perkara dan 2013 yang tertinggi yakni
50 perkara. Data ini menunjukkan bahwa praktik suap menyuap
menjadi perilaku korup yang banyak terjadi. Suap menyuap dapat
terjadi karena banyak hal, seperti penyebab korupsi yaitu untuk
memenangkan proyek/lelang, agar terpilih sebagai anggota/ketua
dilembaga tertentu, mendapatkan jabatan yang lebih tinggi, dan
lain-lain. Praktik seperti ini sebenarnya juga terjadi disekitar kita dengan
adapun pada skala yang lebih kecil dan terminologi yang lain,
seperti uang rokok, uang terima kasih, uang damai, uang pelicin,
uang koordinasi, dan lain-lain yang itu lumrah dilakukan.
Tujuannya macam-macam, agar cepat selesai urusan, cepat jadi
dokumennya, tidak perlu ditilang kendaraannya, tidak perlu
diproses saat TI-nya dirazia, dan lain-lain. Namun disisi yang lain,
adapula kebiasaan sebagian masyarakat kita yang tetap memberi uang
kepada petugas meskipun jelas tertulis biaya gratis. Sementara petugas
pun mengatakan dengan malu-malu, seiklasnya saja atau bahkan
memasang tarif dengan alasan ini dan itu. Akibatnya sistem transparan
yang coba dibangun pun gagal total. Pada kondisi ini, menurut saya
institusi dengan budaya kerja transparan dan anti korupsi, petugas harus
berani untuk tidak menerima dan menegaskan kembali bahwa tidak
dipungut biaya serupiah pun. Sikap ini penting untuk menjaga integritas
institusi dan pegawainya dari atas sampai bawah, sekaligus menjaga
kepercayaan publik. Budaya kerja seperti ini dapat tercipta jika mental

pegawainya jujur, sistem birokrasi yang transparan, audit yang maksimal


dan kesejahteraan yang terpenuhi. Jika belum, pungli kecil-kecilan dan
besar-besaran akan terus terjadi disini, disana dan dimana-mana.

Korupsi Babel
Data KPK tentang pengaduan masyarakat berdasarkan wilayah,
sejak tahun 2006-2013 setidaknya ada 311 laporan pengaduan
dugaan tindak pidana korupsi dari Bangka Belitung. Namun pada
data penanganan kasus korupsi berdasarkan wilayah, Kepulauan
Bangka Belitung tidak muncul. Artinya KPK belum ada menangani
langsung kasus di provinsi ini. Bagaimana nasib pengaduan tadi?
Bisa jadi berdasarkan verifikasi KPK bukan merupakan tindak
pidana korupsi. Pada tahun 2014 total ada 7.692 pengaduan dan
hasil verifikasi hanya 3.803 yang terindikasi Tipikor. Kemungkinan
lainnya tidak semua Tipikor harus diperiksa langsung oleh KPK yang
memang memiliki kewenangan/syarat khusus terkait Tipikor yang harus
ditanganinya. Kemudian didaerah-daerah juga sudah ada Pengadilan
TIPIKOR dan ada Polri dan Kejaksaan yang berwenang menangani kasus
korupsi. KPK juga memiliki fungsi supervisi dan koordinasi dengan kedua
lembaga tersebut untuk bersama-sama memberantas korupsi. Harapan
kita tentunya korupsi di Babel belum parah dengan indikator
sederhana KPK yang belum turun gunung ke Negeri Serumpun
Sebalai. Namun jika pun ada perkara korupsi besar dengan
tingkat kerugian negara yang besar serta lambannya proses
hukum disini, tentu saja masyarakat Bangka Belitung membuka
lebar-lebar pintunya untuk KPK segera masuk.

Sudah 14 tahun provinsi ini berdiri dan sudah banyak berbagai


kasus korupsi yang diputus Pengadilan. Pelakunya beragam, dari
unsur pemerintahan, legislatif, swasta, dunia pendidikan, dan
lain-lain. Berdasarkan daftar perkara Tipikor di Website Pengadilan
Negeri Pangkalpinang (update 4 Desember 2014) dari tahun 2013-2014
ada 56 perkara Tipikor yang sudah diperiksa dengan berbagai status
mulai dari putusan dan proses kasasi. Kemudian saat ini ada 77
narapidana korupsi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II
Pangkalpinang (Bangkapos 8 Oktober 2014). Dominannya kasus
korupsi di provinsi ini menuntut upaya-upaya represif maupun
preventif.

Penggunaan anggaran misalnya harus dari awal terencana


dengan
baik,
termasuk
saat
pelaksanaan
dan
pertanggungjawabannya. Proses lelang harus transparan dan
spesifikasi barang sesuai yang ditentukan. Begitupula dengan
penyaluran dana-dana hibah dan bantuan sosial juga harus dilakukan
seleksi ketat terhadap penerimanya. Apabila bermasalah untuk berikutnya
jangan diberikan lagi.

Upaya pencegahan tentu harus menjadi prioritas yang dimulai


sejak dini, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, perguruan
tinggi, pemerintah, swasta dan masyarakat. Budaya hidup jujur
dan sederhana menjadi kunci awal untuk mencegah berbagai
praktik-praktik korup. Anda yang sudah korupsi dan divonis
kiranya menyadari kesalahan dan tidak mengulanginya lagi. Dan
anda yang baru mau, coba-coba atau sedang akan korupsi, saran
saya berhentilah dan jangan lakukan karena ketika anda menjadi
narapidana koruptor, tidak hanya karir dan nama baik anda,
tetapi tetapi juga anak, istri dan keluarga besar akan
menanggung stigma negatif yang sulit hilang di mata publik. Mari
Stop Korupsi!!!

Anda mungkin juga menyukai