KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pembelajaran IPA
1. Hakikat IPA
IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam dari segi istilah dapat diartikan sebagai ilmu yang
berisi pengetahuan alam. Ilmu artinya pengetahuan yang benar, yaitu bersifat rasional dan
obyektif. Pengetahuan alam adalah pengetahuan yang berisi tentang alam semesta dan segala
isinya. Jadi, menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 3) IPA adalah
pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dan segala isinya. IPA biasanya
disebut dengan kata sains yang berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah
dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Penggunaan
kata sains sebagai IPA berbeda dengan pengertian sosial science, educational science,
political science, dan penggunaan kata science yang lainnya. Patta Bundu (2006: 9)
menjelaskan secara tegas bahwa yang dimaksud kata sains dalam kurikulum pendidikan di
Indonesia adalah IPA itu sendiri. Ruang lingkup sains tersebut adalah sains (tingkat SD),
sains Biologi, Sains Kimia, Sains Bumi dan Antariksa (tingkat sekolah menengah). IPA
memiliki arti yang sempit jika diidentifikasi hanya dari segi istilah saja, seperti halnya
pengertian IPA yang telah diuraikan di atas. Dari segi istilah, IPA hanya diartikan sebagai
kumpulan pengetahuan tentang alam saja.
Padahal menurut beberapa pendapat dari tokoh IPA (Sains), pengertian IPA jauh lebih
besar dari sekedar kumpulan pengetahuan. Menurut Nash dalam Hendro Darmodjo dan Jenny
R. E. Kaligis (1992: 3) IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara atau
metode tersebut harus bersifat analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara
fenomena dengan fenomena yang lain. Metode tersebut dapat membentuk suatu perspektif
yang baru tentang objek yang diamatinya itu. Metode tersebut adalah metode berpikir ilmiah.
Vessel dalam Patta Bundu (2006: 9) mengartikan IPA sebagai suatu hal atau apa yang
dikerjakan para ahli sains (Scientis). Vessel dalam Patta Bundu (2006: 9) mengemukakan
science is an intellectual search involving inquiry, rational through, and generalization.
Hal yang dikerjakan oleh saintis disebut sebagai proses sains, sedangkan hasilnya yang
berupa fakta-fakta dan prinsip-prinsip disebut dengan produk sains.
Menurut Abruscato, Joseph dan Derosa, Donald A (2010: 6), Sains adalah:
Science is the name we give to group of process through which we can sistematically
gather information about the natural world. Science is also the knowledge gathered
through the use of such process. Finally, science is characterized by those values and
attitudes processed by people who use scientific process to gather knowledge.
Pengertian
sains menurut uraian di atas adalah (1) sains adalah sejumlah proses
kegiatan mengumpulkan informasi secara sistematik tentang dunia sekitar, (2) sains adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan tertentu, (3) sains dicirikan oleh nilai-nilai dan
sikap para ilmuwan menggunakan proses ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Dengan
kata lain, sains adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh
pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut (sikap ilmiah).
Menurut Patta Bundu (2006: 11) sains secara garis besar atau pada hakikatnya IPA
memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah. Proses ilmiah
adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilaksanakan dalam rangka menemukan produk ilmiah.
Proses ilmiah meliputi mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang, dan
melaksanakan eksperimen. Produk ilmiah meliputi prinsip, konsep, hukum, dan teori. Produk
ilmiah berupa pengetahuan-pengetahuan alam yang telah ditemukan dan diuji secara ilmiah.
Sikap ilmiah merupakan keyakinan akan nilai yang harus dipertahankan ketika mencari atau
mengembangkan pengetahuan baru. Sikap ilmiah meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan
jujur.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA menurut hakikatnya adalah suatu
cara untuk memperoleh pengetahuan baru yang berupa produk ilmiah dan sikap ilmiah
melalui suatu kegiatan yang disebut proses ilmiah. Siapapun yang akan mempelajari IPA
haruslah melakukan suatu kegiatan yang disebut sebagai proses ilmiah. Seseorang dapat
menemukan pengetahuan baru dan menanamkan sikap yang ada dalam dirinya melalui proses
ilmiah tersebut.
2. Pembelajaran IPA SD
Menurut Polo dan Marten dalam Srini M. Iskandar (1997: 15) IPA untuk anak-anak
didefinisikan mengamati apa yang terjadi, mencoba memahami apa yang diamati,
menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan menguji
ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar.
Jadi, IPA berguna untuk menuntun anak berpikir secara ilmiah dari kejadian-kejadian alam
yang terjadi di sekitarnya,
IPA adalah pelajaran yang penting karena ilmunya dapat diterapkan secara langsung
dalam masyarakat. Menurut Srini M. Iskandar (1997: 15) IPA perlu diajarkan bagi anak-anak
sesuai dengan struktur kognitif anak. Pembelajaran IPA di SD diharapkan dapat melatih
keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa, maka hendaknya dimodifikasi sesuai dengan
tahap perkembangan kognitif SD.
Selain itu, Srini M. Iskandar (1997: 16) menyampaikan beberapa alasan pentingnya
mata pelajaran IPA yaitu, IPA berguna bagi kehidupan atau pekerjaan anak dikemudian hari,
bagian kebudayaan bangsa, melatih anak berpikir kritis, dan mempunyai nilai-nilai
pendidikan yaitu mempunyai potensi dapat membentuk pribadi anak secara keseluruhan.
Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 6) tujuan pengajaran IPA bagi
Sekolah Dasar adalah memahami alam sekitar, memiliki keterampilan untuk mendapatkan
ilmu (keterampilan proses) dan metode ilmiah, memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal
alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, dan memiliki bekal
pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Pembelajaran IPA yang dilaksanakan bagi siswa SD harus memenuhi hakikat IPA.
Hakikat IPA memiliki tiga komponen, yaitu sains sebagai produk, sains sebagai proses, dan
sains sebagai sikap ilmiah (Patta Bundu, 2006: 11). Jadi, pembelajaran IPA harus melingkupi
hakikat IPA yang memiliki tiga komponen tersebut.
meliputi
menghitung
keterampilan
(kuantifikasi),
mengamati
meramalkan
(observasi),
(prediksi),
menggolongkan
menyimpulkan
(klasifikasi),
(inferensi),
dan
mengkomunikasikan (komunikasi).
Penguasaan sikap ilmiah atau sikap sains merujuk pada sejauh mana siswa mengalami
perubahan dalam sikap dan sistem nilai dalam proses keilmuwan. Sikap ilmiah sangat penting
dimiliki pada semua tingkatan pendidikan. Sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai
kenyataan (fakta dan data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis dan hati-hati, tekun,
ulet, tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap lingkungan
sekitar, bekerja sama dengan orang lain.
3. Penilaian Hasil Belajar IPA
Menurut Nana Sudjana (2009: 2) kegiatan penilaian adalah suatu tindakan atau kegiatan
untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh
siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh
pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar). Inti penilaian adalah proses memberikan
atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Penilaian
hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa
dengan kriteria tertentu.
Penilaian memiliki fungsi dalam pembelajaran IPA. Menurut Srini M. Iskandar (1997:
92) ditinjau dari fungsinya penilaian dapat dibagi menjadi empat, yakni:
1. sebagai alat untuk merencanakan, pedoman, dan memperkaya pembelajaran IPA di
kelas,
2. sebagai alat komunikasi dengan murid-murid, administrator dan orang tua murid
tentang pentingnya IPA,
3. sebagai alat untuk memonitor hasil belajar IPA dan perbaikan pembelajaran, dan
4. sebagai alat untuk memperbaiki kurikulum dan pengajaran IPA.
Hasil belajar IPA terdiri atas tiga dimensi, yaitu dimensi produk, dimensi proses, dan
dimensi sikap. Untuk mengetahui tingkat penguasaan ketiga dimensi hasil belajar tersebut
maka dibutuhkan penilaian pada ketiganya.
Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 125) hasil belajar IPA dapat
diukur dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif mengukur hasil belajar
dari dimensi produk sains. Ranah psikomotor mengukur hasil belajar dimensi proses sains.
Ranah afektif mengukur hasil belajar dimensi sikap.
C. Tujuan Pembelajaran IPA
Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 6), tujuan pembelajaran
IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut:
1) Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta
konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya;
2) Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa
keterampilan proses atau metode ilmiah yang sederhana;
3) Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah
yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran penciptanya;
4) Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
demikian
pembelajaran
IPA di Sekolah
dan
keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat
perkembangan usia
Berdasarkan uraian di atas, siswa kelas IV Sekolah Dasar termasuk berada pada tahap
operasional konkret dalam berpikir. Anak pada masa operasional konkret sudah mulai
menggunakan operasi mentalnya untuk memecahkan masalah-masalah yang aktual. Anak
mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat
konkret. Kemampuan berpikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti
mengingat, memahami, dan memecahkan masalah.
Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116) membagi masa anak-anak di Sekolah Dasar menjadi
dua fase yaitu masa anak kelas rendah (kelas I sampai dengan kelas 3), dan masa anak kelas
tinggi (kelas 4 sampai dengan kelas 6). Masa anak kelas rendah berlangsung antara usia 7-9
tahun, sedangkan masa anak kelas tinggi berlangsung antara usia 9-12 tahun. Kelas IV
Sekolah Dasar tergolong pada masa anak kelas tinggi. Anak kelas tinggi Sekolah Dasar
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Perhatian tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari.
2) Ingin tahu, ingin belajar, dan berpikir realitas.
3) Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.
4) Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di
sekolah.
5) Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau
dengan