Anda di halaman 1dari 9

PEDAGOGIK

Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang
studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan
dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-
kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan
(2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan,
yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru
antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
 Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.

 Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran


memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran;
menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai,
dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

 Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan
melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

 Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan
melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai
metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar
(mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum.

 Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial:
memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik
untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum;
bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai
dengan norma.

 Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai
pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.

 Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan
peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

 Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap
peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.

 Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius
(iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini
memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial:
berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.

 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.

 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.

4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta
penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial
sebagai berikut:

 Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami
materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang
menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan
menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

 Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian
dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh
sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik
disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran
yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta
tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara
berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun
Naim, 2009:60).

PENDEKATAN ANDRAGOGI DALAM DIKLAT


A. Pendahuluan
Pendidikan dan pelatihan akan efektif dan efisien apabila dilaksanakan dengan pendidikan yang integral,
dengan proses yang dimulai dari analisis kebutuhan diklat sampai evaluasi dan tindak lanjut. Sementara keberhasilan
pelaksanaan diklat sangat ditentukan oleh beberapa unsur, seperti seperti: peserta diklat, Widyaiswara, kurikulum dan
metode, media, penyelenggara maupun pengelola diklat.
Dalam pelaksanaan Diklat, peranan pengelola diklat (management of training) merupakan unsur dominan
disamping unsur lainnya. Karena dalam penyelenggaraan kegiatan Diklatyang menjadi peserta diklat adalah orang dewasa
yang telah memiliki karakteristik sendiri, maka para pengelola diklat perlu memiliki kompetensi dalam hal konsep dasar,
agar dapat menerapkan pola pendidikan bernuansa pendidikan bagi orang dewasa dalam pelaksanaan diklat.
Untuk itu dalam makalah kami ini, kami berusaha menyampaikan konsep dasar Andragogi,asumsi dasar,
prinsip-prinsip, karakteristik dan suasana belajar serta implikasinya dalam penyelenggaraan diklat untuk pemahaman kita
bersama.
B. Pembahasan
1. Konsep Dasar
a. Pengertian
Andragogi adalah proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur
pengalaman belajar. Istilah ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, di
tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teoripendidikan orang dewasa oleh pendidikAmerika Serikat,
Malcolm Knowles (24 April1913 -- 27 November 1997).
Andragogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Andre yang berarti “orang dewasa” dan “agagos” yang
berarti membimbing. Jadi Andragogi adalah ilmu atau seni dalam membantu orang dewasa belajar, yang berarti
mengarahkan orang dewasa.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembelajaran orang dewasa, kiranya diperlukan suatu
kesamaan persepsi tentang defenisi orang dewasa, yaitu dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut:
Ø Defenisi Biologis. Seseorang menjadi dewasa secara biologis jika orang tersebut telah mencapai usia dimana ia
dapat melakukan reproduksi, pada umumnya terjadi pada awal masa remaja.
Ø Defenisi Hukum. Seseorang menjadi dewasa secara hukum jika orang tersebut telah mencapai usia dimana
undang-undang menyatakan ia dapat memiliki hak suara dalam Pemilu.
Ø Defenisi Sosial. Seseorang menjadi dewasa secara sosial jika orang tersebut telah mulai melaksanakan peran-
peran orang dewasa, seperti peran kerja, peran pasangan suami isteri, peran orang tua, peran sebagai warga
negara dll.
Ø Defenisi Psikologi. Seseorang menjadi dewasa secara prikologi jika orang tersebut telah memiliki konsep diri
yang bertanggungjawab terhadap kehidupannya, yaitu konsep untuk mengatur dirinya sendiri (self directing),
seperti mengambil keputusan sendiri.
Orang dewasa yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah menyangkut defenisi orang dewasa secara sosial dan
psikologi.
b. Asumsi Dasar
Berbicara tentang asumsi dasar pendidikan bagi dewasa meliputi aspek-aspek konsep diri orang
dewasa, pengalaman orang dewasa, kesiapan belajar serta orientasi waktu dan arah belajar. Berikut ini diuraikan
hal-hal tersebut di atas sebagai berikut:
1) Konsep diri orang dewasa
Yang dimaksud dengan konsep diri adalah keyakinan diri atau anutan diri. Lebih lanjut dikatakan bahwa konsep
diri menurut William D. Brook adalah seluruh persepsi tentang saya berhubungan dengan perasaan, keyakinan,
nilai diri yang mencakup kemampuan, kelebihan dan kekurangan yang merupakan titik sentral dari kesadaran
perilaku seseorang.
2) Pengalaman
Dalam hidupnya orang dewasa mempunyai banyak pengalaman yang sangat beraneka. Pada masa kanak-kanak
pengalaman merupakan hal yang baru sehingga dalam proses belajar orang dewasa pengalaman dianggap
sebagai sumber belajar yang sangat kaya.
3) Kesiapan Belajar
Kesiapan belajar bagi orang dewasa adalah berorientasi pada tugas dan pekerjaannya bukan pada pengetahuan
semata. Kesiapan belajar adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu belajar secara optimal dengan hasil
belajar yang optimal.
4) Orientasi waktu dan arah belajar
Pelatihan dalam pendekatan andragogi lebih menitik beratkan pada proses pemecahan masalah ketimbang
proses pemberian mata pelajaran.
2 Perbedaan Andragogi dan Paedagogi
Istilah paedagogi berasal dari bahasa yunani yaitu paid berarti “anak’ dan agagos yang berarti ‘memimpin’.
Jadi, Paedagogi adalah suatu ilmu atau seni mengajar anak-anak. Pengertian secara khusus sebagai "suatu ilmu dan seni
mengajar kanak-kanak" dan paedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni mengajar".
Untuk memahami perbedaan antara pengertian paedagogi dengan pengertian andragogi yang telah
dikemukakan, harus dilihat terlebih dahulu empat perbedaan mendasar, yaitu :
a. Citra Diri
Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Pada saat anak itu menjadi dewasa,
ia menjadi kian sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Perubahan dari citra
ketergantungan kepada orang lain menjadi citra mandiri. Hal ini disebut sebagai pencapaian tingkat kematangan
psikologis atau tahap masa dewasa. Dengan demikian, orang yang telah mencapai masa dewasa akan berkecil hati
apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Dalam masa dewasa ini, seseorang telah memiliki kemauan untuk
mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru
berkembang sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Implikasi dari keadaan
tersebut adalah dalam hal hubungan antara guru dan murid. Pada proses andragogi, hubungan itu bersifat timbal
balik dan saling membantu. Pada proses paedagogi, hubungan itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat
mengarah.
b. Pengalaman
Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak pengalaman yang sangat beraneka. Pada anak-anak,
pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali. Anak-anak memang mengalami banyak hal, namun belum
berlangsung sedemikian sering. Dalam pendekatan proses andragogi, pengalaman orang dewasa justru dianggap
sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Dalam pendekatan proses paedagogi, pengalaman itu justru dialihkan dari
pihak guru ke pihak murid. Sebagian besar proses belajar dalam pendekatan paedagogi, karena itu, dilaksanakan
dengan cara-cara komunikasi satu arah, seperti ; ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya.
Pada proses andragogi, cara-cara yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok, simulasi, permainan peran dan
lain-lain. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik dapat didayagunakan sebagai sumber
belajar.
c. Kesiapan Belajar
Perbedaan ketiga antara paedagogi dan andragogi adalah dalam hal pemilihan isi pelajaran. Dalam
pendekatan paedagogi, gurulah yang memutuskan isi pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses
pemilihannya, serta kapan waktu hal tersebut akan diajarkan. Dalam pendekatan andragogi, peserta didiklah yang
memutuskan apa yang akan dipelajarinya berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator.
d. Orientasi terhadap belajar
Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik untuk masa depan. Dalam pendekatan
andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata
pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada
masa kini. Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja
diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan pengembangan
berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan "dimana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi",
itulah pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti
"memecahkan masalah hari ini", sedangkan pada pendekatan pedagogi, belajar itu justru merupakan proses
pengumpulan informasi yang sedang dipelajari yang akan digunakan suatu waktu kelak.
DR. Prasetya Irawan dalam bukunya Pengembangan Sumber daya manusia mengemukakan beberapa hal
yang membedakan antara pendidikan tipe andragogi dengan pendidikan tipe Paedagogi sebagai berikut:
FAKTOR PEMBEDA ANAK-ANAK DEWASA
Tingkat kemandirian Sangat tergantung Tidak tergantung
kepada orang lain Kepada orang lain
Pengalaman Hidup Tak banyak berperan dlm Sangat penting sebagai sumber
proses belajar belajar
Kesiapan untuk belajar Tergantung pada guru Tergantung kepada
dan kurikulum Kebutuhan riil pekerjaan
Sehari-hari
Orientasi Belajar Berorientasi pada Berorientasi pada skill yang harus
materi belajar dikuasai
Pemanfaatan hasil Mungkin kelak berguna Hasrus bisa segera
belajar mungkin tidak Dimanfaatkan dalam
pekerjaan
Motivasi belajar Ditimbulkan faktor luar Timbul dari dalam diri
sendiri
Iklim Belajar Cenderung kaku dan Cenderung santai tapi
formal Saling menghormati
Proses Perencanaan Dilakukan oleh guru saja Dilakukan oleh Fasilitator
program Belajar dan peserta diklat
Perumusan Tujuan Selalu dilakukan oleh Seringkali oleh ditentu-
Belajar guru kan fasilitator bersama
peserta Diklat
Analisis kebutuhan Selalu dilakukan oleh Peserta diklat aktif
Belajar guru menganalisis kebutuhan
belajar mereka sendiri
Sifat Materi Pelajaran Teoritis dan disusun Teoritis, praktis dan
Secara linier fleksibel sesuai dengan
kebutuhan
Evaluasi belajar Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh Fasilitator
dan Peserta Diklat
3. Prinsip-prinsip Belajar Orang Dewasa
Beberapa hal yang dapat mempengauhi dan mendukung kemudahan dalam proses belajar sehingga
mencapai hasil belajar yang diinginkan disebut prinsip-prinsip belajar. Adapun prinsip-prinsip belajar orang dewasa
adalah sebagai berikut:
a. Readiness (kesiapan untuk belajar)
Peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang baik, apabila sebelumnya pengajar menyiapkan kondisi peserta
didik baik secara fisik maupun mental. Penyampaian kondisi fisik dapat terwujud dengan penyediaan ruangan
dan sarana yang sesuai dengan tujuan pelatihan. Sedangkan penyiapan secara mental dapat terciptakan dengan
berbagai cara yang dimaksudkan agar peserta merasa tertarik untuk belajar, merasa senang, tidak malu, tidak
takut dan timbul semangat untuk belajar. Untuk itu maka perlu diberikan ice breaking sebelum masuk materi
yang sebenarnya.
b. Sequencing (tahapan belajar)
Seseorang akan lebih mudah belajar jika materi pelajaran diberikan setahap demi setahap satu bagian dari yang
mudah menuju ke yang sulit. Implikasinya dengan penyelenggaraan diklat adalah dalam penyusunan jadwal
mata diklat harus setahap demi setahap dan saling melengkapi satu dengan yang lain. Tahapan pembelajaran
tidak boleh bolak-balik sesuai dengan keinginan fasilitator.
c. Understanding (pengertian)
Seseorang peserta belajar dapat belajar dengan baik jika ia mengerti apa yang akan dipelajari, untuk apa ia
belajar dan kemampuan apa yang akan dimiliki setelah ia selesai mempelajari pelajaran tertentu. Berkaitan
dengan hal ini maka dalam awal pembelajaran perlu dijelaskan tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khususnya.
d. Participation (peran serta)
Belajar dapat terjadi melalui peran serta secara aktif dari orang yang belajar baik secara fisik maupun mental.
Oleh karena itu tata ruang diklat perlu disusun agar dapat memberikan keleluasaan peserta diklat berperan aktif
dalam proses pembelajaran. Seperti tempat duduk yang mudah dipindahkan, layout ruangan dalam bentuk
letter U dan lain sebagainya.
d. Feed back (umpan Balik)
Belajar akan lebih semangat jika peserta mengetahui hasil belajar yang telah mereka capai mungkin sudah
benar, belum benar atau salah ini semua harus mereka ketahui agar dapat memperbaiki. Feedback bagi orang
dewasa perlu diperhatikan dengan niat yang tulus dan tidak mempermalukan didepan umum. Contoh dengan
melalui latihan-latihan kemudian peserta diminta untuk mengomentari sendiri hasil yang telah diperoleh serta
dimintai saran bolehkah diberikan masukan dari pihak lain.
f. Reinforcement (pemantapan)
Pemanfaatan merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Pemanfaatan ini dapat dilakukan dengan
remedial maupun dengan pujian. Kesuksesan dalam belajar juga merupakan pemanfaatan sekaligus pendorong
untuk lebih berhasil dalam proses belajar berikutnya.
g. Motivasi belajar
Motivasi belajar akan timbul apabila terkait dengan kebutuhannya. Jika memperhatikan mengenai kebutuhan
maka dapat mengacu pada kebutuhan yang dimiliki manusia yang dikemukakan oleh maslow. Fasilitator perlu
mengkaitkannya dengan proses pembelajaran.
h. Persepsi
Belajar akan lebih efektif apabila terjadi usaha menghubungkan antara materi pelajaran dengan pengertian atau
pemahaman yang sudah dimiliki oleh peserta. Sebagai contoh untuk menjelaskan pentingnya tujuan
pembelajaran dalam proses pembelajaran maka widyaswara perlu menggali pesrta diklat tentang pentingnya
tujuan dalam artian umum, kemudian pentingnya tujuan hidup dalam suatu kehidupan, baru fasilitator
memproses dengan materi yang akan di sajikan yaitu tentang perlunya tujuan pembelajaran bagi seorang
instruktur.
i. Application (penerapan)
Belajar akan lebih mudah jika peserta melihat relevansinya dan dapat diterapkan pada situasi kerja. Aplikasi
merupakan salah satu hal yang harus terjadi dalam proses belajar setelah sebelumnya didahului dengan
pengertian dan pemahaman atas pengetahuan dasarnya. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran perlu
diciptakan metode pembelajaran yang lebih menitik beratkan pada penerapan-penerapan seperti metode
praktek, simulasi, main peran dan lain sebagainya.
j. Transfer of learning (Alih Belajar)
Melalui tahap aplikasi, dimungkinkan dapat sampai pada tahap generalisasi yaitu pemanfaatan atau
penggunaan hasil belajar untuk memudahkan belajar dalam keadaan lain.
4. Faktor yang mempengaruhi dan suasana belajar orang dewasa
Orang dewasa dalam belajar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologik dan
psikologik.seperti:
a. Titik dekat penglihatan yang mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia
b. Titik jauh penglihatan juga mengalami penurunan
c. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan
oleh menguningnya kornea atau lensa mata. Sehingga cahaya yang masuk agak tersaring. Akibatnya ialah
kurang dapat dibedakannya warna-warna kontras untuk alat peraga
d. Pendengaran atau kemampuan menerima suara juga agak berkurang. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam
hal ini daripada wanita
e. Pembedaan bunyi, atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang. Dengan demikian bicara
orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya.
Keadaan psikologis orang dewasa dalam situasi belajar pada garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Hal-hal yang menyangkut motivasi
b. Hal-hal yang menyangkut melupakan kebiasaan. Orang dewasa sering mempunyai kesulitan untukmemperbaiki
kesalahan yang sudah menjadi kebiasaan mereka
c. Hal-hal yang menyangkut daya ingat yang buruk
d. Persoalan menyangkut penolakan terhadap perubahan. Orang dewasa mempunyai kesulitan untuk menerima
gagasan, konsep, metode dan prinsip baru.
Mengingat faktor fisiologis dan psikologis orang dewasa maka perlu diciptakan suasana dalam proses
pembelajaran sebagai berikut:
a. Kumpulan manusia aktif
Orang dewasa buka manusia pasif yang hanya mampu menerima gagasan, nilai-nilai maupun jawaban dari orang
lain. Pada dasarnya adalah manusia kreatif yang mampu mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapinya
secara kreatif. Oleh karena itu orang dewasa akan belajar dengan aktif apabila menemukan jawaban dan
pemecahan masalah dalam mengembangkan gagasan dan teori-teori. Terkait dengan hal ini maka dalam proses
pembelajaran peserta perlu dilibatkan secara optimal,karena belajar bagi orang dewasa bukan hanya belajar
dengan fasilitator, namun antara peserta dengan peserta, antara peserta dengan panitia penyelenggara serta
belajar dari pengalaman-pengalaman orang lain.
b. Suasana hormat menghormati
Orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan lebih senang apabila diajak untuk
berfikir dari pada diberikan teori-teori yang diberikan pada mereka. Orang dewasa tidak senang disalahkan,
namun dihargai pendapat-pendapatnya.
c. Suasana harga menghargai
Belajar bagi orang dewasa subyektif dan unik, maka lepas benar atau salah segala pendapat, perasaan, pikiran,
gagasan, teori, sistem nilai perlu dihargai.
d. Suasana saling percaya
Perlu saling percaya dan mempercayai antara pengajar dan peserta dan perlu memiliki kepercayaan pada diri
sendiri. Suasana ini harus diciptakan dalam proses pembelajaran dengan difasilitasi oleh fasilitator .
e. Suasana tidak mengancam. Peserta diklat harus merasakan rasa aman dalam situasi belajarnya.
f. Situasi penemuan diri, dengan diberikan lebih banyak kesempatan untuk menemukan diri sendiri lewat bimbingan
fasilitator, kebutuhan pemecahan masalah, mengetahui kekuatan dan kelemahannya.
g. Suasana keterbukaan. Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain
h. Suasana membenarkan perbedaan. Dengan latar belakang pendidikan, kebudayaan dan pengalaman masa
lampau, peserta diklat dapat investasi berharga justru karena perbedaannya
i. Suasana untuk mengetahui hak berbuat salah. Kesalahan dan kekeliruan adalah hal wang wajar dalam belajar
j. Suasana membolehkan keraguan. Pemaksaan untuk menerima suatu teori sebagai yang paling tepat dan paling
benar akan dapat menghambat proses belajar
k. Evaluasi bersama dan evaluasi diri. Orang dewasa selalu ingin mengetahui kekuatan dan kepemahan dirinya,.
Untuk itu evaluasi bersama untuk seluruh anggota dirasakan berharga untuk bahan renungan.
5. Implikasi penerapan andragogi dalam pendidikan dan latihan

Fasilitator sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Fasilitator memasuki kelas dengan
bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang
dimiliki oleh peserta. Seorang fasilitator dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk
membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap fasilitator sangatlah penting. Seorang
fasilitator bukan merupakan "pemaksa" untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul
karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, fasilitator
hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.

Sikap seorang fasilitator mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam
kegiatan pembelajaran. Umumnya fasilitator yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada fasilitator yang
tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh fasilitator akan ditanggapi positif oleh peserta, pada
gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap
tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak
menyenangkan.

Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh fasilitator dalam proses interaksi belajar yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu :

1). Empaty

2) Kewajaran, yaitu bersikap jujur, apa adanya, terus terang dan membuka diri serta memberikan respon yang tulus

3) Respek, berpandangan positif terhadap peserta penuh kehangatan, penuh pengertian, tisak segan memberikan
penghargaan atas perasaan, pengalaman dan kemampuan peserta

4) Komitmen dan kehadiran, fasilitator terlibat penuh denga peserta dalam segala keadaan

5) Mengakui kehadiran orang lain, tidak meninjolkan diri, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengungkapkan diri, bergaul dengan peserta dan mengakui keberadaan mereka

6). Membuka diri, menerima orang lain tanpa ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri

7) Tidak menggurui, tidak menjadi ahli, tidak memutus bicara, tidak berdebat, tidak deskriminatif dan berpenampilan
simpatik

Anda mungkin juga menyukai