Anda di halaman 1dari 15

makalah kelompok pengelolaan

pengajaran
http://tipsdietseha.blogspot.sg/

PENGELOLAAN PENGAJARAN
PRINSIP APERSEPSI DALAM PEMBELAJARAN

Dosen: Basri , M.Ag

Disusun oleh kelompok16


Wahyu Mustofa Indah

: 1169361

Wahyuni Ningsismiati

: 1169371
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Semester IV
Kelas A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2011/2012

PENDAHULUAN
Latar belakang sosial anak penting untuk diketahui oleh guru.Sebab dengan
mengetahui darimana anak berasal, dapat membantu guru untuk memahami jiwa
anak.Pengalaman apa yang telah dimiliki anak adalah hal yang sangat membantu untuk
memancing perhatian anak. Anak biasanya senang membicarakan hal-hal yang menjadi
kesenangannya.
Dalam mengajar, pada saat yang tepat, guru dapat memanfaatkan hal-hal yang
menjadi kesenangan anak untuk diselipkan dalam melengkapi isi dari bahan pelajaran yang
disampaikan.Tentu saja pemanfaatannya tidak sembarangan, tetapi harus sesuai dengan
pelajaran.Pendekatan realisasi ini dirasakan keampuhannya untuk memudahkan pengertian
dan pemahaman anak didik terhadap bahan pelajaran yang disajikan.Anak mudah
menyerap bahan yang bersentuhan dengan apersepsinya.Bahan pelajaran yang belum
pernah didapatkan dan masih asing baginya, mudah diserap bila penjelasannya dikaitkan
dengan apersepsi anak.

PEMBAHASAN
PRINSIP APERSEPSI DALAM PEMBELAJARAN
A. Pengertian Apersepsi

Apersepsi (apperception) adalah suatu penafsiran buah pikiran, yaitu menyatupadukan


dan mengasimilasi suatu pengamatan dan pengalaman yang telah dimiliki.Apersepsi
sebagai salah satu fenomena psikis yang dialami individu tatkala ada suatu kesan baru yang
masuk dalam kesadaran serta berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki
dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas.Kesan yang lama disebut
sebagai bahan apersepsi.
Apersepsi sering disebut batu loncatan, maksudnya, sebelum pengajaran dimulai
untuk menyajikan bahan pengajaran baru, guru diharapkan dapat menghubungkan lebih
dahulu bahan pelajaran (pengajaran) sebelumnya/kemarin yang menurut guru telah dikuasai
peserta didik.Apersepsi ini dapat disajikan melalui pertanyaan untuk mengetahui apakah
peserta didik masih ingat/lupa, sudah dikuasai/belum, hasilnya untuk menjadi titik tolak

1.
2.
3.
4.

dalam memulai pengajaran yang baru.


Dalam hal ini guru dapat menempuh jalan pelajaran secara induktif, misalnya:
Dari contoh-contoh menuju kaidah-kaidah.
Dari hal-hal yang mudah kepada yang sulit.
Dari hal-hal yang khusus kepada yang umum.
Dari hal yang konkrit kepada hal-hal yang abstrak.1[1]
Proses pembelajaran akan lebih kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan jika
dimulai dengan apersepsi. Apersepsi merupakan kumpulan hasil pengalaman belajar masa
lalu peserta didik yang dikaitkan dengan pengalaman baru dalam belajar yang akan
ditempuh peserta didik. Pengalaman merupakan guru yang paling baik (experience is the
best teacher). Hamalik menyatakan, pengalaman-pengalaman merupakan integrasi dari tiga
unsur, yaitu:

a. Kesan-kesan terdahulu (sensory element).


b. Bayangan atau tanggapan terdahulu yang telah berasosiasi (image).
c. Senang dan tidak senang (affective).
Dan keseluruhan unsur-unsur pengalaman ini disebut perception, yang terdiri atas:
a. Objek yang diperhatikan.
b. Bahan-bahan yang telah diamati terdahulu.
1[1]Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Rienika Cipta : Jakarta, 2004, hal: 27

Jiwa manusia pada dasarnya merupakan kumpulan bahan-bahan apersepsi atau


pengalaman-pengalaman masa lampau.Bahan-bahan apersepsi ini tersimpan di ruangan
bawah sadar yang sewaktu-waktu muncul dalam kesadaran.2[2]
Pengajaran berdasarkan pengalaman melengkapi peserta didik dengan suatu alternative
pengalaman belajar salah satunya dengan menggunakan pendekatan kelas, pengarahan guru
misalnya metode ceramah. Strategi pengajaran ini menyediakan kesempatan kepada peserta
didik untuk melakukan kegiatan-kegiatan

belajar secara aktif dengan personalisasi.

Rumusan pengertian tersebut menunjukkan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman


memberi para peserta didik seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk
keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru.Cara ini mengarahkan
peserta didik ke dalam eksplorasi yang alami dan investigasi langsung ke dalam suatu
situasi pemecahan masalah/daerah mata ajaran tertentu.

B. Pelaksanaan Tehnik Pengajaran Berdasarkan Pengalaman


Prosedur untuk mempersiapkan pengalaman belajar sambil berbuat bagi peserta didik
adalah sebagai berikut:
1. Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka
(open minded) mengenai hasil yang potensial/ memiliki seperangkat hasil-hasil alternative
tertentu.
2. Guru memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan terhadap pengalaman.
3. Peserta didik dapat bekerja secara individual/bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil/keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman.
4. Para peserta didik ditempatkan di dalam situasi-situasi nyata pemecahan masalah, bukan
dalam situasi pengganti.

2[2][2]Hanafiah, Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, Refika Aditama :


Bandung, 2010, hal. 25

5. Peserta didik aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat keputusan
sendiri, dan menerima konsekuensi berdasarkan keputusan tersebut.
6. Keseluruhan kelas menyajikan pengalaman yang telah dipelajari sehubungan dengan mata
ajaran tersebut untuk memperluas belajar dan pemahaman guru melaksanakan pertemuan
yang membahas bermacam-macam pengalaman tersebut.3[3]
Pertemuan pembahasan terdiri dari 4 bagian, yakni review, analisis, distilasi, dan integrasi.
1. Review atau evaluasi awal terhadap peristiwa secara terperinci/mendetail.
Langkah pertama yang biasa dilakukan dalam melaksanakan suatu program pengajaran
ialah mengadakan evaluasi awal. Evaluasi awal/pretest dilakukakan sebelum pelajaran
diberikan. Tujuan atau fungsinya ialah untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik
mengenai pelajaran yang bersangkutan. Dengan mengetahui kemampuan awal peserta didik
ini, guru akan dapat menentukan cara penyampaian yang akan ditempuhnya nanti. Untuk
bahan-bahan yang telah dikuasai peserta didik, misalnya, guru tidak akan memberikan
penjelasan yang banyak lagi. Disamping itu, dengan adanya evaluasi awal, guru akan dapat
melihat hasil yang benar-benar dicapai melalui program yang dilaksanakannya, setelah
membandingkannya dengan hasil evaluasi akhir.
Soal-soal tes yang digunakan untuk evaluasi awal ada yang telah dikembangkan oleh guru
pada waktu merencanakan pengajaran.4[4]
2. Menganalisis aspek-aspek peristiwa. Guru harus membantu peserta didik mengidentifikasi
masalah sentral/isu yang berkaitan dengan peristiwa.
3. Mendistilasi prinsip-prinsip dan nilai premisis yang berkaitan dengan peristiwa.
4. Mengintegrasikan pengalaman baru ke dalam kerangka belajar peserta didik. Guru
menghubungkan pengalaman baru itu dengan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.
Dengan cara melaksanakan pertemuan, pembahasan tersebut mendefinisikan apa yang
terjadi, dan pembagian temuan merupakan karakteristik yang membedakannya dengan
strategi pembelajaran belajar pengalaman (experience learning).Belajar pengalaman

3[3]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara: Jakarta, 2001,


hal. 213
4[4] Ibrahim, et. all, Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta: Jakarta, 2010, hal.
130-131

terutama terpusat pada pemberian kepada peserta didik pengalaman-pengalaman belajar


yang bersifat terbuka dan peserta didik membimbing diri sendiri.5[5]
Penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman lainnya ialah bermain peran. Pada
umumnya kebanyakan peserta didik sekitar usia 9 tahun atau yang lebih tua, menyenangi
penggunaan strategi ini karena berkenaan dengan isu-isu social dan kesempatan komunikasi
interpersonal di dalam kelas. Di dalam bermain, peran guru menerima peran
noninterpersonal di dalam kelas. Peserta didik menerima karakter, perasaan, dan ide-ide
orang lain dalam suatu situasi yang khusus.
Ada beberapa keuntungan penggunaan pendekatan instruksional ini di dalam kelas,
yaitu pada waktu dilaksanakannya bermain peran, peserta didik dapat bertindak dan
mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi.Mereka
dapat pula mengurangi dan mendiskusikan isu-isu yang bersifat manusiawi dan dan pribadi
tanpa ada kecemasan. Bermain peran memungkinkan para peserta didik mengidentifikasi
situasi-situasi dunia nyata dengan ide-ide orang lain. Identifikasi tersebut mungkin cara
untuk mengubah perilaku dan sikap sebagaimana peserta didik menerima karakter orang
lain. Dengan cara ini, anak-anak dilengkapi dengan cara yang aman dan control untuk
meneliti dan mempertunjukkan masalah-masalah di antara kelompok/individu-individu.
Dalam rangka menyiapkan suatu situasi bermain peran di dalam kelas, guru mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan dan Instruksi
a) Guru memiliki situasi/dilemma bermain peran.
Situasi-situasi masalah yang dipilih harus menjadi Sosiodrama yang menitikberatkan
b)

pada jenis peran, masalah dan situasi familier, serta pentingnya bagi peserta didik.
Sebelum pelaksanaan bermain peran, peserta didik harus mengikuti latihan pemanasan,
latihan-latihan ini diikuti oleh semua peserta didik, baik sebagai partisipasi aktif maupun

sebagai para pengamat aktif.


c) Guru memberikan instruksi khusus kepada peserta bermain peran setelah memberikan
penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas. Penjelasan tersebut meliputi latar
5[5] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara: Jakarta, 2001,
hal. 214

belakang dan karakter-karakter dasar melalui tulisan atau penjelasan lisan. Para peserta
(pemeran) dipilih secara sukarela. Peserta didik diberi kebebasan untuk menggariskan suatu
peran. Apabila peserta didik telah pernah mengamati suatu situasi dalam kehidupan nyata
maka situasi tersebut dapat dijadikan sebagai situasi bermain peran. Peserta bersangkutan
d)

diberi kesempatan untuk menunjukkan tindakan/perbuatan ulang pengalaman.


Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta memberikan instruksiinstruksi yang bertalian dengan masing-masing peran kepada para audience. Para audience
diupayakan mengambil bagian secara aktif dalam bermain peran itu. Untuk itu kelas dibagi
dua kelompok, yakni kelompok pengamat dan kelompok spekulator, masing-masing

melaksanakan fungsinya.
Kelompok I bertindak sebagai pengamat yang bertugas mengamati:
1) Perasaan individu karakter,
2) Karakter-karakter khusus yang diinginkan dalam situasi, dan
3) Mengapa karakter merespon cara yang mereka lakukan.
Kelompok II bertindak sebagai spekulator yang berupaya menanggapi bermain peran itu
dari tujuan dan analisis pendapat.Tugas kelompok ini mengamati garis besar rangkaian
tindakan yang telah dilakukan oleh karakter-karakter khusus.
2. Tindakan Dramatik dan Diskusi
a) Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran, sedangkan para
audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada pemeran.
b) Bermain peran harus berhenti pada titik-titik penting atau apabila terdapat tingkah laku
tertentu yang menuntut dihentikannya permainan tersebut.6[6]
c) Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi
bermain

peran.

Masing-masing

kelompok

audience

diberi

kesempatan

untuk

menyampaikan hasil observasi dan reaksi-reaksinya. Para pemeran juga dilibatkan dalam
diskusi tersebut. Diskusi dibimbing oleh guru dengan maksud berkembang pemahaman
tentang pelaksanaan bermain peran serta bermakna langsung bagi hidup peserta didik, yang
pada gilirannya menumbuhkan pemahaman baru yang berguna untuk mengamati dan
merespons situasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Evaluasi Bermain Peran
6[6] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara: Jakarta, 2001,
hal. 216

a) Peserta didik memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam kegiatan diskusi
tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam bermain peran. Peserta didik
diperkenankan memberikan komentar evaluative tentang bemain yang telah dilaksanakan,
misalnya tentang makna bermain peran bagi mereka, cara-cara yang telah dilakukan selama
b)

bermain peran, dan cara-cara meningkatkan efektivitas peran selanjutnya.


Guru menilai efetivitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam melakukan evaluasi ini,
guru dapat menggunakan komentar evaluative dari peserta didik, catatan-catatan yang
dibuat oleh guru selama berlangsungnya bermain peran. Berdasarkan evaluasi tersebut,
selanjutnya guru dapat menentukan tingkat perkembangan pribadi, sosial, dan akademik

c)

para peserta didiknya.


Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai tersebut dalam
sebuah jurnal sekolah (kalau ada), atau pada buku catatan guru. Hal ini penting untuk
pelaksanaan bermain peran atau untuk perbaikan bermain peran selanjutnya.

C. Tokoh Teori Pengajaran Berdasarkan Pengalaman


Strategi pengajaran ini dilandasi oleh John Dewey, yakni prinsip belajar sambil berbuat
(learning by doing). Prinsip ini berdasarkan asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh
lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan personal, di bandingkan
dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. Penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, meningkat apabila guru menerima
peranan nonintervensi.7[7]
Dewey menulis beberapa karangan yang menguraikan berbagai filsafat pragmatis yang
dibuktikan dengan teori-teori pendidikannya.Ia menekankan system belajar melalui
kegiatan dan pengajaran anak secara mendalam, filsafat pendidikan Dewey yang paling
terkenal adalah anjuran terhadap metode proyek pengetahuan yang dinyatakan oleh

7[7]Ibid, hal. 212

pengikut-pengikutnya sebagai suatu kegiatan pemecahan permasalahan yang paling tepat.8


[8]
Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh teori evolusi dari Charles Darwin. Yang
mengajarkan bahwa hidup adalah suatu proses, dimulai dari tingkatan yang terendah,
berkembang, maju, dan meningkat. Hidup tidak statis melainkan dinamis. Menurutnya
dunia ini penciptaannya belum selesai, segala sesuatunya akan mengalami perubahan,
tumbuh, dan berkembang tiada batas dan tidak ada finalnya.
John Dewey adalah salah satu pendiri aliran pragmatisme yang menganggap kegiatan
belajar adalah kegiatan yang aktif. Aliran pragmatisme disebut juga instrumentalisme atau
eksperimentalisme untuk membedakan dengan tokoh penganut aliran yang sama.
Instrumentalisme karena menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan akhir,
melainkan hanya tujuan antara dan sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan
berikutnya dan eksperimentalisme karena menggunakan metode eksperimen dan
berdasarkan atas pengalaman dalam menentukan kebenarannya.Pengalaman adalah salah
satu kunci filsafat instrumentalisme. Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia
yang mencakup segala proses yang saling mempengruhi antara organisme hidup dalam
lingkungan fisik dan sosial.
Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan
berpangkal dari pengalaman-pengalaman yang bergerak dan bergerak kembali menuju
pengalaman, untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan
pendidikan yang merupakan transformasi yang terawasi dari keadaan yang tidak menentu
kearah keadaan tertentu .
Metode yang ideal dalam belajar seperti yang di kemukakan Dewey dalam teorinya
tentang hasil aktivitas atau penyelesaian proyek, sebagai berikut;

8[8]Samuel smith, Gagasan Besar Tokoh-Tokoh dalam Pendidikan, Bumi aksara; 1986,
hal. 259

1.

Peserta didik harus benar-benar tertarik pada kegiatan, pengalaman atau pekerjaan yang

edukatif.
2. Peserta didik harus menemukan dan memecahkan kesukaran atau masalah.
3. Mengumpulkan data-data melalui ingatan, pemikiran dan pengalaman pribadi atau
penelitian.
4. Menentukan cara pemecahan kesukaran atau masalah.
5. Mencoba cara terbaik untuk memecahkan sesuatu melalui penerapan dalam pengalaman.
Dalam proses belajar, peserta didik harus memusatkan perhatiannya pada pemecahan
suatu masalah pokok, harus berpandangan luas dan menerima semua sumber informasi atau
saran yang masuk akal. Metode yang sebaiknya digunakan untuk pembelajaran yang
kegiatannya menarik adalah metode disiplin bukan metode kekuasaan. Kekuasaan tidak
dapat dijadikan metode pendidikan karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar
dan didasari oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan yang baik dan bersifat secara objektif.9[9]
Kekuasaan tidak sesuai dengan kemauan dan minat anak seandainya ia tidak merasakan
suatu masalah dimana ia tidak mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak,
namun dituntut suatu aktivitas dari anak yang lain. Dewey yakin bahwa pendidikan umum
yang dikelola dengan baik,akan dapat memperbaiki suatu masyarakat dan dikatakannya
pula bahwa sekolah yang baik harus merupakan miniatur masyarakatnya, pendidikan harus
dapat mengembangkan minat maupun kemampuan individu sehingga ia akan berperan serta
dengan baik. Murid harus menggunakan bangunan, alat-alat permainan, pengamatan alam,
pengungkapan diri,dan hasil aktivitas sebagai cara belajar atau pengembangan dirinya. 10
[10]
D. Biografi singkat John Dewey
John Dewey lahir di Burlington, Vermont tanggal 20 Oktober 1859.Dewey adalah
Bapak Pendidikan Amerika (Yusufhadi, 2005), karirnya di bidang filosofi dimulai setelah
9[9]Samuel smith, Gagasan Besar Tokoh-Tokoh dalam Pendidikan, Bumi aksara;
1986, hal. 260
10[10]Ibid, hal. 261

lulus tahun 1879.Tahun 1884 Dewey mendapat gelar doctor dari John Hopkins University
dengan disertasi tentang filsafat Kant. Sebagian besar kehidupannya duhabiskan dalam
dunia pendidikan dan diterima mengajar di University of Michigan (1884-1894).Tahun
1899, Dewey menulis buku tentang berjudul The School and Sociaty, yang
memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan
anak dan membantu mendirikan sekolah baru bagi Social Research di New York.
Tahun 1894 Dewey berpindah tugas ke University of Chicago dan menjadi kepala
jurusan filsafat, psikologi dan pendidikan. Di sini, Dewey mengembangkan aliran
Pragmatisme bersama dengan Charles Sanders Peirce dan William James, di universitas ini
pulalah Dewey memperoleh gelar Profesor of Philosophy pada tahun yang sama.Tahun
1904 Dewey berpindah ke Columbia University di Department of Philosophy hingga purna
tugas.Gagasan filosofis Dewey yang terutama adalah problem pendidikan yang kongkrit,
baik yang bersifat teori maupun praktek.Reputasinya terletak pada sumbangan
pemikirannya dalam filsafat pendidikan progresif di Amerika.Dewey akhirnya meninggal
dunia tanggal 1 Juni 1952.Sepanjang hidup dan karirnya, Dewey telah banyak menulis
buku maupun artikel mengenai teori pengetahuan dan metafisika, serta pendidikan. Buku
yang paling penting adalah How We Think (1910) dan Democracy and Education (1916)
merupakan karya yang fenomenal, Freedom and Cultural, art and Eksperience, The Quest
of Certainty Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925).11[11]
E. Manfaat Prinsip Apersepsi dalam Pembelajaran
Proses pembelajaran akan lebih aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan jika para guru
secara cerdas dapat menggunakan apersepsi (pengalaman atau bahan ajar baru dikaitkan
dengan bahan ajar yang lalu atau pengalaman lama yang telah dimiliki peserta didik).
Apersepsi ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi kesuksesan proses
pembelajaran peserta didik.
Ada beberapa yang perlu diperhatiakan berkaitan dengan apersepsi, yaitu sebagai berikut:
11[11] Http;//candilaras.co.cc/2006/05/John.Dewey

1. Pengalaman baru akan mudah diterima jika dikaitkan dengan pengalaman lama yang telah
dimiliki peserta didik sehingga proses pembelajaran akan berjalan lebih efektif.
2. Pengalaman lama yang sudah dimiliki dapat memberikan warna terhadap pengalaman baru
3.

sebagai satu kesatuan yang integral dalam memodifikasi perilaku baru.


Apersepsi dapat menumbuhkembangkan minat (interest) dan perhatian (attention) dalam
belajar sehingga keterbukaan untuk menerima pengalaman baru dalam belajar lebih siap

4.

dan menyenangkan.
Apersepsi dapat menumbuhkembangkan motivasi belajar peserta didik sehingga
memberikan input untuk terjadinya mental revolution dan motif untuk berprestasi.12[12]
Tujuan pendidikan yang mendasari strategi ini atau prinsip apersepsi ini adalah:

1. Untuk menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajar melalui partisipasi belajar aktif
(berlawanan dengan partisipasi pasif).
2. Untuk menciptakan interaksi sosial yang positif guna mempebaiki hubungan sosial dalam
kelas.
Strategi ini dilandasi teori John Dewey, yakni prinsip belajar sambil berbuat (learning
by doing). Prinsip ini berdasarkan asumsi bahwa para peserta didik dapat memperoleh lebih
banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan personal, dibandingkan
dengan bila mereka hanya melihat materi atau konsep. Penelitian menujukkan bahwa
kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah, meningkat apabila guru menerima
peranan nonintervensi.13[13]
F. Dasar Psikologis
Suatu gejala yang kita alami apabila suatu kesan baru masuk dalam kesadaran dengan
kesan-kesan lama. Yang sudah kita miliki yang disertai pengalaman. Maka menjadi kesan
yang lebih luas.

12[12]Hanafiah, Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, Refika Aditama :


Bandung, 2010, hal. 26
13[13] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara: Jakarta, 2004,
hal. 212

Kesan lama dinamakan bahan apersepsi. Dan bahan apersepsi itu membangkitkan minat
murid-murid.14[14]

KESIMPULAN
Apersepsi (Apperception) adalah suatu penafsiran buah pikiran, yaitu menyatupadukan
dan mengasimilasi suatu pengamatan dan pengalaman yang telah dimiliki.
Pengajaran berdasarkan pengalaman melengkapi peserta didik dengan suatu alternative
pengalaman belajar dengan menggunakan pendekatan kelas.Pengajaran ini menyediakan
kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan kegiatan-kegiatan secara aktif dengan
personalisasi.
Dalam pengajaran ini guru tidak begitu banyak melakukan aktivitas, aktivitas lebih
banyak dilakukan peserta didik, walaupun demikian tidak berarti guru tinggal diam. Guru
memberi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan peserta didik,mengarahkan,menguasai,
dan mengadakanevaluasi.
Pelaksanaan teknik pengajaran berdasarkan pengalaman adalah sebagai berikut
1. Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka
mengenai hasil yang potensial/memiliki seperangkat hasil-hasil alternatif tertentu.
2. Guru memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan terhadap pengalaman.
3. Peserta didik dapat bekerja secara individual/bekerja dalam kelompok kecil berdasarkan
pengalaman.
Menurut analisis kami pengajaran berdasarkan pengalaman ini mempunyai beberapa
kekurangan dan kelebihan.Adapun kelebihannya adalah membantu siswa dalam
mengembangkan keterampilan, berpikir dan terampil dalam pemecahan masalah, belajar
peranan orang dewasa yang autentik, menjadi pembelajar yang mandiri dan aktif dalam
14[14]Team dedatik metodik. Pengantar dedatik asas apersepsi. Cv rajawali.
Suarabaya.1981.

pelajaran. Adapun kekurangannya antara lain sulitnya mencari problem yang relevan,
sering terjadi miss konsepsi dan di butuhkannya waktu yang cukup panjang dalam
menyelesaikan masalah.

DAFTAR PUSTAKA
Rohani, Ahmad, Pengelolaan Pengajaran, Rienika Cipta : Jakarta, 2004
Hanafiah, Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, Refika Aditama : Bandung, 2010
Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara: Jakarta, 2001
Ibrahim, et. all, Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta: Jakarta, 2010
Smith, Samuel,Gagasan Besar Tokoh-Tokoh dalam Pendidikan, Bumi aksara; 1986.
Team dedatik metodik, Pengantar dedatik asas apersepsi, Cv Rajawali: Suarabaya, 1981

Anda mungkin juga menyukai