Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH KERAJAAN/KESULTANAN DI INDONESIA

Home
Sitemap
Contact Us

Home KERAJAAN TANAH BALI SEJARAH KERAJAAN SEJARAH KERAJAAN SUMBAWA

SEJARAH KERAJAAN SUMBAWA


SULTAN MUH.JALALUDDIN III
Kebaradaan Tana Samawa atau Kabupaten Sumbawa, mulai dicatat oleh
sejarah sejak Zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber
tertulis yang bisa dijadikan bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan
kondisi pada waktu itu. Sebagaimana masyarakat di daerah lain, sebagian
rakyat Sumbawa masih menganut animisme dan sebagian sudah menganut agama
Hindu. Baru pada kekuasaan raja terakhir dari dinasti Awan Kuning, yaitu
Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan tentang kegiatan kerajaan, antara
lain bahwa Dewa Maja Purwa telah menandatangani perjanjian dengan
Kerajaan Goa di Sulawesi. Perjanjian itu baru sebatas perdagangan antara
kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian saling
menjaga keamanan dan ketertiban. Kerajaan Goa yang pengaruhnya lebih
besar saat itu menjadi pelindung kerajaan Samawa.
Setelah Dewa Maja Purwa wafat ia digantikan oleh Mas Goa, yang masih
menganut ajaran Hindu. Ia dianggap telah melanggar salah satu perjanjian
damai dengan kerajaan Goa, maka resikonya ia terpaksa disingkirkan
bersama pengikut pengikutnya kesebuah Hutan, kira-kira di wilayah
Kecamatan Utan sekarang. Pengusiran Mas Goa dan pengikutnya ke wilayah
Utan lebih arif disebut kudeta di zaman sekarang. Ia serta merta
diturunkan dari tahtanya karena mangkir dari kesepakatan pendahulunya
dengan Kerajaan Goa. Tidak disebutkan apa pelanggaran yang telah
dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Goa di Sulawesi sangat
besar.
Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 M sekaligus
mengakhiri pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa. Tahun
berikutnya 1674 M Dinasti baru terbentuk dan diberi nama Dinasti Dewa
Dalam Bawa. Saat itu menurut BUK Tana Samawa, rakyat Sumbawa sudah
mulai memeluk Agama Islam. Dinasti Dewa Dalam Bawa ini berkuasa hingga
tahun 1958.
Luas wilayah kekuasaannya dimulai dari wilayah taklukan Kerajaan Empang
hingga Jereweh. Raja pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Sultan
Harunurrasyid I (1674 1702). Ia kemudian diganti oleh putranya
Pangeran Mas Madina bergelar Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I yang
kawin dengan Putri Raja Sidenreng Sulawesi Selatan yang bernama I Rakia
Karaeng Agang Jene.Setelah wafat, Jalaluddin Syah I ini kemudian diganti
oleh Dewa Loka Lengit Ling Sampar kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia.

Tidak banyak bahan sejarah yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya
memerintah, tapi diperkirakan selama 10 tahun. Ada fakta yang menyatakan
bahwa pada masa pemerintahan Datu Gunung Setia, kerajaan Sumbawa
termasuk Bala Balong lenyap dilalap si jago merah pada tanggal 26
Ramadhan 1145 Hijriah (1732 M).
Pada tahun 1733 Kerajaan Sumbawa kembali dipegang oleh keponakan Sultan
Muhammad Jalaluddin Syah I, bernama Muhammad Kaharuddin I (1733-1758).
Ketika ia meninggal, kekuasaan diambil alih istrinya I Sugiratu Karaeng
Bontoparang, yang bergelar Sultan Siti Aisyah. Raja wanita ini dikenal
sering berselisih paham dengan pembantu raja, sehingga pada tahun 1761
ia diturunkan dari tahta dan mengharapkan , digantikan oleh Lalu
Mustanderman Datu Bajing, namun ia menolak, dan menyarankan untuk
mengangkat adiknya yaitu Lalu Onye Datu Ungkap Sermin ( 1761-1762 ).
ISTANA TUA
Pemerintahannya Lalu Onye, hanya berjalan setahun. Konon karena ia lari
dari istana untuk menghindari perang saudara, atas kekeliruannya
menikahi seorang wanita yang telah lama ditinggalkan berlayar oleh
suaminya, Lalu Angga Wasita yang terkenal keperkasaannya. Ia menyangka
Lalu Angga Wasita sudah meninggal karena tidak pernah ada kabar
beritanya. Tapi suatu hari lelaki perkasa itu muncul. Karena raja merasa
bersalah maka ia lari pada malam Selasa , di hari ke 14 Ramadhan waktu
bulan
purnama
raya.
Kepergian Datu Ungkap Sermin itu membuat kursi raja menjadi lowong. Maka
diangkatlah Gusti mesir Abdurrahman, keturunan Raja Banjar. Meski ia
bukan trah Dinasti Dewa Dalam Bawa, tetapi memungkinkan untuk diangkat
menjadi raja karena telah menikah dengan puteri Sultan Muhammad
Jalaluddin Syah I. ia pun diberi gelar Muhammad Jalaluddin Syah II, dan
memegang kekuasaan selama 3 tahun (1762-1765). Ia mangkat pada tanggal 1
Dzulhijjah 1179 Hijriah ( 1765 Masehi). Untuk menggantinya diangkatlah
putra mahkota yang masih berumur 9 tahun menjadi raja boneka yaitu
Sultan Mahmud. Sedangkan yang menjalankan pemerintahan diangkat Dewa
Mapeconga Mustafa datu Taliwang.
Keputusan ini menimbulkan amarah datu Jereweh, karena ia sangat
berambisi untuk menjadi raja. Maka ia berangkat ke Makasar untuk meminta
bantuan kompeni (VOC) agar bisa menciptakan kekacauan di Kerajaan
Sumbawa. Sebelum berangkat, datu Jereweh menemui kerajaan-kerajaan
tetangganya dan mempengaruhi mereka supaya ikut mendukung rencananya dan
ikut menandatangani perjanjian dengan VOC sekaligus membatalkan segala
hal yang telah diatur dalam perjanjian Bongaya antara VOC dengan raja
Goa yang isinya antara lain VOC tidak boleh mencampuri urusan
perdagangan
di
kerajaan
selatan.
Akhirnya pada tanggal 9 Februari 1765 di Fort Rotterdam ditandatangani
perjanjian antara Cornelis Senklaar Komodour sebagai wakil VOC denga
pihiak raja raja selatan yang antara lain Sultan Abdul Kadir Muhammad
Dzillillah Fil Alam ( raja Bima ), Hasanuddin Datu Jereweh ( mengatas
namakan raja Sumbawa ), Achmad Alauddin Johan Syah (raja Dompu),
Abdurrasyid (raja Sanggar) dan Abdurrahman (raja Pekat).
Perjanjian ini berisi tentang diperkenankannya VOC masuk Sumbawa. Tapi
perjanjian ini kemudian dibatalkan lewat kontrak baru tanggal 18 Mei

1766 berkat keberhasilan diplomasi utusan kerajaan Sumbawa Dea Tumuseng.


Dalam perjanjian ini disebutkan, apabila Sultan Mahmud dewasa, maka
kekuasaan raja akan diserahkan kembali kepadanya.Tapi pada waktu Sultan
Dewa Mepaconga Mustafa sakit pada tahun 1189 H (1775 M), beliau
digantikan oleh Datu Busing Lalu Komak, yang bergelar Sultan
Harrunnurrasyid II (1777-1790). Sementara Sultan Mahmud yang putra
mahkota itu tidak pernah diangkat menjadi raja yang sebenarnya, hingga
ia meninggal dunia pada 8 jumadil akhir 1194 H (1780 M) dalam usia 24
tahun. Pada waktu pemerintahan Harrunnurrasyid II ini telah berhasil
diselesaikan penulisan Kitab Suci Al Quran dengan tulisan tangan oleh
Muhammad Ibnu Abdullah Al Jawi Negeri Sumbawa Madzab Safiie, tepatnya
pada 28 Dzulqaidah 1199 H (1784 M).
Sepeninggal Harrunnurrasyid II, tahta kerajaan beralih pada anak
perempuannya, yaitu Sultan Syafiatuddin (1791-1795). Ia kemudian kawin
dengan Sultan Bima dan mengikuti suaminya ke Bima, sekaligus memboyong
beberapa harta pusaka kerajaan. ( Sebagian koleksi harta kekayaan Raja
Bima sekarang adalah milik Sultan Syafiatuddin yang dibawa dari
Sumbawa ). Karena kejadian itu, maka diputuskan oleh para Menteri
Kerajaan untuk tidak lagi mengangkat wanita sebagai raja. Sedangkan
pengganti Sultan Syafiatuddin adalah putera Sultan Mahmud bernama
Muhammad Kaharuddin II. Pada waktu pemerintahannya inilah Gunung Tambora
meletus. Tepatnya pada hari Selasa, 21 Jumadil Awal 1230 H (1815 M).
Pada waktu itu Kerajaan Sumbawa dilanda hujan debu. Dalam laporan H.
Zolinger disebutkan bahwa sepertiga penduduk mati di pulau Sumbawa dan
sepertiganya lagi pindah ke pulau Lombok. Sedangkan abu yang menggenangi
wilayah kerajaan Sumbawa sampai setinggi lutut. Setahun kemudian Sultam
Muhammad Kaharruddin II pun mangkat pada tanggal 20 Syafar 1231 Hijriah
(1816 M). Pemangku kerjaan selanjutnya diserahkan kepada Nene Ranga Mele
Manyurang. Ia pun tidak lama menduduki singgasana kerajaan, karena pada
bulan Rabbiul Awal 1241 Hijriah (1825 M), Nene Ranga yang sudah tua itu
meninggal dunia. Kekuasaan dilanjutkan oleh Abdullah hingga ia meninggal
pada tanggal 87 Muharram 1252 Hijriah (1836 M).
Mulai tahun 1836 sampai 1882, tahta Kerajaan Sumbawa kembali dilanjutkan
oleh Putera Muhammad Kaharuddin II, yaitu Sultan Amrullah. Pada waktu
pemerintahannya ini tidak banyak catatan sejarah yang bisa ditemukan,
barangkali karena kerajaan baru mulai bangkit dari peristiwa meletusnya
Gunung Tambora yang sangat dashyat. Sebuah letusan yang konon
menyebabkan langit di Eropa diliputi kabut awan selama dua tahun.
Sultan Amrullah meninggal pada tanggal 23 Agustus 1883, sementara kursi
raja diteruskan oleh Sultan Muhammad Jalaluddin III, cucu Sultan
Amrullah. Pada masa ini campur tangan Belanda sudah terlalu jauh,
terutama dalam hal menarik pajak. Akhirnya meledaklah pemberontakan
rakyat, yang membuat Belanda harus mendatangkan bala bantuan dari
Makassar, sebab hampir di setiap tempat timbul amarah rakyat. Namun
karena kelemahan dalam bidang persenjataan, semua bentuk pemberontakan
dapat dipatahkan termasuk pemberotakan yang terjadi di Taliwang yang
dilakukan Unru dan kawan-kawan.
Kekuasaan Belanda lewat VOC pun semakin merajalela. Maka dimulailah
babak baru, Belanda ikut bermain politik di dalam istana, dan ikut
menentukan jalannya pemerintahan. Pulau Sumbawa dan Pulau Sumba
dijadikan satu dalam bentuk afdeling dengan ibukota di Sumbawa Besar

( Ibukota Kabupaten Sumbawa sekarang). Asisten Resident yang pertama


adalah Janson Van Ray. Kerajaan Sumbawa dibagi dalam dua ander
afdeeling, yaitu Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur.
Dalam pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III (1833-1931) inilah
dibangun Istana Tua Dalam Loka. Hal ini sangat dimungkinkan karena
Sultan Muhammad Jalaluddin III menjalankan roda pemerintahan selama 48
tahun. Ia juga mampu menuruti kehendak Belanda. Setelah ia meninggal
pada tahun 1931, kekuasaan raja turun kepada putra mahkota yang mendapat
gelar Sultan Muhammad Kaharruddin III. Pada zaman pemerintahannya inilah
menjadi
masa
peralihan
kolonialisme
Belanda
kepada
Jepang.
Ketika perjanjian Kalijati ditandatangani tanggal 9 Maret 1942,
organisasi organisasi Islam di Kabupaten Sumbawa mulai mengatur
siasat. Organisasi itu antara lain Nahdatul Oelama, Moehammadiah dan Al
Irsyad. Sementara tiga kerajaan di pulau Sumbawa mengambil sikap tegas,
menyatakan diri lepas dari kekuasaan Belanda. Tepat pada bulan Mei 1942,
delapan kapal perang Jepang mendarat di Labuhan Mapin di bawah pimpinan
Kolonel Haraichi, yang ternyata disambut gembira oleh rakyat. Kekuasaan
Jepang tidak berlangsung lama, karena setelah Hiroshima dan Nagasaki
dijatuhi Bom Atom, Jepang menyerah kepada sekutu. Peraktis kekuasaannya
berakhir. Sebelum Belanda kembali masuk, Soekarno dan Mohammad Hatta
memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945.
Agresi Militer Belanda ke Republik Indonesia mengakibatkan Raja Sumbawa
menandatangani sebuah perjanjian politik baru dengan Belanda pada
tanggal 14 Desember 1948. Isinya antara lain menjelaskan tentang sisasisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh Belanda di Sumbawa. Kekuasaan
tersebut ada tiga, yaitu bidang pertahanan, hubungan luar negeri dan
monopoli atas candu dan garam. Setahun kemudian pemerintah Indonesia
Timur berdasarkan Undang Undang Nomor 44 tahun 1949 membentuk daerah
Statuta Federasi Pulau Sumbawa, yang ditetapkan oleh Dewan Raja raja
pada tanggal 6 September 1949.
Perubahan system Pemerintahan terjadi lagi dengan membentuk Propinsi
Nusa Tenggara Barat, yang didasarkan pada Undang Undang Nomor 64
Tahun 1958. Propinsi Sunda Kecil dibagi menjadi tiga Daerah Swatantra
Tingkat I yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat ( NTB) dan Nusa Tenggara Timur
(NTT). Khusus Daerah Swatantra I Nusa Tenggara Barat menjadi enam Daerah
Swantantra Tingkat II, dimana raja sekaligus menjadi Kepala
Pemerintahan. Karena itu otomatis Federasi Pulau dibubarkan. Federasi
Pulau Lombok dibubarkan pada tanggal 17 Desember 1958 dan tanggal
tersebut hingga sekarang dijadikan sebagai hari lahirnya Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Sedangkan Federasi Pulau Sumbawa dibubarkan pada tanggal
22 Januari 1959 dan pada saat itu dilantiklah Sultan Muhammad
Kaharruddin III menjadi Pejabat Sementara Kepala Daerah Swatantra
Tingkat II Sumbawa. Tanggal itulah yang dijadikan hari lahir Kabupaten
Sumbawa
raja-raja yang pernah memerintah :
1. Sultan Hasanurrasyid I 1674-1702 m
2. SULTAN Muhammad Jalaluddin I 1702-1723 m
3. Datu bala Sawo 1723-1725 M

4. Datu gunung setia 1725-1732 M


5. Sultan Muhammad Kaharuddin I 1732-1758 M
6. Sultan siti Aisyah 1759-1760 M
7. Datu Ungkap Sermin 1761-1762 M
8. Sultan Muhammad Jalaludddin II 1762-1765
9. Dewa Mepaconga Mustafa1765-1776
10. Sultan harunurrasyid II 1776-1790 M
11. Sultan shafiyatuddin 1791-1795 M
12. Sultan Muhammaad kaharuddin II 1795-1816 M
13. Nene ranga mele Manyurang 1816-1825 M
14. Mele Abdullah 1825-1836 M
15. Sultan amrullah II 1836-1882
16. Sultan muhammd Jalaluddin III 1882-1931 M
17. Sultan Muhammad Kaharuddin III 1931-1958 M
sumber : http://bangmek.wordpress.com/2012/02/13/sejarah-kerajaan-sumbawa/

northmelanesian at Blitar Cyber E-xplore


Anda baru saja membaca artikel yang berkategori KERAJAAN TANAH BALI /
SEJARAH KERAJAAN dengan judul SEJARAH KERAJAAN SUMBAWA. Anda bisa
bookmark halaman ini dengan URL http://northmelanesian.blogspot.com/2012/06/sejarahkerajaan-sumbawa.html. Terima kasih!

Anda mungkin juga menyukai