Home
Sitemap
Contact Us
Tidak banyak bahan sejarah yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya
memerintah, tapi diperkirakan selama 10 tahun. Ada fakta yang menyatakan
bahwa pada masa pemerintahan Datu Gunung Setia, kerajaan Sumbawa
termasuk Bala Balong lenyap dilalap si jago merah pada tanggal 26
Ramadhan 1145 Hijriah (1732 M).
Pada tahun 1733 Kerajaan Sumbawa kembali dipegang oleh keponakan Sultan
Muhammad Jalaluddin Syah I, bernama Muhammad Kaharuddin I (1733-1758).
Ketika ia meninggal, kekuasaan diambil alih istrinya I Sugiratu Karaeng
Bontoparang, yang bergelar Sultan Siti Aisyah. Raja wanita ini dikenal
sering berselisih paham dengan pembantu raja, sehingga pada tahun 1761
ia diturunkan dari tahta dan mengharapkan , digantikan oleh Lalu
Mustanderman Datu Bajing, namun ia menolak, dan menyarankan untuk
mengangkat adiknya yaitu Lalu Onye Datu Ungkap Sermin ( 1761-1762 ).
ISTANA TUA
Pemerintahannya Lalu Onye, hanya berjalan setahun. Konon karena ia lari
dari istana untuk menghindari perang saudara, atas kekeliruannya
menikahi seorang wanita yang telah lama ditinggalkan berlayar oleh
suaminya, Lalu Angga Wasita yang terkenal keperkasaannya. Ia menyangka
Lalu Angga Wasita sudah meninggal karena tidak pernah ada kabar
beritanya. Tapi suatu hari lelaki perkasa itu muncul. Karena raja merasa
bersalah maka ia lari pada malam Selasa , di hari ke 14 Ramadhan waktu
bulan
purnama
raya.
Kepergian Datu Ungkap Sermin itu membuat kursi raja menjadi lowong. Maka
diangkatlah Gusti mesir Abdurrahman, keturunan Raja Banjar. Meski ia
bukan trah Dinasti Dewa Dalam Bawa, tetapi memungkinkan untuk diangkat
menjadi raja karena telah menikah dengan puteri Sultan Muhammad
Jalaluddin Syah I. ia pun diberi gelar Muhammad Jalaluddin Syah II, dan
memegang kekuasaan selama 3 tahun (1762-1765). Ia mangkat pada tanggal 1
Dzulhijjah 1179 Hijriah ( 1765 Masehi). Untuk menggantinya diangkatlah
putra mahkota yang masih berumur 9 tahun menjadi raja boneka yaitu
Sultan Mahmud. Sedangkan yang menjalankan pemerintahan diangkat Dewa
Mapeconga Mustafa datu Taliwang.
Keputusan ini menimbulkan amarah datu Jereweh, karena ia sangat
berambisi untuk menjadi raja. Maka ia berangkat ke Makasar untuk meminta
bantuan kompeni (VOC) agar bisa menciptakan kekacauan di Kerajaan
Sumbawa. Sebelum berangkat, datu Jereweh menemui kerajaan-kerajaan
tetangganya dan mempengaruhi mereka supaya ikut mendukung rencananya dan
ikut menandatangani perjanjian dengan VOC sekaligus membatalkan segala
hal yang telah diatur dalam perjanjian Bongaya antara VOC dengan raja
Goa yang isinya antara lain VOC tidak boleh mencampuri urusan
perdagangan
di
kerajaan
selatan.
Akhirnya pada tanggal 9 Februari 1765 di Fort Rotterdam ditandatangani
perjanjian antara Cornelis Senklaar Komodour sebagai wakil VOC denga
pihiak raja raja selatan yang antara lain Sultan Abdul Kadir Muhammad
Dzillillah Fil Alam ( raja Bima ), Hasanuddin Datu Jereweh ( mengatas
namakan raja Sumbawa ), Achmad Alauddin Johan Syah (raja Dompu),
Abdurrasyid (raja Sanggar) dan Abdurrahman (raja Pekat).
Perjanjian ini berisi tentang diperkenankannya VOC masuk Sumbawa. Tapi
perjanjian ini kemudian dibatalkan lewat kontrak baru tanggal 18 Mei