TINJAUAN TEORITIS
1. Definisi
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak
berat yang dikarakteristikan oleh kejang berulang. Keadaan ini
dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan
berlebihan atau hilangnya tonus otot gerakan dan gangguan
perilaku alam perasaan, sensasi dan persepsi. Sehingga epilepsi
bukan penyakit tetapi suatu gejala ( KMB vol II hal 2203)
2. Klasifikasi
Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron, kejang dapat
direntang dari serangan awal sederhana sampai gerakan konvulsif
memanjang
dengan
hilangnya
kesadaran.Variasi
kejang
diklasifikasikan secara internasional sesuai daerah otak yang
terkena dan telah diidentifikasikan sebagai :
Kejang Parsial yaitu kesadaran utuh walaupun mungkin berubah;
fokus di satu Bagian tetapi dapat menyebar kebagian lain. Pada
kejang parsial diklasifikasikan lagi menjadi kejang parsial sederhana
dan kejang parsial kompleks.
Pada Kejang Parsial Sederhana (tanpa gangguan keasadaran),
bersifat motorik, hanya satu jari atau atau tangan yang
bergetar, atau mulut dapat tersentak tak trekontrol. Individu
ini berbicara yang tidak dapat dipahami, pusing, dan
mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum atau
tidak nyaman.
Pada Kejang Parsial Kompleks (dengan gangguan kesadaran),
individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara automatik
tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami
emosi berlebihan yaitu takut, marah kegirangan, atau peka
rangsang. Apapun maninfestasinya, individu tidak ingat
episode tersebut ketika sudah lewat.
Kejang umum (grand mal), lebih umum disebut sebagai kejang
grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak, menyebabkan kedua
sisi tubuh bereaksi terjadi kekauan intens pada suhu tubuh ( tonik)
yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan
kontraksi otot (klonik) Disertai dengan penurun kesadaran, kejang
umum terdiri dari :
1. Kejang Tonik-Klonik (hilangnya kesadaran secara cepat,
menangis, inkontinensia urine, menggigit lidah)
2. Kejang Tonik (menjadi kaku, kontraksi, wajah dan tubuh bagian
atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala
mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti napas)
Medulla Spinalis
Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu
yang keluar dari hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai
penghubung otak dan saraf perifer seperti kulit dan otot. Saraf-saraf
spinal. Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen
servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 5 segmen koksigius.
Medulla spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal masing-masing
segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh. Seperti juga otak,
medulla spinalis terdiri dari substansi grisea dan alba. Substansi
grisea di dalam otak ada di daerah eksternal dan substansi alba
pada bagian internal, di medulla spinalis, substansi grisea ada di
bagian tengah dan semua sisi saraf dikelilingi oleh substansi alba.
Struktur medulla spinalis. Medulla spinalis dikelilingi oleh
meningen, dura, arankhnoid dan pia meter. Diantara dura meter dan
kanalis vertebelis terdapat ruang epidural. Medulla spinalis
berebentuk struktur H dengan badan sel saraf (substansi alba).
Bagian bawah yang berbentuk H meluas dari bagian atas dan
bersamaan menuju bagian tanduk anterior ( anterior horns).
Keadaan tanduk-tanduk ini berupa sel-sel yang mempunyai serbutserabut, yang membentuk ujung akar anterior (motorik) dan
berfungsi untuk aktivitas yang disadarai dan aktivitas refleks dari
otot-otot yang berhubungan dengan medulla spinalis.
5. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak
ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan
satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat
yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine
ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran
1.
2.
3.
4.
keseimbangan
ini
menyebabkan
peningkatan
berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesineurotransmitter inhibitorik
.Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya
kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik
sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran
darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis
jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama
dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi
(proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama
karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan
tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.Secara umum, tidak
dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik
menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten
ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin
dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka
terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus
tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
5. Tanda dan gejala
Melakukan ritmik lengan/jari tangan
Terlihat bengong
Jatuh secara tiba-tiba saat berjalan
Tidak dapat berbicara secara tiba-tiba
Tidak sadar selama lebih dari 30 menit (epilepsi umum)
Tidak kehilangan kesadaran tapi hanya tangan
mengalami kejang (epilepsi fokal)
Tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan
yang
6. Manifestasi klinis
a. Manifestasi klinis dapat berupa kejang-kejang, gangguan
kesadaran atau gangguan pengindraan
b. Kelainan gambaran EEG
c. Tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
d. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum
kejang epileptik ( aura dapat berupa perasaan tidak enak,
melihat sesuatu, mencium bau-bau tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengucap sesuatu, sakit kepala)
7. Komplikasi
kejang.
Ureum/kreatinin : jika meningkat, dapat meningkatkan resiko
timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi
fraktur.
Elektroensefalogram (EEG): melokalisasi daerah serebral yang
tidak berfungsi dengan baik ,mengukur aktifitas otak.
Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari
gelombang pada masing-masing tipe dari aktifitas kejang
tersebut.
Pemantauan video-EEG, 24 jam (gambar video didapatkan
bersamaan dengan EEG): dapat mengidentifikasikan focus
kejang secara tepat (keuntungan dari peristiwa yang berujang
melalui EEG).
9. Penatalaksanaan
Penatalksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk
memenuhi kebutuhan khusus masing-masing pasien dan tidak
hanya
untuk
mengatasi
tetapi
juga
mencegah
kejang.
Penatalaksaan berbeda dari satu pasien dengan pasien karena
beberapa bentuk epilepsi yang muncul akibat kerusakan otak dan
selain itu bergantung pada perubahan kimia otak.
Farmakoterapi.
Beberapa obat anti konvulsi diberikan untuk mengontrol kejang,
walaupun mekanisme kerja zat kimia dari obat-obatan tersebut
tetap masih tidak diketahui. Tujuan dari pengobatan adalah untuk
mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping minimal.
Terapi medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati
kejang. Obat di seleksi sesuai tipe kejangyang akan diobati dan
keefektifan serta keamanan medikasi. Jika obat ditentukan dan
digunakan, maka obat-obatan ini mengontrol kejang 50%-60%
pasien mengalami kejang berulang, dan memberikan kontrol parsial
15%-35%. Kondisi dari 15%-35% pasien tidak membaik dengan
medikasi yang ada.
Pembedahan untuk epilepsi. Pmbedahan diindikasikan untuk
pasien yang mengalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses,
kista, atau adanya anomali vaskuler. Beberapa pasien mengalami
gangguan kejang yang membandel dan tidak berespons terhadap
pengobatan. Sekunder akibat trauma, radang, stroke atau anoksia.
Jika kejang berasal dari daerah otak berbatas-tegas yang dapat
dieksisi tanpa menimbulkan defisit neurologik berarti, pengangkatan
fokus
epileptogenik
yang
menimbulkan
gejang
sehingga
memberikan kontror dan perbaikan jangka panjang.
Tipe bedah neuro ini dilakukan dengan alat-alat bantu moderen,
berupa tteknik bedah mikro, elektroensefalografi dalam, perbaikan
NEUROSENSORI
Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing,
riwayat trauma kepala, anoksia, dan infeksi serebral, adanya aura
(rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).postikal : kelemahan,
nyeri otot, area parestese/paralisis.
Tanda : karateristik kejang:
Fase prodormal: adanya perubahan pada reaksi emosi atau respons efektif
yang tidak menentu yang mengarah pada fase aura dalam beberapa
kasus dan berakhir beberapa menit sampai beberapa jam.
Kejang umum :
Tonik-klonik (grand mal): kekakuan dan postur menjejak, mengerang,
penurunan kesadaran, pupil dilatasi, inkontinensia urine/fekal, pernafasan
stridor (ngorok), saliva keluar secara berlebihan, dan mungkin juga
lidahnya tergigit.
Posiktal : pasien tertidur dalam 30 menit sampai beberapa jam,
selanjutnya merasa lemah, kacau mental, dan amnesia beberapa waktu
dengan merasa mual dan nyeri otot.
Absen (petit mal) : periode gangguan kesadaran dan/atau melamun (tak
sadar lingkungan) yang diawali pandangan mata menerawang sekitar 530 detik saja,yang dapat terjadi 100 kali setiap harinya, terjadinya kejang
pada motorik minor mungkin bersifat akinetik hilang gerakan. Mioklonik
(kontraksi otot secara berulang), atau tonik (hilangnya tonus otot).
Posiktal : amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung, dapat
melakukan kembali aktivitas.
Kejang parsial (sederhana :
Jacksonian/motorik fekal: sering didahului oleh aura, berakhir 2-15 menit.
Tidak ada penurunan kesadaran (uniteral) atau penurunan kesadaran
(bilateral). Gerakan bersifat konvulsif dan terjadi gangguan sementara
pada bagian tertentu yang dikendalikan oleh bagian otak yang terkena
(seperti lobus frontal) disfungsi motorik); parietal (terasa baal,
kesemutan), lobus oksipital (cahaya terang, sinar lampu), lobus
posterotemporal (kesulitan dalam berbicara).konvulsi (kejang) dapat
mengenai seluruh tubuh atau bagian tubuh yang mengalami gangguan
yang terus berkembang. Jika dilakukan restrein selam kejang, pasien
mungkin akan melawan dan memperlihatkan tingkah laku yang tidak
kooperatif.
Status epileptikus :
Aktivitas kejang yang terus-menerus dengan spontan atau berhubungan
dengan gejala putus antikolvunsan tiba-tiba dan fenomena metabolic lain.
Catatan : jika hilangnya kejang mengikuti pola tertentu, masalah dapat
menghilang tidak terdeteksi selama periode waktu tertentu, sehingga
pasien tidak kehilangan kesadarannya
NYERI ATAU KENYAMANAN
Gejala : sakit kepala, nyeri.
otot/punggung pada periode posiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal (mungkin terjadi selama
kejang fokal/parsial tanpa mengalami penurunan kesadaran).
Tanda : sikap/tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot,
tingkah lalu distraksi atau gelisah.
PERNAFASAN
Gejala : fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/cepat;
peningkatan sekresi mucus. Fase posiktal : apnea
KEAMANAN
Gejala : riwayat terjatuh/trauma, fraktur. Adanya alergi.
INTERAKSI SOSIAL
Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau
lingkungan sosialnya, pembatasan/penghindaran terhadap kontak sosial.
PENYULUHAN ATAU PEMBELAJARAN
Gejala : adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan atau
ketergantungan obat (termasuk alkohol). Pertimbangan DRG menunjukan
rerata lama dirawat : 3-5 hari.
Rencana pemulangan : mungkin memerlukan perubahan dalam
pengobatan, bantuan pada beberapa pekerjaan
dirumah/mempertahankan tugas-tugas yang tetap menjaga keamanan
dan transportasi.
Prioritas keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
Tujuan pemulangan
Serangan kejang terkontrol.
1. Komplikasi/ cidera dapat dicegah.
2. Mampu menunjukan citra diri.
3. Pemahaman terhadap proses penyakit,prognosisnya,dan
kebutuhan pengobatan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Resti Penghentian Pernapasan b/d Kelemahan, Kesulitan
Keseimbangan
b) Resti trauma b/d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan)
c) Resti ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan sekret
d) Gangguan harga diri b/d stigma berkenaan dengan kondisi
e) Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) b/d keterbatasan kognitif
I.
3. INTERVENSI
DX 1: Resti penghentian pernapasan b/d
kelemahan,kesulitan keseimbangan
Tujuan : klien mampu mempertahankan aturan pengobatan untuk
mengontrol/ menghilangkan aktifitas kejang
KH : - mendomentrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk
mengurangi faktor resiko an melindungi diri dari cedera.
TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri
1. Gali bersama sama pasien berbagai stimulus yang dapat menjadi
pencetus kejang.
R/ Alkohol, bergai obat dan stimulus lain ( seperti kurang tidur,
lampu yang terlalau terang, meonton televisiterlalu lama) dapat
meningkatkan aktifitas otak, yang selanjutnya meningkatkan risiko
terjadinya kejang.
2. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang
terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.
R/ mengurangi trauma saat kejang ( sering/umum ) terjadi selama
pasien berada ditempat tidur.
3. Tinggalah bersama pasien dalam waktu beberapa lama
selama/setelah kejang
R/ meningkatkan keamanan pasien
4. Masukan jalan napas buatan yang terbuat dari plastik/biarkan
pasien mengigit benda lunak antara gigi ( jika rahang relaksasi ).
16.
Pantau kadar sel darah, elektrolit,dan glukosa.
R/ mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat/menurunkan
ambang kejang.
17.
Siapkan untik pembedahan/elekktrolit pengganti sesuai
indikasi.
R/ stimulator saraf vagal, tetapi dengan pancaran mgnetik, atau
intervensi bbedah lainnya ( seperti : lubektomi temporal )dapat
dilakukan untuk kejang yang tidak dapat diobati atau
melokalisasikan dengan akurat lesi epileptogenik ketika pasien
tidak dapatmengatasi dan adanya resiko yang amat tinggi terhadap
munculnya trauma yang serius.
II.
KH :
tidak jatuh
Intervensi
1. Identivikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya cedera
R/Barang- barang di sekitar pasien dapat membahayakan saat terjadi kejang
Pantau status neurologis setiap 8 jam Mengidentifikasi perkembangan atau
penyimpangan hasil yang diharapkan
Mandiri
2. Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada pasien saat
terjadi kejang
R/Mengurangi terjadinya cedera seperti akibat aktivitas kejang yang tidak terkontrol
Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah
cidera atau jatuh
Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar Area yang rendah dan datar dapat
mencegah terjadinya cedera pada pasien
Tinggal bersama pasien dalam waktu beberapa lama setelah kejang Memberi
penjagaan untuk keamanan pasien untuk kemungkinan terjadi kejang kembali
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi
kejang Lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa yang dialami beberapa saat
sebelum kejang Untuk mengidentifikasi manifestasi awal sebelum terjadinya kejang
pada pasien
Kolaborasi:
3. Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter
R/Mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjangan, yang dapat mengurangi suplai
oksigen ke otak
Edukasi:
4. Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, atau
mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.
R/ Sebagai informasi pada perawat untuk segera melakukan tindakan sebelum
terjadinya kejang berkelanjutan
Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan selama pasien
kejang Melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera
III.
KH :
- adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
- menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan
masyarakat
TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri
1. Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri
terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk
mengungkapkan atau mengekspresikan perasaannya.
R/ reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan
pengetahuan / pengalaman awal dengan keadaan
penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap
aturan pengobatan. Adanya keluhan merasa takut , marah
dan sangat memperhatikan tentang implikasinya di masa
yang akan datang dapat membantu pasien untuk menerima
keadaannya.
2. Identifikasi/antipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan
penyakitnya. Anjurkan pasien untuk tidak merahasiakan
masalahnya.
R/ memberikan kesempatan untuk berespon pada proses
pemecahan masalah dan berikan tindakan kontrol terhadap
situasi yang di hadapi. Merahasiakan sesuatu adalah
destruksif (merusak) harga diri (potensial mengalami
menyangkal), menghentikan perkembangan dalam
menangani masalah dan mungkin secara aktual meningkatkan
resiko trauma atau respon yang negatif ketika kejang itu
terjadi.
3. Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah
diperoleh atau yang akan dicapai selanjutnya dan kekuatan
yang dimilkinya.
R/ memfokuskan pada aspek yang positif dapat membantu
untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau
kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulia
menerima penanganan terhadap penyakitnya.
V.