Anda di halaman 1dari 26

A.

TINJAUAN TEORITIS
1. Definisi
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak
berat yang dikarakteristikan oleh kejang berulang. Keadaan ini
dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan
berlebihan atau hilangnya tonus otot gerakan dan gangguan
perilaku alam perasaan, sensasi dan persepsi. Sehingga epilepsi
bukan penyakit tetapi suatu gejala ( KMB vol II hal 2203)
2. Klasifikasi
Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron, kejang dapat
direntang dari serangan awal sederhana sampai gerakan konvulsif
memanjang
dengan
hilangnya
kesadaran.Variasi
kejang
diklasifikasikan secara internasional sesuai daerah otak yang
terkena dan telah diidentifikasikan sebagai :
Kejang Parsial yaitu kesadaran utuh walaupun mungkin berubah;
fokus di satu Bagian tetapi dapat menyebar kebagian lain. Pada
kejang parsial diklasifikasikan lagi menjadi kejang parsial sederhana
dan kejang parsial kompleks.
Pada Kejang Parsial Sederhana (tanpa gangguan keasadaran),
bersifat motorik, hanya satu jari atau atau tangan yang
bergetar, atau mulut dapat tersentak tak trekontrol. Individu
ini berbicara yang tidak dapat dipahami, pusing, dan
mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum atau
tidak nyaman.
Pada Kejang Parsial Kompleks (dengan gangguan kesadaran),
individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara automatik
tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami
emosi berlebihan yaitu takut, marah kegirangan, atau peka
rangsang. Apapun maninfestasinya, individu tidak ingat
episode tersebut ketika sudah lewat.
Kejang umum (grand mal), lebih umum disebut sebagai kejang
grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak, menyebabkan kedua
sisi tubuh bereaksi terjadi kekauan intens pada suhu tubuh ( tonik)
yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan
kontraksi otot (klonik) Disertai dengan penurun kesadaran, kejang
umum terdiri dari :
1. Kejang Tonik-Klonik (hilangnya kesadaran secara cepat,
menangis, inkontinensia urine, menggigit lidah)
2. Kejang Tonik (menjadi kaku, kontraksi, wajah dan tubuh bagian
atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala
mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti napas)

3. Kejang Klonik (gerakan menyentak, repititif, tajam, lambat, dan


fungsi tunggal multipel di lengan antau tungkai)
4. Kejang Atonik ( hilangnya secara mendadak tonus otot disertai
lenyapnya postur tubuh
5. Kejang Myoklonik (kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas
dibeberapa otot atau tubgkai, cenderung singkat.
6. Spasme kelumpuhan
7. Tidak ada kejang
8. Kejang tidak diklasifikasikan atau digolongkan karena datanya
tidak lengkap
Terdapat dua jenis status epileptikus :
1. Status epileptikus konvulsif menandakan keberlanjutan aktivitas
kejang.
Tidak ada tanda klinis kejang yang menandai status epileptikus
tipe ini, tetapi pasien tetap tumpul atau tidak sadar selama lebih
dari 30 menit setelah kejang tonik-klonik yang nyata telah
berhenti.
2. Status epileptikus non konvulsif disebabkan oleh dekompensasi
dan kolapsnya fungsi kardiovaskuler sehingga terjadi distrimia
letal dan memburuknya fungsi otonom.
Pada status epileptikus, baik konvulsif maupun nonkonvulsif,
tujuan pengobatan adalah menghentikan secepatnya aktivitas
kejang. Diperlukan penatalakasanaan yang agresif.
3. Etiologi
Penyebab kejang pada banyak orang tidak diketahui. Para ahli
peneliti menimbulkan kejang dalam percobaan binatang melalui
cedera pembedahan atau kimia atau stimulus elektrik. Epilepsi
serimg terjadi akibat trauma lahir, cedera kepala, beberapa
penyakit infeksi (bakteri, virus, parasit), keracunan (karbon
monooksida dan menunjukan keracunan), masalah-masalah
sirkulasi, demam, gangguan metabolisme dan nutrisi/gizi dan
intoksikasi obat-obatan atau alkohol. Juga dapat dihubungkan
dengan :
epilepsi mungkin disebabkan oleh :
aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang
mempengaruhi otak
gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di
otak akibat trauma otak pada saat lahir atau cedera lain
Tumor otak,
Abses dan kelainan bentuk bawaan.
asphyxia neonatorum

Demam, gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,


hiponatremia)
Tumor otak dan kelainan pembuluh darah
Dalam banyak kasus epilepsi tidak diketahui penyebabnya
(idiopatik). Keadaan yang menyebabkan kelemahan untuk beberapa
tipe dapat diwariskan.
Pada banyak kasus, epilepsi sedikit mempengaruhi intelegensi.
Individu epilepsi yang tidak mengalami kerusakan otak atau sistem
saraf lainnya mempunyai tingkat intelegensi seperti populasi
lainnya. Epilepsi tidak sama dengan retardasi atau penyakit mental.
Kadang-kadang, beberapa orang yang mengalami penurunan
karena kerusakan neurologik yang serius, sehingga rata-rata IQ
untuk semua penderita epilepsi ini di bawah tingkat IQ normal.
4. Anatomi Fisiologi

Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf


perifer. Struktur-struktur ini bertanggung jawab untuk kontrol dan
koordinasi aktivitas sel tubuh melalui implus-implus elektrik.
Perjalanan implus-implus tersebut berlangsung melalui serat-serat
saraf dan jaras-jaras, secara berlangsung dan terus-menerus.
Responsnya seketika sebagai hasil dari perubahan potensial
elektrik, yang mentransmisikan sinyal-sinyal.
OTAK
Otak di bagi menjadi tiga bagian besar; batang otak dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang

disebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat


tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang
frontal , pariental, temporal, dan okspital. Pada dasar tengkorak
terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa anterior berisi lobus
frontal serebral bagian hemisfer, bagian tenngah berisi lobus
pariental, temporal dan okspital dan bagian fossa posterior berisi
batang otak dan medulla.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus.
Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum
dan substansia alba menutupi dinding serebrum bagian
dalam. Pada prinsipnya komposisi substansi ggrisea yang
terbentuk
dari
badan-badan
sel
saraf
memenuhi
korteks,serebri, nukleus dan basal ganglia. Substansi alba
terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian
otak dengan bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer srebri
( telensefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). area
ini yang mengontrol motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi
individu dan intelegensi.
Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari
hemisfer serebral, lipatan duara meter, tentorium serebelum.
Serebelum mempunyai dua aksi yaitu meranmgsang dan
menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan
yangg benar, keseimbangan, posisi, dan mengintegrasikan
input sensorik.
Diensefalon. fossa bagian tengah atau diensefalon berisi
thalamus dan hipotalamus dan kelenjar hipofisi.
Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel
dan aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi
bau yang diterima. Semua influs memori sensasi dan nyeri
melalui bagian ini.
Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior talamus.
Berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf otonom.
Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk
mempertahankan keseimbangan cairan, memperahankan
pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontriksi
atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi hormonal
dengan kelenjar hipofisi.
Medula oblongata merupakan serabut-serabut motorik dari
otak ke medulla spinalis dan serabut-serabut sensorik dan
medula spinalis ke otak. Dan serabut-serabut tersebut
menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat

terpenting dalam mengontrol jantung pernapasan dan


tekanan darah dan sebagai asal-usul saraf.
Batang OtakBatang otak terletak pada fossa anterior.
Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons
dan medula oblongata. Otak tengah (midbrain atau
mensensefalon menghubungkan pons dan serebelum dengan
hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik
dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons
terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula
dan merupakan jembatan antara dan bagian serebrum, pons
berisi jaras sensorik dan motorik.

Medulla Spinalis
Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu
yang keluar dari hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai
penghubung otak dan saraf perifer seperti kulit dan otot. Saraf-saraf
spinal. Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen
servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 5 segmen koksigius.
Medulla spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal masing-masing
segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh. Seperti juga otak,
medulla spinalis terdiri dari substansi grisea dan alba. Substansi
grisea di dalam otak ada di daerah eksternal dan substansi alba
pada bagian internal, di medulla spinalis, substansi grisea ada di
bagian tengah dan semua sisi saraf dikelilingi oleh substansi alba.
Struktur medulla spinalis. Medulla spinalis dikelilingi oleh
meningen, dura, arankhnoid dan pia meter. Diantara dura meter dan
kanalis vertebelis terdapat ruang epidural. Medulla spinalis
berebentuk struktur H dengan badan sel saraf (substansi alba).
Bagian bawah yang berbentuk H meluas dari bagian atas dan
bersamaan menuju bagian tanduk anterior ( anterior horns).
Keadaan tanduk-tanduk ini berupa sel-sel yang mempunyai serbutserabut, yang membentuk ujung akar anterior (motorik) dan
berfungsi untuk aktivitas yang disadarai dan aktivitas refleks dari
otot-otot yang berhubungan dengan medulla spinalis.
5. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak
ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan
satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat
yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine
ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran

1.
2.

3.

4.

aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan


oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui
sinaps dan dendrit ke neurondi sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu
sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang
mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang
substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan
demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai
penurunan
kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini
terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium
yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam
membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter
inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu
akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi
di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di
tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan
menurun secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau
selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan
asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa
atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga
terjadi
kelainan
depolarisasi
neuron.
Gangguan

keseimbangan
ini
menyebabkan
peningkatan
berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesineurotransmitter inhibitorik
.Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya
kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik
sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran
darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis
jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama
dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi
(proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama
karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan
tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.Secara umum, tidak
dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik
menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten
ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin
dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka
terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus
tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
5. Tanda dan gejala
Melakukan ritmik lengan/jari tangan
Terlihat bengong
Jatuh secara tiba-tiba saat berjalan
Tidak dapat berbicara secara tiba-tiba
Tidak sadar selama lebih dari 30 menit (epilepsi umum)
Tidak kehilangan kesadaran tapi hanya tangan
mengalami kejang (epilepsi fokal)
Tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan

yang

6. Manifestasi klinis
a. Manifestasi klinis dapat berupa kejang-kejang, gangguan
kesadaran atau gangguan pengindraan
b. Kelainan gambaran EEG
c. Tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
d. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum
kejang epileptik ( aura dapat berupa perasaan tidak enak,
melihat sesuatu, mencium bau-bau tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengucap sesuatu, sakit kepala)
7. Komplikasi

Pneumonia aspirasi, pada kondisi tertentu pada saat kejang


penderita secara tidak sengaja menghirup cairan masuk
kedalam paru-paru.
Memar karena jatuh saat kejang muncul.
fraktur
Antikonvulsan dapat menyebabkan kenaikan BB, batu ginjal
atau glikoma akut.
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat
timbul akibat kejang berulang
Depresi dan keadaan cemas.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi

predisposisi pada aktivitas kejang.


Glukosa : hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus)

kejang.
Ureum/kreatinin : jika meningkat, dapat meningkatkan resiko
timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi

nefrotoksik yang berhubungan dengan pengobatan.


Sel darah merah (SDM) : anemia aplastik mungkin sebagai

akibat dari terapi obat.


Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat

antiepilepsi yang terapeutik.


Fungsi lumbal (PL) :untuk menditeksi tekanan abnormal dari
CSS, tanda-tanda infeksi ,perdarahan (hemoragik

subarachnoid, subdural) sebagaai penyebab kejang tersebut.


Foto ronsen kepala: untuk mengidentifikasi adannya SOL,

fraktur.
Elektroensefalogram (EEG): melokalisasi daerah serebral yang
tidak berfungsi dengan baik ,mengukur aktifitas otak.
Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari
gelombang pada masing-masing tipe dari aktifitas kejang

tersebut.
Pemantauan video-EEG, 24 jam (gambar video didapatkan
bersamaan dengan EEG): dapat mengidentifikasikan focus
kejang secara tepat (keuntungan dari peristiwa yang berujang
melalui EEG).

Skan CT : mengidentifikasi letak lesi serebral, infark,


hematoma, edema serebral, trauma,abses,tumor,dan dapat

dilakukan dengan /tanpa kontras.


Positron emission tomography (PET): mendemonstrasikan
perubahan meta bolik misalnya: penurunan metabolisme

glukosa pada sisi lesi.


MRI: melokalisasi lesi-lesi fokal.
Magnetoensefalogram: memetakan impuls / potensial listrik

otak pada pola pembebasan yang abnormal.


Wada : menentukan hemisfer dominan ( dilakukan sebagai
evaluasi awal dari praoperasi lobektomi temporal)

9. Penatalaksanaan
Penatalksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk
memenuhi kebutuhan khusus masing-masing pasien dan tidak
hanya
untuk
mengatasi
tetapi
juga
mencegah
kejang.
Penatalaksaan berbeda dari satu pasien dengan pasien karena
beberapa bentuk epilepsi yang muncul akibat kerusakan otak dan
selain itu bergantung pada perubahan kimia otak.
Farmakoterapi.
Beberapa obat anti konvulsi diberikan untuk mengontrol kejang,
walaupun mekanisme kerja zat kimia dari obat-obatan tersebut
tetap masih tidak diketahui. Tujuan dari pengobatan adalah untuk
mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping minimal.
Terapi medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati
kejang. Obat di seleksi sesuai tipe kejangyang akan diobati dan
keefektifan serta keamanan medikasi. Jika obat ditentukan dan
digunakan, maka obat-obatan ini mengontrol kejang 50%-60%
pasien mengalami kejang berulang, dan memberikan kontrol parsial
15%-35%. Kondisi dari 15%-35% pasien tidak membaik dengan
medikasi yang ada.
Pembedahan untuk epilepsi. Pmbedahan diindikasikan untuk
pasien yang mengalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses,
kista, atau adanya anomali vaskuler. Beberapa pasien mengalami
gangguan kejang yang membandel dan tidak berespons terhadap
pengobatan. Sekunder akibat trauma, radang, stroke atau anoksia.
Jika kejang berasal dari daerah otak berbatas-tegas yang dapat
dieksisi tanpa menimbulkan defisit neurologik berarti, pengangkatan
fokus
epileptogenik
yang
menimbulkan
gejang
sehingga
memberikan kontror dan perbaikan jangka panjang.
Tipe bedah neuro ini dilakukan dengan alat-alat bantu moderen,
berupa tteknik bedah mikro, elektroensefalografi dalam, perbaikan

imunisasi dan hemostasis dan pengenalan agens neuropeltanalgesik


(droperidol dan fentani). Teknik-teknik ini, dikombinasi dengan
infiltrasi lokal pada insisi kulit kepala, kemampuan ahli bedah saraf,
untuk melakukan pembedahan pasien dalam keadaan sadar dan
dapat bekerjasama. Dengan alat uji khusus seperti electocortical
mapping dan respons pasien terhadap stimulus, akan menentukan
batasan fokus epileptogenik. Beberapa fokus epiloptogenik
abnormal (mis; daerah otak abnormal) kemudian di angkat.
Tujuan tidakan adalah menghentikan kejang secepat mungkin,
untuk menjamin oksigenasi serebral adekuat, dan untuk
mempertahankan pasien bebas kejang, jalan napas dan oksigenasi
adekuat perlu diupayakan. Jika pasien tetap dalam ketidaksadaran
yang dalam, maka perlu pasang selang endotrakea. Diazepam
dibrikan dengan lambat melalui intravena dalam usaha untuk
menghentikan kejang dengan cepat. Obat-obat antikonvulsan dari
diazepam singkat.
Jalur intravena dipasang dan contoh darah diambil untuk
memantau kadar elektrolit, ureum, dan glukosa darah.
Terapi non farmakologi
Amati faktor pemicu
ari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, konsumsi
kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat
makan, dll
Terapi Pengobatan Epilepsi :
1. Obat pertama yang paling lazim dipergunakan:
(seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin)
Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru,
a. Sodium valporat : VPA menambah aktivitas GABA di otak
dengan cara menghambat GABA-transaminase dan
suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan
kedua pada jalur degradasi, dan aldehide reduktase.
VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan
menghambat letupan frekuensi tinggi dari neuron.
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron
thalamus

b. Phenobarbital : Fenobarbital mengurangi pelepasan


transmitter dari terminal saraf dengan cara memblokade
saluran Ca peka voltase
c. phenytoin : Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke
dalam neuron yang terangsang dan mengurangi amplitudo
dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran Na peka
voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca ke dalam
neuron pada pelepasan neurotransmitter
Terhidroksilasi di liver mell sistem penjenuhan enzim,

kec metab bervariasi antar individu


Diperlukan sampai 20 hari u mencapai kadar level stabil
sesudah perub dosis shg perlu dicegah dosis secara
gradual atau sampai tjd tanda gangg serebral
(nistagmus, ataksia, pergerakan involuntar)
Perlu monitoring kons serum scr ketat dosis kecil
menghasilkan kadar toksik obat dlm serum
ES lain : hipertrofi gusi, jerawat, kulit berlemak,
gambaran muka kasar dan hirsutism

2. Obat kedua yang lazim digunakan: (seperti: lamotrigin,


tiagabin, dan gabapetin)
Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah
mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah
dengan dengan obatan kedua.
Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek
samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu
kelahiran
a. Lamotrigin : Menghambat saluran Na peka voltase
Dapat digunakan dlm btk tunggal, spt fenitoin dg ES <

ES : pandangan kabur, bingung, mengantuk


Reaksi kulit serius terutama pd anak kecil
b. Gabapetin : mengikat pada reseptor spesifik di otak,
menghambat saluran Na peka voltase, dapat menambah
pelepasan GABA.
Gabapetin : Digunakan sbg : add-on drugs pd penderita
epilepsi yg tdk mencapai efek baik dg obat antiepilepsi lain

Vigabatrin sedikit / jarang digunakan krn dpt mengurangi


daerah pandang (visual fields) sampai 1/3 penderita
Gabapentin & karbamazepin juga digunakan utk mengobati
nyeri neuropatik (shooting & stabbing) yg krg berespon thdp
analgesik konvensional

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN
AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Gejala : keletihan, kelemahan umum.


Keterbatasan dalam beraktivitas atau bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri atau orang terdekat/pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : perubahan tonus/kekuatan otot.
Gerakan involunter/kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
SIRKULASI
Gejala : iktal : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Posiktal : tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernapasan.
INTEGRITAS EGO
Gejala : stressor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan
dan/penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan/tidak berdaya. Perubahan
dalam berhubungan.
Tanda : pelebaran rentang respons emosional.
ELIMINASI
Gejala : inkontinensia episodic.
Tanda : iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Posiktal : otot relaksasi yang mengakiibatkan inkontinensia (baik
urine/fekal).
MAKANAN ATAU CAIRAN
Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang.
Tanda : kerusakan jaringan lunak/gigi (cedera selama kejang). Hyperplasia
gingival (efek samping pemakaian dilantin jangka panjang).

NEUROSENSORI
Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing,
riwayat trauma kepala, anoksia, dan infeksi serebral, adanya aura
(rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).postikal : kelemahan,
nyeri otot, area parestese/paralisis.
Tanda : karateristik kejang:
Fase prodormal: adanya perubahan pada reaksi emosi atau respons efektif
yang tidak menentu yang mengarah pada fase aura dalam beberapa
kasus dan berakhir beberapa menit sampai beberapa jam.
Kejang umum :
Tonik-klonik (grand mal): kekakuan dan postur menjejak, mengerang,
penurunan kesadaran, pupil dilatasi, inkontinensia urine/fekal, pernafasan
stridor (ngorok), saliva keluar secara berlebihan, dan mungkin juga
lidahnya tergigit.
Posiktal : pasien tertidur dalam 30 menit sampai beberapa jam,
selanjutnya merasa lemah, kacau mental, dan amnesia beberapa waktu
dengan merasa mual dan nyeri otot.
Absen (petit mal) : periode gangguan kesadaran dan/atau melamun (tak
sadar lingkungan) yang diawali pandangan mata menerawang sekitar 530 detik saja,yang dapat terjadi 100 kali setiap harinya, terjadinya kejang
pada motorik minor mungkin bersifat akinetik hilang gerakan. Mioklonik
(kontraksi otot secara berulang), atau tonik (hilangnya tonus otot).
Posiktal : amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung, dapat
melakukan kembali aktivitas.
Kejang parsial (sederhana :
Jacksonian/motorik fekal: sering didahului oleh aura, berakhir 2-15 menit.
Tidak ada penurunan kesadaran (uniteral) atau penurunan kesadaran
(bilateral). Gerakan bersifat konvulsif dan terjadi gangguan sementara

pada bagian tertentu yang dikendalikan oleh bagian otak yang terkena
(seperti lobus frontal) disfungsi motorik); parietal (terasa baal,
kesemutan), lobus oksipital (cahaya terang, sinar lampu), lobus
posterotemporal (kesulitan dalam berbicara).konvulsi (kejang) dapat
mengenai seluruh tubuh atau bagian tubuh yang mengalami gangguan
yang terus berkembang. Jika dilakukan restrein selam kejang, pasien
mungkin akan melawan dan memperlihatkan tingkah laku yang tidak
kooperatif.
Status epileptikus :
Aktivitas kejang yang terus-menerus dengan spontan atau berhubungan
dengan gejala putus antikolvunsan tiba-tiba dan fenomena metabolic lain.
Catatan : jika hilangnya kejang mengikuti pola tertentu, masalah dapat
menghilang tidak terdeteksi selama periode waktu tertentu, sehingga
pasien tidak kehilangan kesadarannya
NYERI ATAU KENYAMANAN
Gejala : sakit kepala, nyeri.
otot/punggung pada periode posiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal (mungkin terjadi selama
kejang fokal/parsial tanpa mengalami penurunan kesadaran).
Tanda : sikap/tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot,
tingkah lalu distraksi atau gelisah.
PERNAFASAN
Gejala : fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/cepat;
peningkatan sekresi mucus. Fase posiktal : apnea
KEAMANAN
Gejala : riwayat terjatuh/trauma, fraktur. Adanya alergi.

Tanda : trauma pada jaringan lunak/ekimosis. Penurunan kekuatan/tonus


otot secara menyeluruh.

INTERAKSI SOSIAL
Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau
lingkungan sosialnya, pembatasan/penghindaran terhadap kontak sosial.
PENYULUHAN ATAU PEMBELAJARAN
Gejala : adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan atau
ketergantungan obat (termasuk alkohol). Pertimbangan DRG menunjukan
rerata lama dirawat : 3-5 hari.
Rencana pemulangan : mungkin memerlukan perubahan dalam
pengobatan, bantuan pada beberapa pekerjaan
dirumah/mempertahankan tugas-tugas yang tetap menjaga keamanan
dan transportasi.
Prioritas keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.

Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang.


Melindungi pasien dari cedera.
Mempertahankan jalan nafas/ fungsi pernapasan.
Meningkatkan harga diri yang positif.
Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis,dan
kebutuhan penaganannya .

Tujuan pemulangan
Serangan kejang terkontrol.
1. Komplikasi/ cidera dapat dicegah.
2. Mampu menunjukan citra diri.
3. Pemahaman terhadap proses penyakit,prognosisnya,dan
kebutuhan pengobatan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Resti Penghentian Pernapasan b/d Kelemahan, Kesulitan
Keseimbangan
b) Resti trauma b/d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan)
c) Resti ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan sekret
d) Gangguan harga diri b/d stigma berkenaan dengan kondisi
e) Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) b/d keterbatasan kognitif
I.

3. INTERVENSI
DX 1: Resti penghentian pernapasan b/d
kelemahan,kesulitan keseimbangan
Tujuan : klien mampu mempertahankan aturan pengobatan untuk
mengontrol/ menghilangkan aktifitas kejang
KH : - mendomentrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk
mengurangi faktor resiko an melindungi diri dari cedera.

TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri
1. Gali bersama sama pasien berbagai stimulus yang dapat menjadi
pencetus kejang.
R/ Alkohol, bergai obat dan stimulus lain ( seperti kurang tidur,
lampu yang terlalau terang, meonton televisiterlalu lama) dapat
meningkatkan aktifitas otak, yang selanjutnya meningkatkan risiko
terjadinya kejang.
2. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang
terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.
R/ mengurangi trauma saat kejang ( sering/umum ) terjadi selama
pasien berada ditempat tidur.
3. Tinggalah bersama pasien dalam waktu beberapa lama
selama/setelah kejang
R/ meningkatkan keamanan pasien
4. Masukan jalan napas buatan yang terbuat dari plastik/biarkan
pasien mengigit benda lunak antara gigi ( jika rahang relaksasi ).

R/ menurunkan resiko terjadinya trauma mulut tetapi tidak boleh


dipaksa atau dimasukan ketika gigi-gigi sedang mengatup kuat
karena kerusakan pada gigi dan jaringan lunak dapat terjadi.
5. Catat tipe dari aktivitas kejang ( seperti lokasi/lamanya aktivitas
morotik, hilang/penurunan kesadaran , inkontinensia, dan lain-lain )
dan berapakali terjadi ( frekuensi/kambuhannya ).
R/membantu untuk melokalisasi daerah otak yangterkena.
6. Lakukan penilaian neurologi/tanda-tanda vital setelah kejang,
misalnya: tingkat kesadaran, orientasi, tekanan darah (TD), nadi dan
pernapasan.
R/ mencatat keadaan posiktal dan waktu penyembuhan pada
keadaan normal.
7. Orientasikan kembali pasien terhadap aktivitas kejang yang
dialaminya.
R/ pasien mungkin menjadi bingung, disorientasi, dan mungkin juga
mengalami amnesia setelah kejang dan memerlukan bantuan untuk
dapat mengontrol lagi dan menghilangkan ansietas.
8. Biarkan tingkah laku automatik posikal tanpa menghalanginya
selama perlindungan terhadap lingkungan tetap diberikan
R/ mungkin tingkah laku ini memanjang (yang berasal dari
motorik/pisikologik) yang tampak tidak sesuai/tidak relefan terhadap
waktu atau tempat.usahakan untuk mengendali atau mencegah
kegiatan yang mungkin mengakibatkan pasien menjadi agresif atau
melawan.
9. Observasi munculnya tanda-tanda status epileptikus, seperti kejang
tonik klonik setelah jenis yang lain muncul dengan cepat dan cukup
meyakinkan.
R/ hal ini merupakan keadaan darurat yang mengancam hidup yang
dapat menyebabkan henti napas, hipoksia berat, dan kerusakan
pada otak dan sel saraf. Intervensi yang segera dibutuhkan untuk
mengendali aktivitas kejang.
Catatan : meskipun kejang tidak ada mungkin menjadi statis,
biasanya hal seperti ini tidak membahayakan (mengancam
kehidupan).
10.
Diskusikan adanya tanda-tanda serangan kejang ( jika
memungkinkan) dan pola kejang yang biasa dialami. Ajarkan orang
terdekat pasien untuk mengendali tanda-tanda awal dari kejang

tersebut dan bagaimana merawat pasien selama dan setelah


serangan kejang.
R/ memberikan kesempatan pasien untuk melindungi diri sendiri
dari trauma dan mengalami perubahan yang perlu
disampaikanpada dokter atau pada intervensi selanjutnya.
Mengetahui apa yang dilakukan ketika kejang terjadi dapat
mencegah trauma/ komplikasi dan menurunkan perasaan tak
berdaya dari orang terdekat.
Kolaborasi
11.
Berikan obat sesuai indikasi :
Obat antiepilepsi meliputi fenitoin (dilantin), primidon (mysoline),
karbamazepin (tegretol), klonazepam (klonopin), asam valproat
(depakote)
R/ obat antiepilepsi meningkatkan ambangkejang dengan
menstabilkan membran sel saraf, yang menurunkan eksitasi neuron
atau melalui aktivitas langsung pada sistim limbik, talamus, dan
hipotalamus. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan penekanan
terhadap aktivitas kejang dengan dosis obat yang terendah dengan
efek samping yang menimal.
12.
Penobarbital (Luminal)
R/ meningkatkan efek dari obat antiepilepsi dan memungkinkan
untuk memberikan dosis lebih rendah untuk menurunkan efek
sampingnya.
13.
Diazepam ( Vilium).
R/ dapat digunakan tersendiri ( atau dalam kombinasi dengan
penobarbital ) sebagai obat pilihan pertama untuk menekan status
kejang.
14.
Glukso, tiamin.
R/ dapat memberikan untuk mempertahankan keseimbangan
metabolisme jika kejang tersebut ditimbulkan oleh
hipoglikemia/alkohol.
15.
Pantau catat kadar obat antiepilepsi, yang berhubungan
dengan efek samping dan frekuuesi dari aktivitas kejang yang
terjadi.
R/ kadar terapeutik standar mungkin tidak optimal pada pasien
induvidual jika terjadi efek samping yang merugikan atau kejangnya
tidak terkontrol.

16.
Pantau kadar sel darah, elektrolit,dan glukosa.
R/ mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat/menurunkan
ambang kejang.
17.
Siapkan untik pembedahan/elekktrolit pengganti sesuai
indikasi.
R/ stimulator saraf vagal, tetapi dengan pancaran mgnetik, atau
intervensi bbedah lainnya ( seperti : lubektomi temporal )dapat
dilakukan untuk kejang yang tidak dapat diobati atau
melokalisasikan dengan akurat lesi epileptogenik ketika pasien
tidak dapatmengatasi dan adanya resiko yang amat tinggi terhadap
munculnya trauma yang serius.

II.

Dx : Resiko trauma b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan


keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien,
menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh

KH :

tidak terjadi cedera fisik pada klien,

klien dalam kondisi aman,

tidak ada memar,

tidak jatuh

Intervensi
1. Identivikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya cedera
R/Barang- barang di sekitar pasien dapat membahayakan saat terjadi kejang
Pantau status neurologis setiap 8 jam Mengidentifikasi perkembangan atau
penyimpangan hasil yang diharapkan
Mandiri
2. Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada pasien saat
terjadi kejang

R/Mengurangi terjadinya cedera seperti akibat aktivitas kejang yang tidak terkontrol
Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah
cidera atau jatuh
Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar Area yang rendah dan datar dapat
mencegah terjadinya cedera pada pasien
Tinggal bersama pasien dalam waktu beberapa lama setelah kejang Memberi
penjagaan untuk keamanan pasien untuk kemungkinan terjadi kejang kembali
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi
kejang Lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa yang dialami beberapa saat
sebelum kejang Untuk mengidentifikasi manifestasi awal sebelum terjadinya kejang
pada pasien
Kolaborasi:
3. Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter
R/Mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjangan, yang dapat mengurangi suplai
oksigen ke otak
Edukasi:
4. Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, atau
mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.
R/ Sebagai informasi pada perawat untuk segera melakukan tindakan sebelum
terjadinya kejang berkelanjutan
Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan selama pasien
kejang Melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera

III.

DX II: Resti ketidakefektifan jalan napas b/d peningkatan


sekret
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan pola pernapasan efektif
dengan jalan napas paten/aspirasi dicegah setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x24 jam
KH :
- napas normal ( 16-20 x/menit )
-tidak terjadi aspirasi tidak ada dispnea
- tidak ada penumpukkan sekret
TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri

1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat


tertentu/gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan
untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpai
ditandai gejala awal.
R/ Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda
asing kefaring.
2. Letakkan pasien pada posis miring, permukaan datar, miringkan
kepala selama serangan kejang.
R/ meningkatkan aliran ( drainase ) sekret, mencegah lidah jatuh
dan menyumbat jalan napas.
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada dan abdomen.
R/ untuk memfasilitasi usaha bernapas/ ekspansi dada.
4. Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan atau gulungan benda
lunak sesuai indikasi.
R/ jika memasukan diawali untuk membuka rahang, alat ini dapat
mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan
penghisapan lendir atau memberi kosongan terhadap terhadap
pernapasan jika deperlukan.
5. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
R/ menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
Kolabrasi
6. Berikann tambahan oksigen/ventilasi manual sesuai kebutuhan
pada fase posiktal.
R/ dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari
sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme
vaskuler selama serangan kejang. Catatan : ventilasi buatan
selama serangan kejang umum dibatasi atau tidak
menguntungkan karena dalam keadaan seperti ini tidak mungkin
untuk memindahkan udara kedalam/keluar paru selama kontraksi
otot pernapasan yang amat berlebihan. Setelah kejang itu reda
fungsi pernapasan akan kembali jika tidak muncul masalah
sekunder(seperti : benda asing atau terjadi aspirasi)
7. Siapkan untuk/ bantu melakukan intubasi, jika ada indikasi.
R/ munculnya abnea yang berkepanjangan pada fase posiktal
membutuhkan dukungan ventilator mekanik.
IV.

Dx III : gangguan harga diri b/d stigma berkenaan dengan


kondisi
Tujuan : mengurangi rendah diri pasien

KH :
- adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
- menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan
masyarakat
TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri
1. Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri
terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk
mengungkapkan atau mengekspresikan perasaannya.
R/ reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan
pengetahuan / pengalaman awal dengan keadaan
penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap
aturan pengobatan. Adanya keluhan merasa takut , marah
dan sangat memperhatikan tentang implikasinya di masa
yang akan datang dapat membantu pasien untuk menerima
keadaannya.
2. Identifikasi/antipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan
penyakitnya. Anjurkan pasien untuk tidak merahasiakan
masalahnya.
R/ memberikan kesempatan untuk berespon pada proses
pemecahan masalah dan berikan tindakan kontrol terhadap
situasi yang di hadapi. Merahasiakan sesuatu adalah
destruksif (merusak) harga diri (potensial mengalami
menyangkal), menghentikan perkembangan dalam
menangani masalah dan mungkin secara aktual meningkatkan
resiko trauma atau respon yang negatif ketika kejang itu
terjadi.
3. Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah
diperoleh atau yang akan dicapai selanjutnya dan kekuatan
yang dimilkinya.
R/ memfokuskan pada aspek yang positif dapat membantu
untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau
kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulia
menerima penanganan terhadap penyakitnya.

4. Hindari pemberian perlindungan yang amat berlebihan pada


pasien, anjurkan aktivitas dengan memberikan pengawasan/
dengan memantau jika ada indikasi.
R/ partisipasi dalam sebanyak mungkin pengalaman dapat
mengurangi depresi tentang keterbatasan. Observasi/
pengawasan perlu diberikan pada beberapa aktivitas seperti
latihan tubuh ( senam) , olahraga memanjat/ panjat tebing
atau olahraga air.
5. Tentukan sikap/kecakapan orang terdekat. Bantu ia menyadari
perasaan tersebut adalah normal, sedangkan merasa bersalah
dan menyalahkan diri sendiri tidak ada manfaatnya.
R/ pandangan yang negatif dari orang terdekat dapat
berpengaruh terhadap perasaan kemampuan/ harga diri
pasien dan mengurangi dukungan yang diterima dari orang
terdekat tersebut yang mempunyai resiko membatasi
penanganan yang optimal.
6. Tekankan pentingnya staf/orang terdekat untuk tetap dalam
keadaan tenang selama kejang.
R/ ansietas dari pemberi asuhan adalah menjalar dan bila
sampai kepada pasien dapat meningkatkan persepsi negatif
terhadap keadaan limgkungan/ diri sendiri.
Kolaborasi
7. Rujuk pasin/ orang terdekat pada kelompok penyokong,
seperti yayasan epilepsi dan sebagainya.
R/ memberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi,
dukungan dan ide-ide untuk mengatasi masalah dari orang
lain yang telah mempunyai pengalaman yang sama.
8. Diskusikan rujukan kepada piskoterapi dengan pasien atau
orang terdekat.
R/ kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri
seseorang dan pasien/ orang terdekat dapat merasa berdosa
atas keterbatasan penerima terhadap dirinya dan stigma
masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan
terhadap kesadaran diri sendiri.

V.

DX IV : kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) b/d


keterbatasan kognitif
Tujuan : pasien dapat mengatakan paham tentang gangguan
dan berbagai rangsang yang dapat meningkatkan potensial pada
aktivitas kejang
KH :
Mulai berubah perilaku/gaya hidup sesuai indikasi
Mentaati aturan obat yang diresepkan
TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri
1. Tinjau kembali obat-obat yang di dapat, penting sekali
memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak menghentikan
pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk
untuk mengurangi dosis.
R/ tidak adanya pemahaman terhadap obat-obat yang di
dapat merupakan penyebab dari kejang yang terus-menerus
tanpa henti. Pasien perlu untuk mengetahui resiko timbulnya
status epileptikus sebagai akibat dari menghentikan
penggunaan obat anti konvulsan.
2. Berikan petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat
bersamaan dengan waktu makan jika memungkinkan.
R/ dapat menurunkan iritasi lambung, mual/muntah.
3. Diskusikan mengenai efek samping secara khusus, seperti
mengantuk, hiperaktif, gangguan tidur, hipertropi pada gusi,
gangguan penglihatan, mual/muntah, timbul ruam pada
kulit,sinkope/antasia, kelahiran yang terganagu dan anemia
ablastik.
R/ dapat mengindikasikan kebutuhan akan perubahan dalam
dosis/ obat pilihan yang lain, meningkatkan
keterlibatan/partisipasi dalam proses pengambilan keputusan
dan menyadari efek jangka panjang dari obat dan
memberikan kesempatan untuk mengurangi/ mencegah
komplikasi.
4. Berikan informasi tentang interaksi obat yang potensial dan
pentingnya untuk memberitahu pemberi perawatan yang lain
dari pemberian obat tersebut.

R/ pengetahuan mengenai penggunaan obat antikonvulsan


menurunkan resiko obat yang diresepkan yang dapat
berinteraksi yang selanjutnya mengubah ambang kejang atau
memilki efek teraupetik.
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan semacam gelang
identifikasi/ semacam petunjuk yang memberitahukan bahwa
anda adalah penderita epilepsi.
R/ mempercepat penanganan dan menentukan diagnosa
dalam keadaan darurat.
6. Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi yang teratur/
melakukan pemeriksaan laboratorium yang teratur sesuai
dengan indikasi, seperti darh lengkap harus diperiksa minimal
2 kali dalam satu tahun dan munculya sakit tenggorokan atau
demam.
R/ kebutuhan teraupetik dapat berubah dan / atau efek
samping obat yang serius (seperti agranolisotis atau
toksisitas) dapat terjadi.
7. Bicarakan kembali kemungkinan efek dari perubahan
hormonal.
R/ gangguan kadar harmonal yang terjadi selama menstruasi
dan kehamilan dapat meningkatka resiko kejang.
8. Diskusikan maanfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti
diet yang adekuat, istirahat yang cukup, latihan yang cukup,
dan hindari bahaya, alkohol, kafein dan obat yang dapat
menstimulasi kejang.
R/ aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu
menurunkan/mengendalikan faktor-faktor predisposisi yang
meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan koping yang
baik dan juga meningkatkan harga diri.
9. Tinjau kembali pentingnya kebersihan mulut dan perawatan
gigi yang teratur.
R/ menurunkan resiko infeksi mulut dan hipertensia dari gusi.
10.
Identifikasi perlunya/meningkatkan penerimaan
keterbatasan yang dimiliki, diskusikan tindakan keamanan
yang diperhatikan saat mengemudi, menggunakan alat
mekanik, panjat tebing, kesenangan (hobi) dan sejenisnya.

R/ menurunkan resiko trauma oleh diri sendiri atau orang lain


terutama jika kejang terjadi tanpa diawali oleh tanda-tanda
peringatan tertentu.
11.
Diskusikan adanya hukum lokal/ pembatasan berkenaan
pada seseorang dengan epilepsi/ penyakit kejang. Anjurkan
untuk menyadarinya tetapi tidak perlu untuk menerima
sepenuhnya kebijaksanaan tersebut.
R/ meskipun hukum atau hak asasi penderita epilepsi telah
membaik selama darsawarsa terakhir, pembatasan masih ada
pada beberapa tempat berkenaan dengan surat ijin
mengemudi (SIM), pembedaan dalam bekerja, dan
membutuhkan pelaporan pada instasi pemerintah yang
ditunjuk.

Anda mungkin juga menyukai