Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tahunnya 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena
faringitis.banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus
pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral
faringitis merupakan penyebab utamaseseorang absen bekerja atau sekolah. National
ambulatory medical care survey menunjukkan 20 0 ku nj u ng an k e
d ok te r t i ap 10 00 p op ul as i a nt a ra ta hu n 1 98 0- 19 96 a da l ah ka re n a v ir a l
faringitis.
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat
infeksi ma up un no n in fe ks i. F a ri ng i t is d ap a t me n u la r me l a l u i droplet
infection d a r i o r a n g y a n g menderita faringitis. Faktor resiko penyebab
faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan
yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
A. Tujuan
Ada 2 macam tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan Umum : mahasiswa mampu meningkatkan kemampuan dan mengerti

tentang mengatasi masalah kesehatan tentang faringitis.


Tujuan Khusus :
a. Mengenal masalah kesehatan faringitis.
b. Menentukan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah tentang faringitis.
c. Memelihara lingkungan baik fisik, psikis maupun social sehingga dapat
menunjang peningkatan kesehatan.
d. Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat seperti Puskesmas,
Puskesmas pembantu, kartu sehat, posyandu, RS,dll untuk memperoleh
pelayanan kesehatan

B. Manfaat Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk lebih
mendalami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan faringitis.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
denganmengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan dan internet,
diskusi kelompok.
D. Sistematika Penulisan
1

Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 3 BAB yaitu :


BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar teori dan konsep asuhan keperawatan
pada klien dengan faringitis
BAB III : penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Pengertian
Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang
menyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu.
Kadang juga disebut sebagai radang tenggorokan.
2

Faringitis adalah inflamasi febris yang disebabkan oleh infeksi virus yang tak
terkomplikasi biasanya akan menghilang dalam 3 sampai 10 setelah awitan.

2. Klasifikasi
Faringitis akut (sakit tenggorokan) dalah inflamasi febris yang disebabkan oleh
organisme virus sebanyak 70 %lebih sering. Infeksi virus yang tak terkomplikasi
biasanya akan menghilang dalam 3 sampai 10 hari setelah awitan. Bila disebabkan
oleh bakteria, organisme yang umumnya menyerang adalah stresptokokus group A.
Faringitis yang disebabkan oleh bakteria adalah penyakit yang lebih parah karena
bahaya komplikasi yaitu sinusitis, ototitis media, mastoiditis, adenitis servical,
demam reumatik, dan nefritis.
Faringitis kronik adalah bentuk yang umum terjadi pada orang dewasa yang bekerja
atau tinggal di lingkungan yang berdebu, menggunakan suara secara berlebihan,
menderita batuk kronis, dan kebiasaan penggunaan alkohol dan tembakau. Dikenal
tiga tipe faringitis kronis :
a. Faringitis hipertrofi,ditandai dengan penebalan umum dan kongesti membrane
mukosa.
b. Faringitis atrofi kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama
(membrane tipis, keputihan,licin dan pada waktunya berkerut)
c. Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel limfe pada dinding
faring.
3. Anatomi dan Fisiologi
- Faring
Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang
besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui
isthmus faucium, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus
pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus. Faring terdiri atas:

1.

2.

Nasofaring
Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa struktur
penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring, torus tubarius,
kantong Rathke, choanae, foramen jugulare, dan muara tuba Eustachius.
Batas antara cavum nasi dan nasopharynx adalah choana. Kelainan congenital koana
salah satunya adalah atresia choana.
Struktur Nasofaring :
a. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva
b. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan
karena cartilago tuba auditiva.
c. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang
disebabkan karena musculus levator veli palatini.
d. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius
e. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan
dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium
faringeum tuba auditiva terutama ketika menguap atau menelan.
f. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi
Nasopharingeal Carcinoma.
g. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada
pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.
h. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.
i. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing da
oropharing karena musculus sphincterpalatopharing.
j. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei
Orofaring
Struktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fossa
tonsilaris, arcus faring, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum.

3.

Dinding posterior faring, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang
kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.
Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah
memecah ke luar bila terjadi abses.
Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dan ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa
yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit,
limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa makanan

Laringofaring
Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta fossa
piriformis.
Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara, dan untuk artikulasi.
Pada Embriologi

Rongga mulut, faring dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Foregut ini
berkembang menjadi rongga hidung, gigi dan kelenjar liur,hipofisi anterior ,tiroid dan
laring, trakea , bronkus dan alveoli paru.
Mulut terbentuk dari stemodium primitive yang merupakan gabungan dari ektodermal
dan endodermal , yang membelah. Bibir bagian atas dibentuk oleh bagian prosesus
nasalis medial dan lateral dan prosessus maksilaris. Celah bibir biasanya tidak terletak
digaris tengah tetapi dilateral dari prosesus nasalis medial yang membentuk
premaksila. Bibir bagian bawah berkembang dari bagian prosesus mandibularis.otot
bibir berasal dari daerah brankialkedua dan dipersarafin oleh saraf fasialis.

Dibelakang mukosa dinding blakang faring terdapat dasar tulang sphenoid dan dasar
tulang oksiput disebelah atas, kemudian bagian depan tulang atlas dan sumbu badan
dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan kehidungmelalui koana
posterior. Superior , adeoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara
tuba eustakius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut fosaronsenmuler.
Kedua struktur ini berada diatas batas bebas otot konstriktor faringitis superior. Otot
tensor veli palatine, merupakan otot yang menengangkan palatum dan membuka
tubaeustaki, masuk kefaring melalui ruang ini. Otot ini membentuk tendon yang
melekat sekitar hamulus tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatine
dipersarafi oleh saraf mendibularis melalui ganglion optic.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalam
kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila,
arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglotus, dan dibelakang dari arkus faring
posterior disusun oleh otot palatofaringeus. Otot otot ini membantu menutupnya
orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.
4. Etiologi
Kuman streptococcus beta hemolyticus, streptoccus viridians, dan streptococcus.
Bisa juga disebabkan oleh virus.
5. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi,
kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi
menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih, atau abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa
folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke
lateral menjadi meradang dan membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau
faringitis.

6. Patoflow

Bakteri (streptococcus group A, arkanobacterium, neisseria gonrrhoeae,


chlamdia pneumonia)

Menular melalui droplet

Menginfiltrasi lapisan epitel

Epitel terkikis

Terjadi pembendungan radang


dengan infiltrasi leukosit
Mk IV :
Kurang
pengetahu

faringitis

hyperemia
P.D dinding
faring

demam
oedem

Radang dan
membengka

Mukosa
kemerah
an
Sukar
menelan

Iritasi jalan
nafas

Mk III : G3
nutrisi

Mk I :
nyeri

batuk

Sputum
mukosa

Mk II :
bersihan
jln nafas

7. Epidemiologi
Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi
yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia di
bawah 1 tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun,
tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan kehidupan dewasa. Kematian
yang diakibatkan faringitis jarang terjadi,tetapi dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi
penyakit ini
8. Manifestasi klinis
a. Faringitis Akut :
Membran faring tampak merah
Folikel tonsil dan limfoid membengkak dan diselimuti oleh eksudat.
Nodus limfe servical membesar dan mengeras
Mungkin terdapat demam, malaise, dan sakit tenggorokan.
Serak, batuk, dan rinitis bukan hal yang tidak lazim.
b. Faringitis Kronik :
Rasa iritasi dan sesak yang konstan pada tenggorok.
Lendir yang terkumpul dalam tenggorokdan dikeluarkan dengan batuk.
Kesulitan menelan.
9. Diagnosis
Pemeriksaan serologic
Pemeriksaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam
Fotothorak untuk melihat adanya tuberkolusis paru.
Biopsi jaringan untuk mengetahui proses keganasan serta mencari basil tahan asam di
jaringan

10. Pemeriksaan Fisik


Inspeksi : kemerahan pada faring, adanya pembengkakan di daerah leher
Palpasi : adanya kenaikan suhu pada bagian leher, adanya nyeri tekan
TTV : suhu tubuh mengalami kenaikan, nadi meningkat, dan napasnya cepat
11. Penatalaksanaan
a. Faringitis Akut:
Preparat antimikrobial untuk penyebab bakteria: penisilin untuk streptococcus
group A dan sefalosporin untuk penderita yang alergi terhadap penisilin atau
resisten terhadap eritromisin.
Antibiotik diberikan sedikitnya selama 10 hari.
Berikan diet cair atau lunak selama fase akut.
Pemberian cairan IV jika tidak mampu menelan karena sakit tenggorok.
Berikan dorongan untuk banyak minum bila mampu untuk menelan (2500 ml
setiap hari).
b. Faringitis Kronik.

Pengobatan berdasarkan pada penghilangan gejala, menghindari pemajanan terhadap


iritan, dan perbaikan saluran napas atas, pulmonal, atau kondisi jantung yang
mungkin bertanggung jawab terhadap batuk kronis.
Instalasi hidung atau sprei hidung untuk menghilangkan kongesti nasal.
Aspirin atau asetaminofen untuk mnegontrol malaise.
Hindari kontak dengan orang lain sampai demam telah menghilang dengan
sempurna untuk mencegah penyebaran infeksi.
12. Pemeriksaan Diagnostik.
- Kultur tenggorok
- Uji resistensi
- Pemeriksaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam.
- Fotothorak untuk melihat adanya tuberkolusis paru.
- Biopsi jaringan untuk mengetahui proses keganasan serta mencari basil tahan asam di
jaringan
13. Komplikasi
Otitis media purulenta bakterialis
Daerah telinga tengah normalnya adalah steril. Bakteri masuk melalui tube
eustacius akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.
Abses Peritonsiler
Sumber infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil.
Glomerulus Akut
Infeksi Streptokokus pada daerah faring masuk ke peredaran darah, masuk ke
ginjal. Proses autoimun kuman streptokokus yang nefritogen dalam tubuh
meimbulkan bahan autoimun yang merusak glomerulus.
Demam Reumatik
Infeksi streptoceal yang awalnya ditandai dengan luka pada tenggorok akan
menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup
jantung, terutama pada katup mitral dan aorta.
Sinusitis
Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa sinusitis
maksilaris / frontalis. Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan
jalan napas bagian atas (salah satunya faringitis), dibantu oleh adanya faktor
predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal dan dapat juga
campuran seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb
siella pneumoniae.
Meningitis
Infeksi bakteri padadaerah faring yang masuk ke peredaran darah, kemudian
masuk ke meningen dapat menyebabkan meningitis.Akan tetapi komplikasi
meningitis akibat faringitis jarang terjadi.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
INTEGRITAS EGO
Gejala
: Perasaan takut akan kehilangna suara
Kuatir bila pembedahan mempengaruhi hibungan keluarga, kemampuan kerja
dan keuangan
Tanda
: ansietas, depresi
MAKANAN / CAIRAN
Gejala
: kesulitan menelan
Tanda
: kesulitan menelan , mudah tersedak, bengkak, inflamasi/drainase
Oral, kebersihan gigi buruk.
HYGIENE
Tanda
: kemunduran kebersihan gigi
Kebutuhan bantuan perawatan dasar
NEUROSENSORI
Gejala
: kesemutan, parestesia otot wajah
Tanda
: hemiparesis wajah (keterlibatan parotid dan sub mandibular)
Kesulitan menelan, kerusakan membran mukosa
NYERI/KENYAMANAN
Gejala
: Sakit tenggorok, penyebaran nyeri ketelingan dan wajah, nyeri lokal
Pada orofaring
Tanda
: Prilaku berhati hati, gelisah, nyeri wajah, gangguan tonus otot
PERNAPASAN
Gejala
: Riwayat merokok, penyakit paru kronis, batuk dengan/tanpa sputum
Tanda
: Dispnea, sputum, darah
KEAMANAN
Gejala
: Perubahan pendengaran
INTERAKSI SOSIAL
Gejala
: Kurang dukungan sistem keluarga, masalah
berkomunikasi, bergabung dalam interaksi sosial.
Tanda
: Bicara kacau, enggan untuk bicara.

10

tentang

kemampuan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tenggorokan.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dengan sekret yang kental
ditandai dengan kesulitan dalam bernafas.
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan sekunder
akibat diaforesis yang berkaitan dengan demam
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
3. Intervensi keperawatan.
a. Diagnosa Keperawatan
Tujuan

: Nyeri b/d proses inflamasi pada tenggorokan.


: klien tidak mengeluh nyeri lagi setelah dilakukan
asuhan keperawatan 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil
:
- Nyeri pada skala (0-3)
- Klien tampak rileks
- Klien tampak tidak gelisah.
Intervensi

1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala dan selidiki serta laporkan perubahan
nyeri yang tepat.
R/ Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
2. Pantau tanda vital
R/ Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami
nyeri.
3. Ajarkan tehnik relaksasi.
R/ meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri.
4. Kumur Salin hangat.
R/ tergantung pada keparahan lesi dan tingkat nyeri. Manfaat tindakan ini tergantung
pada tingkat panas yang diberikan.
5. Berikan perawatan mulut.
R/ untuk menambah kenyamanan bagi pasien dan menghilangkann pecah-pecah pada
bibir mulut dan inflamasi pada mulut ketika terdapat infeksi.
6. Berikan analgetik sesuai indikasi
R/ Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain.
7. Irigasi tenggorok.
R/ cara efektif untuk mengurangi spasme pada otot faring dan menghilangkan nyeri.

11

b. Diagnosa Keperawatan II :
Bersihan jalan napas
tidak efektif b/d dengan sekret yang kental ditandai
dengan kesulitan dalam bernafas.
Tujuan
: klien dapat mengeluarkan sputum setelah dilakukan
asuhan keperawatan 3 x 24 jam.
KH
:
- Pasien dapat mengeluarkan sputum
- Pasien mengatakan dapat bernapas dengan lancar

Intervensi
1. Awasi frekuensi/kedalaman pernapasan, catat kemudahan bernapas, auskultasi bunyi
napas, selidiki kegelisahan, dispnea, terjadinya sianosis.
R/ Perubahan pada pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan atau adanya
ronchi diduga karena retensi sekret.
2. Tinggikan kepala 30 40 derajat
R/ Memudahkan drainase sekret, kerja pernapasan dan ekspansi paru.
3. Dorong menelan bila pasien mampu
R/ Mencegah pengumpulan sekret untuk membersihkan oral, menurunkan resiko
aspirasi.
4. Anjurkan pasien untuk minum air hangat.
R/ untuk mencairkan sputum agar mudah dikeluarkan.
5. Dorong batuk efektif dan napas dalam
R/ Memobilisasi sekret untuk membersihkan jalan napas atas dan membantu
mencegah komplikasi pernapasan.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian ekspektoran.
R/ untuk mengencerkan dahak.
c. Diagnosa Keperawatan IV
:
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
Tujuan
: klien dapat meningkatkan nutrisi yang adekuat setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam.
KH
:
- BB dalam batas normal
- Makanan habis setengah porsi.
- Klien tidak tampak pucat.
- Hasil lab dalam batas normal.
Intervensi
1. Kaji intake makanan pasien
R/ Untuk mengetahui adanya peningkatan nafsu makan
2. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang tinggi kalori dan serat.
12

3.

4.

5.
6.
7.

R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.


Berikan makanan yang lunak dan mudah dicerna.
R/ Untuk menambah pemasukan intake makanan serta mengurangi nyeri pada saat
makanan masuk kedalam sal.pencernaan
Buat pilihan makanan yang ada dan izinkan pasien untuk menggontrol pilihan sebanyak
mungkin.
R/ pasien yang meningkat kepercayaan dirinya dan merasa mengontrol lingkungan lebih
suka menyediakan makanan untuk makan.
Pertahankan Jadwal menimbang BB.
R/ memberikan catatan lanjut apakah terjadi penurunan berat badan.
Gunakan pendekatan yang konsisten.
R/ pasien dapat mendeteksi pentingnya dan dapat beraksi terhadap tekanan.
kolaborasi dengan ahli gizi
R/ Untuk mendapatkan menu makanan yang sesuai dengan kebutuhannya
d. Diagnosa Keperawatan IV
:
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan
sumber informasi.
Tujuan
: klien dapat menyatakan pemahaman tentang proses
penyakit setelah dilakukan asuhan keperawatan.
KH
:
- Klien dan keluarga mengerti tentang proses penyakit.
- Keluarga turut aktif dalam proses penyembuhan.
Intervensi
1. Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
R/ belajar lebih mudah bila mulai dari pengetahuan peserta belajar.
2. kaji potensial kerja sama dalam program pengobatan dirumah termasuk orang
terdekat sesuai indikasi.
R/ orang terdekat memerlukan keterlibatan bila proses penyakit berat atau berubah
untuk batasan kesembuhan.
3. Dorong penggunaan tehnik relaksasi.
R/ cara baru koping dengan perasaan ansietas dan takut akan membantu pasien
mengatasi perasaan ini lebih efektif.
4. berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana.
R/ menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk
menerima /memproses dan mengingat/menyimpan informasi yang diberikan.
5. diskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama.
R/ proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa minggu/bulan dan
informasi yang dapat mengenai harapan dapat menolong pasien untuk mengatasi
ketidak mampuannya dan juga menerima perasaan tidak nyaman yang lama.
6. Lakukan evaluasi
R/ Untuk mengetahui daya tangkap klien setelah diberikan pendidikan kesehatan.

13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A, korinebakterium,


arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae. Penyakit ini
cenderung akut dengan disertai demam yang tinggi, sakit kepala, rasa nyeri di perut dan
muntah-muntah. Tenggorokan terasa nyeri, amandel menjadi berwarna merah dan
membengkak. Penyakit ini, jika dibiarkan sampai menjadi berat, dapat menimbulkan
radang ginjal (glomerulonefritis akut), demam rematik akut, otitis media (radang telinga
bagian tengah), sinusitis, abses peritonsila dan abses retropharynx (radang di sekitar
amandel atau bagian belakang tenggorokan yang dapat menimbulkan nanah).
B. Saran

Bagi perawat hendaknya melaksanakan asuhan keperawatan tidak


mengesampingkan peran sebagai pendidik, yaitu membrikan pendidikan kesehatan
kepada klien maupun keluarganya.
Partisipasi klien keluarga serta kerja sama perawat yang baik dalam program
pengobtan sangat membantu dalam proses penyembuhan untuk itu perlu
ditingkatkan dan diperlukan.
Diharapkan kepada klien setelah pulang ke rumah untuk menjaga kesehatan
terutama menghindari factor-faktor yang dapat menimbulkan kembali faringitis.
Diharapkan mahasiswa Akademi Kesehatan bila merawat pasien dengan faringitis
maka harus memberikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas masalah klien.

14

Anda mungkin juga menyukai