Berbagai macam obat sudah lazim digunakan dalam dunia perunggasan guna mengatasi penyakit yang menyerang
ayam. Jenis obat yang umum digunakan antara lain antibiotik (antibakterial), anthelmintik (obat cacing) dan
antiprotozoa. Merk yang beredar pun beragam.
Yang sering menjadi masalah ialah masih awamnya beberapa peternak tentang zat aktif obat. Di lapangan seringkali
praktek pengobatan kurang tepat. Contohnya dosis obat berlebih atau kurang, pemberiannya tidak merata, atau lama
pemberian obat tidak sesuai dengan aturan pakai. Efeknya, penyakit tidak kunjung sembuh dan produktivitas ayam
terganggu. Efek lain terjadi resistensi antibiotik golongan tertentu. Lalu bagaimana penggunaan obat yang bijak dan
tepat itu? Berikut akan kami bahas.
Antibiotik
Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (baik berasal dari alam, semisintetik atau sintetik)
yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, antibiotik diberikan untuk mengobati
penyakit ayam yang disebabkan infeksi bakteri, seperti E. coli, Salmonella, Staphylococcus sp. Avibaterium
paragallinarum, dan bakteri lainnya. Namun seiring berjalannya waktu, penggunaan antibiotik kini tidak hanya sebatas
untuk mengobati ayam sakit saja, tapi juga mulai digunakan untuk mencegah penyakit bakterial atau yang biasa
disebut dengan cleaning program, maupun sebagai growth promoter.
Ada berbagai macam golongan antibiotik. Contohnya 8 golongan yang zat aktifnya terkandung dalam berbagai produk
Medion seperti tercantum pada tabel golongan antibiotik.
Mengenai cara kerjanya, antibiotik yang telah masuk ke dalam tubuh (melalui oral/dimakan/diminum atau
injeksi/suntikan, kemudian akan masuk ke dalam aliran darah (absorbsi), meninggalkan aliran darah dan masuk ke
jaringan (distribusi). Setelah itu, obat mulai bekerja pada target jaringan (metabolisme), kemudian berkurang kadarnya,
baik secara langsung atau akibat proses metabolisme (ekskresi). Sedangkan obat yang diberikan secara topikal atau
dioleskan ke kulit akan langsung bekerja di organ target (jaringan kulit, red).
a) Pengelompokkan antibiotik
Antibiotik dikelompokkan berdasarkan 2 hal, yaitu mekanisme dan spektrum kerjanya. Berdasarkan mekanisme
kerja, dikelompokkan menjadi:
Spektrum sempit
Termasuk dalam spektrum sempit bila antibiotik tersebut digunakan untuk bakteri Gram (-) atau Gram (+) saja,
seperti colistin yang hanya mampu membasmi bakteri Gram (-).
Spektrum luas
Dikatakan berspektrum luas bila antibiotik dapat mengatasi bakteri Gram (+) dan Gram (-) bahkanMycoplasma,
seperti antibiotik golongan fluoroquinolon.
Antibiotik yang termasuk dalam golongan aminoglikosida (Koleridin) dan golongan sulfonamide (TrimezynS, Collimezyn) tidak boleh digunakan pada kondisi gangguan ginjal seperti pada kasus Gumboro dan IB,
dimana terjadi kebengkakan pada ginjal sehingga akan memperberat kerja ginjal.
Antibiotik golongan sulfonamide jangan digunakan bersamaan dengan vitamin B atau asam amino. Oleh
karena itu, bila ingin memberikan multivitamin yang memiliki kandungan vitamin B atau asam amino, sebaiknya
setelah pengobatan antibiotik sulfonamide selesai dilakukan.
Antibiotik golongan fluoroquinolon (Neo Meditril, Doctril) dan tetracycline (Doxyvet), jika diberikan per oral
sebaiknya jangan dicampur dengan Ca2+ (kalsium), Mg2+ (magnesium), dan Al3+(aluminium) karena dapat
menurunkan penyerapan obat di saluran cerna. Contoh produk Medion yang memiliki kandungan Ca 2+, Mg2+,
Al3+ ialah Vita Stress, Neobro dan Aminovit. Jadi alternatifnya bila ingin menggunakan vitamin-vitamin
tersebut sebaiknya diberikan pada malam hari.
c) Resistensi antibiotik
Resistensi antibiotik adalah sebuah kondisi meningkatnya ketahanan bakteri terhadap daya kerja antibiotik tertentu.
Akibatnya, bakteri menjadi tidak sensitif dan dibutuhkan dosis antibiotikyang lebih besar untuk membasmi bakteri
tersebut.
Resistensi antibiotik pertama terjadi akibat pemberian dosis yang tidak sesuai, pemilihan antibiotik yang tidak tepat
dan pengobatan yang tidak tuntas. Penyebab kedua, karena antibiotik dari golongan yang sama digunakan secara
terus-menerus. Dan penyebab ketiga berasal dari bakteri itu sendiri, misalnya akibat bakteri mengalami mutasi
genetik, enzim maupun perubahan reseptor pada tubuh bakteri tersebut.
Solusi yang tepat untuk mengatasi resistensi ini ialah dengan mengombinasikan obat secara sinergis, serta yang
terpenting yaitu melakukan rolling antibiotik. Yang dimaksud dengan rolling antibiotik adalah menggunakan atau
memberikan antibiotik dari golongan berbeda setiap interval 3-4 kali periode pengobatan. Berikut contoh
program rolling antibiotik berdasarkan penyakitnya:
Anthelmintik
Anthelmintik (obat cacing) merupakan senyawa yang berfungsi membasmi cacing pada unggas. Beberapa contoh zat
aktif yang sering diberikan antara lain piperazine, niclosamide dan levamisole. Secara garis besar, cara kerja obat
cacing ada dua. Pertama, mempengaruhi syaraf otot cacing yang menyebabkan cacing lumpuh sehingga dengan
mudah dikeluarkan dari tubuh ternak. Kedua, mengganggu proses pembentukan energi sehingga cacing kehilangan
energi dan akhirnya mati.
Pemilihan anthelmintik yang tepat berdasarkan:
Efektivitas tinggi
Yaitu memiliki spektrum luas dan aktif untuk semua fase hidup cacing, termasuk cacing dalam jaringan
maupun dalam saluran cerna.
Withdrawaltime (waktu henti obat agar unggas aman untuk dikonsumsi) yang pendek
Terkait aplikasi pemberian anthelmintik ini di lapangan, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Beberapa zat aktif anthelmintik ada yang tidak larut dalam air seperti Niclosamide dan Albendazole, sehingga
pemberiannya dicampur melalui ransum. Pencampuran anthelmintik dan ransum sebaiknya dilakukan secara
bertahap. Campur dahulu anthelmintik dengan sebagian kecil ransum dan aduk hingga homogen. Setelah itu
tambahkan sedikit demi sedikit sisa ransum sambil diaduk hingga anthelmintik dan ransum tercampur secara
homogen. Sebelum pemberian obat sebaiknya ayam puasa makan dahulu selama 2 jam agar anthelmintik
yang diberikan terkonsumsi habis oleh ayam dan waktu kontak antara anthelmintik dengan cacing di dalam
saluran cerna semakin lama sehingga pengobatan menjadi lebih efektif. Anthelmintik yang sudah dicampur
ransum/air minum hendaknya juga habis dalam rentang waktu 2-4 jam.
Sesuaikan waktu pemberian obat cacing dengan siklus hidup dan tempat pemeliharaan ayam tersebut. Cacing
gilik mempunyai siklus hidup selama 1-2 bulan, sementara cacing pita sekitar 1 bulan. Oleh karena itu,
pemberian obat cacing sebaiknya diberikan pada ayam umur 1 bulan.
Pengulangan obat cacing untuk ayam yang dipelihara di kandang postal atau non slat disarankan dilakukan 12 bulan setelahnya, sedangkan bila ayam dipelihara pada kandang baterai/slat pengulangan bisa dilakukan 3
bulan kemudian karena ayam tidak kontak dengan litter.
Setelah periode pengulangan, bukan berarti obat cacing harus terus menerus diberikan pada bulan-bulan
selanjutnya. Para ahli dan praktisi menyarankan sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses secara rutin sehingga
adanya telur cacing di dalam feses dapat terdeteksi sejak awal. Hal inilah yang menjadi dasar perlu tidaknya
pemberian obat cacing.
Antiprotozoa
Penyakit yang cukup sering menyerang ayam dan disebabkan oleh protozoa ialah penyakit koksidiosis
danleucocytozoonosis (malaria like). Untuk mengatasinya, perlu diberikan antiprotozoa. Seperti halnya antibiotik dan
antithelmintik, antiprotozoa pun beragam macam golongan dan zat aktifnya. Yang paling umum ialah golongan
sulfonamide.
Baik koksidiosis maupun leucocytozoonosis bisa diatasi dengan pemberian sulfonamide. Meski demikian, khusus
untuk kasus koksidosis, Eimeria sp. penyebabnya masih bisa diatasi dengan pemberian antiprotozoa golongan lain
seperti thiamine antagonist dan toltrazuril.
Berikut penjelasan lebih detail mengenai antiprotozoa yang dimaksud:
Sulfonamide
Antiprotozoa yang masuk ke dalam golongan sulfonamide diantaranya sulfadiazine, sulfadimethylpirimidine,
sulfaquinoxaline, sulfamonomethoxine, sulfadimethoxine, dsb. Khusus pada kasus koksidiosis,
antiprotozoa golongan ini harus diberikan dengan sistem 3-2-3 (3 hari diberikan, 2 hari berhenti dan 3
hari diberikan lagi). Hal ini karena sulfonamide hanya bekerja memutus siklus hidup Eimeria (penyebab
koksidiosis, red) yaitu dengan mengganggu proses reproduksi aseksualnya saja.
Potensi obat sulfonamide akan meningkat 10 kali jika dikombinasikan dengan golongan diamino pyrimidine
(trimetoprim, pyrimethamin). Contoh produk antiprotozoa produksi Medion antara
lain Coxy dan Sulfamix(sulfonamide tunggal), Antikoksi, Duoko, Trimezyn dan Maladex (sulfonamide
kombinasi).
Thiamine antagonist
Salah satu antiprotozoa yang termasuk ke dalam golongan thiamine antagonist adalah amprolium. Jika
dikombinasikan dengan sulfaquinoxaline dapat memperluas spektrum kerja dan meningkatkan potensi
membasmi protozoa Eimeria di usus halus dan sekum. Mekanisme kerja dari amprolium ini sama dengan
sulfonamide, yaitu mengganggu proses reproduksi aseksual Eimeria sp. Produk yang mengandung amprolium
contohnya Therapy dan Koksidex.
Toltrazuril
Toltrazuril merupakan antiprotozoa golongan triazinetrione. Berbeda dengan antiprotozoa sulfonamide dan
amprolium, toltrazuril bekerja efektif dengan cara mengganggu fungsi mitokondria, yaitu dengan menghambat
aktivitas enzim pada rantai pernapasan sel sehingga akan menyebabkan kematian pada semua tahap
perkembangan sel protozoa Eimeria sp. (reproduksi seksual maupun aseksual). Contoh produk terbaru Medion
yang mengandung toltrazuril adalah Toltradex.
Pemilihan antiprotozoa di lapangan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi ayam. Contohnya pada suatu kasus di farm
A, ayam pedaging didiagnosa terserang koksidiosis sekaligus Gumboro. Maka pemilihan antiprotozoa dari
golongan sulfonamide untuk mengatasi koksidiosis sangat tidak dianjurkan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa obat golongan sulfonamide sebaiknya tidak diberikan pada kondisi
gangguan ginjal, sedangkan pada kasus ini selain terdiagnosa koksidiosis, ayam juga terserang Gumboro. Padahal kita
tahu bahwa Gumboro biasa menyebabkan kebengkakan pada ginjal. Oleh karena itu, pada saat kasus demikian,
sebaiknya pilih antiprotozoa lain seperti Toltradex atau Therapy yang relatif lebih aman pada ginjal.
Prinsip Pengobatan
Setelah kita mengetahui jenis-jenis obat yang biasa diberikan pada ayam, kita juga perlu tahu apa saja prinsip
Perlu Dihindari
Saat ini program sanitasi/desinfeksi air di lapangan sudah umum dilakukan guna menekan cemaran mikroorganisme di
dalamnya. Namun permasalahan muncul saat ada kejadian penyakit di peternakan yang mengharuskan kita
memberikan obat lewat air minum.
Pemberian obat, terutama melalui air minum sebaiknya tidak dicampur dengan desinfektan. Hal ini karena
pencampuran tersebut akan menurunkan efektivitas atau bahkan merusak obat. Contohnya ialah iodine
(Antisep,Neo Antisep) yang merupakan oksidator kuat sehingga sangat tidak disarankan untuk melarutkan obat dan
vitamin. Sedangkan golongan chloramine T (Desinsep) dapat digunakan untuk melarutkan obat, namun sebaiknya
sebelum digunakan, hendaknya diendapkan terlebih dahulu selama 6-8 jam. Untuk desinfektan golongan quats
(Medisep, Zaldes) bisa digunakan untuk melarutkan obat dan kecuali golongan sulfonamide, penggunaannya tidak
perlu diendapkan terlebih dahulu.
Ada baiknya, untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan desinfeksi air minum, peternak perlu mengujikan kualitas air
minum yang diberikan ke ayam melalui uji laboratorium. Dalam hal ini, Medion menyediakan fasilitas untuk pengujian
kualitas air minum dengan parameter kualitas fisik/visual, kimia maupun biologi.
Teknik pengobatan bukan hanya satu-satunya faktor kesembuhan penyakit tapi perlu ditunjang pula dengan ketepatan
diagnosa, manajemen pemeliharaan yang tepat dan biosecurity yang ketat. Oleh karena itu, bila cara pemberian obat
yang baik sudah diterapkan namun penyakit tak kunjung sembuh, sebaiknya konsultasikan lebih lanjut dengan dokter
hewan atau tenaga lapangan untuk memastikan penyebab ketidakberhasilan pengobatan. Karena pengobatan
merupakan seni yang memerlukan pembelajaran, keterampilan maupun pengalaman. Semoga sukses!