Anda di halaman 1dari 8

Bijak Mengobati Penyakit Ayam

Friday, 08 November 2013 11:25

Berbagai macam obat sudah lazim digunakan dalam dunia perunggasan guna mengatasi penyakit yang menyerang
ayam. Jenis obat yang umum digunakan antara lain antibiotik (antibakterial), anthelmintik (obat cacing) dan
antiprotozoa. Merk yang beredar pun beragam.
Yang sering menjadi masalah ialah masih awamnya beberapa peternak tentang zat aktif obat. Di lapangan seringkali
praktek pengobatan kurang tepat. Contohnya dosis obat berlebih atau kurang, pemberiannya tidak merata, atau lama
pemberian obat tidak sesuai dengan aturan pakai. Efeknya, penyakit tidak kunjung sembuh dan produktivitas ayam
terganggu. Efek lain terjadi resistensi antibiotik golongan tertentu. Lalu bagaimana penggunaan obat yang bijak dan
tepat itu? Berikut akan kami bahas.

Antibiotik
Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (baik berasal dari alam, semisintetik atau sintetik)
yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, antibiotik diberikan untuk mengobati
penyakit ayam yang disebabkan infeksi bakteri, seperti E. coli, Salmonella, Staphylococcus sp. Avibaterium
paragallinarum, dan bakteri lainnya. Namun seiring berjalannya waktu, penggunaan antibiotik kini tidak hanya sebatas
untuk mengobati ayam sakit saja, tapi juga mulai digunakan untuk mencegah penyakit bakterial atau yang biasa
disebut dengan cleaning program, maupun sebagai growth promoter.
Ada berbagai macam golongan antibiotik. Contohnya 8 golongan yang zat aktifnya terkandung dalam berbagai produk
Medion seperti tercantum pada tabel golongan antibiotik.

Mengenai cara kerjanya, antibiotik yang telah masuk ke dalam tubuh (melalui oral/dimakan/diminum atau
injeksi/suntikan, kemudian akan masuk ke dalam aliran darah (absorbsi), meninggalkan aliran darah dan masuk ke
jaringan (distribusi). Setelah itu, obat mulai bekerja pada target jaringan (metabolisme), kemudian berkurang kadarnya,
baik secara langsung atau akibat proses metabolisme (ekskresi). Sedangkan obat yang diberikan secara topikal atau
dioleskan ke kulit akan langsung bekerja di organ target (jaringan kulit, red).

a) Pengelompokkan antibiotik
Antibiotik dikelompokkan berdasarkan 2 hal, yaitu mekanisme dan spektrum kerjanya. Berdasarkan mekanisme
kerja, dikelompokkan menjadi:

Sedangkan pengelompokkan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya, yaitu:

Spektrum sempit
Termasuk dalam spektrum sempit bila antibiotik tersebut digunakan untuk bakteri Gram (-) atau Gram (+) saja,
seperti colistin yang hanya mampu membasmi bakteri Gram (-).

Spektrum luas
Dikatakan berspektrum luas bila antibiotik dapat mengatasi bakteri Gram (+) dan Gram (-) bahkanMycoplasma,
seperti antibiotik golongan fluoroquinolon.

b) Hal-hal yang harus diperhatikan saat pemberian antibiotik


Saat diaplikasikan di lapangan, hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan pemberian antibiotik ialah:

Antibiotik yang termasuk dalam golongan aminoglikosida (Koleridin) dan golongan sulfonamide (TrimezynS, Collimezyn) tidak boleh digunakan pada kondisi gangguan ginjal seperti pada kasus Gumboro dan IB,
dimana terjadi kebengkakan pada ginjal sehingga akan memperberat kerja ginjal.

Antibiotik golongan sulfonamide jangan digunakan bersamaan dengan vitamin B atau asam amino. Oleh
karena itu, bila ingin memberikan multivitamin yang memiliki kandungan vitamin B atau asam amino, sebaiknya
setelah pengobatan antibiotik sulfonamide selesai dilakukan.

Antibiotik golongan fluoroquinolon (Neo Meditril, Doctril) dan tetracycline (Doxyvet), jika diberikan per oral
sebaiknya jangan dicampur dengan Ca2+ (kalsium), Mg2+ (magnesium), dan Al3+(aluminium) karena dapat
menurunkan penyerapan obat di saluran cerna. Contoh produk Medion yang memiliki kandungan Ca 2+, Mg2+,
Al3+ ialah Vita Stress, Neobro dan Aminovit. Jadi alternatifnya bila ingin menggunakan vitamin-vitamin
tersebut sebaiknya diberikan pada malam hari.

c) Resistensi antibiotik
Resistensi antibiotik adalah sebuah kondisi meningkatnya ketahanan bakteri terhadap daya kerja antibiotik tertentu.
Akibatnya, bakteri menjadi tidak sensitif dan dibutuhkan dosis antibiotikyang lebih besar untuk membasmi bakteri
tersebut.
Resistensi antibiotik pertama terjadi akibat pemberian dosis yang tidak sesuai, pemilihan antibiotik yang tidak tepat
dan pengobatan yang tidak tuntas. Penyebab kedua, karena antibiotik dari golongan yang sama digunakan secara

terus-menerus. Dan penyebab ketiga berasal dari bakteri itu sendiri, misalnya akibat bakteri mengalami mutasi
genetik, enzim maupun perubahan reseptor pada tubuh bakteri tersebut.
Solusi yang tepat untuk mengatasi resistensi ini ialah dengan mengombinasikan obat secara sinergis, serta yang
terpenting yaitu melakukan rolling antibiotik. Yang dimaksud dengan rolling antibiotik adalah menggunakan atau
memberikan antibiotik dari golongan berbeda setiap interval 3-4 kali periode pengobatan. Berikut contoh
program rolling antibiotik berdasarkan penyakitnya:

Anthelmintik
Anthelmintik (obat cacing) merupakan senyawa yang berfungsi membasmi cacing pada unggas. Beberapa contoh zat
aktif yang sering diberikan antara lain piperazine, niclosamide dan levamisole. Secara garis besar, cara kerja obat
cacing ada dua. Pertama, mempengaruhi syaraf otot cacing yang menyebabkan cacing lumpuh sehingga dengan
mudah dikeluarkan dari tubuh ternak. Kedua, mengganggu proses pembentukan energi sehingga cacing kehilangan
energi dan akhirnya mati.
Pemilihan anthelmintik yang tepat berdasarkan:

Efektivitas tinggi
Yaitu memiliki spektrum luas dan aktif untuk semua fase hidup cacing, termasuk cacing dalam jaringan
maupun dalam saluran cerna.

Indeks terapi lebar


Indeks terapi adalah range atau jarak antara dosis terapi dengan dosis toksik. Obat dengan indeks terapi yang
lebar, jika dosis pemberiannya sedikit melebihi ketentuan, kemungkinannya menjadi toksik atau berbahaya
bagi tubuh akan sangat kecil.

Spektrum kerja sesuai


Bila yang teridentifikasi menyerang ayam adalah cacing pita dan cacing gilik, maka pilih anthelmintik spektrum
luas agar mampu mengatasi kedua cacing tersebut.

Kemudahan dalam pemberian obat

Withdrawaltime (waktu henti obat agar unggas aman untuk dikonsumsi) yang pendek

Tidak mempunyai efek samping merugikan


Contohnya, tidak berinteraksi dengan obat atau racun lain di lingkungan, maupun tidak bersifat toksik terhadap
ternak muda.

Terkait aplikasi pemberian anthelmintik ini di lapangan, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Beberapa zat aktif anthelmintik ada yang tidak larut dalam air seperti Niclosamide dan Albendazole, sehingga
pemberiannya dicampur melalui ransum. Pencampuran anthelmintik dan ransum sebaiknya dilakukan secara
bertahap. Campur dahulu anthelmintik dengan sebagian kecil ransum dan aduk hingga homogen. Setelah itu
tambahkan sedikit demi sedikit sisa ransum sambil diaduk hingga anthelmintik dan ransum tercampur secara
homogen. Sebelum pemberian obat sebaiknya ayam puasa makan dahulu selama 2 jam agar anthelmintik
yang diberikan terkonsumsi habis oleh ayam dan waktu kontak antara anthelmintik dengan cacing di dalam
saluran cerna semakin lama sehingga pengobatan menjadi lebih efektif. Anthelmintik yang sudah dicampur
ransum/air minum hendaknya juga habis dalam rentang waktu 2-4 jam.

Sesuaikan waktu pemberian obat cacing dengan siklus hidup dan tempat pemeliharaan ayam tersebut. Cacing
gilik mempunyai siklus hidup selama 1-2 bulan, sementara cacing pita sekitar 1 bulan. Oleh karena itu,
pemberian obat cacing sebaiknya diberikan pada ayam umur 1 bulan.

Pengulangan obat cacing untuk ayam yang dipelihara di kandang postal atau non slat disarankan dilakukan 12 bulan setelahnya, sedangkan bila ayam dipelihara pada kandang baterai/slat pengulangan bisa dilakukan 3
bulan kemudian karena ayam tidak kontak dengan litter.

Setelah periode pengulangan, bukan berarti obat cacing harus terus menerus diberikan pada bulan-bulan
selanjutnya. Para ahli dan praktisi menyarankan sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses secara rutin sehingga
adanya telur cacing di dalam feses dapat terdeteksi sejak awal. Hal inilah yang menjadi dasar perlu tidaknya
pemberian obat cacing.

Antiprotozoa
Penyakit yang cukup sering menyerang ayam dan disebabkan oleh protozoa ialah penyakit koksidiosis
danleucocytozoonosis (malaria like). Untuk mengatasinya, perlu diberikan antiprotozoa. Seperti halnya antibiotik dan
antithelmintik, antiprotozoa pun beragam macam golongan dan zat aktifnya. Yang paling umum ialah golongan
sulfonamide.
Baik koksidiosis maupun leucocytozoonosis bisa diatasi dengan pemberian sulfonamide. Meski demikian, khusus

untuk kasus koksidosis, Eimeria sp. penyebabnya masih bisa diatasi dengan pemberian antiprotozoa golongan lain
seperti thiamine antagonist dan toltrazuril.
Berikut penjelasan lebih detail mengenai antiprotozoa yang dimaksud:

Sulfonamide
Antiprotozoa yang masuk ke dalam golongan sulfonamide diantaranya sulfadiazine, sulfadimethylpirimidine,
sulfaquinoxaline, sulfamonomethoxine, sulfadimethoxine, dsb. Khusus pada kasus koksidiosis,
antiprotozoa golongan ini harus diberikan dengan sistem 3-2-3 (3 hari diberikan, 2 hari berhenti dan 3
hari diberikan lagi). Hal ini karena sulfonamide hanya bekerja memutus siklus hidup Eimeria (penyebab
koksidiosis, red) yaitu dengan mengganggu proses reproduksi aseksualnya saja.
Potensi obat sulfonamide akan meningkat 10 kali jika dikombinasikan dengan golongan diamino pyrimidine
(trimetoprim, pyrimethamin). Contoh produk antiprotozoa produksi Medion antara
lain Coxy dan Sulfamix(sulfonamide tunggal), Antikoksi, Duoko, Trimezyn dan Maladex (sulfonamide
kombinasi).

Thiamine antagonist
Salah satu antiprotozoa yang termasuk ke dalam golongan thiamine antagonist adalah amprolium. Jika
dikombinasikan dengan sulfaquinoxaline dapat memperluas spektrum kerja dan meningkatkan potensi
membasmi protozoa Eimeria di usus halus dan sekum. Mekanisme kerja dari amprolium ini sama dengan
sulfonamide, yaitu mengganggu proses reproduksi aseksual Eimeria sp. Produk yang mengandung amprolium
contohnya Therapy dan Koksidex.

Toltrazuril
Toltrazuril merupakan antiprotozoa golongan triazinetrione. Berbeda dengan antiprotozoa sulfonamide dan
amprolium, toltrazuril bekerja efektif dengan cara mengganggu fungsi mitokondria, yaitu dengan menghambat
aktivitas enzim pada rantai pernapasan sel sehingga akan menyebabkan kematian pada semua tahap
perkembangan sel protozoa Eimeria sp. (reproduksi seksual maupun aseksual). Contoh produk terbaru Medion
yang mengandung toltrazuril adalah Toltradex.

Pemilihan antiprotozoa di lapangan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi ayam. Contohnya pada suatu kasus di farm
A, ayam pedaging didiagnosa terserang koksidiosis sekaligus Gumboro. Maka pemilihan antiprotozoa dari
golongan sulfonamide untuk mengatasi koksidiosis sangat tidak dianjurkan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa obat golongan sulfonamide sebaiknya tidak diberikan pada kondisi
gangguan ginjal, sedangkan pada kasus ini selain terdiagnosa koksidiosis, ayam juga terserang Gumboro. Padahal kita
tahu bahwa Gumboro biasa menyebabkan kebengkakan pada ginjal. Oleh karena itu, pada saat kasus demikian,
sebaiknya pilih antiprotozoa lain seperti Toltradex atau Therapy yang relatif lebih aman pada ginjal.

Prinsip Pengobatan
Setelah kita mengetahui jenis-jenis obat yang biasa diberikan pada ayam, kita juga perlu tahu apa saja prinsip

pengobatan yang harus kita patuhi. Prinsip pengobatan tersebut ialah:


1) Obat sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang
Setiap obat mempunyai efek yang berbeda dan spesifik terhadap setiap penyakit. Hal pertama yang perlu diingat
ialah bahwa untuk menentukan obat yang sesuai, harus didukung dengan diagnosa yang tepat. Selanjutnya pilih
jenis obat sesuai dengan karakteristik mikroorganisme yang menyerang.
Misalnya pada kasus CRD, tidak semua obat dapat digunakan untuk mengatasi serangan CRD. Contohnya
pemberian Ampicol atau Amoxitin tidak dapat mengatasi serangan CRD. Hal ini disebabkan bakteri
CRD,Mycoplasma gallisepticum tidak mempunyai dinding sel yang berperan sebagai reseptor zat aktif kedua
antibiotik tersebut. Sebaliknya, obat yang cocok untuk mengobati penyakit CRD ialah doksisiklin yang mampu
menghambat sintesis protein pada reseptor M. gallisepticum (ribosom 30S). Contoh produk Medion yang digunakan
yaitu Doxyvet atau Doxytin.
2) Obat mampu mencapai lokasi kerja atau organ sakit
Obat yang diberikan harus mampu mencapai target organ, lokasi kerja atau organ yang sakit sehingga obat bisa
berkerja secara tepat dan optimal. Pemilihan rute pengobatan menjadi hal penting untuk memastikan obat dapat
mencapai organ atau lokasi kerja yang diinginkan.
Untuk mengobati penyakit infeksi pernapasan yang parah dengan efek pengobatan yang segera, rute parenteral
(suntikan atau injeksi) menjadi pilihan utama. Namun bila tidak tersedia sediaan parenteral, maka sediaan oral
melalui cekok atau air minum dengan kandungan obat yang memiliki efek sistemik dapat menjadi alternatif pilihan.
Salah satu contohnya obat dari golongan fluoroquinolon. Melalui pemilihan dan pengaplikasian rute pengobatan
yang benar akan meminimalisasi kemungkinan obat rusak maupun tereliminasi dari tubuh ayam sebelum mencapai
organ target.
3) Obat tersedia dalam kadar yang cukup
Obat akan menghasilkan efek pengobatan yang optimal saat konsentrasi atau kadarnya di dalam tubuh ayam
mencapai kadar Minimum Effective Concentration (MEC). Sebelum obat mencapai kadar MEC, obat tidak akan
bekerja menghasilkan efek pengobatan. Kecepatan obat dapat mencapai kadar MEC dan memberikan efek
pengobatan tergantung pada rute pemberian obatnya.
Obat yang diberikan secara injeksi/suntikan lebih cepat melewati juga batas MEC dibandingkan pemberian obat
secara oral (lihat Grafik 1). Yang perlu diperhatikan lagi, kadar obat di dalam tubuh jangan sampai melampaui batas
MTC (Minimum Toxic Concentration) atau kadar toksik minimal. Bila melewati batas tersebut, maka fungsi obat
yang seharusnya memiliki efek mengobati malah memberikan efek racun atau toksik bagi tubuh. Oleh karena itu,
dosis ditentukan berdasarkan therapeutic range, yang merupakan konsentrasi dimana obat berefek dalam batas
yang aman (batas MEC) dan tidak toksik (di bawah MTC), jadi sangat penting untuk mengikuti dosis yang telah
dianjurkan.

4) Obat berada dalam waktu yang cukup


Secara alami, kadar obat di dalam tubuh akan berkurang dalam jangka waktu tertentu. Ada parameter penting yang
berhubungan dengan kecepatan eliminasi obat, yaitu waktu paruh. Waktu paruh yang diberi simbol T 1/2merupakan
waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T 1/2 pendek
akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai T 1/2panjang.
Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan
2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif di dalam darah. Duoko dan Erysuprimmerupakan antibiotik
dengan T1/2 yang panjang sedangkan antibiotik lainnya seperti Doxyvet, Amoxitinmemiliki T1/2 nya pendek.
Oleh karena itu, pemberian antibiotik sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi, yaitu dalam sehari dua kali pagisiang dan siang-sore. Berikut contoh perhitungan dan pembagian dosis antibiotik Amoxitin yang diberikan selama
5 hari berturut-turut.
Misalnya populasi ayam 1000 ekor dengan berat badan rata-rata ayam 1 kg. Maka kebutuhan Amoxitin per hari
ialah
= Populasi x Berat Badan x Dosis Obat
= 1000 ekor x 1 kg x 0,1 gram tiap kg BB
= 100 gram/hari
Maka kebutuhan selama 5 hari pengobatan ialah 5 x 100 gram = 500 gram.
Amoxitin kemudian diberikan pagi-siang (jam 07.00-13.00) sebanyak 50 gram dilarutkan dalam air minum
kebutuhan selama 6 jam, dan 50 gram berikutnya diberikan siang-sore (jam 13.00-19.00). Malam hari dapat
diberikan air minum saja maupun ditambahkan dengan vitamin.

Perlu Dihindari

Saat ini program sanitasi/desinfeksi air di lapangan sudah umum dilakukan guna menekan cemaran mikroorganisme di
dalamnya. Namun permasalahan muncul saat ada kejadian penyakit di peternakan yang mengharuskan kita
memberikan obat lewat air minum.
Pemberian obat, terutama melalui air minum sebaiknya tidak dicampur dengan desinfektan. Hal ini karena
pencampuran tersebut akan menurunkan efektivitas atau bahkan merusak obat. Contohnya ialah iodine
(Antisep,Neo Antisep) yang merupakan oksidator kuat sehingga sangat tidak disarankan untuk melarutkan obat dan
vitamin. Sedangkan golongan chloramine T (Desinsep) dapat digunakan untuk melarutkan obat, namun sebaiknya
sebelum digunakan, hendaknya diendapkan terlebih dahulu selama 6-8 jam. Untuk desinfektan golongan quats
(Medisep, Zaldes) bisa digunakan untuk melarutkan obat dan kecuali golongan sulfonamide, penggunaannya tidak
perlu diendapkan terlebih dahulu.
Ada baiknya, untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan desinfeksi air minum, peternak perlu mengujikan kualitas air
minum yang diberikan ke ayam melalui uji laboratorium. Dalam hal ini, Medion menyediakan fasilitas untuk pengujian
kualitas air minum dengan parameter kualitas fisik/visual, kimia maupun biologi.
Teknik pengobatan bukan hanya satu-satunya faktor kesembuhan penyakit tapi perlu ditunjang pula dengan ketepatan
diagnosa, manajemen pemeliharaan yang tepat dan biosecurity yang ketat. Oleh karena itu, bila cara pemberian obat
yang baik sudah diterapkan namun penyakit tak kunjung sembuh, sebaiknya konsultasikan lebih lanjut dengan dokter
hewan atau tenaga lapangan untuk memastikan penyebab ketidakberhasilan pengobatan. Karena pengobatan
merupakan seni yang memerlukan pembelajaran, keterampilan maupun pengalaman. Semoga sukses!

Anda mungkin juga menyukai