Anda di halaman 1dari 53

Dr.Ayling Sanjaya,M.Kes.

,SpA
SMF. IKA
FK Univ.Wijaya Kusuma Surabaya

Tujuan umum
Memberikan pengetahuan berdasarkan
kompetensi kepada mahasiswa kedokteran ,
untuk mendorong mahasiswa mempunyai
pengetahuan, kompetensi dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk diagnosis dan
tatalaksana Difteri.

Mahasiswa kedokteran harus bisa memahami


pentingnya difteri sebagai penyebab utama
kesakitan dan kematian di Indonesia
Mahasiswa kedokteran harus mampu
mengenali patogenesis dan patofisiologi difteri
Mahasiswa kedokteran harus mampu cara
menegakkan diagnosis difteri dan
penatalaksanaannya.
Mahasiswa kedokteran harus mampu
menanggulangi penyebaran penyakit ini

Tujuan Pembelajaran
Menentukan definisi difteri
Memahami difteri merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
di Indonesia
Melakukan anamnesis untuk mengidentifikasi gejala difteri
Melakukan pemeriksaan fisik untuk mengenali tanda-tanda difteri
Menduga kuman penyebab difteri
Menggunakan uji laboratorium yang tepat untuk diagnosis difteri,
termasuk memanfaatkan pemeriksaan usapan faring
Memutuskan perawatan spesifik yang sesuai dan mendukung.

Epidemiologi
Manusia: sumber infeksi
Penyebab kesakitan dan kematian di negara
berkembang
Jarang terjadi di negara sering imunisasi
Kejadian luar biasa: difteri kutaneus dan
tenggorok

Epidemiologi
Terdpt di seluruh dunia
Sering dalam bentuk wabah
Imunisasi aktif dpt menurunkan penyakit
Penularan lewat droplet, bisa kontak langsung

Imunitas
Tergantung ada tidaknya anti toksin
Antitoksin dibentuk krn respon imun thd
infeksi subklinik atau imunisasi aktif

DIFTERI

Infeksi akut (toksik) menular pd sal napas atas


Corynebacterium diphteriae
Pseudomembran & eksotosin
Bisa mengenai kulit dan mukosa vulva, anus,
telinga

Kuman: Corynebacterium diphteriae


Batang gram +, tidak bergerak, aerob,
pleiomorfik, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora
Tahan beku dan kering, mati dengan
pemanasan 60 derajat
Media K-tellurit dan Loeffler

Sifat biakan

Media yang dipakai: Media Pai


Media Serum Loeffler
Koloni kecil, mengkilap, abu-abu
(12-24 jam 370C)
Streptokokus (-), dan pneumokokus (-)
Media agar darah

Pemeriksaan garam tellurit

Menghindari kontaminan
Koloni bereaksi sangat (+)---hitam
Tipe mitis dan intermediate: hemolitik
Tipe gravis : non hemolitik

Media kaldu

Tipe gravis : Koloni besar, kasar, ireguler,


abu-abu, berselaput
Tipe mitis : koloni kecil, halus, hitam,
konveks, rata (difus)
Tipe intermedius : koloni kecil, halus,
bintik hitam di tengah

Daya tahan (resistensi)


Dibanding dengan kuman spora (-) lainnya,
maka C. diphteriae lebih tahan terhadap:
Pengaruh cahaya
Pengeringan
pembekuan

Struktur antigen
Protein termolabil
Terdapat pada permukaan dinding sel
Berperanan dlm imunitas antibakteri dan
hipersensitivitas
Tdk berhub dgn imunitas toksin
Antigen K

Antigen O
Suatu polisakarida
Termostabil
Ag group corynebacterium yg parasit pada
manusia dan binatang

Penentu patogenitas
Ag K
Cord factor : glukolipid
Exotoxin : penentu biokimia utama dlm
patogenitas penyakit

patogenesis
Masa inkubasi 2-5 hari, bisa lama
Kontak penderita /karier: batuk, bersin,
bicara
Kuman masuk, berbiak di mukosa saluran
nafas, produksi toksin, menyebar
Toksin: menempel membran sel dng
fragmen A/B, inaktivasi enzim translokase
Sel mati

Pseudo membran
Inflamasi lokal :Nekrosis didaerah kolonisasi kuman, bercak
eksudat mudah dilepas, koloni meluas terbentuk eksudat
fibrin, radang eritrosit dan epitel
Membran melekat erat, kelabu kehitaman, edema,
menyumbat jalan nafas
Toksin merusak: jantung (10-14 hari), saraf (3-7 minggu) dan
ginjal

Kadang infeksi sekunder S. pyogenes

Manifestasi Klinis
1.
2.

3.

4.

Difteri hidung : pilek dgn sekret + darah


Difteri faring & tonsil (fausial) : faringitis akut, demam
38,5C, lemah, foetor of ore, bull neck, nyeri,
pseudomembran
Difteri laring : suara parau, batuk menyalak spt anjing,
sesak, sianosis, stridor inspiratoar dgn/tanpa stridor
ekspiratoar (pseudocroup), retraksi dinding dada, napas
cuping hidung
Difteri kutaneus & vaginal : lesi ulseratif

Diagnosis
Dasar pemeriksaan klinis
Diagnosis pasti: isolasi kuman
Tes toksinogenitas: vivo (marmut), vitro (tes
Elek)
PCR (polimerase chain reaction): membantu
diagnosis cepat

Diagnostik Laboratorium
1. Bahan (usap hidung, tenggorokan, lesi yang
disangka)
2. Pemeriksaan mikroskopik: cat metilen blue,
Gram, Neissser
3. Biakan : media agar darah, media miring
Loeffler, media tellurit

Laboratorium
Lekositosis
Uji Shick : adanya antibodi
- Titer antitoksin 0,3ml/satuan darah mampu
menahan antitoksin
- Digunakan dosis 1/50 ml/satuan, diencerkan sampai
0,1ml

- Hasil :
(+) : warna merah kecoklatan dlm 24jam
& vesikel yg hilang bbrp mgg titer
(-) : reaksi imunitas , titer
(+) palsu : reaksi alergi hilang dlm 72jam

Diff Diagnosa

Tonsilitis membranosa
Tonsilitis folikularis/lakunaris
Angina Plaut Vincent
Stomatitis aphtosa
Candidiasis mulut

Terapi

Isolasi
Menetralisir toxin
Eradikasi kuman
Supportif
Preventif

35

ADS
Netralisasi dan inaktivasi toksin bebas
Uji sensitivitas ADS anafilaktik sediakan adrenalin
1:1000 dalam semprit.

Dilakukan sensitivity test intradermal indurasi > 3 mm


sesudah 20 menit (+)
PP IDAI Bk.Ajar Tropik >10 mm

Uji sensitivitas ADS


UJI KULIT
Penyuntikan 0,1 ml ADS dlm larutan garam fisiologis 1:1000 intrakutan
Hasil positif dlm 20 menit indurasi >10mm

UJI MATA
Mata ditetes 1 tetes garam fisiologis
Mata satunya : 1 tetes lar serum 1:10 dlm garam fisiologis
Hasil positif dlm 20 menit hiperemis,lakrimasi conj.bulbi
37

HASIL NEGATIF
ADS diberikan sekaligus intravena berdasar dosis berdasar klinis .
Pemberian ADS i.v dlm larutan fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2
jam.
Pengamatan thd kemgkan ES obat/rx selama pemberian antitoksin dan
selama 2 jam berikutnya. Jg pengamatan kemgkan rx hipersensitivitas
lambat.

HASIL POSITIF
ADS diberikan secara desensitisasi (Besredka)

38

ADS diberikan secara Besredka dengan interval


20 menit
0,1 cc serum + 0,9 cc NS i.c tunggu 20
0,5 cc serum + 1 cc NS s.c tunggu 20
1 cc serum + 1 cc NS s.c tunggu 20
2 cc serum + 2 cc NS i.m tunggu 20
2 cc serum + 2 cc NS i.m tunggu 20
2cc serum + 2cc NS i.v tunggu 20
Bila tdk ada reaksi, sisanya diberikan i.v secara
pelan-pelan

ADS diberikan secara Besredka dengan interval


20 menit
0,05 ml lar 1 : 20 sk
0,10 ml lar 1 : 20 sk
0,10 ml lar 1 : 10 sk
0,10 ml tanpa pengenceran sk
0,30 ml tanpa pengenceran im
0,50 ml tanpa pengenceran im
0,60 ml tanpa pengenceran iv
Bila tdk ada reaksi, sisanya diberikan i.v secara
pelan-pelan

DOSIS ADS MENURUT LOKASI MEMBRAN DAN LAMA SAKIT


TIPE DIFTERIA

DOSIS ADS

CARA PEMBERIAN

Difteri hidung
Difteri tonsil
Difteri faring
Difteri laring
Kombinasi lokasi di atas
Difteri+penyulit,bullneck
Terlambat berobat(>72
jam),lokasi di mana saja

20.000
40.000
40.000
40.000
80.000
80.000-120.000
80.000-120.000

im
im atau iv
im atau iv
im atau iv
iv
iv
iv

41

Eradikasi kuman
PP 50.000 u/kgbb/hr im dibagi 2 dosis selama
14 hari
Eritromisin 40 mg/kgbb/hr dibagi 4 dosis
selama 14 hari
Isolasi

Suportif
Bedrest 2 3 minggu
O2 bila sesak nafas
Diet mudah dicerna, TKTP
Trakeostomi bila perlu
Prednison 1-1,5 mg /kg bb/hr p.o. dibagi 3
dosis selama 14 hari pada kasus berat
mencegah oedema dan myocarditis
Vit B1 3x100mg paralisis otot

Pencegahan
Waktu dipulangkan
imunisasi DPT < 7 th
imunisasi DT > 7 th
Untuk kontak dengan px periksa sediaan
hapus hidung, tenggorokan
Hasil (-)
Imunisasi atau DPT/DT yang belum imunisasi
atau imunisasi ulang bagi yang pernah
Eritromisin 40 mg/kg/hr p.o. selama 7 hari

Hasil (+)
Imunisasi
Eritromisin 40 mg/ mg bb/hr p.o. selama 7hari
Bila anak ada gejala rawat

Komplikasi

Miokarditis : Gallop rhythm


Bronkopneumonia
Nefritis
Paralisa :
- n. peroneus : Hahnen Tredgang
(jln spt ayam jantan)
- n. aurikularis
- n. abducen : juling
- m. palatum molle : tersedak, suara bindeng

Penderita sembuh
Gejala & tanda
Usap tenggorok 3x berturut-turut
EKG normal 3x berturut-turut komplikasi
jantung

Pencegahan

Imunisasi aktif buatan dgn toksoid


Imunisasi mulai umur 2-3 bulan
Dosis booster pada usia sekolah
Imunisasi pasif (ADS berkekuatan 1000-3000)
pada orang yg tdk kebal, hanya dipakai pd
kasus gawat krn sering syok anafilaksis
Kebersihan dan pengetahuan

2/19/2013

49

PROGNOSIS
- Umur
- Virulensi kuman
- Lokasi membran
- Status imunisasi
- Kecepatan Tx
- Perawatan umum
-Adanya trombositopeni, lekositosis > 25.000/mm3
prognosis buruk
Mortalitas 5 % terutama ok miokarditis
50

In cases that progress beyond a throat infection, diphtheria toxin


spreads through the blood and can lead to potentially lifethreatening complications that affect other organs, such as the
heart and kidneys. The toxin can cause damage to the heart that
affects its ability to pump blood or the kidneys' ability to clear
wastes. It can also cause nerve damage, eventually leading to
paralysis. About 40% to 50% of those left untreated can die.

SEVERITY
FATALITY
MORTALITY

51

PREVENTION - GUARD FOR OUR KIDS

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai