Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah
di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
WHO mencatat bahwa Indonesia adalah negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara. Pada tahun 2014, jumlah kasus DBD di 34 provinsi di Indonesia adalah 71.688
orang. Jumlah penderita DBD yang meninggal pada tahun 2010 yaitu 1.338.

BAB II
KASUS

I. IDENTITAS
Nama

: An. H

Umur

: 8 tahun 11 bulan

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Salubomba, Kabupaten Donggala

Tanggal Pemeriksaan

: 4 April 2015

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan demam yang dikeluhkan sejak 4 hari yang lalu.
Demam naik turun disertai menggigil. Batuk hilang timbul. Mimisan (-), gusi berdarah (-),
nyeri menelan (-), lemas, nafsu makan menurun. Buang air kecil dan buang air besar
kurang lancar. Riwayat minum obat diakui, yaitu obat penurun panas yang dibeli di
warung.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Keluarga :
Pasien kadang-kadang demam namun cepat hilang dengan obat penurun panas
Riwayat Prenatal
1.

Pemeriksaan kehamilan : teratur, 1x/bulan selama kehamilan di bidan sampai bulan


6. bulan 7-8-9 melakukan pemeriksaan 2x sebulan dibidan.

2.

Pendarahan dan penyakit kehamilan : disangkal.

3.

Obat diminum selama kehamilan :vitamin dan tablet besi.

4.

Riwayat suntik tetanus kehamilan

Kesan: pemeliharaan prenatal baik


Riwayat kelahiran
Persalinan

: Lahir spontan di Bidan setempat

Usia dalam kandungan

: 9 bulan

Berat badan lahir : 2600 gram


Riwayat Imunisasi
BCG

: 1x umur 1 bulan

DPT

: 3 x ( 2,4,6) bulan

Polio

: 4 x (0,2,4,6) bulan

Hepatitis B

: 3x umur (0,1,5) bulan

Campak

: 1x umur 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap tepat bulan

Riwayat Lingkungan, Sosial dan Kepribadian


Pasien anak kedua dari 3 bersaudara. Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kedua
kakaknya. Pasien akrab dengan keluarga serta teman-temannya.

III. PEMERIKSAAN FISIS


Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Status Gizi

: Baik
: Composmentis
: 32 kg
: Gizi Baik

Tanda Vital :
Nadi
Pernafasan
Suhu

: 98 x/menit
: 24 x/menit
: 37,9 0C

Kepala-Leher
Kulit
Kepala

: Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)


: Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam

Mata

terdistribusi merata, tidak mudah dicabut


: Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

OD

palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan


OS

diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
: Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan

Telinga

diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
: Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak

Hidung

ada serumen
: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, terdapat sekret

Mulut

berwarna cair berwarna jernih


: Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah
tidak kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring

Leher

tidak hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan


: Pembesaran KGB -/-

Thorax
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, pergerakan dinding

dada simetris
Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-),massa (-).

Palpasi

Trakea : Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal

sinistra
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan

Perkusi

Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi

Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-),


Pulmo :
Bronkovesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi

Bentuk : Simetris
Umbilicus : Masuk merata
Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), massa (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Perkusi

Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)


Nyeri ketok (-)

Palpasi

Nyeri tekan epigastrium (-)


Massa (-)
Hepar / lien : tidak teraba

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Rumple leed tes (+)
PLT : 95 x 103
HCT : 41,58 %
DDR : (-)
V.
VI.

DIAGNOSIS
Demam Dengue
PENATALAKSANAAN
Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :

Paracetamol 3x1
Vitamin C tablet 1 x1

Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :


1. Minum banyak air
2. Istirahat yang cukup
3. Menjaga lingkungan agar tetap bersih
4. Makan-makanan bergizi seimbang

BAB III
PEMBAHASAN

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat

kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut.

Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul.

Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts)

kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena
demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot,
dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan
penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand,
Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya
dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana
& tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue
dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik
dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat.
Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah
melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000
penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola
berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu
yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama
di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di
Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus
sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue)
masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan
SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis
immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog
yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari
membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian

menyebabkan

peningkatan

permeabilitas

pembuluh

darah,

sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus

dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigenantibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke
ruang ekstravaskular.
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan
syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus
dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan
sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk
menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis
dan laboratoris.

Aspek Klinis
Seorang anak perempuan berumur 4 tahun 11 bulan datang ke puskesmas diantar
ibunya dengan keluhan utama demam yang dikeluhkan sejak 4 hari yang lalu. Demam
naik turun disertai menggigil. Batuk hilang timbul. Mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri

menelan (-), lemas, nafsu makan menurun. Buang air kecil dan buang air besar kurang
lancar. Riwayat minum obat diakui, yaitu obat penurun panas yang dibeli di warung.
Demam yang dialami pasien dapat dicurigai mengarah pada penyakit demam
berdarah, malaria atau tonsilitis. Pasien lalu dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam
hal ini DDR, trombosit dan hematokrit. Hasil yang didapatkan terdapat trombositopenia
dan peningkatan kadar hematrokrit.
Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Pasien anak ketiga dari 3 bersaudara. Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan
kedua kakaknya. Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga serta teman-temannya.
A. Keadaan rumah
Pasien tinggal di rumah berukuran luas 30m 2 yang terletak di pemukiman padat
penduduk, jarak antara rumah yang satu dengan yang lain hanya dipisahkan oleh tembok.
Jenis bangunan merupakan rumah permanen dari beton, dengan lantai terbuat dari semen
kasar dan atap genteng. Kondisi rumah tampak sedikit gelap karena kurang pencahayaan..
Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu,ruang makan yang berlantaikan
semen kasar, kamar mandi dan dapur yang terletak di belakang rumah. Kondisi kamar tidur
dengan ventilasi dan sirkulasi udara yang baik, kamar mandi dan dapur cukup bersih.
Peralatan rumah tangga yang cukup lengkap, dan terdapat 1 motor. Lingkungan disekitar
rumah pasien cukup bersih.
B. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari penuturan ibu pasien diketahui bahwa tidak ada keluarga pasien yang mengalami
hal serupa.
C. Pola Konsumsi Makanan
Pola Konsumsi keluarga tersebut cukup baik dengan asupan gizi. Pasien sering tidak
makan 3 kali sehari.
D. Lingkungan
Lingkungan pemukiman keluarga kurang bersih. Sampah dan barang bekas tertumpuk
di halaman belakang, beberapa sampah tergenanang air. Tata letak peralatan dan
perlengkapan rumah cukup baik.
E. Psikososial

Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga yang lain.
F. Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi keluarga pasien tergolong menengah ke atas. Penghasilan dalam
keluarga didapat dari ayah pasien yang bekerja sebagai pegawai swasta. Ibu pasien hanya
seorang ibu rumah tangga.

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Diagnosis pada pasien ini adalah demam dengue. Hal ini dikarenakan demam
yang dialami pasien sudah 4 hari serta berdasarkan pemeriksaan fisik serta laboratorium
yang menunjukan adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Dalam mengatasi penyakit yang terjadi dalam masyarakat diperlukan tindakan yang
holIstik, berkesinambungan, dan terpadu dengan menggunakan cara promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Diharapkan dengan cara tersebut dapat mengurangi angka
kesakitan dan kematian serta dapat meningkatkan kesehatan dalam masyarakat.

4.2

Saran
Saran yang dianjurkan untuk mengatasi penyakit ini, yaitu :
Pasien :

Menerapkan perilaku bersih dan sehat

Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar

Meminum obat dengan teratur untuk tercapainya kesembuhan yang optimal.

Memperhatikan keadaan gizi dengan memakan makanan yang bersih dan gizi
seimbang

Istirahat yang cukup untuk membantu proses penyembuhan penyakit.


Pihak petugas kesehatan (puskesmas) :

Mengadakan penyuluhan kesehatan tentang DBD serta lebih turut aktif dalam
mencegah penyakit DBD.

Anda mungkin juga menyukai