Anda di halaman 1dari 10

Tinjauan Kepustakaan

FUNGAL KERATITIS

Oleh :
DENNY WALANDOW
Pembimbing :

Dr.W. MATOKA. SpM

PPDS I ILMU PENYAKIT MATA


FK UNSRAT/RSU Prof. Dr. R. D. KANDOU
2006

1
PENDAHULUAN
Fungal keratitis merupakan suatu infeksi jamur pada kornea dimana keadaan ini
kembali menjadi tantangan pada dokter mata dalam suatu diagnosa dan terapi.1
Insiden fungal keratitis meningkat dalam 30 tahun terakhir akibat trauma,
pengunaan kortikosteroid, imunokompromise, dan kemajuan alat laboratorium dalam
teknik menegakan diagnosa.1
Di United States insiden fungal keratitis beragam mengikuti letak geografis dimana
2% kasus fungal keratitis di New York sampai 35% kasus fungal keratitis di Florida.1
Fungal keratitis merupakan permasalahan yang utama dinegara Asia khususnya di
daerah tropis dengan iklim panas.2
PATOGENESIS
Fungal keratitis biasanya terjadi akibat trauma pada mata sewaktu bekerja yang
terkontaminasi dengan bahan tumbuhan atau tanah yang merupakan penyebab tersering
pada pria dewasa, ataupun akibat pembedahan kornea seperti keratoplasti, operasi
katarak, dan operasi LASIK. Penyebab lainnya meliputi trauma akibat lensa kontak,
ketidaksesuaian dalam penggunaan kortikosteroid dan penggunaan bentuk lain dari
imunosupresif baik local maupun sistemik.1,2,3
Jamur masuk ke stroma kornea melelui defek pada epitel kemudian berkembang
dan menghasilkan mikotoksin dan ensim proteolitik yang

menyebabkan kerusakan

jaringan, sehingga menembus membrane descemet ke bilik mata depan atau ke segmen
posterior mata menyebabkan infeksi berat seperti skleritis, endoftalmitis, panoftalmitis.
Ada juga infeksi jamur pada kornea akibat infeksi sekunder dari fungal endopthalmitis.1
GAMBARAN KLINIK
A.Gejala
Gejala yang sering dijumpai pada penderita dengan fungal keratitis biasanya dari gejala
dimana penderita mengeluhkan rasa adanya benda asing, rasa nyeri atau tidak nyaman

2
yang makin lama makin meningkat, penurunan ketajaman penglihatan, dan
hipersensitifitas terhadap cahaya sampai kehilangan penglihatan.1,2,3.4,5
B. Tanda
1.Tanda umum yang biasanya kita temukan pada pemeriksaan adalah : 1,2,3,4,5
- Injeksi konjungtiva
- Kerusakan pada epitel.
- Pernanahan
- Infiltrat pada stroma
- Reaksi pada bilik mata depan
- Hipopion

2.Tanda khusus membedakan sesuai dengan agen penyebab infeksi.2,3,4


a. Filamentous keratitis (Fusarium sp , Aspergillus sp )
- Suatu infiltrat putih abu-abu pada stroma degan corak kering dan tepi yang tidak
jelas.
- lesi satelit, lesi berbulu seperti jari, dan imun ring infiltrate.

- adanya plague endotel.


3
b. Candida keratitis
- karakteristik dengan kumpulan lesi putih kekuningan dengan ketebalan supurasi
menyerupai keratitis bakterial.
DIAGNOSA
Gejala fungal keratitis biasanya menyerupai bakterial keratitis.Diperlukan
pemeriksaan dengan mengidentifikasi faktor resiko yang dihubungkan dengan hasil
evaluasi tanda-tanda jamur pada kornea, dan pemeriksaan laboratorium untuk
mendapatkan diagnosa pasti dan untuk menanngani keadaan tersebut.2,3,5
A. Identifikasi faktor resiko. 1,2,3,5,
Anamnesa yang baik dan teliti menemukan faktor resiko berupa :
1. Trauma
- benda asing (tumbuhan atau materi dari tanah)
- pemakaian lensa kontak
- pembedahan kornea ( keratoplasti tembus, bedah katarak, LASIK)
2.Keratitis kronik akibat herpes simpleks, herpes zoster, vernal
keratokonjungtivitis
3.Pemakaian kortikosteroid topikal,imunosupresif sistemik.
B. Pemeriksaan laboratorium.1,2,5,6,7,8
1. Kultur pada media (agar darah, agar Sabouraud, thioglycolate broth, BHIB).

Sabouraud agar

4
2.Pewarnaan dengan (KOH, gram, giemsa, gomori methenamine silver, calcofluor
white )
3. PCR

4.Dengan mikroskop elektron

5.Dengan confokal mikroskopi.

5
TERAPI
A.Medikamentosa 1,2,3,4,5,9
Obat anti jamur diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu :
1.Polyenes ( natamycin, nystatin, dan amphotericin B)
- Polyenes menghambat dinding sel jamur dengan merubah permeabilitas membran
akibat kompleks polyenesterol efektif melawan filamentous dan candida.
2.Azoles(ketoconazole,miconazole,fluconazole,itraconazole, econazole,clotrimazole)
- Azoles menghambat sintesa ergosterol pada konsentrasi lemah dan pada
konsentrasi tinggi langsung merusak dinding sel.
3. Fluorinated pyrimidines (Flucytosine)
- Flucytosin dikonfersi ke thimidine analog yang memblok sintesis thimidine.
B. Pembedahan1,2,3,4,5,9
1.Keraktektomi superfisial hingga membran bowman

atau stroma

menghilangkan materi infeksi, memudahkan penetrasi obat anti jamur.

untuk

2. Keratoplasti.
Biasanya dilakukan pada infeksi yang tidak responsif terhadap terapi
medikamentosa dan adanya ancaman perforasi.
C.Langkah- langkah terapi 5
1. Penderita dirawat inap rumah sakit jika ulkus mengancam penglihatan atau
ancaman perforasi, penderita kurang patuh.
2. Berikan obat anti jamur 1,2,3,4,5,9
- Natamycin tetes 5 % satu tetes tiap jam pagi hari dan tiap 2 jam pada malam hari.
dan salep

Natamycin 5% tiga kali sehari merupakan pilihan pada infeksi

Fusarium sp 1,2,3,4,5,9
- Amphotericin B 0,15 % satu tiap jam sangat efektif pada infeksi kandida 1,2,3,4,5,9
- Clotrimazole 1% satu tetes tiap jam efektif untuk infeksi akibat Aspergillus spp.5
6
- Ketoconazole oral 200-600 mg/ hari pada infeksi filamentosa berat karena
penetrasinya baik pada COA dan kornea 1,3
- Flucytosine 1 % 1 tetes pada infeksi kandida. 1,3,4
- Fluconazol oral 200-400 mg/ hari untuk infeksi kandida berat.1,2,3
- Itraconazol oral 200 mg/ hari merupakan anti jamur yang spektrum luas untuk
aspergillus dan candida dengan daya penetrasi terbaik ke kornea dari obat anti
jamur oral lain yang ada tetapi tidak maksimal untuk fusarium.2,3,5
3. Jangan memberikan steroid atau bila sedang digunakan sebaiknya ditapering
off.5,10
4. Jangan menutup mata ( patch)5

7
DAFTAR PUSTAKA
1.

Alexandrakis G. Excerpt from Keratitis, Fungal. Department of Ophthalmology.


Southern California Permanente Medical Group, 2005

2. Theng JT, Lim L, Than DT, Microbial Keratitis, Clinical Ophthalmology an Asian
Perspective. Singapore : Saunders, 2005 : 235-242
3. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. External
Disease and Cornea. San Francisco, 2005-6 : 174-5
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. A Systematic Approach

5 th ed. Windsor :

Butterworth-Heinemann, 2003 : 104-5


5. Rhee DJ, Pyfer MF. The Wills Eye Manual. Office and Emergency Room
Diagnosis and Treatment of Eye Disease 3 rd Philadelphia : Lippincott Williams and
Wilkins, 1999 : 77-9
6. Bharathi MJ, Ramakrishnan R, Meenakshi R, Mittal S, Shivakumar C,
Srinivasan

M.

Microbiological diagnosis of infective keratitis: comparative

evaluation of direct microscopy and culture results. Br. J. Ophthalmol. 2006;


90:1271-6
7. Brasnu E, Bourcier T, Dupas B et al In vivo confocal microscopy in fungal
keratitis. Br. J. Ophthalmol. 2006. 107243
8. Gaudio PA, Gopinathan U, Sangwan V, Hughes TE. Polymerase chain reaction
based detection of fungi in infected corneas. Br. J. Ophthalmol. 2002 ;86:755-760
9. Gondhowiardjo TD, Simajuntak GW, Panduan Manajemen Klinis Perdami. Jakarta,
2006 : 30-3
10. Peponis V, Herz J B, Kaufman H E. The role of corticosteroids in fungal keratitis : a
different view. Br. J. Ophthalmol. 2004;88:1227

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

FUNGAL KERATITIS

Oleh :
dr. Denny Walandow
Pembimbing :
dr. W. Matoka, SpM

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS - I


BAGIAN / SMF I.P. MATA FK UNSRAT / RSU PROF. DR.R.D.KANDOU
MANADO
2007

Anda mungkin juga menyukai