Anda di halaman 1dari 18

Obesitas dan Sindroma Metabolik

Pada Wanita 41tahun


Asher Juniar*
10-2011-201
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

*Alamat Korespondensi:
Asher Juniar
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: azher_juny@hotmail.com

Pendahuluan
Obesitas dan overweight, adalah dua istilah yang sering digunakan untuk
menyatakan adanya kelebihan berat badan. Kedua istilah ini sebenarnya mempunyai
pengertian yang berbeda. Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit
yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat ideal
yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau nonlemak, misalnya
pada seorang atlet binaragawan, kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh
hipertrofi otot.1 Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko
metabolik yang

berkaitan secara langsung terhadap terjadinya

penyakit

kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari


dislipidemia atherogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa
plasma, keadaann prototombik, dan proinflamasi
Pada pemeriksaan fisik diperoleh hasil tekanan darah 130/90 mmhg, tinggi
badan 150cm, berat badan 80Kg, Lpe 95cm,Lpa 105cm. pada pemeriksaan
laboratorium di dapatkan hasil Hb 12g%, gula darah puasa 100mg/dl, Kolestrol 130
mg/dl, trigliserida 180 mg/dl, HDL 30 mg/dl, LDL 100mg/dl
1 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

Obesitas
Obesitas adalah suatu kondisi medis, dimana terdapat penumpukan lemak berlebih
di dalam tubuh yang dapat menyebabkan efek negatif pada kesehatan yang dapat
mengurangi tingkat ekspektasi hidup. Untuk mendiagnosis suatu obesitas digunakan
pengukuran antropometri yaitu dengan menilai indeks massa tubuh (IMT), indeks
massa tubuh didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan
kuadrat (m). Seseorang dapat dikatakan menderita obesitas jika nilai IMT lebih dari
30 kg/m2. Sedangkan untuk mengetahui persentase lemak tubuh dapat diukur dengan
menggunakan Deurenberg equation.1
Deurenberg equation: 1.2(IMT) + 0.23(umur) - 10.8(gender) - 5.4

Klasifikasi Obesitas
Ada banyak klasifikasi obesitas yang dapat dipakai, namun yang paling banyak
digunakan klasifikasi berdasarkan IMT yang dikeluarkan oleh WHO.

Berat badan rendah: < 15.5

Berat badan normal: 18.5 - 24.9

Berat badan berlebih: 25.0 - 29.9

Obesitas I: 30.0 - 34.9

Obesitas II: 35.0 - 39.9

Obesitas III: > 40.0


Obesitas berhubungan dengan kelainan lain yang dapat meningkatkan tingkat
mortalitas dan mortilitas, beberapa komorbiditas sebagai berikut:1

Distribusi lemak: data menunjukan penyebaran lemak obesitas android (apel)


memiliki korelasi dengan metabolisme yang buruk

Lingkar pinggang: data menunjukan terdapat peningkatan resiko kelainan jantung


pada pria dengan Lpe lebih dari 94 cm, dan pada wanita lebih dari 80 cm. Sedangkan
pengukuran WHP menunjukan lebih dari 0.95 pada laki-laki dan lebih dari 0.8 pada
wanita. Pada lingkar pinggang lebih dari 102 cm pada laki-laki dan lebih dari 88 cm
pada perempuan.

2 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

Onset terjadinya: peningkatan IMT pada usia dewasa (24-40 tahun) berhubungan
dengan profil biomarker yang buruk

Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik adalah kelainan penggunaan energi dan penyimpanan lemak, sindrom
metabolik dapat didiagnosis dengan 3 dari 5 kondisi medis obesitas abdominal, peningkatan
tekanan darah, peningkatan glukosa puasa, peningkatan trigliserida dan penurunan kadar
HDL-C. Sindrom metabolik meningkatkan resiko kelainan kardiovaskular, seperti gagal
jantung dan diabetes. Mekanisme terjadinya sindrom metabolik masih dalam investigasi,
patofisiologi dari sindrom metabolik sangat kompleks, kebanyakan penderita berumur lanjut,
memiliki obesitas, dan resisten insulin, serta stress. Faktor penyebab yang paling penting
adalah genetik, umur, diet, dan aktivitas fisik yang rendah. Beberapa marker inflamasi
sistemik seperti C-reactive protein meningkat, begitu juga fibrinogen, interleukin 6, TNFalpha.2

Antropometri
Distribusi Lemak Tubuh
Ketika asupan energi melebihi kebutuhan energi seseorang, kelebihan
energi akan diubah menjadi lemak dan disimpan di jaringan adiposa untuk
digunakan sebagai sumber energi di kemudian hari. Penyimpanan energi ini dapat
menguntungkan ketika dalam keadaan kekurangan makanan. Akan tetapi, kini
tidak banyak yang kekurangan makanan dan penyimpanan energi berlebih menjadi
tidak lagi menguntungkan karena perkembangan obesitas dan risiko kesehatan
yang berkaitan.
Jaringan adiposa tersebar merata diseluruh tubuh. Pada wanita bertubuh
sedang, 18% berat badannya adalah lemak, sementara pada pria hanya 16%.
Lemak akan didistribusikan ke dua kategori, disimpan di panggul dan kaki
(bentuk pir-obesitas perifer) atau disimpan di abdomen (bentuk apel-obesitas
sentral).
Distribusi dari lemak dapat diperiksa dengan mengitung rasio lingkar
perut/lingkar panggul (LPe/LPa). Rasio LPe/LPa seharusnya dibawah 1 untuk pria,
dan dibawah 0.85 untuk wanita dan harus dipertimbangkan bersama dengan hasil
IMT. Obesitas sentral dikaitkan dengan peningkatan trigliserida plasma dan
berkurangnya HDL plasma, ketika dikaitkan dengan pola kadar lipoprotein plasma
3 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

pada obesitas perifer. Oleh karena itu, obesitas sentral diasosiasikan dengan
insidens penyakit yang lebih tinggi daripada obesitas perifer. Disebutkan bahwa
LPe merupakan pengukuran yang baik untuk lemak intraabdominal. Lean et al
menyarankan ketika LPe lebih dari 80 cm untuk wanita dan 94 cm untuk pria, berat
badan tidak boleh bertambah lagi, dan penurunan berat badan harus dilakukan jika
LPe lebih dari 88 cm untuk wanita dan 102 cm untuk pria.
Lemak abdomen lebih mudah dipecah dibandingkan lemak subkutan, jadi
lebih mudah bagi orang dengan obeitas sentral untuk memperbaikinya dengan
membatasi asupan energi.
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta
perbandingan lingkar pinggang dan panggul. Sebuah studi menyatakan bahwa
pengukuran lingkar leher juga dapat digunakan sebagai screening obesitas. Berikut
ini penjelasan masing-masing metode pengukuran antropometri tubuh:
a. IMT
Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu
BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi
badan dalam meter (Caballero B., 2005). Klasifikasi IMT dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Klasifikasi IMT (International Diabetes Federation, 2005)1
Klasifikasi IMT
BB kurang (underweight)
Normal
BB lebih (overweight)
b.

(kg/m2)
<18,5
18,5-24,9
25

Pra-Obes

25,0-29.9

Obesitas, kelas I

30,0-34,9

Obesitas, kelas II

35,0-39,9

Obesitas, kelas III

>40

Lingkar Pinggang
IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan
merupakan indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk
pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar
pinggang. Parameter penentuan obesitas merupakan hal yang paling sulit
dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap etnis terhadap IMT maupun
4 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

lingkar pinggang. Sehinggga IDF (Internasional Diabetes Federation)


mengeluarkan criteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis (Alberti,
2005).
Tabel 2. Kriteria ukuran pinggang berdasarkan etnis
Negara/grup etnis
Eropa
Asia selatan
Populasi China, Melayu, Asia-India
China
Jepang
Amerika Tengah
Sub-Sahara Afrika
Timur Tengah

Lingkar pinggang (cm) pada obesitas


Pria >94
Wanita >80
Pria >90
Wanita >80
Pria >90
Wanita >80
Pria >85
Wanita >90
Gunakan rekomendasi Asia Selatan
hingga tersedia data spesifik
Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik
Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik

c. Rasio Lingkar Perut Pinggul


Tabel 3. Rasio Lingkar perut dan pinggul
Jenis kelamin

Ukuran RLPP Normal

Wanita

< 0.85

Pria

<0.90

Gambar 1. Fenotip obesitas menurut Vague, 1947.

5 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

Dan pada pemeriksaan fisik secara umum, hasil yang didapati adalah sebagai berikut;
TD:130/90mmHg, TB 150cm, BB 80kg, Lpe 95cm, Lpa 105cm.

Epidemiologi
Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan
dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition
Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan
menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37%
pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia
dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah
dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom
Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular.
Sindrom metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian
hari.2,3

Etiologi
Sindroma metabolik terdiri dari resistensi insulin/ hiperinsulinemia, intoleransi
glukosa/ diabetes mellitus, dislipidemia, hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia dan hipertensi. Pada kebanyakan orang didapatkan sindroma metabolik
terjadi akibat obesitas, gangguan profil lipid (dislipidemia) dan hipertensi dengan
meningkatkan faktor risiko untuk kelainan kardiovaskular.4
Faktor lain pencetus sindrom metabolic yaitu
1. Diet yang salah
Pada sindrom metabolik yang menjadi perhatian adalah bukan berapa banyak
makanan yang dimakan, tapi apa jenis makanan yang dimakan. Konsumsi makanan dengan
tinggi karbohidrat yang mengandung gula putih dan tepung terigu menyababkan terjadinya
sindrom metabolik dalam masyarakat modern sekarang ini.
2. Kelebihan berat badan
Sindrom metabolic lebih banyak ditemui pada orang dengan kelebihan berat badan,
dengan penimbunan lemak pada tubuh bagian atas. Jadi sindrom metabolic banyak ditemui
pada orang dengan bentuk tubuh seperti apel. Timbunan lemak pada daerah atas tubuh
mempermudah produksi hormone pria seperti androstenedione. Bila kadar hormone tersebut
meningkat maka dapat menyebabkan resistensi insulin.
6 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

3. Sindrom ovarium polikistik


Sindrom ini merupakan bentuk gangguan hormonal yang sering ditemui pada wanita,
diderita oleh 6-10% wanita premenopause. Pada keadaan ini produksi hormone wanita
meningkat, sehingga ovulasi dihambat. Karena ovulasi tidak terjadi, maka produksi hormone
wanita progesterone menjadi terhambat, menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas.
Wanita dengan sindrom ovarium polikistik mempunyai tendensi mengalami sindrom
metabolic lebih besar, dan tujuh kali lebih sering mengalami diabetes mellitus tipe 2,
terutama jika ,mereka juga mengalami kelebihan berat badan.
4. Faktor Genetic
Bila diantara anggota keluarga mempunyai riwayat obesitas, diabetes mellitus tipe 2,
hipertensi, sindrom ovarium polikistik atau penyakit jantung, maka resiko untuk mengalami
sindrom metaboolik meningkat.
5.Fitness dan Exercise
Resistensi insulin lebih umum ditemui pada orang yang biasa hidup dengan cara
sedentary lifestyle dan tidak melakukan olahraga secara teratur. Kekurangan latihan olahraga
akan meningkatkan resiko sindrom metabolic sebanyak 20-25%. Meskipun latihan olahraga
teratur akan menurunkan resistensi insulin, manfaatnya akan hilang bila latihan olahraga
tersebut dihentikan. Merokok dapat sedikit meningkatkan resistensi insulin, sedangkan
minuman beralkohol 1-2 gelas/hari tidak meningkatkan tendensi sindrom metabolic.5

Patofisiologi
Jaringan adiposa merupakan jaringan yang berperan dalam terjadinya obesitas, dapat
meningkat ukuran dan jumlahnya pada penderita obesitas. Obesitas hipertrofi memiliki
karakteristik pembesaran jaringan lemak, biasanya ditemukan pada penderita obesitas tipe
android. Sedangkan obesitas hiperselular biasanya muncul pada penderita obesitas yang
dimulai dari masi kanak-kanak. Obesitas hipertrofi biasanya dimulai dari dewasa, dapat
meningkatkan resiko kelainan jantung.
Friedman dan rekan menemukan leptin (dari kata Leptos Yunani, yang berarti tipis)
pada tahun 1994 dan mengantar ledakan penelitian dan peningkatan besar dalam pengetahuan
tentang peraturan makan dan kekenyangan siklus manusia. Leptin adalah protein 16-kd yang
diproduksi terutama di jaringan adiposa subkutan putih dan, pada tingkat lebih rendah, di
plasenta, otot rangka, dan fundus lambung pada tikus. Leptin memiliki fungsi segudang
karbohidrat, tulang, dan metabolisme reproduksi yang masih terurai, namun perannya dalam
7 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

regulasi berat tubuh adalah alasan utama itu menjadi terkenal. Peran utama leptin dalam
peraturan tubuh-berat badan adalah dengan sinyal kenyang ke hipotalamus dan dengan
demikian mengurangi asupan makanan dan penyimpanan lemak sementara modulasi
pengeluaran energi dan metabolisme karbohidrat, mencegah kenaikan berat badan lebih
lanjut. Berbeda dengan model tikus Ob / Ob di mana peptida ini pertama kali ditandai,
kebanyakan manusia yang mengalami obesitas tidak leptin kekurangan tetapi bukan leptin
tahan. Oleh karena itu, mereka mengalami peningkatan kadar leptin yang bersirkulasi.
Tingkat leptin lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria dan sangat berkorelasi dengan
BMI.
Penelitian laboratorium awal pada pasien yang diduga menderita sindrom metabolik
harus mencakup kimia standar untuk menilai hiperglikemia dan disfungsi dan lipid studi
ginjal untuk menilai hipertrigliseridemia atau HDL rendah tingkat. Jika riwayat keluarga awal
penyakit aterosklerosis koroner atau lainnya hadir, pertimbangkan termasuk, selain HDL-C
dan low-density lipoprotein cholesterol (LDL-C), studi lipoprotein (a), apolipoprotein-B100,
tinggi-sensitivitas C protein -reactive (CRP), dan (jika pasien sudah tidak pantas target LDLC terendah [<70]), homosistein dan difraksinasi LDL-C. Mengingat berbagai asosiasi antara
sindrom metabolik dan kondisi lain yang dibahas di tempat lain dalam artikel ini, tambahan
bermanfaat tes darah mungkin termasuk tiroid dan hati studi, kadar hemoglobin A1C, dan
asam urat. Peningkatan thyroid stimulating hormone (TSH) telah dikaitkan dengan prevalensi
yang lebih tinggi dari sindrom metabolik. Hyperuricemia tampaknya jauh lebih umum pada
pasien dengan sindrom metabolik dibandingkan dengan populasi umum, dan ini dikaitkan
dengan efek inflamasi dari sindrom metabolik, penelitian lebih lanjut harus dilakukan.
sebagai temuan klinis mendikte. Studi pencitraan tidak secara rutin diindikasikan dalam
diagnosis sindrom metabolik. Namun, mereka mungkin cocok untuk pasien dengan gejala
atau tanda-tanda dari banyak komplikasi sindrom, termasuk penyakit jantung. Keluhan nyeri
dada,

dyspnea,

atau

klaudikasio

dapat

menjamin

pengujian

tambahan

dengan

elektrokardiografi (istirahat / stres EKG), ultrasonografi (vaskular atau istirahat / stress


echocardiography), menekankan single-photon emisi computed tomography (SPECT),
jantung tomography emisi positron (PET) , atau studi pencitraan lain.3
Pengujian untuk gangguan pernapasan saat tidur
Investigasi penyebab lain atau faktor memperburuk harus dipertimbangkan. Misalnya,
gangguan pernapasan terkait tidur, seperti apnea tidur obstruktif, menjadi faktor risiko
semakin relevan dan baru untuk sindrom metabolik. Kesulitan dalam menjelaskan hubungan
8 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

antara apnea tidur obstruktif dan sindrom metabolik terletak pada bagian dengan efek
pengganggu obesitas. Namun demikian, pasien melaporkan gangguan tidur yang signifikan,
mendengkur, mungkin jeda, dan / atau siang hari mengantuk dapat mengambil manfaat dari
penelitian lebih lanjut untuk gangguan pernapasan terkait tidur dapat diobati, termasuk
melalui polisomnografi.

Manifestasi dan komplikasi


Obesitas menghasilkan stress fisik dan mekanis yang memperburuk atau
menyebabkan sejumlah kelainan, termasuk osteoarthritis (terutama pada panggul). Pelebaran
vena, tromboemboli, hernia ventral dan distal serta kolelitiasis lebih sering terjadi.3,4
A. Hipertensi
Pada orang yang sangat obes, pengukuran tekanan darah dengan manset standar dapat
menyebabkan kesalahan pembacaan sehingga tekanan darah lebih tinggi, harus digunakan
manset dengan ukuran lebih besar. Dapat diamati adanya hubungan yang kuat antara
hipertensi dan obesitas sekalipun sudah menggunakan pengukuran yang akurat.
Mekanisme bagaimana obesitas menyebabkan hipertensi masih belum pasti, tetapi
resistensi vaskuler perifer biasanya normal saat volume darah meningkat. Pengurangan
berat badan menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang tidak tergantung
perubahan keseimbangan natrium.
B. Sindroma hipoventilasi
Sindroma obesitas hipoventilasi merupakan sekelompok kelainan yang heterogen
dengan manifestasi klinik yang beraneka ragam. Hipersomnolen merupakan yang dapat
terjadi pada kegemukan manifestasi apnea pada saat tidur di malam hari. Pada individu
ini, saat mulai tidur, obstruksi saluran nafas bagian atas akan menyebabkan hipoksemia
dan hiperkjapnea, sehingga ia terbangun dan pernafasan akan kembali normal. Kombinasi
tubuh yang obes ditambah relaksasi otot faring yang dipacu oleh tidur diyakini
merupakan penyebab obstruksi intermitten jalan nafas bagian atas.5
C. Hormon pertumbuhan
Respon pengeluaran hormon pertumbuhan terhadap berbagai rangsang seperti
hipoglikemia, latihan dan infuse arginin akan berkurang dan kelaparan yang menginduksi
peningkatan dalam kadar hormon pertumbuhan plasma menurun.4
9 | Obesitas dan Sindroma Metabolik

D. Aterosklerosis
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit pembuluh darah koroner dan
stroke. Sebagian besar risiko ini diperantarai oleh hipertensi, hiperlipoproteinemia dan
diabetes. Tidak diragukan lagi bahkan jika abnormalitas-abnornmsalitas ini disingkirkan,
suatu risiko yang lebih kecilm dapat diberikan oleh kegemukan saja.
KEBUTUHAN ENERGI
Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik,
dan specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah
kebutuhan kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa
cara untuk mengukur BMR, yaitu:
1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy
Expenditure)
BMR (laki-laki)
BMR (perempuan)
2. Metode faktorial
BMR (laki-laki)
BMR (perempuan)

= 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]


= 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]
= BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam
= BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam5

Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan seharihari oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:
1.
2.
3.
4.
5.

Ringan sekali
Ringan
Sedang
Berat
Berat sekali

= 30 %
= 50 %
= 75 %
= 100 %
= 125 %

Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli
hokum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan
rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.
Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan
besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas. Maka rumus untuk
menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah:5
Total energi = energi basal (BMR) + energi aktivitas + SDA
Karbohidrat
10 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas


untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan
polisakarida. Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa
karbohidrat tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati
yang merupakan bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.
Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar
55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.6
Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk
menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan
adiposa. Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi
membrane sel, dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.6,7
Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,
insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 2030% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.
Protein
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung
membentuk beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan
untuk sintesis asam amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan
melibatkan cukup banyak daur ulang dari komponen-komponen tersebut.6
Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus
diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena
keadaan (conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino
tidak dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai
energy dan bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita
sekitar 15-20% total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.6,7
Tabel 4. Komposisi zat gizi makro5
11 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

Zat gizi
Karbohidrat
Protein
Lemak total
Asam lemak jenuh (saturated)
Asam lemak monosaturated
Asam lemak polysaturated
Kolesterol
Serat

Komposisi (%)
55-65
15-20
20-30
8-10
15
10
< 300 mg/hari
20-30 g

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa

Obat-obatan dapat dipakai sebagai bagian pengaturan berat badan. Obat yang dapat
diberikan adalah sibutramin dan orlistat. Sibutramin bekerja disentral memberikan efek
mengurangi asupan energi melalui efek memberikan rasa kenyang dan mempertahankan
pengeluaran energi. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek penurunan berat
badan pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktifitas
fisik, memperbaiki kolesterol HDL dan kadar trigliserida.

Untuk hipertensi pada sindrom metabolik, dapat digunakan golongan ACE-inhibitor yang
memiliki makna dalam meregresi hipertrofi ventrikel. Selain itu, valsartan sebagai
penghambat reseptor angiotensin dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui
sebagai faktor risiko independen kardiovaskular. Tiazolidindion juga memilki pengaru
persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan
metformin juga dapat menurunkan kadar asam lemak bebas.

Koreksi level LDL-C dan HDL-C: penatalaksanaan untuk meningkatnya nilai LDL-C
mencakup semua golongan statin (3-hydroxy-3-methylgluraryl coenzym A [HMG-CoA]
reductase inhibitor). Sedangkan terapi untuk kadar HDL-C yang turun masih
kontroversial, tetapi direkomendasikan untuk mengubah pola diet atau olahraga yang
mengandung niacin.

Koreksi trigliserida: jika modifikasi gaya hidup gagal, terapi medis menggunakan niacin
(gemfibrozil) dan fibrat ( asamfenofibrate/ fenofibric). Penambahan asam lemak Omega 3
dapat membantu menurunkan angka trigliserida

Koreksi hiperglisemia: terapi farmakologi untuk pasien dengan sindrom metabolik


biasanya dimulai dengan insulin-sensitizing agent seperti metformin. Dapat juga
diberikan peroxisome proliferator-actived receptor antagonist seperti fibrate dan

12 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

thiazolidinedion yang masing-masing dapat menghasilkan perubahan metabolik pada


pasien dengan sindrom metabolik.

Pencegahan

gangguan

kardiovaskular:

terapi

menggunakan

aspirin

merupakan

pencegahan primer pada resiko komplikasi kardiovaskular

Terapi alternatif: terapi menggunakan ramuan herbal dari China seperti ginseng,
berberine, dan labu pahit menunjukan perubahan metabolik yang menguntungkan, tetapi
trial klinik diperlukan untuk melihat keamanan.8

Non medikamentosa
1. Latihan Fisik
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh,
dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat
menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik
terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari.
Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki
resistensi insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani
latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka panjang. Aktivitas fisik aerobik intensitas
sedang ditambah selama 30-60 menit ditambah dengan peningkatan aktivitas dalam gaya
hidup sehari-hari seperti berjalan cepat, berjalan saat istirahat kerja, berkebun,atau
mengerjakan perkerjaan rumah. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik
menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dorong latihan tahanan 2 hari/ minggu
Sarankan program yang diawasi secara medis untuk pasien beresiko tinggi. Dengan
menggunakan dumbbell ringan dan elasticexercise band merupakan pilihan terbaik untuk
latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga
terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki-laki tanpa
mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.9
2. Perubahan Pola Hidup
Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database
mendukung peranan intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Bukti-bukti dari suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat
membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil dari studi klinis, diet
13 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian
komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angka kematian total.
Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), pasien
yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti mengalami
penurunan tekanan darah yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat
badan.target. Studi dari the Coronary Artery Risk Development in Young Adults
mendapatkan bahwa konsumsi produk-produk rendah lemak dan garam disertai dengan
penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah lemak tinggi
karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar. HDL
kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia
atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasiendengan diet rendah lemak, asupan
karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak
tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yangmempunyai
indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola diet Mediterrania yang terbukti dapat
menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya
korelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang. Para peneliti
merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah
karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti dapat
menurunkan kada trigliserida, meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan
berat badan. Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti
makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang
banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan
kadar glukosa post prandial dan insulin.
3. Diet
Kelebihan berat badan 10 kg setara dengan 80000 kkal yang tersimpan. Mayoritas
orang dengan aktivitas sedang akan kehilangan berat badannya jika asupan energinya
dikurangi 500-1000 kkal. Akan tetapi diet untuk menurunkan berat bersifat individual.
Untuk mengoreksi obesitas dalam jangka waktu panjang membutuhkan perubahan
permanen dari kebiasaan makan seseorang.
Banyak orang dengan obesitas grade 1 tidak membutuhkan diet rendah kalori yang
spesifik. 10 kata kunci untuk perubahan diet pada obesitas:
-

Masukkan porsi buah dan sayuran yang banyak

Masukkan porsi besar makanan yang mengandung zat tepung

14 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

Jangan tambahkan gula pada minuman dan hindari minuman bersoda

Jangan makan porsi besar daging

Gunakan mentega tipis-tipis pada roti, atau ganti ke mentega rendah lemak

Hindari mengemil diantara jam makan, jika perlu makanlah buah

Hindari makanan yang digoreng

Pilih keju dengan lemak lebih rendah dan makanlah lebih sedikit

Jangan makan kue dan biskuit sebagai bagian dari rutinitas.

Ganti ke susu rendah lemak (terutama skimmed milk)


Pendekatan makan sehat ini juga dapat diterapkan pada obesitas grade 2 atau 3,

ditambah dengan menentukan pembatasan asupan energi spesifik untuk memastikan


penurunan berat badan berkelanjutan.
Jumlah energi dari diet penurun berat badan dihitung dari estimasi kebutuhan energi
seseorang dari kecepatan metabolisme basal dikali dengan level aktivitas fisik yang
sesuai. Asupan energi harian harus lebih rendah 500 sampai 1000 kkal untuk memperoleh
penurunan berat badan yang memuaskan. Karena penghitungan ini menggunakan berat
badan, maka ketika berat badan turun harus dihitung kembali.9
Asupan energi dari diet dapat dikurangi dengan: menghilangkan gula dan produk yang
mengandung gula; menghilangkan/membatasi alkohol; membatasi asupan lemak dan
makanan tinggi lemak; dan mengurangi asupan makanan lainnya. Mempertahankan
nutrisi yang adekuat dan memastikan asupan protein, vitamin dan mineral sangat penting.
Rasa lapar yang berlebihan dapat dihindari dengan: meningkatkan asupan buah dan
sayuran; makan roti dan sereal wholegrain dan wholemeal; mulai makan dengan sup atau
segelas air (hal ini membantu untuk orang yang terbiasa untuk makan dalam porsi besar);
dan meminum kopi dan teh yang tidak manis, atau minuman rendah kalori.
Jangan menyarankan penurunan berat badan yang cepat, karena bukan hanya lemak
yang dimetabolisme tetapi juga otot dan glikogen yang disimpan di otot dan hati juga
terkuras. Kehilangan berat badan yang cepat dengan diet sangat rendah energi terjadi
karena metabolisme dari glikogen serta diuresis air dan natrium yang menyertainya.
Ketika asupan energi dikembalikan, simpanan glikogen digantikan kembali dan berat
badan bertambah.
Terapi Bedah
Bedah telah digunakan untuk mengobati obesitas grade 3 (obesitas morbid), tetapi
karena risiko yang terkait, semua metode penurunan berat badan lain harus dicoba terlebih
15 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

dahulu. Operasi bypass intestinal, dapat menyebabkan diare kronik karena malabsorbsi,
anemia, defisiensi vitamin dan kerusakan hati. Gastric reduction procedures mengurangi
ukuran gaster, sehingga membatasi jumlah makanan yang masuk dalam satu waktu. Prosedur
bedah terbaru yang dikembangkan adalah laparoscopic insertion of gastric band, yang
mempertahankan penurunan berat badan selama 6 tahun. Jaw wiring membatasi kecepatan
makanan dapat dikonsumsi dan konsistensinya. Hal ini dapat berhasil pada beberapa situasi,
tetapi bukan solusi yang permanen.9

Perencanaan Diet
Berat badan ideal: 0.9 x (TB-100) = 45 kg
Indeks massa tubuh: BB/(TB2) = 35.6 Kg/m2
Kebutuhan basal (KB): BB ideal x 25 Kkal = 1125 Kkal
Aktivitas fisik (AF): manajer perusahaan swasta, tergolong aktivitas sedang (30%) = 30% x
Kebutuhan basal = 337.5 Kkal
Koreksi usia (KU): 5% x kebutuhan basal = 56.25 Kkal
Total kalori yang dibutuhkan: KB + AF - KU = 1406.25 Kkal
Target konsumsi karbohidrat perhari: (55% x total kalori)/ 4 Kkal: 193.3593 gr
Target konsumsi protein perhari: (18% x total kalori)/ 4 Kkal: 63.2812 gr
Target konsumsi lemak perhari: (27% x total kalori)/ 9 Kkal: 42.1875 gr

Prognosis
Komplikasi dari sindrom metabolik sangat luas, dapat meliputi kelainan kardiovaskular,
CHD, stenosis aorta, stroke iskhemik, DVT. Sindrom metabolik juga dikaitkan dengan
kanker payudara yang kemungkinan karena disregulasi dari plasminogen activator inhibitor-1
(PAI-1).

Kesimpulan
Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risiko yang terdiri
dari hipertensi, gangguan toleransi glukosa, obesitas sentral dan dislipidemia yang ditandai
dengan meningkatnya trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL yang dapat menimbulkan
konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus tipe 2,
16 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non-alkoholik. Sindrom metabolik dapat
didiagnosis dengan menggunakan kriteria NCEP ATP dengan modifikasi. Faktor resiko yang
mendasari terdiri dari faktor genetik, diet, inaktifitas fisik dan usia. Patofisologi mendasar
terjadinya gangguan adalah obesitas sentral dan resistensi insulin. Penatalksanaan sindrom
metabolic terutama berujuan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis
dan risiko diabetes mellitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes. Apabila kondisi tersebut
ada maka perlu di ajukan pengobatan untuk sindrom metabolic. Penatalakasanaan sindrom
metabolic terdiri atas 2 pilar yaitu tatalaksana penyebab (berat badan lebih / obesitas dan
inaktif fisik) serta tatalaksana faktor resiko lipid dan non lipid. Pengaturan berat badan
merupakan dasar, tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom metabolic. Penurunan 5-10%
sudah dapat memberikan perbaikan profil metabolic. Penanganannya yang terintegrasi
mencakup diet, aktivitas fisik yang terpenting adalah perubahan perilaku. Tindakan
pengobatan sangat bermanfaatuntuk mencegah manifestasi klinis akibat perkembangan
penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J. At A Glance: Anamesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.32-3.
2. Sastroamidjojo S, Lestiani L, sukmaniah S, Sayogo S, Titus J, Lukito W, et al. Pegangan
penatalaksanaan nutrisi pasien. Jakarta: Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia;
2000.
3. Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba
Medika; 2008.h.68-70,83-5.
4. Escott-stump S. Nutrition and diagnosis-related care. North Carolina: Lippincott
Williams & Wilkins. Fifth edition; 2000.p.436-9
5. Villareal DT, Apovian CM, Kushner RF, Klein S. Obesity in older adults: technical
review and position statementof the American society for nutrition and NAASO, the
obesity society. Am J Clin Nutr 2005;82:92334.
6. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.26,106-10.
7. Davet P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2004.h.54-5.
8. Vetter ML, Faulconbridge LF, Webb VL, Wadden TA. Behavioral and pharmacologic
therapies for obesity. Nat Rev Endocrinol.2010 October; 6(10): 578-588.

17 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

9. Schteingart D. Gangguan Hipersekresi Adrenal. In : Price SA, Wilson LM, editors.


Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC; 2003.h.1237-1244.

18 | O b e s i t a s d a n S i n d r o m a M e t a b o l i k

Anda mungkin juga menyukai