Anda di halaman 1dari 21

Persetubuhan dengan Gadis di Bawah Umur

Asher Juniar
102011201
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Terusan Arjuna no.6
Jakarta 11510
Email : azher_juny@hotmail.com
Pendahuluan
Perkosaan adalah tindakan menyetubuhi wanita yang bukan istrinya dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan. Persetubuhan sendiri didefinisikan sebagai penetrasi penis ke dalam
kemaluan wanita (mulai dari labia minor). Pada kasus akut/dini (dalam 7 hari setelah
kejadian) masih dapat dicari adanya sperma sebagai bukti, sedangkan bila korban diperiksa
lebih dari 7 hari setelah kejadian, kemungkinan ditemukannya sperma lebih sulit dan
pemeriksaan lebih ditujukan untuk mengetahui terjadinya kehamilan. Maka dari itu makalah
ini dibuat,untuk mengetahui lebih lengkapnya.
Kasus pemerkosaan hingga sekarang makin lama makin marak terjadi, bahkan disertai
penculikan serta tidak jarang korbannya dibunuh dan dibuang di pinggir jalan. Hal-hal ini
terjadi pada wanita dewasa atau remaja putri. Namun ternyata tidak hanya sebatas itu, hingga
anak-anak di bawah umur pun menjadi sasaran pemerkosaan oleh pihak-pihak yang
memanfaatkan keluguan anak-anak tersebut. Yang disebut anak dibawah umur berdasarkan
KUHP pasal 287 ialah anak yang berumur 15 tahun atau sudah siap kawin. Anak-anak pada
usia ini sangatlah rentan sebab anak-anak ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tanpa
disertai kesadaran yang cukup, sehingga sangatlah mudah untuk dikerjai.
Sebaiknya korban kejahatan seksual dianggap sebagai orang yang telah mengalami cedera
fisik dan/atau mental sehingga sebaiknya pemeriksaan ditangani oleh dokter yang
berpengalaman di bidanganya. Penundaan pemeriksaan dapat memberikan hasil yang kurang
memuaskan sebab bisa saja barang bukti menjadi tersamar atau hilang jika terlalu banyak
intervensi.

ASPEK HUKUM
Ketentuan Pidana Kejahatan Terhadap Kesusilaan 1,2
Pasal 285 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 289 KUHP


Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman memaksa seseorang untuk melakukan atau
membiarkannya dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan
yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin
3) barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu
dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar
perkawinan dengan orang lain.

UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


Pasal 82
Setiap orang yang dengans engaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana penjara paling lama
lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah
dan paling sedikit 60 juta rupiah.
Prosedur Hukum

Hal-hal yang perlu diperhatikan ;

Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari


penyidik yang berwenang.

Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau
korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, tidak akan
diperiksa oleh dokter dan korban akan disuruh kembali kepada polisi.

Setiap Visum et Repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada
tubuh korban pada waktu permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter.
Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit atau di
tempat praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan beberapa waktu
kemudian polisi mengajukan permintaan dibuatkan Visum et Repertum maka dokter
harus menolak karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban
sebelum ada permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia
kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322). Dalam keadaan seperti itu
dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban dibawa kembali kepadanya dan
Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu
permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu tidak diberikan dalam bentuk
Visum et Repertum tetapi dalam bentuk surat keterangan. Hasil pemeriksaan sebelum
diterimanya surat permintaan pemeriksaan dilakukan terhadap pasien dan bukan
sebagai corpus dilicti (benda bukti).

Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika korban
adalah seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakantindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan
disampaikan ke pengadilan. Hal ini perlu diketahui walaupun pemeriksaan dilakukan
atas permintaan polisi, belum tentu korban akan menyetujui pemeriksaan itu dan
menolaknya. Selain itu bagian yang akan diperiksa merupakan the most private part
dari tubuh seorang wanita.

Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa
korban.

Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan jangan ditunda terlampau lama.


Hindarkan korban dari menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar
periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus
dicatat, jangan tergantung pada ingatan semata.

Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya Visum et Repertum


perkara dapat cepat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan dari
tahanan bila ternyata ia tidak bersalah.

Kadang - kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang
ibu/ayah untuk memeriksa anak perempuannya karena ia merasa sangsi apakah
anaknya masih perawan atau karena ia merasa curiga kalau-kalau telah terjadi
persetubuhan pada anaknya.

Aspek Medikolegal
Prosedur medikolegal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek
yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada
beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan
yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Penjelasan pasal 133 KUHAP


4

(2) keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.
Keputusan Menkeh No. M.01PW.07-03tahun 1982 Tentang Pedoman Pelaksanaan
KUHAP
Dari penjelasan Pasal 133 ayat (2) menimbulkan beberapa masalah antara lain sebagai
berikut:
a. Keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman itu alat
bukti sah atau bukan?
Sebab apabila bukan alat bukti yang sah tentunya penyidikan mengusahakan alat
bukti lain yang sah dan ini berarti bagi daerah-daerah yang belum ada dokter ahli
kedokteran kehakiman akan mengalami kesulitan dan penyidikan dapat terhambat.
Hal ini tidak menjadi masalah walaupun keterangan dari dokter bukan ahli kedokteran
kehakiman itu bukan sebagai keterangna ahli, tetapi keterangan itu sendiri dapat
merupakan petunjuk dan petunjuk itu adalah alat bukti yang sah, walaupun nilainya
agak rendah, tetapi diserahkan saja pada hakim yang menilainnya dalam sidang1.

Pasal 183 KUHAP


Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melalukannya.
Pasal 216 KUHAP
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak Sembilan ribu rupiah.

(2) Disamakan dengan pejabat tersebut diatas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus

atau untuk

sementara waktu diserahi tugas

menjalankan jabatan umum.


(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya
dapat ditambah sepertiga.
Pasal 222 KUHAP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat unutk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pemeriksaan Medis
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara antara dokter dan pasien atau keluarganya atau orang
yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien. Anamnesis bertujuan agar dokter
memperoleh informasi atau data yang berhubungan dengan pasien. Selain itu, anamnesis juga
bertujuan untuk membina hubungan baik dan kepercayaan dokter dan pasien secara
profesional kompetensi.
Anamnesis terbagi atas auto-anamnesis, yaitu wawancara yang dilakukan antara dokter
dengan pasien yang bersangkutan, dan allo-anamnesis yaitu pada dasarnya sama dengan auto
anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah orang lain yang mempunyai hubungan dekat
dengan pasien. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/ bayi atau orang tua
yang sudah mulai pikun atau penderita yang tidak sadar/ sakit jiwa.3-5
Pada umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya
anamnesis yang diperoleh dari korban tidak selalu benar. Terdorong oleh berbagai maksud
atau persaan, misalnya maksud untuk memeras, rasa dendam, menyesal atau karena takut
pada ayah/ibu, korban mungkin mengemukakan hal-hal yang tidak benar.3
Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter
sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang obyektif, sehingga seharusnya tidak
dimasukkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada
Visum et Repertum dengan judul keterangan yang diperoleh dari korban. Dalam
6

mengambil anamnesis, dokter memintapada korban untuk menceritakan segala sesuatu


tentang kejadian yang dialaminya dan sebaiknya terarah.
Pada kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu dikumpulkan informasi-informasi
sebagai berikut :

Umur.
Umur korban amat perlu ditentukan pada pemeriksaan medis, karena hal itu menentukan
jenis delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan jumlah hukuman yang
dapat dijatuhkan. Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal lahirnya/umurnya,
apalagi jika dikuatkan oleh bukti diri (KTP, SIM, dan sebagainya), maka umur dapat
langsung disimpulkan dari hal tersebut.3-6

Status perkawinan.5,6
Haid : siklus, terakhir. 5,6
Penyakit kelamin dan kandungan. 5,6
Penyakit lain, seperti : epilepsi, katalepsi, syncope.3-5
Pernah bersetubuh ? Waktu persetubuhan terakhir ? Menggunakan kondom ?3-5
Waktu kejadian.
Hal khusus yang perlu diketahui adalah waktu kejadian tanggal dan jam kejadian. Bila
waktu antara kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari /
minggu dapat diperkirakan mengapa ia tidak dapat menemukan spermatozoa, atau tandatanda lain dari persetubuhan.3-6

Tempat kejadian.
Sebagai petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal dari tempat kejadian,
misalnya rumput, tanah, dan sebagainya yang mungkin melekat pada pakaian atau tubuh
korban. Sebaiknya petugas pun dapat mengetahui dimana harus mencari trace evidence
yang ditinggalkan oleh korban atau pelaku. 3-5

Perlawanan korban.
Perlu diketahui apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian
mungkin ditemukan robekan, pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-tanda
kekerasan dan pada alat kelamin mungkin ditemukan berkas perlawanan. Kerokan kuku
mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari pelaku.5,6
7

Apakah korban pingsan ?


Cari tahu apakah korban pingsan. Ada kemungkinan korban menjadi pingsan oleh laki-laki
pelaku dengan pemberian obat-obatan. Dalam hal ini jangan lupa untuk mengambil urin
dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.5,6

Apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi.5


Apakah setelah kejadian korban mencuci, mandi atau menganti pakaian.5

Pemeriksaan Pakaian
Pakaian ditentukan helai demi helai dan dilihat apakah terdapat robekan lama atau baru
sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian, kancing terputus akibat tatikan, bercak darah,
air mani, lumpur dan lain-lain yang mungkin berasal dari tempat kejadian.
Dicatat juga apakah pakaian rapi atau tidak, benda yang melekat dan pakaian yang
mengandung trace evidence dikirim ke laboratorium. 6
Pemeriksaan Tubuh Korban
1. Dijelaskan penampilan, keadaan emosional dan tanda-tanda bekas hilang kesedaran
atau diberikan obat seperti needle marks. Pada kasus yang diduga terjadi kehilangan
kesadaran hendaklah dilakukan pemeriksaan urin dan darah.
2. Dilihat adanya atau tidak tanda-tanda kekerasan, memer atau luka lecet pada daerah
mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang.
3. Dicatat perkembangan alat kelamin sekunder, pemeriksaan refleks cahaya pupil,
tinggi dan berat badan, tekanan darah, keadaan jantung dan abdomen.
Dilihat juga apakah terdapat trace evidence yang melekat pada tubuh korban dan sekiranya
ada, diambil dan diperlakukan seperti bahan bukti.6
Pemeriksaan Khusus Daerah Genitalia
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan speculum hanya apabila pemeriksaan
mengijinkan dan sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis obstetrik dan ginekologi.
1. Rambut kemaluan
- Ada atau tidaknya rambut melekat karena air mani mengering

Rambut digunting untuk pemeriksaan laboratorium dan untuk perbandingan

dengan rambut kemaluan pria tersangka.


2. Cari bercak air mani sekitar alat kelamin, kerok dengan sisi tumpul skalpel atau swab
dengan kapas lidi dibasahi garam fisiologis
3. Vulva
- Tanda-tanda kekerasan seperti hiperemi,edema, memar dan luka lecet akibat
goresan kuku.
- Introitus vagina dilihat apakah ada tanda-tanda kekerasan.
- Bahan sampel dari vestibulum diambil untuk pemeriksaan sperma.
4. Selaput dara
- Apakah ruptur atau tidak,
- Tentukan apakah ruptur baru atau lama. Pada ruptur lama, robekan menjalar
-

sampai insertion disertai adanya jaringan parut di bawahnya.


Catat lokasi ruptur dan apakah sampai insertion atau tidak.
Ukur lingkaran orifisium dengan cara memasukkan ujung kelingking atau telunjuk
perlahan-lahan sehingga teraba selaput dara menjepit ujung jari. Ukur lingkaran
ujung jari pada batas ini. Ukuran pada seorang perawan kira-kira 2,5cm dan

lingkaran yang memungkinkan persetubuhan adalah 9cm.


- Harus ingat bahwa persetubuhan tidak selalu terjadi deflorasi.
5. Frenulum labiorum pudenda dan commisura labiorum posterior diperiksa untuk
melihat utuh atau tidak.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada atau tidak penyakit kelamin.
Pemeriksaan Laboratorium 4

Pemeriksaan cairan mani. Cairan mani merupakan cairan agak kental berwarna
putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Saat ejakulasi cairan ini kental
kemudian akan menjadi cair akibat enzim proteolitik. Dalam keadaan normal,
volume cairan 3-5ml pada satu kali ejakulasi dengan pH 7,2-7,6. Untuk
menentukan adanya cairan mani perlu diambil swab dari forniks posterior vagina
dan dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Pemeriksaan spermatozoa (mikroskopis)
Tanpa pewarnaan
Pemeriksaan ini beguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang
bergerak. Umumnya disepakati bahwa dalam 3-5 jam setelah persetubuhan
masih ditemukan spermatozoa di vagina.
Cara pemeriksaan: satu tetes lender vagina diletakkan pada kaca
obyek, dilihat dengan pembesaran 500x serta kondensor diturunkan.
Perhatikan pergerakan sperma.
9

Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ditemukan
ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia.
Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan
apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau
Malachite green. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan
forensic adalah pulasan malachite green dengan prosedur sebagai berikut:
Warnai dengan larutan Malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci
dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin
Yellowish1% selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.

Penentuan cairan mani. Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret
vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani
dengan pemeriksaan laboratorium berikut.
a. Reaksi fosfatase asam
Dasar reaksi: adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang
dihasilkan prostat. Dalam secret vagian setelah tiga hari ditemukan
aktifitas 0-6 unit.
b. Reaksi berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa. Dasar reaksi: Menentukan adanya spermin
dalam semen.
Reagen: Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan: hasil swab diekstraksi dengan dengan sedikit aquades.
Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan
kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet. Hasil posil positif bila
kristal

spermin

pikrat

kekuningan

berbentuk

jarum

denganujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang

terletak longitudinal.
Pemeriksaan kehamilan, darah dan urin dapat dilakukan atas indikasi.

Pemeriksaan Pada Pria Tersangka

10

Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi:


1. Pakaian
2. Rambut kemaluan
- Diambil sebagai bahan pembanding sekiranya terdapat rambut yang ditemukan di
3.

kemaluan korban.
Bercak semen
- Dicatat apakah adanya bercak semen.
- Tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan
Darah
- Kemungkinan darah dari deflorasi.
- Dilakukan pemeriksaan golongan darah yang ditemukan.
Tanda bekas kekerasan
- Akibat perlawanan oleh korban
Pemeriksaan sel epitel vagina pada glans penis
- Untuk menentukan apakah pria baru melakukan persetubuhan.
- Dilakukan dengan menekan kaca objek pada glans penis, daerah corona atau

4.
5.
6.

frenulum. Kemudian diletakkan terbalik di atas cawan berisi lugol sehingga uap
-

yodium mewarnai lapisan kaca objek tersebut.


Sitoplasma sel epitel vgina akan berwarna coklat tua karena mengandungi

glikogen.
7. Dilakukan pemeriksaan sekret urethra untuk menetukan apakah ada atau tidak
penyakit kelamin.7
Berdasarkan contoh kasus di atas, maka didapatkan pasien dalam keadaan stabil, pada
pemeriksaan tidak didapatkan kelainan, begitu pula pada pemeriksaan fisik dan penunjang
tidak didapatkan robekan selaput dara, tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan ataupun
tanda kekerasan, pada pemeriksaan penunjang tidak ditemukan adanya spermatozoa, tidak
terdapat zat dalam urin dan darah, pemeriksaan kehamilan negative.

Intepretasi Hasil4,5
Persetubuhan adalah suatu peristiwa di mana terjadi penetrasi penis ke dalam vagna,
penetrasi tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa ejakulasi.
Dengan demikian hasil dari upaya pembuktian adanya persetubuhan dipengaruhi berbagai
factor, diantaranya :
Besarnya penis dan derajat penetrasinya
Bentuk dan elastisitas selaput dara (hymen)
Ada tidaknya ejakulasi dan keadaan ejakulasi itu.
Posisi persetubuhan
Keaslian barang bukti serta waktu pemeriksaan.
11

Dengan demikian, tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan bahwa
pada wanita tidak terjadi penetrasi penis, sebaliknya adanya robekan pada hymen hanya
merupakan pertanda adanya sesuatu benda yang masuk ke vagina.
Apabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut
mengandung sperma, maka adanya serma di dalam liang vagina merupakan tanda pasti
adanya persetubuhan. Apabila ejakulat tidak mengandung sperma maka pembuktian adanya
persetubuhann dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut.
Komponen yang terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah enzyme asam
fosfatase, kholin dan spermin. Baik enzyme asam fosfatase, kholin maupun spermin bila
dibandingkan dengan sperma, nilai untuk pembuktian lebih rendah oleh karena ketiga
komponen tersebut tidak spesifik. Walaupun demikian enzyme fosfatase masih dapat
diandalkan, oleh karena kadar asam fosfatase yang terdapat dalam vagia, kadarnya jauh lebih
rendah bila dibandingkan dengan asam fosfatase yang berasal dari kelenjar prostat.
Dengan demikian apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan persetubuhan itu
tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya pembuktian adanya persetubuhan
secara kedokteran forensik tidak mungkin dapat dilakukan secara pasti. Sebagai
konsekuensinya dokter tidak dapat secara pasti pula menentukan bahwa pada wanita tidak
terjadi persetubuhan, maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada diri wanita yang
diperiksanya itu tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan yang mencakup dua kemungkinan
: memang tidak ada persetubuhan atau persetubuhan memang ada tetapi tanda-tandanya tidak
dapat ditemukan.
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti maka perkiraan saat terjadinya
persetubuhan harus ditentukan. Hal ini menyangkut masalah alibi yang sangat penting di
dalam proses penyidikan.
Sperma di dalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4-5 jam post-coital.
Sperma masih dapat ditemukan tetapi tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post-coital,
dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan sampai 7-8 hari.
Perkiraan saat terjadinya persetubuhan juga dapat ditentukan dari proses penyembuhan
dari selaput dara yang robek yang pada umumnya penyembuhan tersebut akan mencapai
dalam waktu 7-10 hari post coital.3-6

12

Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat
paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan
paksaan. Demikian pula jika dokter tidak menemukan tanda kekerasan, maka hal itu belum
merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tak dapat menentukan
unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan; sehingga ia juga tidak mungkin
menentukan apakah perkosaan telah terjadi.
Pada tindak pidana diatas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi
paksaan dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan
apakah oersetubuhan telah terjadi atau tidak, dan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan.
Tetapi ia tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini.
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda bekas
hilang kesadaran, atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik atau
narkotik. Apabila ada petunjuk bahwa alkohol, hipnotik, atau narkotik telah dipergunakan,
maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.
Pada tindak pidana diatas harus terbukti bahwa perempuan tersebut berada dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya ketika terjadi persetubuhan. Dokter harus mencatat dalam
anamnesa apakah korban sadar ketika terjadi persetubuhan, adakah penyakit yang diderita
korban yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau tidak berdaya,
misalnya epilepsi, katalepsi, sinkope dan sebagainya. Jika korban mengatakan ia menjadi
pingsan, maka perlu diketahui bagaimana terjadinya keadaan pingsan itu, apakah terjadi
setelah korban diberi minuman atau makanan.5-9
Jika terbukti bahwa si terdakwa telah sengaja membuat wanita itu pingsan atau tidak
berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan membuat
wanita itu pingsan atau tidak berdaya ia telah melakukan kekerasan.
Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undangundang belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12
tahun, penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan
keadaan itu persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada pengaduan, tidak
ada penuntutan.5-8
Dalam keadaan diatas, penuntutan dapat dilakukan, walaupun tidak ada pengaduan
karena bukan lagi merupakan delik aduan.
13

Pada pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka
umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan
bentuk badan korban sesuai dengan umur yang dikatakannya.
Keadaan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu
dikemukakan. Ditentukan apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah tumbuh
(terjadi pada umur kira-kira 12 tahun, sedangkan molar ke-3 akan muncul pada usia 17-21
tahun atau lebih). Juga harus ditanyakan apakah korban sudah pernah mendapat haid bila
umur korban tidak diketahui.5
Kalau korban menyatakan belum haid, maka penentuan ada/tidaknya ovulasi masih
diperlukan. Muller mengajurkan agar dilakukan observasi selama 8 minggu di rumah sakit
untuk menentukan adakah selama itu dia mendapatkan haid. Kini untuk menentukan apakah
seorang wanita sudah pernah mengalami ovulasi atau belum, dapat dilakukan pemeriksaan
vaginal smear.
Hal diatas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat: padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa wanita itu umurnya belum 15 tahun dan kalau umurnya
tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin. Perempuan yang belum pernah haid
dianggap sebagai belum patut dikawin.3-5

Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.8
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.5,6
Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120,
179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan
meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan
dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.9
14

Data yang perlu dicantumkan dalam bagian pendahuluan Visum et Repertum delik
kesusilaan adalah : Instansi Polisi yang meminta pemeriksaan, nama dan pangkat polisi yang
mengantar korban, nama, umur, alamat dan pekerjaan korban seperti tertulis dalam surat
permintaan, nama dokter yang memeriksa, tempat, tanggal dan jam pemeriksaan dilakukan
serta nama perawat yang menyaksikan pemeriksaan.8
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Pembukaan:

Kata Pro Justitia artinya untuk peradilan


Tidak dikenakan materai
Kerahasiaan5-7

2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:

Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu Letnan

Dua)
Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan.5-7

3. Pelaporan/inti isi:

Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)


Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan
diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z).5-7

4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan


pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis.5-7
5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN no.
350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran
tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut, yang berbunyi,
Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan
keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.5-7

15

Formulir Visum et Repertum luka tidak sesuai untuk kasus perkosaan. Visum et
Repertum luka digunakan pada pemeriksaan korban peristiwa penganiayaan, kecelakaan lalu
lintas dan sebagainya. Pada bagian kesimpulan, dokter diminta pendapatnya tentang jenis
luka, jenis kekerasan penyebab dan kualifikasi luka.5-7
Pada peristiwa persetubuhan yang merupakan tindak kejahatan, dokter diminta untuk
mengemukakan pendapatnya apakah persetubuhan telah terjadi. Misalnya, pada perempuan
bukan perawan, persetubuhan mungkin tidak menimbulkan luka dan tidak ada kualifikasi
luka yang akan dikemukakan.5-7
Anamnesis dipisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum, tetapi masih perlu
dipikirkan apakah hal ini dapat diterima dengan gembira oleh pihak yang bersangkutan,
karena mungkin keterangan yang diberikan kepada dokter berbeda dengan yang diberikan
kepada polisi.5-7

PUSAT KEDOKTERAN DAN KESEHATAN POLRI


RUMAH SAKIT UKRIDA
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK

Nomor : VER / 121 / V / 2015 / Restro Jakbar


Lampiran

:-

Perihal : Hasil Pemeriksaan Visum et Repertum a/n DELIMA

PROJUSTITIA

Jakarta, 11 Januari 2015

VISUM ET REPERTUM

16

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Sunan Djarot, dokter spesialis forensik pada Rumah
Sakit Ukrida, atas permintaan tertulis dari Resor Metropolitan Jakarta Barat dengan suratnya nomor
VER / 121 / V / 2015 / Restro Jakarta Barat tertanggal sebelas Januari dua ribu lima belas, maka
dengan ini menerangkan bahwa pada sebelas Januari dua ribu lima belas pada pukul sembilan Waktu
Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang pemeriksaan Pusat Pelayan Terpadu Rumah Sakit
Kepolisian Pusat R.S.Sukanto telah melakukan pemeriksaan seseorang yang menurut keterangan surat
tersebut adalah-Nama

: Delima.--------------------------------------------------------------------------------------------

Umur
:
tahun.-------------------------------------------------------------------------------------------

14

Jenis kelamin

: Perempuan.---------------------------------------------------------------------------------------

Agama

: Islam.----------------------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan

: Pelajar---------------------------------------------------------------------------------------------

Kebangsaan

: Indonesia.----------------------------------------------------------------------------------------

Alamat

: Jakarta Pusat .------------------------------------------------------------------------------------

RIWAYAT KEJADIAN :------------------------------------------------------------------------------------Korban diajak pergi pada hari Minggu tanggal delapan Desember dua ribu empat belas pukul empat
belas waktu indonesia barat menuju ke suatu villa di Puncak dan pada tanggal sepuluh desember
pukul Sembilan pagi waktu Indonesia Barat korban dipulangkan oleh teman laki-lakinya. Korban
mengaku diancam melakukan hubungan badan dengan korban., kalau tidak menuruti keinginan
pelaku, korban tidak akan dipulangkan ke rumah. Korban mengaku bahwa pelaku bertindak dengan
sangat kasar. Korban melaporkan bahwa pelaku menggesek-gesekkan dan memasukkan kemaluannya
ke
kemaluan
korban.
Menurut
pengakuan
korban,
pelaku
mengeluarkan
cairan.-------------------------------------------HASIL PEMERIKSAAN:-----------------------------------------------------------------------------------------Keadaan umum tampak baik, kesadaran : sadar penuh, nadi delapan puluh delapan kali per menit,
suhu tiga puluh tujuh derajat selsius, pernafasan dua puluh kali permenit. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya memar berbentuk lingkaran dengan diameter kira-kira 4cm di bagian selangkangan
paha kanan sebelah dalam. Pada pemeriksaan payudara sebelah kanan, ditemukan bekas luka lecet
gigitan
manusia.---------------------------------------------------------------------------------------------------------------Pada pemeriksaan khusus alat kelamin pada bibir luar kiri terdapat luka lecet berbentuk garis
berwarna merah dengan panjang nol koma tiga sentimeter. Pada bibir dalam kanan terdapat luka
berbentuk bulat, menonjol, berwarna putih dikelilingi daerah kemerahan berukuran nol koma dua kali
nol koma dua sentimeter. Terdapat robekan selaput dara pada arah jarum jam tiga sampai lima dan
sembilan tidak sampai dasar. Pada pemeriksaan dalam vagina ditemukan cairan mani dan sperma
------------------------

17

KESIMPULAN : ---------------------------------------------------------------------------------------------------Seorang anak perempuan usia empat belas tahun mengaku disetubuhi oleh seorang laki-laki. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda kekerasan pada paha kanan bagian dalam dan pada payudara
sebelah kanan. Pada pemeriksaan khusus ditemukan adanya luka lecet pada alat kelamin dan terdapat
robekan selaput dara serta ditemukan cairan mani dan sperma pada vagina korban.-----------------------Demikianlah telah saya uraikan dengan sejujur-jujurnya dan menggunakan pengetahuan saya sebaikbaiknya, mengingat sumpah jabatan, sesuai Undang-Undang Hukum Acara Pidana.----------------------

Mengetahui,

Dr. Sunan Djarot, Sp.F

ASPEK PSIKOSOSIAL
Secara umum dapat disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan dapat
dibagi dua, yaitu:
a. Faktor internal
Faktor ini terdapat dalam diri individu. Hal ini dapat ditinjau dari kondisi kejiwaan,
yakni kondisi kejiwaan seseorang yang tidak normal yang mendorong orang tersebut
melakukan kejahatan.
Faktor yang lain adalah moral. Moral merupakan factor penting terjadinya kejahatan.
Dengan bermoralnya seseorang maka dengan sendirinya dia akan terhindar
dariperbuatan tercela. Pada kenyataannya moral bukan sesuatu yang tidak bisa diubah,
18

melainkan ada pasang surutnya. Timbulnya kasus-kasus perkosaan, disebabkan


moral pelakunya yang sangat rendah. Dari kasus-kasus tersebut banyak
diantaranya terjadi, korbannya bukanlah orang asing lagi baginya. Salah satu yang
menyebabkan merosotnya moral dipengaruhi kurangnya pendidikan agama. Nilainilai yang diajarkan agama mempunyai nilai tertinggi dalam hidup manusia. 5,6
b. Faktor eksternal
Faktor ini berada diluar diri si pelaku. Hal ini dapat ditinjau dari factor social budaya,
salah satunya akibat pesatnya ilmu pengetahuan. Akibat modernisasi tersebut
berkembang budaya pergaulan yang semakin bebas, cara berpakaian yang tidak lagi
sopan, atau pergaulan yang terlalu bebas. 5,6

PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT


Lembaga Swadaya masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan
oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari
kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga
sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: nongovernmental organization; NGO).
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. 7
Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb :
Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara
Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk
kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi
Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum
organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan, Dalam UU Perlindungan
Anak, kebijakan penangulangan kekerasan pada anak, dapat diidentifaksi pada bagian
upaya perlindungan anak,yaitu mencakup: (1) Diwajibkannya ijin penelitian kesehatan
yangmenggunakan anak sebagai objek penelitian kepada orang tua danharus
mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak (Pasal 47); (2) Diwajibkannya bagi
pihak sekolah (lembaga pendidikan) untukmemberikan perlindungan terhadap anak di
19

dalam dan di lingkungansekolah dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh


guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yangbersangkutan, atau
lembaga pendidikan lainnya (Pasal 54); (3)Diwajibkannya bagi pemerintah untuk
menyelenggarakan

pemeliharaan

dan

perawatan

anak

terlantar,

baik

dalam

lembagamaupun di luar lembaga (Pasal 55); (4) penyebarluasan dan/atau sosialisasi


ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitandengan perlindungan anak yang
dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, dan pelibatan berbagai instansi
pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat
dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/ataus eksual (Pasal
66); (5) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuanperaturan perundang-undangan yang
melindungi anak korban tindak kekerasan (Pasal 69).

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas. Anak perempuan yang
berumur 14 tahun tersebut yang disebutkan dalam kasus, telah mengalami persetubuhan
dengan teman prianya.
Kejahatan seksual dapat dibedakan menjadi persetubuhan, pencabulan, dan pelecehan.
Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk dapat mengklasifikasikan kejahatan
seksual yang terjadi, karena menyangkut perbedaan pidana dalam aspek hukum. Bila
kejahatan seksual terjadi pada anak di bawah usia 15 tahun dengan atau tanpa paksaan, kasus
ini bukan delik aduan, maka tanpa pengaduan oleh anak tersebut dapat dilakukan penuntutan.
Berbeda halnya bila kasus terjadi pada anak usia diatas 15 tahun dan tidak dengan paksaan,
maka penuntutan tidak dapat dilakukan. Pada kasus kejahatan seksual dokter bertugas untuk
menentukan apakah telah terjadi persetubuhan dan kekerasan atau tidak, namun tidak perlu
menentukan apakah terjadi pemerkosaan atau tidak, karena pemerkosaan adalah istilah
hukum.
Oleh sebab itu hal ini termasuk dalam persetubuhan yang melanggar hukum, dan pria
tersebut dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

20

Daftar Pustaka
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono s, et all. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997; h. 147-58.
2. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hukum
Pidana yang Berkaitan Dengan Profesi Dokter. Peraturan Perundang-undangan
Bidang Kedokteran. 1994; h: 33-34.
3. Wibisana W, Munim TWA, dkk. Pemeriksaan Medik pada Kasus Kejahatan Seksual.
Ilmu Kedokteran Forensik. Ed 1, Cetakan ke-2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI.
1997:147-58.
4. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses
Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008: h. 113-32.
5. Atmadja, D.S. Pemeriksaan Forensik pada Kasus Perkosaan dan Delik Aduan

Lainnya. Diunduh dari http://reproduksiumj.com, 11 Januari 2015.


6. Wall WJ. The expert forensic scientist in court. Forensic science in courtthe role of
the expert witness. 1st edition. Oxford: Wiley-Blackwell Publishers; 2009.p.3-102.
7. Staf pengajar bagian kedokteran forensik. Prosedur medikolegal. Peraturan
Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Cetakan ke-2. Penerbit Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994:11-25.
8. Visum et Repertum. Diunduh dari www.klinikindonesia.com/forensik/artikelforensik.php. 11 Januari 2015.
9. Mansjoer, Arief [et al.]. Ilmu Kedokteran Forensik - Visum et Repertum. Kapita

Selekta Kedokteran. Ed 3, Vol 2, cetakan ke-8. Media Aesculapius FKUI. 2009:17181.

21

Anda mungkin juga menyukai