Anda di halaman 1dari 4

Aplikasi Budaya Ilmiah pada Mahasiswa

Budaya ilmiah disebut juga budaya akademik, merupakan budaya atau perilaku para
ilmuan atau masyarakat akademik yang sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan. Budaya ilmiah
mutlak dipakai di perguruan tinggi karena kegiatan utama perguruan tinggi adalah ilmu.
Mahasiswa yang menerapkan budaya akademik akan selalu berpegangan pada pijakan teori
dalam berpikir, bersikap, dan bertindak dalam kesehariannya sehingga menghasilkan sikap
berupa bersifat kritis, objektif, analitis, kreatif, terbuka menerima kritik, menghargai waktu dan
prestasi ilmiah, memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, dinamis, dan berorientasi ke masa
depan.
Dalam kehidupan ilmiah di perguruan tinggi, beberapa budaya ilmiah perlu
dikembangkan, diantaranya : budaya keterbukaan, budaya keberanian, budaya berpikir dan
berbicara secara relevan, budaya kesetaraan, budaya penghargaan, dan budaya kejujuran. Inti
ilmu adalah kebenaran, maka semua civitas academica dituntut memiliki sifat dan sikap yang
jujur, misalnya melaporkan hasil penelitian secara jujur apa adanya dan tidak melakukan
plagiarisme.
Budaya ilmiah pada kegiatan akademik ditunjukkan melalui tiga bentuk, yaitu :

1. Kaidah ilmiah : Pedoman yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan ilmiah
mahasiswa.
2. Kegiatan ilmiah
Kegiatan ilmiah adalah semua kegiatan yang ada hubungannya dengan keilmuan. Menurut
Zainal Aqib, terdapat tiga macam kegiatan ilmiah dasar, yaitu :
a) Penelitian (research) : suatu kegiatan pengkajian permasalahan yang dilakukan
menggunakan metode ilmiah dengan tujuan memperoleh pengetahuan ilmiah dari hal
yang dipermasalahkan.
b) Pengembangan (development) : suatu kegiatan berupa perancangan atau perencanaan
berdasarkan metode berpikir ilmiah dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
atau teknologi yang nantinya akan digunakan untuk pemecahan masalah.
c) Evaluasi (evaluation) : suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
diperoleh melalui tata cara tertentu berdasar pada metode berpikir ilmiah.
3. Produk (hasil karya) ilmiah : Produk ilmiah merupakan hasil dari aktivitas ilmiah yang telah
dilakukan. Menurut The Liang Gie, produk ilmiah disebut sebagai pengetahuan ilmiah dimana
memiliki karakteristik utama berupa kebenaran yang sifatnya objektif.

Budaya ilmiah di Indonesia dapat terbilang masih lemah dan minim. Dikarenakan hal
tersebut, DIKTI memberikan keputusan dalam upaya membangun Kembali budaya ilmiah di
kalangan perguruan tinggi, yang mana keputusan ini delaiknya didukung oleh semua pihak.
Keputusan tersebut yakni, penelitian menjadi syarat kelulusan program sarjana, magister, dan
doktor. Keputusan ini tak ayal menjadi pembicaraan hangat di kalangan perguruan tinggi. Ditjen
Dikti membuat keputusan ini pun tentu bukan tanpa alasan dan pertimbangan. Di satu sisi,
kebijakan tersebut merupakan terobosan bagus demi meningkatkan produktivitas karya ilmiah
para akademisi Perguruan Tinggi (PT) di negeri ini. Mungkin bisa dikatakan Dikti gerah dengan
minimnya publikasi jurnal ilmiah Indonesia jika dibandingkan dengan Negara lain. Saat ini, di
jajaran pendidikan tinggi ada perbincangan ‘yang cukup hangat’ dengan keluarnya surat edaran
bernomor 152/E/T/2012 terkait publikasi karya ilmiah. Alasan dikeluarkannya surat itu karena
jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Indonesia masih sangat rendah. Bahkan, hanya
sepertujuh dari jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Malaysia (Surat Edaran Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan). Diantara bunyi ketentuan itu adalah:
1. Untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah.
2. Untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal lmiah
nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti.
3. Untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit
pada jurnal internasional.
Membiasakan berbudaya ilmiah itu harus dimulai sejak dini, sejak usia TK/SD. Namun,
masih rendahnya jumlah karya tulis ilmiah di Indonesia mungkin disebabkan oleh budaya
pendidikan di Indonesia, dimana budaya pendidikannya berorientasi pada skor-tes sehingga
tidak mampu mengasah keterampilan berpikir dan kreativitas pelajar. Padahal menurut penuturan
William K. Lim dari Universiti Malaysia Sarawak, kedua kemampuan itulah yang menjadi dasar
untuk bisa menjadi ilmuwan yang berhasil.9
Oleh karena itu perlu dilakukan aplikasi budaya ilmiah di perguruan tinggi sebagai istitusi yang
selaiknya mampu menciptakan perubahan budaya ilmiah, dituntut untuk dapat
mengimplementasikan budaya ilmiah dalam berbagai aktivitas pendidikannya. Bentuk budaya
ilmiah di dunia Pendidikan muncul sebagai fenomena yang unik dan menarik, karena pandangan,
sikap serta perilaku yang hidup dan berkembang di tempat Pendidikan mencerminkan
kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas, yang dapat berfungsi sebagai semangat
membangun karakter siswanya.
Menurut Ajat Sudrajat (2011:13) mengutip pendapat Nursyam, setidaknya ada tiga
budaya yang perlu dikembangkan di dunia pendidikan, yaitu kultur akademik, kultur sosial
budaya, dan kultur demokratis. Ketiga kultur ini harus menjadi prioritas yang melekat dalam
lingkungan Pendidikan, yang tentunya sudah dimulai sejak masa Pendidikan dasar.
Pertama, kultur akademik. Kultur akademik memiliki ciri pada setiap tindakan,
keputusan, kebijakan, dan opini didukung dengan dasar akademik yang kuat. Artinya merujuk
pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji. Budaya akademik juga dapat dipahami
sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan yang berhubungan dengan akademik yang
dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan
tinggi dan lembaga penelitian. Dengan demikian, kepala sekolah, guru, dan siswa selalu
berpegang pada pijakan teori dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam kesehariannya.
Kultur akademik tercermin pada keilmuan, kedisiplinan dalam bertindak, kearifan dalam
bersikap, serta kepiawaian dalam berpikir dan berargumentasi. Ciri-ciri warga sekolah yang
menerapkan budaya akademik yaitu bersifat kritis, objektif, analitis, kreatif, terbuka untuk
menerima kritik, menghargai waktu dan prestasi ilmiah, memiliki dan menjunjung tinggi tradisi
ilmiah, dinamis, dan berorientasi ke masa depan. Kesimpulannnya, kultur akademik lebih
menekankan pada budaya ilmiah yang ada dalam diri seseorang dalam berfikir, bertindak dan
bertingkah laku dalam lingkup kegiatan akademik.
Kedua, kultur sosial budaya. Kultur sosial budaya tercermin pada pengembangan
sekolah yang memelihara, membangun, dan mengembangkan budaya bangsa yang positif dalam
kerangka pembangunan manusia seutuhnya serta menerapkan kehidup sosial yang harmonis
antar warga sekolah. Sekolah akan menjadi benteng pertahanan terkikisnya budaya akibat
gencarnya serangan budaya asing yang tidak relevan seperti budaya hedonisme, individualisme,
dan materialisme. Di sisi lain sekolah terus mengembangkan seni tradisi yang berakar pada
budaya nusantara. Kultur sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat
dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur
sosial budaya. Kultur sosial meliputi suatu sikap bagaimana manusia itu berhubungan dan
berinteraksi satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit
masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain. Sedangkan kultur
budaya adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum,
moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh dari turun
temurun oleh suatu komunitas. Kesimpulannnya kultur sosial budaya lebih menekankan pada
interaksi yang berhubungan dengan orang lain, alam dan interaksi yang cakupannnya lebih luas
lagi yang diperoleh berdasarkan kebiasaan atau turun-temurun.
Ketiga, kultur demokratis. Kultur demokratis menampilkan corak berkehidupan yang
mengakomodasi perbedaan untuk secara Bersama membangun kemajuan suatu kelompok
maupun bangsa. Kultur ini jauh dari pola tindakan disksriminatif serta sikap mengabdi atasan
secara membabi buta. Warga sekolah selalu bertindak objektif dan transparan pada setiap
tindakan maupun keputusan. Kultur demokratis tercermin dalam pengambilan keputusan dan
menghargai keputusan, serta mengetahui secara penuh hak dan kewajiban diri sendiri, orang lain,
bangsa dan negara.

Daftar Referensi
Ilham, 2012. Penerapan budaya ilmiah dalam dunia Pendidikan. Cerdas Sifa, 1, 1-5.
Marzoeki, D., 2000. Budaya ilmiah dan filsafat ilmu. Jakarta: PT Gramedia.
Prastowo, A., 2012. Budaya ilmiah sebagai media pendidikan karakter. Yogyakarta.
Soelaiman, D.A., 2019. Filsafat ilmu pengetahuan. Aceh: Penerbit Bandar Publishing.
Kemdiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter. Jakarta:Depdiknas.
Kemdiknas. 2011. Pendidikan Karakter untuk Membangun Karakter Bangsa. Jakarta:Dirjen
Diknas.

Ahyar. 2009. Jurnal Ilmiah Kreatif :”Sekolah Sehat Sebuah Tinjauan Akademis”. UNY :
Yogyakarta.

Arifin, H. M., Ilmu Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Anda mungkin juga menyukai