Anda di halaman 1dari 23

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :


Polip Nasi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan THT RSUD Budhi Asih periode 7 Juli 16 Agustus 2014

Disusun oleh :
Sumeet Vasandani
030.10.261

Jakarta, 2014
Mengetahui

Korpanit THT RSUD Budhi Asih


dr. Renie Augustine, Sp. THT-KL
NIP : 19560803198322002

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Polip Nasi dengan baik
dan selesai tepat pada waktunya.
Keberhasilan referat ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak dalam
bentuk doa, moral, waktu dan pikiran. Maka dari itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu
dalam penyusunan referat ini hingga selesai, terutama kepada Dr. Renie
Augustine, Sp. THT dan Dr. Djoko Srijono, Sp. THT selaku dokter
pembimbing dan konsulen THT di RSUD Budhi Asih yang telah
membimbing, memberi masukan serta meluangkan waktu dan pikirannya
kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada temanteman sejawat serta perawat-perawat Poli THT dan juga kepada pihak-pihak
lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya atas bantuan dan
dukungannya dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini belum sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
demi kelancaran referat ini. Akhir kata Penulis berharap referat ini dapat
berguna dan menjadi bahan masukan bagi dunia kedokteran.

Jakarta, 29 Juli 2014


Penyusun

Sumeet Vasandani
030.10.261

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 1
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI... 3
BAB I PENDAHULUAN... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 6
2.1

Anatomi Dan Fisiologi Hidung...

2.2

Polip Nasi.

12

2.2.1

Definisi. 12

2.2.2

Etiologi & Faktor Predisposisisi 12

2.2.3

Patofisiologi. 13

2.2.4

Keluhan & Gejala.... 13

2.2.5

Diagnosis . 15

2.2.6

Diagnosis Banding 18

2.2.7

Penatalaksanaan.... 18

2.2.8

Komplikasi ........... 20

2.2.9

Prognosis.. 20

BAB III KESIMPULAN.. 21


DAFTAR PUSTAKA.. 22

BAB I
PENDAHULUAN

Hidung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang memiliki


beberapa fungsi penting. Fungsi hidung yang utama adalah dalam proses
pernapasan, yaitu sebagai tempat masuk dan keluarnya udara yang digunakan
dalam proses respirasi. Hidung juga merupakan organ terluar dari sistem
saluran pernapasan sehingga memiliki fungsi sebagai pertahan pertama pada
jalan napas dari lingkungan luar dan oleh sebab itu sering mengalami
gangguan penyakit. Selain itu hidung juga berfungsi sebagai organ indra
penciuman, membantu resonansi suara dan sebagai unsur kosmetik.1
Secara garis besarnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
hidung dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok seperti kelainan
kongenital, radang & infeksi, kelainan akibat trauma, neoplasma dan beberapa
penyakit sistemik yang manifestasinya ke hidung.2
Salah satu keluhan utama yang membawa pasien ke Poli THT adalah
hidung tersumbat dan pilek yang juga merupakan penyakit tersering yang
dialami oleh manusia. Dewasa biasa mengeluhkan keluhan ini 2 sampai 5 kali
per tahun sedang anak kecil bisa 6 sampai 12 kali per tahun. Meskipun
penyebab terbanyak dari keluhan ini adalah infeksi dari mikroorganisme,
penyebab lain seperti polip nasi juga dapat menimbulkan keluhan pilek dan
hidung tersumbat yang berulang dan akan di bahas lebih dalam pada makalah
ini.2
Penyebab dan mekanisme yang mendasari polip masih tidak dipahami
dengan baik, namun peradangan kronis merupakan faktor utama seperti
peningkatan sel inflamasi seperti eosinofil. Polip sering dikaitkan dengan
rinosinusitis kronis dan alergi. Namun peran alergi pada polip masih
kontroversial. Sebuah studi 3000 pasien atopik menunjukkan prevalensi 0,5%,
sedangkan studi di 300 pasien alergi menunjukkan prevalensi sebesar 4,5%.3

Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan
di bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada
hidung yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan
adanya gangguan penciuman dan sakit kepala. Untuk mengetahui massa di
rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu dikuasai anatomi
hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan
kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini akan dijelaskan mengenai
anatomi, fisiologi hidung serta patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan
penatalaksanaan pada polip nasi.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi & Fisiologi Hidung
Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke
bawah : 4,5
1.Pangkal hidung (bridge)
2.Dorsum nasi
3.Puncak hidung
4.Ala nasi
5.Kolumela
6.Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa
dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares
dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os
frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut
dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang
dibatasi oleh : 4,5
- Superior : os frontal, os nasal, os maksila
- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor
dan kartilago alaris minor
Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior
menjadi fleksibel.4,5

Gambar 1: Anterolateral Tulang Hidung 6

Vaskularisasi : 4,5
1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.
Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris
interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan : 5
1.

Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

2.

Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)


Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua
ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior).

Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial
anterior dan fossa kranial media. Batas batas kavum nasi : 1,4
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
Atap: os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale
dan sebagian os vomer
Lantai: merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,
bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap.
Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra
dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit,
jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri
dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna =
kolumela.
Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os
etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari
tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang
terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus
sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang kadang konka
nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.5

Gambar 2: Potongan Sagital Kavum Nasi 6

Perdarahan : 1,5
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina
yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang
merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang
terletak submukosa yang berjalan bersama sama arteri.
Persarafan : 1,5
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.
Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion
pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N.
Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa
pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya
terdapat sel sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara
mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia menjadi sel
epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan
selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada
permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel
goblet.5
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi
akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya
untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing
yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan
menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung
tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara
yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat obatan. 1,5

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior


danp sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium).
Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel
reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.1,5

Fisiologi hidung: 5,7


1. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga
aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk
melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara
inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain
kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari
nasofaring.
2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan
udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini
sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh
darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,
sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu
udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.
3. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri
dan dilakukan oleh :
a.

Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b.

Silia

c.

Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
10

d.

Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut


lysozime.

4. Indra penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan
palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung
akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara
sengau.
6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana
rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk
aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

11

2.2

Polip Nasi

2.2.1 Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu abuan, mengkilat,
lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah
lama dapat berubah menjadi kekuning kuningan atau kemerah merahan,
suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel
dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan
tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.8

2.2.2

Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau
reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip
hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi
dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan
adanya polip. 8,9
Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau
sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya
berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil
dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip
biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak anak. Pada
anak anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.8,9
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : 8,9

1.

Alergi terutama rinitis alergi.

2.

Sinusitis kronik.

3.

Iritasi.

4.

Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan


hipertrofi konka.

12

2.2.3

Patofisiologi

Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan
kronik yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma
akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid.
Bila proses ini berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun
kedalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.1,8,9
Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan
seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksila (antrum)
dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga hidung dan membesar
di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip koana. 1,8,9
Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel
merupakan patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan
agen infeksius. Sel melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi
dan perbaikan. Epitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus
yang berperan dalam obstruksi hidung dan rinorea. 1,8,9
Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan
sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi
kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus. 1,8,9

2.2.4

Keluhan & Gejala

13

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan
yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila
polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri
kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin
dan iritasi di hidung. 9,10
Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi
sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis
dengan ingus purulen. Karena disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi
di hidung. 9,10
Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerahmerahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan,
konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil
pada pemakaian vasokontriktor. 9,10
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di
hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang
meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal
persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada
daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga
hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif
dan pernafasan lewat mulut yang kronik.10,11
Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung
yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang
muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila
polip menyumbat ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan
muara sinus, sehingga aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap
dalam sinus. Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan
penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung
terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada
hidung.11
Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak
menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip
yang terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin
rinoskopi posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat
menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejalagejala sinusitis akut atau rekuren. 10
Gejala Subjektif: 9,10,11
- Hidung terasa tersumbat
- Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)
- Nyeri kepala

14

- Rhinore
- Bersin
- Iritasi di hidung (terasa gatal)
- Post nasal drip
- Nyeri muka
- Suara bindeng
- Telinga terasa penuh
- Mendengkur
- Gangguan tidur
- Penurunan kualitas hidup

Gejala Objektif: 9,10,11


- Oedema mukosa hidung
- Submukosa hipertropi dan tampak sembab
- Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan
- Bertangkai

2.2.5

Diagnosis

A. Anamnesa
Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung tersumbat.
Sumbatan ini menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering
mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala
lain adalah gangguan penciuman. Gejala sekunder dapat terjadi bila sudah disertai
kelainan organ didekatnya berupa: adanyapost nasal drip, sakit kepala, nyeri muka,
suara nasal (bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan
penurunan kualitas hidup. 9,11

15

Selain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap
aspirin dan alergi obat serta makanan. 11

B. Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung
tampak mekar karena pelebar batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior
terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan
mudah digerakkan. 9,11,12
1. Inspeksi
Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar. Dapat dijumpai
pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-sel etmoid. 9,11,12
2. Rinoskopi Anterior
Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septum membuat
pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter.
Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara
memasukan kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka
nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak
mengecil. Polip dapat diobservasi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus
maksilaris atau dari septum. 9,11,12
3. Rinoskopi Posterior
Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal
dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya
rinosinusitis. 9,11,12
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund 12
Stadium 1 : polip masi terbatas di meatus medius
Stadium2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi
belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3 : polip yang massif

C. Pemeriksaan Penunjang
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus,
tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi komputer (TK)
sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal
16

apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks
ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan
terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan
tindakan bedah terutama bedah endoskopi.13
Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip
yang baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.Pada kasus polip koanal
juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus
maksila. 13

Gambar 3: Gambaran endoskopi cavum nasi kiri, menunjukkan polip pada prosesus
uncinatus. Tampak jelas polip berada di tengah, berwarna pucat dan putih berkilau. 13

17

Gambar 4. Hasil CT Scan Polip Nasi 14


Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus,
tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan
kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi
mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks
ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat
untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses
radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK
terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi
medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan
bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan
koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial.13

2.2.6 Diagnosis Banding


Polip di diagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri cirinya
sebagai berikut : 1,8
-

Tidak bertangkai

Sukar digerakkan

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Mudah berdarah
18

Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).


Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip
dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga
harus hati hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, meningkatkan tekanan
darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit
jantung lainnya.1,8,11

2.2.7

Penatalaksanaan
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :

1.Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10

hari, kemudian

dosis diturunkan perlahan lahan (tappering off).


2.Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5
7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk
rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatan
kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.12,15
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip
(polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat sinusitis,
perlu dilakukan drenase sinus. Oleh karena itu sebelum operasi polipektomi perlu
dibuat foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini
atau tidak. Selain itu, pada pasien polip dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah
sinus dan adanya perdarahan pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh dilupakan.
Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar polip setelah
pemberian dekongestan dan anestesi lokal.12,15
Pembedahan dilakukan jika: 11
1. Polip menghalangi saluran nafas
2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus
3. Polip berhubungan dengan tumor
4. Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang gagal
pengobatan maksimum dengan obat- obatan.
19

Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan


senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati
rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada
hidung, khususnya pada kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah
sinus endoskopik (Endoscopic Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik yang
tidak hanya membuang polip tapi juga membuka celah di meatus media, yang
merupakan tempat asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi
angka kekambuhan.Surgical micro debridement merupakan prosedur yang lebih aman
dan cepat, pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan
visualisasi yang lebih baik. 11

1.2.8

Komplikasi
Suatu polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar
atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi
sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea kondisi serius nafas
dimana akan ada henti bernafas beberapa kali selama tidur. Dalam kondisi
parah, akan mengubah bentuk wajah dan penyebab penglihatan
ganda/berbayang. 5,10

1.2.9

Prognosis
Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan.
Terapi medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak
memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk
mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang
sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat
mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan
dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan.10,15

20

BAB III
KESIMPULAN
1.Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan
sumbatan pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat
dirasakan.
2.Etiologi polip di literatur terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas
yaitu pada proses alergi, sehingga banyak didapatkan bersamaan dengan
adanya rinitis alergi.
3.Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia, adanya
riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau sekitar mata,
adanya sekret hidung.
4.Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai,
mudah digerakkan, tidak ada nteri tekan dan tidak mengecil pada pemberian
vasokonstriktor lokal.
5.Penatalaksanaan untuk polip nasi ini bisa secara konservatif maupun operatif,
yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan keluhan dari
pasien sendiri.
6.Pada pasien dengan riwayat rinitis alergi, polip nasi mempunyai kemungkinan
yang lebih besar untuk rekuren. Sehingga kemungkinan pasien harus
menjalani polipektomi beberapa kali dalam hidupnya.

21

DAFTAR PUSTAKA
1.

Arsyad S, Efiaty, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
tenggorokan Kepal & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps Group. EP3OS 2007: European position paper on rhinosinusitis
and nasal polyps 2007. A summary for otorhinolaryngologists. Rhinology.
2007
3. Bachert C, Hormann K, Mosges R. An update on the diagnosis and treatment
of sinusitis and nasal polyposis. Allergy. 2003
4. Ellis H. The Special Senses : The Nose. In : Clinical Anatomy, Applied
Anatomy for Students and Junior Doctor. 6th Ed. Massachusetts. Blackwell
Publishing. 2006.
5. Liston LS, Duvail AJ. In: BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Editor:
Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.
6. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders: 2006.
7. Sherwood L. Telinga : Sistem Penghidu. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sel
ke Sistem Edisi 2. Jakarta : ECG.2006.
8. Darusman, Kianti Raisa. Polip Nasi. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Jakarta. 2002
9. Bachert C, Hormann K, Mosges R. An update on the diagnosis and treatment
of sinusitis and nasal polyposis. Allergy. 2003;58:1769
10. PL Dhingra. Disease of Ear, Nose & Throat. 5th Edition. New Delhi. Elsevier.
2010
11. Shah DR, Salamone FN, Tami TA. Nasal Polyps. In Lalwani AK, eds. Current
diagnosis and treatment in otolaryngology head and neck surgery. New York:
Mc Graw Hill, 2008
12. Badia L, Lund V. Topical corticosteroids in nasal polyposis. Drugs.
2001;61:5738.
13. Kennedy DW, Bolger WE, Zinerich SJ. Diseases of the sinuses; diagnosis and
endoscopic management. Hamilton and London: Decker; 2001

22

14. Iinuma T, Hirota Y, Kase Y. Radio-opacity of the paranasal sinuses.


Conventional views and CT. Rhinology. 1994
15. Patiar S, Reece P. The Cochrane Collaboration. John Wiley and Sons, Ltd;
2007. Oral steroids for nasal polyps. Review.

23

Anda mungkin juga menyukai