NIM
Tanda tangan
I.
: 030.09.205
IDENTITAS PASIEN
DATA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan
Asuransi
No. RM
II.
PASIEN
By. Ny. I
0 hari
Perempuan
AYAH
IBU
Tn. B
Ny. I
31 tahun
20 tahun
Laki-laki
Perempuan
Margadana RT 01/ RW 01, Tegal
Islam
Islam
Islam
Jawa
Jawa
Jawa
SMA
SMA
Pelaut
Ibu Rumah Tangga
Rp.4.000.000,Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Umum
793713
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada hari Kamis,
keadaan bayi saat lahir yaitu air ketuban jernih dan skor APGAR 8-9-10, dengan berat
lahir 2300 gram dan panjang badan 42 cm. Saat datang keadaan bayi sesak, merintih,
menangis kurang kuat, gerakan aktif, agak kebiruan dan tidak nampak kuning.
Pada tanggal 10 Agustus 2015, Ny.I merasakan mulas mulas sejak subuh, namun
tidak disertai keluarnya cairan maupun darah. Lalu Ny.I pergi ke RB Rahma dimana ia
rutin melakukan kontrol kehamilan. Lalu Ny.I diberi perangsang mulas dan Ny.I
merasakan keluarnya cairan dari kemaluan saat sudah dalam perawatan di RB Rahma.
Pada 10 Agustus 2015 pukul 19.30 lahir bayi Ny.I.
Kemudian lahir bayi perempuan, dengan berat lahir 2300 gram, panjang badan 42
cm, langsung menangis, tidak merintih, gerakan aktif, kemerahan. Pasien dirawat
bersama dengan ibu nya di RB Rahma. Pada saat dilakukan follow up pada tanggal 12
Agustus 2015, pasien nampak sesak disertai dengan nafas merintih dan tampak adanya
retraksi dinding dada. Pasien lalu segera di rujuk untuk menjalani perawatan di RSUD
Kardinah. Pasien masuk melalui PONEK IguGD RSUD Kardinah, pasien dipasang
infus dan mendapatkan oksigen. Lalu pasien dipindahkan ke ruang dahlia menggunakan
incubator.
Ny. I mengatakan selama hamil dan sebelum persalinan pernah ada riwayat
demam tinggi saat kehamilan usia antara 10-12 minggu, Ny.I hanya berobat jalan dan
tidak dirawat. Pada usia kehamilan 18 minggu Ny.I sempat dirawat di rumah sakit
karena muntah muntah dan pusing berputar.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pasien riwayat penyakit dahulu belum dapat dievaluasi.
rumah dengan aliran lancar. Selokan dibersihkan sebulan sekali. Cahaya matahari dapat
masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan pada siang hari. Jika jendela dibuka
maka udara dalam rumah tidak pengap.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi baik, ventilasi dan pencahayaan
baik.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai pelaut, berpenghasilan kurang-lebih Rp.4.000.000,per bulan. Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan tidak memiliki penghasilan
sendiri. Ayah menanggung nafkah 2 orang yaitu 1 orang istri dan 1 orang anak. Biaya
pengobatan ditanggung secara umum.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi cukup.
g. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal
Ibu pasien memeriksakan kehamilan nya secara rutin setiap bulan di RB Rahma.
Ny. I tidak menggunakan KB, Ny.I hamil kedua saat anak pertama masih berusia 2
bulan. Selama hamil kondisi ibu dan bayi dikatakan baik, mendapat suntikan imunisasi
TT 2 kali. Ibu tidak pernah mengonsumsi obat-obatan dan jamu selama hamil, tidak
merokok, tidak mengonsumsi alkohol, tidak pernah mengalami demam, sesak, muntahmuntah atau penyakit lain selama kehamilan. Penyakit tekanan darah tinggi dan kencing
manis selama kehamilan disangkal. Riwayat penyakit jantung, asma, TB, perdarahan
dan trauma disangkal. Selama hamil, ibu makan 3 kali sehari, berupa nasi, lauk-pauk
dengan variasi telur, tahu, tempe, sayuran dan susu. Sejak awal kehamilan sampai usia
36 minggu, berat badan ibu meningkat 8 kg (dari 51 kg menjadi 59 kg, tinggi badan 156
cm).
Kesan: Perawatan antenatal baik, kualitas dan kuantitas nutrisi selama kehamilan
baik.
h. Riwayat Persalinan
1. Tempat kelahiran
2. Penolong persalinan
3. Cara persalinan
4. HPHT/ TP
5. Masa gestasi
6. Air ketuban
7. Berat badan lahir
8. Panjang badan lahir
9. Lingkar kepala
DASAR (umur)
-
ULANGAN (umur)
-
Laki laki
perempuan
pasien
Kesan : Pasien anak kedua, dan tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang
sama
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, tanggal 13 agustus 2015, pukul 13.00
WIB, di Ruang Dahlia RSU Kardinah.
a. Kesan Umum
Menangis
: Kurang kuat
Gerak
: Kurang aktif
Retraksi
: (+) subcostal
Kejang
: (-)
Sianosis
: (-)
Pucat
: (-)
Ikterik
: (-)
b. Tanda Vital
Tekanan darah
Heart rate
Laju nafas
Suhu
SpO2
: Tidak dilakukan
: 152 x/menit, reguler
: 54 x/menit
: 36.3 C (aksila)
: 98%
c. Data Antropometri
Berat badan
: 2300 gram
Panjang badan
: 42 cm
Lingkar Kepala
: 34 cm
d. Kulit
Inspeksi
Palpasi
Wajah
: Normal, simetris
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
f. Leher
g. Toraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
h. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
: Supel
: Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: Timpani
i. Vertebrae
i. Urogenital
k. Ekstremitas
l. Refleks primitif
a) Refleks Oral
Refleks Hisap
: (+)
Refleks Rooting
: (+)
Superior
- /- /- /- /< 2 detik
Normotonus
Inferior
- /-/- /- /<2 detik
Normotonus
IV.
b)
Refleks Moro
: Tidak dilakukan
c)
d)
PEMERIKSAAN KHUSUS
1.
Maturitas Bayi (Lubchenko)
Berat badan lahir : 2300 gr
Usia kehamilan
: 36 minggu
Kesan
2.
3.
4.
Kurva Fenton
Berat badan lahir rendah, panjang badan lahir dan lingkar kepala sesuai kurva Fenton
dalam batas normal.
5.
Downe Score
Frekuensi Napas
Retraksi
0
< 60 x/menit
Tidak ada retraksi
Sianosis
Tidak sianosis
Air Entry
Udara masuk
Merintih
Tidak merintih
2
> 80 x/menit
Retraksi berat
Sianosis menetap
dengan O2
Penurunan ringan
walaupun diberi O2
Tidak ada udara
udara masuk
Dapat didengar
masuk
Dapat didengar
dengan stethoscope
5
Kesan : Gangguan pernapasan ringan
Total
6.
1
60-80 x/menit
Retraksi ringan
Sianosis hilang
7.
Gupte Score
Prematuritas
Cairan Amnion berbau busuk
Ibu demam
Asfiksia
Partus lama
Vagina tidak bersih
KPD
Total Score : 3
Kesan : Screening Neonatal Infeksi
V.
3
2
2
2
1
2
1
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Glukosa Sewaktu
VI.
16,2
45,7
16,8
98,7
25,2
35,7
258
50
g/dl
%
%
U
Pcg
g/dl
103/ul
mg/dl
14,9 - 23,7
47-75
11,5 - 14,5
84 128
25 36
26 34
229 553
70 160
DAFTAR MASALAH
Distres respirasi
BBLR dengan hipoglikemi
Preterm
Obseravasi Neonatal Infeksi
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
IVFD D10% 10 tpm
Injeksi Pycin 2 x 125 mg
Injeksi Glukonas Calc. 1 x 0,5 mg
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Non Medikamentosa
Oksigenasi
Rawat di ruang perinatologi, monitor
tanda vital
Hangatkan bayi
Diet per oral tunda
Edukasi
keluarga
pasien
mengenai
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia Ad bonam
Pemeriksaan elektrolit
13 agustus 2015
kebiruan (-)
kebiruan (+).
KU: Menangis kurang kuat, gerak O
(-)
cc/hari
Distress respirasi, observasi infeksi A
cc/hari
Distress respirasi, observasi infeksi
Rawat di perinatologi
blend 40%
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Pengawasan KU dan TV
14 agustus 2015
S
15 agustus 2015
kuning (+)
KU: Menangis mulai kuat, gerak aktif,
retraksi (-)
(-)
cc/hari
cc/hari
Lab bilirubin
neonatal,
preterm
BBLR,
blend 40%
mg
mg
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Phenobarbital 40 mg IV bila
Phenobarbital 40 mg IV bila
kejang
kejang
Pengawasan KU dan TV
Pengawasan KU dan TV
Fototerapi 24 jam
Fototerapi
Cek bilirubin
16 agustus 2015
neonatus
hiperbilirubinemia
Terpasang O2 cpap kanul air : O2
blend 40%
17 agustus 2015
kuning (+)
KU: Menangis mulai kuat, gerak aktif, O
retraksi (-)
(-)
(-)
cc/hari
cc/hari
Lab bilirubin
neonatal,
neonatus
preterm
BBLR,
hiperbilirubinemia
Terpasang O2 cpap kanul air : O2 P
blend 40%
mg
mg
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Phenobarbital 40 mg IV bila
Phenobarbital 40 mg IV bila
kejang
kejang
Pengawasan KU dan TV
Pengawasan KU dan TV
Fototerapi
Fototerapi
18 agustus 2015
19 agustus 2015
kuning (+)
KU: Menangis mulai kuat, gerak aktif, O
retraksi (-)
(-)
(-)
cc/hari
cc/hari
Lab bilirubin
neonatal,
neonatal,
neonatus
preterm
BBLR,
hiperbilirubinemia
O2 headbox 5 LPM
neonatus
preterm
BBLR,
hiperbilirubinemia
ganti O2 inkubator
mg
mg
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Injeksi Aminophilin 3 x 2 mg
Phenobarbital 40 mg IV bila
Phenobarbital 40 mg IV bila
kejang
kejang
Diet ASI/PASI 8 x 10 15 cc
Diet ASI/PASI 8 x 10 15 cc
Pengawasan KU dan TV
Pengawasan KU dan TV
Fototerapi 24 jam
Cek
ulang
bilirubin
post
fototerapi
20 agustus 2015
S
cc/hari
Distress respirasi, observasi infeksi
neonatal,
neonatus
preterm
hiperbilirubinemia
O2 bila perlu
IVFD aff
Ceftriaxone 2x0,25 ml
BBLR,
ANALISIS KASUS
Pasien bayi perempuan 0 hari, didagnosis distress respirasi, observasi neonatal infeksi,
neonatus preterm dan BBLR. Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
A. Distress respirasi
Masalah
Interpretasi
Anamnesis
Bayi lahir tanggal 11 agustus 2015 pukul Keadaan pasien saat datang yaitu sesak
19.30 wib secara spontan. Ibu dengan mengindikasikan tidak adekuatnya oksigenasi
riwayat G2P1A0. Bayi lahir menangis dan di dalam tubuh, selain itu didapatkan pula
gerak aktif dengan nilai APGAR 8-9-10. bayi merintih, menangis kurang kuat dan
gerakan kurang aktif. Skor APGAR 8-9-10
BBL 2300 PB 42 cm.
Pada 12 agustus 2015 pagi, bayi tampak menandakan bayi bugar saat masa masa awal
sesak, disertai nafas yang merintih dan pasca persalinan.
adanya retraksi sub costal.
Saat datang di ruang ponek keadaan bayi
sesak, merintih, menangis kurang kuat dan
gerakan kurang aktif,.
gangguan
keseimbangan elektrolit)
Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum: Menangis kurang kuat, Menangis kurang kuat dan gerak kurang aktif
gerak kurang aktif, retraksi (+) subcostal
Frekuensi napas 64x/menit
Napas cuping hidung (+)
Downe score didapatkan hasil 3.
penggunaan
otot
napas
Preterm (1)
BBLR (1)
Sedangkan
Gupte
Score,
Faktor yang menyebabkan neonatal infeksi di
ditemukan:
Prematuritas (3)
antaranya:
Antepartum
Peripartum
Postpartum
Adanya
takipnu
yang
menandai
tanda berikut):
C. BBLR
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Interpertasi
BBLR (-)
TINJAUAN PUSTAKA
ASFIKSIA NEONATORUM
A. DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan, tidak teratur dan
tidak adekuat segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia dan berakhir
dengan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi organ vital lainnya.
Sampai saat ini, asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting
morbiditas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan
erat dengan faktor asfiksia ini, didapatkan bahwa sindrom gangguan nafas, aspirasi
mekonium, infeksi dan kejang merupakan penyakit yang sering terjadi pada asfiksia.4
B. ETIOLOGI
Pengembangan paru baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan
kemudian disusul pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian
besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian
janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk
keselamatan bayi. Keadaan ini perlu mendapat perhatian utama agar persiapan dapat
dilakukan dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.
Towell mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang
terdiri dari : 4,5
1. Faktor ibu
3. Faktor Bayi
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
C. PATOFISIOLOGI
Selama kehidupan intrauterine paru-paru kurang berperan dalam hal fungsi
pertukaran gas karena pemberian O2 dan pengeluaran CO2 dilakukan oleh plasenta. Karena
O2 ke janin melalui plasenta maka paru-paru tidak berisi udara, tetapi alveoli janin berisi
cairan yang dibentuk di dalam paru-paru itu sendiri. Hal ini mengakibatkan paru-paru janin
yang berisi cairan tidak dapat dipakai untuk pernafasan. Selain itu peredaran darah lewat
paru-paru janin jauh lebih rendah dibandingkan peredaran darah yang diperlukan pasca
Kelahiran. Hal ini akibat adanya vasokonstriksi pembuluh darah arteriol paru-paru janin, dan
umumnya sirkulasi darah janin dialirkan dari paru-paru lewat duktus arteriosus. Pada saat
persalinan akan terjadi beberapa perubahan, antara lain pada saat bayi menarik napas
pertama, paru-paru mulai mengambil alih fungsinya dalam proses pernapasan. Segera setelah
lahir, paru-paru mulai berkembang sambil mulai terisi dengan udara, dan pada saat yang sama
cairan pada paru-paru berangsur-angsur mulai dikeluarkan. Untuk mengeluarkan cairan dari
paru-paru diperlukan tekanan yang cukup besar, sehingga alveoli dapat berkembang dengan
baik. Ternyata proses persalinan mempunyai dampak cukup besar untuk mengurangi cairan
tersebut, tetapi hanya sebagian kecil pembersihan paru-paru dari cairan akibat pihatan
dinding toraks sewaktu melewati jalan lahir. Tetapi sebagian besar cairan melewati ronggarongga alveoli ke dalam rongga perivaskuler dan diabsorbsi ke dalam sirkulasi darah dan
linfe di paru-paru. Usaha pernapasan segera setelah lahir sangat mempercepat dan efektif
mengeluarkan cairan dan mengembangkan alveoli dan menggantikan cairan dengan udara.
Selain itu kontraksi uterus dapat mempercepat pengurangan cairan tersebut, sebaliknya akan
terjadi perlambatan pengeluaran cairan jika terjadi gangguan kontraksi uterus.5
Usaha pernafasan akan mengakibatkan arterioli paru-paru mulai membuka yang
menyebabkan peningkatan aliran masuk ke dalam jaringan paru-paru, sehingga kadar O2
dalam darah meningkat dan mengakibatkan duktus arteriosus mulai menciut. Aliran darah
yang sebelumnya melewati duktus arteriosus akan dialirkan melalui paru-paru dan O2 akan
diambil untuk didistribusikan ke jaringan seluruh tubuh. Duktus arteriosus akan tetap menciut
dan sirkulasi darah yang normal untuk kehidupan ekstrauterin mulai bekerja.
Mendapatkan sejumlah O2 masuk ke dalam paru-paru ternyata harus disertai
dengan jumlah aliran darah di kapiler paru-paru yang adekuat agar oksigen yang melewati
peredaran darah dapat dibawa keseluruh tubuh. Keadaan ini memeprlukan peningkatan
jumlah darah yang cukup tinggi melalui perfusi paru-paru saat bayi dilahirkan.
Maclaurin (1970) menggambarkan secara skematis perubahan yang penting dalam
tubuh selama proses asfiksia disertai hubungannya dengan gambaran klinis.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang
cepat dalam periode yang singkat. Apabila periode terus berlanjut, gerakan pernapasan akan
berhenti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal sebagai apneu primer
(Periode apneu dan penurunan frekuensi jantung, diikuti usaha bernafas (Gasping) dan
pernapasan teratur). Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan megap
megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi mulai menurun dan
bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder (Pada penderita asfiksia berat, dimana usaha untuk bernafas tidak terlihat
dan langsung diikuti periode apneu kedua). Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menujukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali
apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dengan segera.5
Pada saat bayi dilahirkan, alveoli diisi dengan cairan paru-paru janin. Cairan
tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru bayi
baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup besar untuk
mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk pertama kalinya. Untuk
mengembangkan paru-paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali
lebih tinggi daripada tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil.5
Time
Onset of asfiksia
Clinical event
pO2
pCO2
Primary gasping
Aerob Metabolism
Anaerob Metabolism
Glycolisis
Primary
Skin
especially in
apnea
cyanosis
actic acid
Resitance
glycogen
heart rate
especially
secondary gasping
Cardiac
Blood pH
metabolic
acidosis
loss of
secondary
Skin
apnea
white
substrate
Pulmonary
cardiac intra
blood flow
cellular pH
heart rate
Cerebral
pH
blood pressure
blood flow
Gambar 1. Patofisiologi Asfiksia Neonatus (dikutip dari daftar pustaka no 5)
Pada skema tersebut secara sederhana dapat disimpulkan keadaan pada asfiksia yang
perlu mendapat perhatian, yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)
D. GAMBARAN KLINIS
Dalam praktek menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan
pengalaman dan observasi yang cukup. Pada tahun lima puluhan digunakan kriteria
breathing time dan crying time untuk menilai keadaan bayi. Kriteria ini kemudian
ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan informasi yang tepat pada keadaan tertentu
(Apgar,1966). Virginia , Apgar (1953, 1958) mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk
menentukan keadaan bayi baru lahir.
Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan
keseimbangan asam basa pada bayi. Di samping itu dapat pula memberikan gambaran
beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan. Penilaian secara Apgar ini juga
mempunyai hubungan yang bermakna dengan mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.6
Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak digunakan. Patokan klinis
yang dinilai adalah :6
1) Menghitung frekuensi jantung
2) Melihat usaha bernapas
3) Melihat tonus otot
4) Menilai refleks rangsangan
5) Memperhatikan warna kulit
Setiap kriteria di beri angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut APGAR score.
Tanda
Appearance
Nilai 1
Nilai 2
Seluruh tubuh
Badan merah
Seluruh tubuh
kaki biru
merah
Denyut nadi
Tidak ada
< 100x/menit
> 100x/menit
Grimace
Peka rangsang
Tidak ada
Merintih
Menangis
Activity
Tonus Otot
Lemah
Ekstremitas
Gerakan
sedikit fleksi
aktif/tonus baik
Tidak teratur
Baik
Pulse
Respiration
Warna kulit
Nilai O
effort
Tabel 1. Apgar Score (dikutip dari daftar pustaka no 4)
Skor Apgar ini biasanya di nilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat
bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan
sempurna. Skor Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik
sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu pula dinilai
setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas
dan mortalitas neonatal.4
Dalam menghadapi bayi dengan asfiksia berat, penilaian cara ini kadang kadang
membuang waktu dan dalam hal ini dianjurkan untuk menilai secara cepat :4,5
1) Menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba A. Umbilikalis dan menentukan
apakah denyutnya lebih atau kurang dari 100x/menit.
2) Menilai tonus otot apakah baik/ buruk
3) Melihat warna kulit
Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :
1) Vigorus baby, skor Apgar = 7 10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
2) Mild Moderate asphyxia (asfiksia sedang), Skor Apgar 4 6. Pada pemeriksaan
fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3) Asfiksia Berat Skor Apgar 0-3. pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang kadang pucat,
refleks iritabilitas tidak ada.
Asfiksia berat dengan henti jantung. Henti jantung ialah keadaan bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap, bunyi jantung bayi
menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisik lainnya sesuai dengan yang
ditemukan pada penderita asfiksia berat.4
E. PENATALAKSANAAN
homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan
timbulnya sekuele akan meningkat.
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia /hipoksia pasca natal harus
dicegah dan diatasi
3. Riwayat kehamilan dan partus akan memeberikan keterangan yang jelas tentang faktor
penyebab terjadinya depresi pernapasan pada bayi baru lahir.
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih
dan ditentukan secara adekuat.
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :6,7
1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernapasan
tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigenasi dan
pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernapasan lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Cara resusitasi
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara : kompresi dada dan
pengobatan
Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi dikeringkan
dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila diperlukan pengisapan
mekonium, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium
dihisap dari trakea).
Untuk bayi sangat kecil ( BB<1500 gram) / apabila suhu tubuh sangat dingin
dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang
Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah
(ekstensi).
Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di faring bagian
belakang
Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan pengisapan
dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea.
Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan
hidup bayi :8
Warna kulit
Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi ) dan tekanan ventilasi
harus sesuai
Tekanan ventilasi, nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30 40 cmH 2O. Setelah
napas pertama membutuhkan 15 20 cmH2O
Observasi gerak dada bayi, adanya gerakan dada bayi turun naik, merupakan bukti
bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru paru mengembang dengan baik.
Observasi gerak perut bayi, mungkin disebabkan oleh masuknya dalam udara dalam
lambung
Penilaian suara napas bilateral, adanya saluran napas di kedua paru paru merupakan
indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar
Apabila dengan tahapan di atas dada masih tetap kurang berkembang, sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi pipa balon.8
Ya
tid
ak
Cukup bulan?
Cairan amnion jernih?
Bernapas atau
menangis?
Tonus otot naik?
Berikan kehangatan
Posisikan; bersihkan
jalan napas (bila
perlu)
Keringkan, rangsang,
reposisi
Perawatan Rutin
Letakkan bayi di bawah pemancar panas
Bersihkan mulut dan hidung
Keringkan seluruh tubuh bayi
Ganti linen basah dengan yang kering
Letakkan bayi dalam posisi yang benar
Bersihkan saluran napas bayi (trakea) dari
lendir, maupun mekonium, maupun cairan
plasenta
Lakukan stimulasi taktil
Bernapas;
FJ
>100x/menit
kemerahan
Perawat
an
observas
si
kemerahan
Apnu
atau FJ <100
Berikan
O2
FJ <60
sianosis
sianosis
ventilasi efektif
FJ >100 & kemerahan
Perawatan
Pasca
Resusitasi
FJ<60
Berikan
epinefrin
VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan cukup
adekuat. Segera dimulai kompresi dada bayi .adrenalin 1:10.000 dosis 0,1-0,3
ml/kgBB intravena/intratrakeal, dapat diulangi tiap 3-5 menit.
Pada respons yang buruk terhadap resusitasi, hipovolemia, hipotensi, dan riwayat
perdarahan berikan 10 ml/kgBB cairan infus (NaCl 0,9%, Ringer laktat, atau darah).
Jika kasil pemeriksaan penunjang menunjukkan asidosis metabolik, berikan natrium
bikarbonat 2 mEq/kgBB perlahan-lahan.
Natrium bikarbonat diberikan hanya setelah terjadi ventilasi juga efektif karena dapat
meningkatkan CO2 darah sehingga timbul asidosis respiratorik.
Asfiksia berat dapat mencetuskan syok kardiogenik. Pada keadaan ini berikan
dopamin atau dobutamin per infus 5-20 ug/kgBB/menit setelah sebelumnya diberikan
volume expander Adrenalin 0,1 ug/kgBB/menit dapat diberikan pada bayi yang tidak
responsif dopamin atau dobutamin.
Bila terdapat riwayat pemberian analgesik narkotik pada ibu saat hamil, berikan
Narcan (nalokson) 0,1 mg/kgBB subkutan atau intramuskular atau intravena atau
melalui pipa endotrakeal.7,8
F. KOMPLIKASI
Edema otak
Perdarahan otak
Hiperbilirubinemia
Enterokolikans netrotikans
Kejang
Koma4
G. PROGNOSIS
Asfiksia berat : dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada hari-hari pertama.
Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologis permanen, misalnya serebral palsi atau retardasi mental.4
NEONATAL INFEKSI
A. .DEFINISI
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection (infeksi
dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi diperoleh dari si
ibu saat masih dalam kandungan, sementara infeksi lambat adalah infeksi yang diperoleh dari
lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain.9
B. PATOGENESIS
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar
rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadap kuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari
orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :9
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui
sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan
ini ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion.
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ).
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus
pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis
melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban
pecah. Ketuban pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi
lebih dari 12 jam ), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas dan
amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus
lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi
likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapat
menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan
kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan oral trush .
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau
akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pascanatal ini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas infeksi
pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman yang sudah
tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.9
C. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu di samping untuk kepentingan
bayi itu sendiri, tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan
bayinya. Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat bayi
yang lebih tua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yang teliti, anamnesis kehamilan, persalinan yang teliti dan akhirnya dengan
pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Infeksi lokal pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga
gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan
kalau kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali
merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup
selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelainan kongenital
tertentu, namun tiba tiba tingkah lakunya berubah, atau Not Doing Well , hendaknya
harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.10
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama
pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka
kematian yang tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapun
gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :
-
Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal.
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menentukan diagnosis neonatal infeksi yaitu :10
a. Bell Squash Score
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Hasil :
< 4 : Observasi NI
4 : NI
b. Gupte Score
Prematuritas
Ibu demam
Asfiksia
Partus lama
KPD
Hasil :
3-5 : Screening NI
5 : NI
D. KLASIFIKASI
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan
besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
a.
Infeksi berat (major infection) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare epidemik,
pielonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
b.
Infeksi ringan (minor infection) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksi
umbilikus (omfalitis), moniliasis.9
a. Infeksi Berat
1. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum atau meningitis sering didahului oleh keadaan hamil dan
persalinan sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan
gejala-gejala sistemik.
Faktor resiko :
o Persalinan (partus) lama
o Persalinan dengan tindakan
o Infeksi/febris pada ibu
o Air ketuban bau, warna hijau
o KPD lebih dari 24 jam
o Prematuritas dan BBLR
o Fetal distress
Tanda dan gejala :
Prinsip pengobatan:
Metabolisme tubuh dipertahankan, kebutuhan nutrisi dipenuhi.
Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik.
Gunakan antibiotik yang dapat menembus sawar darah otak dan diberikan
dalam waktu minimal 3 minggu.
3. Aspirasi pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi pada intrauterin karena inhalasi likuor amnion yang
septik dan menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex
menelan dan batuk yang belum sempurna.
Gejala :
o Sering tidur atau letargia, berat badan turun drastis, kurang minum.
o Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal).
o Dicurigai bila ketuban pecah lama, keruh, bau.
Pengobatan :
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan rontgen atau konsultasi dokter ahli
anak.
4. Osteitis Akut
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Gejala :
o Suhu tubuh tinggi, bayi tampak sakit berat.
o Terdapat pembengkakan dan bayi menangis saat bagian
yang terkena
5. Diare
Diare merupakan penyakit yang ditakuti masyarakat karena dengan cepat dapat
menimbulkan keadaan gawat dan diikuti kematian yang tinggi. Bayi yang baru lahir
sudah disiapkan untuk dapat langsung minum kolostrum yang banyak mengandung
protein, kasein, kalsium sehingga dapat beradaptasi dengan ASI. Jika bayi aterm dan
pemberian ASI benar, sangat kecil kemungkinan terjadi penyakit diare. Kuman yang
sering menyebabkan diare yaitu E. coli yang mempunyai sifat pathogen dalam tubuh
manusia. Adapun gejala klinis diare yaitu : tinja/feses yang jumlahnya banyak, cair,
berwarna hijau/kuning dan berbau khas.
Tubuh bayi terdiri dari sekitar 80% air sehingga penyakit diare dengan cepat
menyebabkan kehilangan air sehingga bayi akan jatuh dalam keadaan dehidrasi,
sianosis dan syok. Untuk dapat mengatasi dan menurunkan angka kematian karena
diare pada bayi dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Minum bayi tidak perlu dikurangi.
Berikan larutan garam gula/oralit sebanyak mungkin.
Bila keadaan lebih membahayakan perlu dipasang infus.
Konsultasi pada dokter.9
6. Tetanus neonatorum
Etiologi : - Perawatan tali pusat yang tidak steril.
- Pembantu persalinan yang tidak steril.
Gejala :
Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot
rahang dan faring (tenggorok).
Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan epistotonus, tangan
mengepal (boxer hand).
Tindakan :
o
b. Infeksi Ringan
1. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae saat
bayi lewat jalan lahir.
Dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
1) Stadium infiltrative
Berlangsung 1-3 hari.
Palpebra
bengkak,
pseudomembran.
2) Stadium supuratif
hiperemi,
blefarospasme,
mungkin
terdapat
Cuci mata bayi dengan larutan garam fisiologis setiap jam disusul dengan
pemberian salep mata penisilin.
Pencegahan :
Perawatan tali pusat yg baik
Tali pusat ditutup dengan kasa steril dan diganti setiap hari.
3. Monialisis
E. PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan infeksi antara lain :12
Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
Pertimbangkan setiap orang (termasuk bayi dan staf) berpotensi menularkan infeksi.
Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
Pakai pakaian pelindung dan sarung tangan.
Gunakan teknik aseptik.
Pegang instrumen tajam dengan hati hati dan bersihkan, jika perlu sterilkan atau
desinfeksi instrumen dan peralatan.
Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.
Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial
2.
Retraksi: cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau (li bawah sternunl
(sub sternal) selama inspirasi
3.
4.
5.
Sianosis: sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan biru lebam
atau warna membran mukosa. Sianosis sentral tidak pernah normal, selalu memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Mungkin mencerminkan abnormalitas jantung, hematorogik atau pernapasan yang harus dilakukan tindakan segera
6.
Apnu atau henti napas (harus selalu di nilai dan dilakukan tindakan segera)
7.
Dalam jam jam pertama sesudah lahir, empat gejala distres respirasi (takipnea, retraksi,
napas cuping dan grunting) kadang juga dijumpai pada BBL normal tetapi tidak
berlangsung lama. Gejala ini disebabkan karena perubahan fisiologik akibat reabsorbsi
cairan dalam paru bayi dan masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal.
8.
Bila takipnea, retraksi, cuping hidung dan grunting menetap pada beberapa jam setelah
lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas atau distress respirasi yang harus
dilakukan tindakan segera.1
Aspirasi mekonium
Hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru
3. Bayi dari Ibu DM: terjadi respirasi distress akibat kelambatan pematangan paru
4. Bayi lahir dengan operasi sesar: Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasi
nya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (TTN)
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini atau air ketuban yang
berbau busuk dapat terjadi pneumonia bakterialis atau sepsis
6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi mekonium
KLASIFIKASI GANGGUAN NAPAS
Gangguan napas dapat diklasifikasi berdasarkan pada mekanisme patofisiologi yang
mengakibatkan hipoksemia dan/atau hiperkarbia. Gangguan napas akut dapat terjadi akibat
salah satu dari keadaan abnormal berikut ini:
Pirau intrapulmonal
Hipoventilasi
Meningkatnya desaturasi vena dengan gangguan fungsi jantung ditambah satu atau lebih
faktor tersebut di atas.
Buku Pedoman Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit,
membagi Klasifikasi gangguan napas, menjadi :
Secara rinci dapat dilihat pada tabel Klasifikasi lain dapat menggunakan skor Downes seperti
DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum sangat diperlukan,
antara lain tentang hal hal di bawah ini:
Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan, partus lama,
kulit ketuban pecah dini, oligohidramnion, penggunaan Obat yang berlebihan.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gannguan napas, berupa beberapa tanda
di bawah ini:
Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih kemerahan, merupakan gejala yang
menonjol
Sianosis
Retraksi
Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresis koanae, ditandai dengan
kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung
Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijaukekuningan pada tali pusat
Buku Pedoman Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah
Sakit memberi panduan sebagai berikut:
Tidak perlu membedakan antara pneumonia, sindrom distres respirasi (penyakit membran hialin)
atau aspirasi mekonium karena semuanya dapat menyebahkan gangguan napas dan mendapat
terapi yang serupa/ sama.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kelainan sistem respirasi
Obstruksi saluran napas atas: atresia koanae, web laringeal, higroma, gondok,
laringo/trakheornalasia, Sindroma Piere Robin
Pneumonia
2. Sepsis
3. Sistem kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal jantung kongestif, PDA (Patent
ductus arteriosus), syok
4. Metabolik: keadaan yang dapat menyebabkan asidosis, hipo/hipertermia, gangguan
keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
5. Sistem hemopoetik: Anemia (termasuk anemia akibat kehilangan darah secara akut,
yaitu: dapat mengaktbatkan syok hipovolemik atau kehilangan darah kronik yang dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif dan polisitemia)
6. Sistem Susunan Saraf Pusat: perdarahan, depresi farmakologik, "drug withdrawal
malformasi asfiksia saat lahir/depresi pernapasan
Pemeriksaan penunjang
TATALAKSANA
a. Gangguan napas berat
Semakin kecil bayi, kemungkinan terjadi gangguan napas semakin sering dan semakin berat.
pada bayi kecil (berat lahir 2500 gram atau umur kehamilan kurang 37 minggu) gangguan napas
sering memburuk dalam waktu 36 hingga 48 jam pertama, dan tidak banyak terjadi perubahan
dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
Teruskan pemberian O dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi)
Bila bayi menunjukkan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral, naikkan
pemberian pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan napas bayi semakin berat dan
sianosis sentral menetap walaupun diberikan 0 100%, bila memungkinkan segera rujtlk
bayi ke rumah sakit rujukan atau yang ada fasilitas dan mampu memakai ventilator
mekanik.
Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa Iambung untuk
mengosongkan cairan Iambung dan udara.
Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari apakah ada tanda perbaikan.
Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan dinding
dada berkurang, warna kulit membaik) :
o Kurangi pemberian O secara bertahap;
o Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa Iambung;
o Bila pemberian Oksigen tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu. Jika bayi
tak bisa menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif
cara pemberian minum.
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika bayi tampak
kemerahan tanpa terapi Oksigen selama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
b.
Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotika
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi Kemungkinan besar sepsis:
o Suhu aksiler 340C atau 390C;
o Air ketuban bercampur mekonium;
o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
18 jam.
Bila suhu aksiler 3436,50C atau 37,5390C tangani untuk masalah suhu abnormal
dan nilai ulang setelah 2 jam
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan, ambil sampel
darah, dan berikan antibiotika untuk terapi Kemungkinan besar sepsis;
Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal, ulangi tahapan
tersebut diatas.
Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi
tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
Kemungkinan besar sepsis.
Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan
dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang) :
Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya,
terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan napas sedang atau berat
seperti tersebut di atas.
Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum.
Kurangi pemberian Oksigen secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian Oksigen jika frekuensi napas antara 3060 kali/menit.
Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara 30-60 kali/
menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan, bayi dapat dipulangkan.2
Bayi berat lahir sangat rendah dengan berat lahir 1000-1500 gram
Bayi berat lahir ekstrim rndah sengan berat lahir <1000 gram
Primaturitas murni, dengan masa gestasi <37 minggu dan berat lahir nya sesuai
dengan masa gestasi atau sesuai masa kehamilan.
Dismaturitas, yaitu bayi dengan berat badan kurang dari bert badan menurut bulan
seharusnya. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine.
Faktor penyebab
1. Faktor ibu
Penyakit
o Komplikasi kehamilan seperti anemia, perdarahan antepartum, PEB,
eklamsia dan ISK selama kehamilan.
o Menderita penyakit seperti malaria, IMS, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH
maupun penyakit jantung.
Ibu
o Usia ibu <20 tahun atau >35 tahun
o Jarak kehamilan terlalu pendek (<1 tahun)
o Riwayat BBLR sebelum nya
Keadaan sosioekonomi
o Keadaan gizi ibu
o Aktifitas fisik berlebihan
2. Faktor janin
Antara lain meliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik seperti sitomegalovirus,
rubella, riwayat gawat janin dan kehamilan gemeli.
3. Faktor plasenta
Keadaan seperti hidroamnion, plasenta previa, solution plasenta yang menyebabkan
transport nutrisi terganggu. KPD juga merupakan salah satu faktor BBLR.
4. Faktor lingkungan
Bayi berat lahir rendah memerlukan perawatan khusus karena mempunyai organ yang belum
sepenuh nya matur, sehingga bisa didapatkan masalah karena fungsi fungsi organ yang belum
matur. Permasalahan yang dapat timbul antara lain.
Gangguan pernapasan
Imaturitas imunologis
Imaturitas hepar
Hipoglikemi
Karena keadaan keadaan tersebut, BBLR perlu mandapat tatalaksana yang bersifat suportif,
seperti
Dukungan respirasi
Dukungan termoregulasi
Preventif terhadap infeksi
Hidrasi untuk memenuhi kebutuhan cairan
Nutrisi
Stimulasi sensorik