Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

Daftar Isi.................................................................................... 1
BAB I
Pendahuluan 2
BAB II
Landasan Teori 3
BAB III
Kesimpulan.. 25
Daftar Pustaka 26

BAB I
PENDAHULUAN
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri
otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia
sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter
berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang
dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut juga sebagai
demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan
penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran penyakit
infeksi virus Dengue sejak 1780 1949 memiliki kecenderungan epidemic dan lebih
banyak di daerah tropis. (1,2,3,4,5,6)
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian
paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh
dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian
berkisar 24.000. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan
manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini
menyebar ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968
penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang
sangat tinggi. (1,2,3,4,5)
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan
sebagai salah satu masalah kesehatan global. (1,2,3)

BAB II
LANDASAN TEORI
Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi
virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang
bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak
spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih
berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). (1,2,3)

2.1

DEFINISI
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria

DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah
kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus
dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. (1,2,3)

2.2

ETIOLOGI
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4

serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (1,2,3)
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes
aegypti dan A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada
penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk
3

Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus
dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (1,2)

2.3

EPIDEMIOLOGI
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian

paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh
dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka
kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incidenceratemeningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung
menurun hingga 2% tahun 1999. (1,2,3,4,5)
Saat ini sekitar 2,5 juta orang atau 40% dari populasi dunia, tinggal di daerah
yang berisiko terhadap transmisi virus dengue. Dengue merupakan suatu penyakit
endemic di sekurang-kurangnya 100 negara di Asia, Asia Pasifik, Afrika dan Karibia.
WHO memperkirakan 50 sampai 100 juta infeksi terjadi setiap tahunnya, termasuk
500.000 demam berdarah dengue dan 22.000 kematian, terutama pada anak.
Di Indonesia, demam berdarah dengue mulai dikenal pertama kali pada tahun
1968 di DKI Jakarta dan Surabaya, dan terus menyebar ke seluruh tiga puluh tiga
propinsi di Indonesia. Pola epidemiologi infeksi dengue mengalami perubahan dari
tahun ke tahun, jumlah kasus memuncak setiap siklus 10 tahunan. Dari tahun 19682008 angka kesakitan demam berdarah dengue terus meningkat. Pada tahun 2008
4

didapatkan angka kesakitan 58,85/100.000 penduduk. Angka kematian menurun


dengan stabil dari 41% pada tahun 1968 menjadi kurang dari 2% sejak tahun 2000,
dan pada tahun 2008 angka kematian menurun menjadi 0,86%. Beberapa dekade
terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat di
seluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk
dunia berisiko terserang demam dengue. Sebanyak 1,6 milyar (52%) dari penduduk
yang berisiko tersebut hidup di wilayah Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar
50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya. Pada tahun 2007 di Amerika terdapat lebih
dari 890.000 kasus dengue yang dilaporkan dimana 26.000 kasus diantaranya
tergolong dalam demam berdarah dengue (DBD).

Gambar 1. Distribusi Dengue di Dunia 2013

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk
Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu
udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)

2.4

PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
5

teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement.(1,2,3) Halstead (1973)
menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien yang
mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai
risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang
telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari
membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus
tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag (respon antibodi anamnestik).(1,2,3)
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus
kompleks antigen- antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),
melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. (1,2,3)

Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang


akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan

plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus
dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah.(1,2)

Gambar 3. Patogenesis Syok pada DBD

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga


menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
7

terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi


trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi
stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
(2,3)

Gambar 4. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,


sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di
sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan
oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.(2,3)
8

Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah
memposisikan tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi hipermetabolik
tubuh menuntut mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP. Dampak sampingnya
ialah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). ROS bersama sitokin
proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas otot polos kapiler, miokard dan
berpengaruh pada sistem konduksi jantung terutama pada sindrom syok dengue.
Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi DBD dapat terjadi akibat perpindahan
plasma, perdarahan, kelumpuhan otot polos vaskuler, kelumpuhan miokard.(2,3)

2.5

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi


virus sehingga dapat bsifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas
(undifferentiatedfever), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) atau
sindrom syok dengue (SSD).(1,2,3)
Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari)
timbul gejala prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan
merasa lemas.(1) Setelah masa inkubasi, dilanjutkan dengan 3 fase yaitu fase demam,
kritis dan resolusi/pemulihan.

Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus


Dengue

9
Gambar 6. Fase pada DBD

Demam Dengue
Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik
(saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang,
atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang
bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah
kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Pada keadaan
wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan
seperti: epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan
menoragi. (1,2,3,4)
Demam Berdarah Dengue
Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang,
sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling
sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie halus
ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari justpalpable sampai 2-4 cm di bawah
arcus costae kanan. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat
ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan
sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok.(1,2,3,4)
Sindrom Syok Dengue
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3
10

sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh
ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi
cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan
produksi urin yang berkurang. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir. Bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat,
syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis
metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan
terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim
seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi
dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul
ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan
kembalinya nafsu makan.(1,2,3,4)

5.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar

hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus


darah tepi menunjukkan limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
Kadar leukosit dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai limfosit plasma biru (LPB >15% total
leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit umumnya menurun pada
hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk menentukan kebocoran plasma
dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit awal.(1,2)

Tabel 1. Jumlah Trombosit dan Risiko Perdarahan

Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell
culture) atau deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase
11

Chain Reaction namun teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM
yang terdeteksi mulai hari ke-3 sampai ke-5, meningkat smpai minggu 3, dan
menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari ke-14 pada infeksi primer,
dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.(1)
Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat meningkat.
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII,
faktor XII, dan antitrombin III. APTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok
berat. (1,2)
Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa
ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura
berhubungan dengan berat- ringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat
ditemukan bilateral.(1,2)

5.7

DIAGNOSIS DAN PENENTUAN DERAJAT PENYAKIT


Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 (1,2,4)

Demam Dengue
1.

Probable
Demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala,
nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan,
leukopenia, uji HI 1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien
berasal dari daerah yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed
dengue infection.

2.

Corfirmed
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum
konvalesens, dan atau isolasi virus.

12

Demam Berdarah Dengue


Diagnosis tegak bila semua hal dipenuhi :
1.

Demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik

2.

Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

Uji tourniquet positif

Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat


bekas suntikan

Hematemesis atau melena

3.

Trombositopenia < 100.00/ul

4.

Kebocoran plasma yang ditandai dengan :

Peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin

Penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat

Efusi pleura, asites, hipoproteinemi

Sindrom Syok Dengue


Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :

Penurunan kesadaran, gelisah

Nadi cepat, lemah

Hipotensi

Tekanan nadi < 20 mmHg

Perfusi perifer menurun

13

Kulit dingin-lembab

Gambar 7. Klasifikasi Kasus Dengue dan Tingkat Keparahannya

PENENTUAN DERAJAT PENYAKIT


Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis
perlu ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan. Derajat
Demam Berdarah Dengue menurut WHO :(2,4)

14

Gambar 8. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel
berikut :

15

5.8

TATALAKSANA
Dalam melakukan tatalaksana infeksi dengue harus dilakukan 3 tahap, yaitu

penilaian yang menyeluruh meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


laboratorium; penegakan diagnosis serta penilaian keparahan infeksi dengue agar
setelahnya dapat dilakukan manajemen yang tepat. Kriteria rawat inap pada pasien
demam berdarah :
1. Adanya tanda peringatan
2. Tanda dan gejala hipotensi yang kemungkinan berhubungan dengan kebocoran
plasma
3. Perdarahan
4. Gangguan fungsi organ seperti ginjal, hepar, jantung dan neurologis
5. Penemuan dari pemeriksaan penunjang seperti kenaikan hematokrit, efusi
pleura, dan ascites
6. Keadaan yang memperberat misalnya kehamilan, diabetes mellitus, hipertensi,
ulkus peptikum, anemia hemolitik, bayi atau usia tua
7. Indikasi sosial misalnya tinggal sendiri, tinggal jauh dari fasilitas kesehatan,
tidak tersedia transportasi ke fasilitas kesehatan
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu
kebocoran plasma. Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari segi
resusitasi cairan dan indikasi perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD
bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma. Pasien DD dapat berobat
jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan intensif.(1,2,3)

Demam Dengue

16

Pada fase demam pasien dianjurkan :


1. Tirah baring, selama masih demam
2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
3. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat
terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan
sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak
jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD
terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). (1,2,3,4)

Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue


Tidak ada terapi spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma.
Protokol 1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Tanpa Syok
Petunjuk dalam memberi pertolongan pertama pada penderita atau tersangka DBD di
Unit Gawat Darurat serta dalam memutuskan indikasi rawat. Tersangka DBD di UGD
dilakukan pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht dan trombosit. Bila hasil
trombosit normal atau turun sedikit (100.000 150.000) pasien dipulangkan, wajib
kontrol 24 jam berikut atau bila memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil
Hb dan Ht normal, trombosit <100.000, pasien dirawat. Bila hasil Hb, Ht meningkat,
trombosit normal atau turun, pasien dirawat. (1,4)

Gambar 9. Penanganan tersangka (probable) DBD tanpa syok

17

Protokol 2. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok, diberi cairan infuse kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per
hari :
1500 + (20 x (BB dalam kg 20)
Monitor Hb, Ht, trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20% dan
trombosit turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12
jam. Bila hasil Hb, Ht meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan
pemberian cairan sesuai Protokol 3.(1)

Gambar 10. Pemberian cairan pada tersangka DBD Dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%


Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Terapi awal pemberian cairan, infuse kristaloid dengan dosis 67ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-4 jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai
perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi, tekanan darah dan produksi urin. Bila
didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila
2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian
cairan infuse dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka
18

dosis cairan infus naik menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan
dikurangi menjadi 5 ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam.
Bila tanda syok (+) masuk ke protokol syok.(1)

Gambar 11. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Hematokrit > 20%

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa


Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis,
19

perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing


(hematuria), perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan
sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok.
Pemeriksaan tanda vital, Hb, Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam serta pemeriksaan
trombosis dan hemostasis. Heparin diberi bila tanda KID (+). Transfusi komponen
darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi bila Hb <10 g/dl. Trombosit hanya diberi
pad pasien perdarahan spontan masif dengan kadar trombosit <100.000 dengan atau
tanpa tanda KID. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor pembekuan (PT dan
aPTT memanjang).(1)

Gambar 12. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa


Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok
hipovolemia pada SSD. Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu
evaluasi 15-30 menit kemudian. Bila renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi
menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit keadaan tetap stabil, pemberian
cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60 120 menit kemudian tetap stabil,
dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48 jam, hentikan infus karena
jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami extravasasi terjadi (ditandai dengan Ht
20

yg turun), bila cairan tetap diberi bisa terjadi hipervolemi, edema paru dan gagal
jantung. (1)
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan
darah perifer lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus
dilakukan pengawasan dini terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48
jam. Karena proses patogenesis penyakit masih berlangsung dan cairan kristaloid
hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1 jam pemberian. Diuresis
diusahakan 2 ml/kgBB/jam.(1)
Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi 2030 ml/kgBB evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi,
perhatikan nilai Ht. Bila ht meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka
pilihan cairan koloid. Bila Ht menurun kemungkinan perdarahan dalam (internal
bleeding) maka dapat diberikan transfuse darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai
kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30%
dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1
atau 3:1.(1,2)
Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi
setelah 10- 30 menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan
sebaiknya yang tidak menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan
mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena pemberian dalam
jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi
maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada kasus SSD apabila setelah
pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat
diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc. (1,2)
Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan, Sasaran tekanan
vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi
ganggguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder.
Bila tekanan vena sentral sudah sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi,
maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau
epinephrine). (1,2,4)
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan
apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana
21

pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dandilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka
perdarahansebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.(2)
Pemberian

antibiotik

perlu

dipertimbangkan

pada

SSD

mengingat

kemungkinan infeksi sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna.
Indikasi lain pemakaian antibiotik pada DBD, bila didapatkannya infeksi sekunder di
tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak
mempunyai efek terhadap sistem pembekuan.(2)

22
Gambar 13. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Jenis Cairan Resusitasi (Rekomendasi WHO)(2)


1. Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak
boleh larutan yang mengandung dekstran)
2. Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD


Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai
keunggulan dan kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, dan Hydroxy ethyl
starch (HES).(2)
Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka
pemberian dengan larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena
akan menarik cairan ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan
selama 6-8 jam, sedangkan efek volume 10/o Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5
jam. Kedua larutan tersebut dapat menggangu mekanisme pembekuan darah dengan
cara menggangu fungsi trombosit dan menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor
VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak
boleh diberikan pada pasien dengan KID.(2)
Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang
mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar
2-3 jam dan tidak mengganggu mekanisme pembekuan darah. (2)
Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES
450/0,7 adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah
larutan isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6%/10/o HES 200/0,5 menetap dalam
23

4-8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 812 jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang
dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung
trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin
parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.(2)

Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD


Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD
seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk
kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium
untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang tersedia selama
24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD.
Paramedis dapat didantu oleh keluarga pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang
diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta
mencatat jumlahnya.(2)

Kriteria Memulangkan Pasien(2)


Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

BAB III
24

KESIMPULAN
Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling
banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia,
dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar
24.000. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal.
Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global.
(1,2,3,4,5)

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi,namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.(2,3,5,6)
Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi
terpenting. Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa
perembesan plasma dan perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma
dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis
cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Penegakkan diagnosis DBD secara dini dan pengobatan yang tepat dancepat akan
menurunkan angka kematian DBD.(1,2,3,4,5,6)

DAFTAR PUSTAKA
25

1.

Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006

2.

Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.


Departemen Kesehatan RI. 2005

3.

Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology


Reviews. 1998.Vol 11, No 3 ;480-496

4.

Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.


Edition II. Geneva : World Health Organization. 1997.Available from
htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication
Accessed December 1, 2009.

5.

Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division
of Vector Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009

6.

Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom :


Elsevier Health Sciences. 2008.

26

Anda mungkin juga menyukai