Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Alamat
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Pangkat
:
Agama
:
Status perkawinan :
Tanggal Pemeriksaan:

Ny. SS.
Perempuan
58 tahun
Jl. Medika no. 18, Komplek Gizi Asri, Bogor
Diploma
Ibu Rumah Tangga
Kolonel
Islam
Menikah
20 Januari 2014

I.2. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 20 Januari 2014, pukul 11:00 WIB
Keluhan Utama
:
Gatal disertai bercak kemerahan pada lipat
payudara kanan dan kiri serta hidung
Keluhan Tambahan
:
Gatal terutama ketika berkeringat
Riwayat Perjalanan Penyakit
18 hari SMRS pada saat melaksanakan ibadah umroh di Madina pasien merasakan
gatal disertai bercak kemerahan pada lipat payudara bagian kiri. gatal dirasakan
terutama ketika berkeringat, awalnya timbul bercak berwarna merah sebesar koin
pada lipat payudara kiri yang semakin lama semakin membesar. Karena gatal
yang dirasakan semakin hebat, pasien sering menggaruknya sehingga kadang
kadang terasa perih. Pada saat itu pasien hanya mengobatinya dengan memberikan
bedak herocyn dan kompres air hangat, awalnya keluhan berkurang , namun gatal
semakin bertambah terutama pada saat pasien melakukan aktivitas diluar ruangan
yang tidak ber-AC. Beberapa hari kemudian pasien juga merasakan gatal disertai
bercak kemerahan pada lipat payudara kanannya sama seperti pada payudara kiri.
Ketika pulang dari Madina karena keluhan belum berkurang, pasien
mengobatinya dengan Miconazole cream yang dipakai seingatnya saja, keluhan
berkurang tidak seperti sebelumnya namun kini terasa gatal pada bagian hidung,

yang pada awalnya timbul bercak kemerahan, seperti jerawat dan gatal, digaruk
oleh pasien yang kemudian pecah dan menjadi bercak kemerahan yang meluas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya 1 tahun yang lalu, telah diobati
ke dokter dan sembuh
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa
I.3. STATUS GENERALIS
Kesadaran
: Kompos mentis
Keadaan Umum
: Baik
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 84 x /menit
Pernapasan
: 18 x /menit
Suhu
: Afebris
Kepala
: Normocephali, deformitas (-), rambut merata
Mata
: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
THT
: Normotia, normosepta, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher
: Kelenjar tiroid dan KGB tidak teraba membesar
Jantung
: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
: Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, ronki (-) ,
Abdomen

wheezing (-)
: Datar, supel, bising usus (+)normal, nyeri tekan (-), hepar

Ekstremitas

dan lien tidak teraba membesar.


: Akral hangat, edema (-)

I.4. STATUS DERMATOLOGIKUS


Lokasi
:
Regio Lipatan Mammae Dextra dan Sinistra dan
Regio Nasal
Efloresensi

Bercak-bercak eritematosa berbentuk bulat dan

lonjong, dengan ukuran numular hingga plakat, berbatas tegas dengan tepi
eritema yang disertai papul dan skuama halus hingga sedang di atas
permukaannya

Gambar 1. Lesi

pada region

nasal

Gambar 2. Lesi pada lipatan Regio Mammae Dextra et Sinistra

Gambar 3. Lesi pada Regio Lipat Mammae Sinistra

Gambar 4. Lesi pada Lipatan Regio Mammae Dextra


I.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan langsung sediaan basah dengan KOH 20%, sediaan diambil
dari lesi pada Regio Mammae sinistra pada bagian tepi lesi sampai dengan bagian
sedikit di luar kelainan sisik kulit yang dikerok dengan pisau tumpul steril.
Kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop dan hasilnya di dapatkan

Gambar 5. Hifa panjang bersegmen dan arthrospora pada uji KOH

I.6. RESUME
Pasien wanita berusia 58 tahun datang dengan keluhan gatal disertai bercak
kemerahan pada lipatan Regio Mammae dextra dan sinistra serta regio nasal.
Gatal terutama ketika berkeringat. Pasien memiliki riwayat peyakit serupa
satu tahun yang lalu.
Status Generalisata dalam batas normal
Pada status dermatologis ditemukan pada lipatan regio mammae dextra dan
sinistra dan region nasal tampak bercak bercak eritematosa berukuran
numular hingga plakat dengan batas tegas dengan tepi eritema yang disertai
papul dan skuama halus hingga sedang di atas permukaannya.

Pada

pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 20% ditemukan gambaran hifa dan
arthrospora.
I.7. DIAGNOSIS KERJA
Tinea Corporis et Facialis
I.8. DIAGNOSIS BANDING
Tidak ada
I.9. ANJURAN PEMERIKSAAN
Kultur pada Agar Sabouroud Dextrose
I.10. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
a. Menjaga kebersihan diri
b. Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan memakai pakaian yang
menyerap keringat, usahakan mengganti pakaian yang telah basah karena

keringat dan memakai pakaian yang benar-benar kering dan menggantinya


c.

setiap hari
Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga lainnya dan menjemur

d.

handuk di bawah sinar matahari


Hindari garukan karena jika ada jamur dan tidak sengaja menggaruknya
jamur akan menempel di bawah kuku dan akan menginfeksi jaringan di
bawah kuku bahkan dapat juga menyebabkan perluasan infeksi ke tempat
yang lain

2. Medikamentosa
a. Sistemik
Griseofulvin 500 mg (dosis tunggal) setelah makan malam
Chlorpheniramine Maleate 4 mg 1 tablet sehari selama 3 hari, setelah makan
malam
b. Topikal
Miconazole Nitrat Krim 2% 2 x sehari setiap habis mandi pagi dan sore,
selama 2 minggu
I.11. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: Bonam
: Bonam
: Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA KORPORIS
II.1 PENDAHULUAN1,2
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi
inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti
muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Manifestasinya akibat infiltrasi dan
proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup.
Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea
korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis
(Patel, 2006).
Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia bisa didapatkan pada pekerja yang
berhubungan dengan hewan-hewan. Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga
dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak
langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamr
mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.. Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi
yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat
perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur (Belson, 2004).
SINONIM1,2
Sinonim dari Tinea Korporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa.
II.2. DEFINISI
Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial
golongan dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan,
dan tungkai (Siregar, 2008).
II.3. EPIDEMIOLOGI2,3
Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim
yang panas dan lembab, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum
diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran

merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan
infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis.Prevalensi
tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum
canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis (Rushing,
2012).
II.4. ETIOPATOGENESIS
Dermatofita adalah jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kleas Fungi imperfecti,
yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Ketiga genus ini mempunyai sifat keratofilik.

Microsporum

Trichophyton

Epidermophyton
II.5. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi lesinya, dermatofitosis dibagi menjadi:
1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
2. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah.

4. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.


5. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
6. Tinea korporis, dermatofitosispada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea
di atas.
Selain 6 bentuk tinea diatas masih dikenal istilah yang mempunyai arti
khusus yang dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis, yaitu:
Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan
disebabkan Trichophyton concentricum
Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh
Trichophyton schoenleini yang secara klinis berbentuk skutula dan berbau seperti
tikus (mousy odor)
Tinea fasialis, tinea aksilaris yang juga menunjukkan daerah kelainan
Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea incognito, yang berarti
dermaotfitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid
topikal kuat.
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat
melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit
tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum
korneum dari kulit (Sobera, 2003).Pemakaian bahan yang tidak berpori akan
meningkatkan temperatur dan keringat sehingga mengganggu fungsi barier stratum
korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan individu atau hewan
yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai
dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang
mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam
jaringan epidermis dan merusak keratinosit.
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama:
1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada
jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora
normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang
diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik (Sobera, 2003).
10

2. Penetrasi melalui ataupun di antara sel


Setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum
pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu
oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi
untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan.
Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan
proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika jamur mencapai lapisan
terdalam epidermis (Sobera, 2003).
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas

tipe IV atau

DelayedType

Hypersensitivity(DHT)

memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita.pada pasien yang
belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi
minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema
dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan
bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi
dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi
tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap
transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan
menjadi sembuh (Sobera, 2003).
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon
jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang
menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan
meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi
ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan
bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas)
seluler (Rushing, 2006).
II.6. GEJALA KLINIS1,2,3,4
Predileksi tinea ini adalah di daerah leher, ekstremitas, dan badan.Kelainan klinis
yang dapat dilihat dari tinea korporis adalah lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas
11

terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah
tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan
lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang terlihat erosi
dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah
satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan
pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan
tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang
dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.Pada tinea
korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan
ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela
paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et
korporis.Kelainan kulit yang tampak pada tinea kruris pada sela paha merupakan lesi
berbatas tegas yang simetris pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau
menahun.Mula-mula sebagai bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas, dapat
meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut bawah. Tepi
lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), polisiklis,
ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak vasikel kecil-kecil.Bila penyakit
ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.Keluhan sering bertambah sewaktu tidur
sehingga digaruk-garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.
II.7. DIAGNOSA BANDING1
Tinea korporis dapat didiagnosa banding dengan dermatitis kontak, Pitiriasis rosea,
Psoriasis vulgaris, sifilis stadium II tipe makulopapular, dan dermatitis seboroik.
II.8. DIAGNOSIS3,4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu, dan gatal
bertambah apabila berkeringat. Karena gatal dan digaruk, maka timbul lesi sehingga
lesi bertambah meluas, terutama pada kulit yang lembab
2. Gejala klinis yang khas
3. Pemeriksaan laboratorium
12

Pada kerokan kulit dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan


elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas
pada infeksi dermatofita. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk
menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies
jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media
buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium Agar Dekstrosa
Sabouraud.
II.9. PENATALAKSANAAN5
1. Umum
o Meningkatkan kebersihan badan
o Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian yang
panas dan tidak menyerap keringat
o Menghindari sumber penularan
o Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin yang
lain, leukemia, harus dikontrol.
2. Khusus
Topikal
Menurut Kuswadji dan Widaty (2001) obat antijamur topikal yang ideal adalah obat
yang aktif pada konsentrasi sangat rendah, mempunyai formula yang beragam, efek
samping minimal atau bahkan tidak ada, dengan formula yang spesifik (misalnya
untuk kuku dan mukosa) dan mempunyai manfaat tambahan untuk kelainan yang
biasa menyertai infeksi jamur (misalnya antiinflamasi, keratolitik dan antibakteri).
Obat topikal yang diperuntukkan pada infeksi dermatofita berdasarkan mekanisme
kerjanya meliputi :
1. Bahan kimia antiseptik
Mempunyai sifat antibakteri dan antijamur ringan serta bersifat mengeringkan,
misalnya Cestallani paint (solusio carbol fuchsin) dapat digunakan untuk kasus tinea
kruris dan kandidosis intertriginosa. Selain itu juga dapat dindikasikan untuk tinea
unguium, tinea imbrikata dan tinea korporis.
2. Bahan keratolitik

13

Yaitu bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum. Misalnya salep


Whitefield mengandung asam salisilat 3 %, asam benzoat 6 % dalam petrolatum,
dikatakan efektif bagi tinea pedis dan asam undesilenat krim dan bedak 3 %. Asam
salisilat pada konsentrasi rendah (1 2 %) berefek keratoplastik, konsentrasi tinggi (3
20 %) berefek keratolitik dan dipakai pada keadaan dermatosis yang hiperkeratotik
dan pada konsentrasi sangat tinggi (40 %) dipakai untuk kelainan-kelainan yang
dalam. Asam salisilat berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3
6 % dalam salep, selain itu berkhasiat bakteriostasis lemah. Asam salisilat tidak
dapat dikombinasikan dengan seng oksida karena akan terbentuk garam
sengsalisilat yang tidak aktif. Asam benzoat mempunyai sifat antiseptik terutama
fungisidal. Salep Whitefield dapat juga berguna untuk pengobatan topikal pada tinea
kruris, tinea unguium dan tinea korporis. Asam undesilenat dalam bentuk cairan
dapat digunakan pada tinea unguium.
3. Golongan allilamin
Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim epoksidase skualen pada proses
pembentukan ergosterol membran sel jamur. Allilamin memiliki efektivitas klinis
yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %. Naftitin merupakan obat
antijamur berspektrum luas dan derivat allilamin yang sintetis. Dapat menurunkan
ergosterol yang menghambat pertumbuhan sel jamur. Pada konsentrasi 1 %
memiliki daya antiinflamasi. Tersedia dalam bentuk krim, gel atau solusio 1 %.
Penderita tinea korporis dewasa maupun anak-anak cukup dioleskan 4 kali sehari
pada sekitar lesi selama 2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Tinea kruris 4 kali sehari
selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Tinea pedis dioleskan 4 kali sehari
dalam bentuk krim 1 % atau 2 kali sehari dalam bentuk gel 1 %. Terbinafin
merupakan derivat allilamin yang sintetis yang menghambat epoksidase skualen,
sebuah enzim penting dalam biosintesis sterol pada jamur yang menghasilkan
defisiensi ergosterol, penyebab kematian sel jamur. Penelitian menemukan bahwa
obat ini efektif dan tertoleransi dengan baik oleh anak-anak. Terbinafin dioleskan 4
kali sehari pada penderita tinea kruris dan tinea korporis baik dewasa maupun anak-

14

anak dalam waktu 1 4 minggu. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (>12
tahun) diberikan olesan sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim
4. Golongan benzilamin
Butenafin merupakan obat anti jamur baru, termasuk golongan benzilamin yang
bersifat fungisidik terhadap dermatofit, seperti Trichophyton mentagrophytes,
Microsporum canis dan Trichophyton rubrum yang menyebabkan infeksi-infeksi
tinea. Butenafin bekerja pada stadium yang lebih dini dalam alur metabolisme
sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi skualen dan kematian sel jamur. Sifat
fungisidik butenafin menyebabkan masa pengobatan yang pendek dengan angka
kesembuhan yang tinggi dan angka kekambuhan yang rendah. Penderita tinea
korporis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari
selama 2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anakanak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk
krim 1 %. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan
sebanyak 2 kali sehari selama 1 minggu atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam
bentuk krim 1 %.
5. Golongan imidazol
Umumnya senyawa imidazol ini berkhasiat fungistatis dan pada dosis tinggi bekerja
fungisid terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis yang tinggi
dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %. Mekanisme kerjanya dengan
menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur penting untuk integritas membran sel.
Golongan imidazol meliputi :
a. Mikonazol
Derivat mikonazol ini berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja lebar
sekali. Lebih aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada
fungistatika lainnya. Zat juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap
sejumlah kuman Gram positif kecuali basil-basil Doderlein yang terdapat dalam
vagina. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali
sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 2 %, bedak kocok ataupun bedak.
Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari
selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 2 % atau bedak kocok. Jika
menggunakan bedak, maka cukup ditaburkan 2 kali sehari selama 2 4 minggu

15

b. Klotrimazol
Derivat imidazol ini memiliki spektrum fungistatis yang relatif lebih sempit
daripada mikonazol. Pada konsentrasi tinggi, zat ini juga berdaya bakteriostatis
terhadap kuman Gram positif. Penderita tinea pedis dan tinea korporis dewasa
diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 1 % atau
solusio, sedangkan pada anak-anak tidak tersedia. Penderita tinea kruris dewasa dan
anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1
%, solusio ataupun bedak kocok
c. Ketokonazol
Ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral
(1981). Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi
patogen. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau
4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris
dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 2 4
minggu dalam bentuk krim 2 %. Penderita tinea korporis dewasa dan anak-anak
dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 2 %
d. Ekonazol
Ekonazol adalah derivat mikonazol, tetapi satu dari empat atom klor diganti oleh
atom H. Spektrum kerjanya lebih kurang sama, hanya lebih aktif terhadap
Aspergillus. Obat ini efektif untuk infeksi kutaneus. Titik tangkapnya berhubungan
dengan metabolisme sintesis RNA dan protein, mengganggu permeabilitas dinding
sel jamur sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea pedis dewasa
dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 4 minggu dalam
bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2
kali atau 4 kali sehari dalam bentuk krim 1 %.
e. Oksikonazol
Oksikonazol merupakan obat jamur yang memiliki spetrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kematian sel jamur.
Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama
2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak

16

dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 % atau
bedak kocok.
f. Sulkonazol
Sulkonazol merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran
komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea kruris
dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4
minggu dalam bentuk krim 1 % atau solusio.
g. Sertakonazol
Bentuk krim sertakonazol nitrat merupakan antijamur yang aktif melawan
Trichophyton

rubrum,

Trichophyton

mentagrophytes

dan

Epidermophyton

floccosum. Diindikasikan untuk tinea pedis dengan dioleskan 2 kali sehari baik
dewasa maupun anak-anak (> 12 tahun).
h. Bifonazol
Bifonazol merupakan derivat imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa jenis
jamur dan ragi yang patogen terhadap manusia serta terhadap beberapa kuman
Gram positif. Bifonazol bermanfaat pada pengobatan tinea unguium dalam bentuk
losio atau krim yang dikombinasikan bersama urea 40%.
6. Golongan lainnya
a. Siklopiroks
Senyawa hidroksipiridon ini berspektrum luas. Senyawa ini berkhasiat fungisid
terhadap Candida albican dan Trichophyton rubrum, fungistatis terhadap Malassezia
furfur (panu), lagi pula bekerja bakteriostatis lemah. Walaupun struktur kimianya
berbeda dengan zat-zat imidazol, tetapi mekanisme kerjanya diperkirakan sama,
yaitu terhadap membran plasma sel jamur. Mungkin juga mekanisme kerjanya
berdasarkan perintah transpor dari asam-asam amino dan ion-ion melalui membran
sel. Daya kerjanya diperkuat bila dibuat ester oalmin. Siklopiroks khusus digunakan
secara dermal. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 10 tahun) dioleskan
sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim 1 %, jika tidak ada perbaikan setelah 4
minggu maka perlu dievaluasi lagi. Hal tersebut juga berlaku pada penderita tinea
kruris dan tinea kapitis. Solusio siklopiroks telah dilaporkan dapat berpenetrasi

17

melalui semua lapisan kuku pada kasus tinea unguium namun memiliki efikasi yang
rendah sehingga perlu kombinasi dengan obat antijamur oral.
b. Tolnaftat
Tonaftat termasuk golongan tiokarbonat dan merupakan antijamur yang sangat
efektif terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum orbiculare tetapi tidak
terhadap Candida. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat epoksidasi
skualen pada membran sel jamur. Biasanya digunakan 2 kali sehari selama 2 4
minggu dan dilanjutkan 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Penderita tinea kruris
dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali sehari. Tersedia dalam bentuk
krim 1 %, solusio dan bedak. Tolnaftat dapat diindikasikan pada pengobatan topikal
untuk tinea korporis dan tinea unguium. Contoh nama merk dagang obat tolnaftat
adalah tinactin.
c. Haloprogin
Haloprogin berkhasiat

fungisid

terhadap

Epidermophyton,

Pityrosporum,

Trichophyton dan Candida. Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan timbulnya


gatal-gatal, perasaan terbakar dan iritasi kulit. Penderita tinea kruris dewasa dan
anak-anak dioleskan sebanyak 3 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 % dan
solusio. Biasanya digunakan dalam waktu 2 4 minggu.
Pengobatan pada tinea unguium sangat memerlukan kombinasi dengan obat
antijamur oral terutama generasi baru seperti itrakonazol dan terbinafin, karena jika
hanya mengandalkan obat topikal saja maka daya penetrasi terhadap kuku sangat
terbatas sehingga tidak efektif. Pengobatan tinea manus pada prinsipnya sama
dengan pengobatan yang dilakukan pada tinea pedis.
Sistemik
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 34 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak
-

ada perbaikan.
Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat azol
yang juga fungistatik seperti ketokonazol 200 mg per hari selama 2-4
minggu pada pagi hari setelah makan, atauitrakonazol 100-200 mg/hari
18

selama 2-4 minggu atau 200 mg/hari selama 1 minggu, flukonazol 150 mg
-

1x/mgg selama 2-4 minggu, terbinafin 250 mg/hari selama 1-2 minggu.
Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti
greosulfin selama 2-3 minggu dosisnya 62,5 mg 250 mg sehari bergantung

pada berat badan.


Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Dan low-potency
kortikosteroid jangka pendek hanya pada keadaan tertentu (masih dalam
penelitian).6

II.10. PROGNOSIS
Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan
kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga.

DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja, U. Mikosis, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Editor : Djuanda A, Hamzah
M, Aisah S. Edisi Kelima. Cetakan ke-2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta;2008
2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Tinea korporis. Cetakan I. Hipokrates. Jakarta;2000
3. Budimulja, U. Prof. Mikosis Superfisialis.Tinea korporis. Jakarta;2001
4. Rushing ME. Tinea corporis.Online journal. 2012December14; available from;
http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=Article.htm
5. Cholis, M. Penatalaksanaan Tinea Glabrosa Dan Perkembangan Obat Antijamur baru.
Malang: Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Brawidjaja;2001
6. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit,Tinea korporis. Edisi 2. Jakarta:
EGC. Jakarta;2008

19

Anda mungkin juga menyukai