Anda di halaman 1dari 4

POLICY BRIEF

Pengembangan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) Untuk


Mengantisipasi Ancaman-ancaman Maritim Non-Tradisional di
Indonesia
Kepada: Kementrian Pertahanan Republik Indonesia
Dari
: Deden Habibi Ali Alfathimy
Tanggal : 18 Desember 2013
Statement of Issue: Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah 5,8 juta km
per segi dan panjang garis pantai 95.181 km, Indonesia menghadapi berbagai potensi ancaman,
baik itu ancaman-ancaman tradisional dari negara-negara lain, maupun ancaman-ancaman nontradisional. Lebih khusus lagi, kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa ancaman-ancaman
non-tradisional seperti terorisme/pembajakan, kejahatan transnasional, perusakan lingkungan,
ataupun imigrasi ilegal lebih nyata hadir. Di selat-selat Indonesia saja, serangan pembajakan
meningkat sebesar 440 persen pada periode 2009-2012. Indonesia sulit menghadapi ini
mengingat kapabilitas Indonesia yang minim, terutama dalam mengetahui kondisi waktu nyata di
wilayah perairan yang rawan. Usaha melalui kerjasama luar negeri, seperti secara internasional,
pada tahun 1982, PBB memprakarsai Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan
secara regional, ASEAN menciptakan Maritime Forum ASEAN dan Perjanjian Kerjasama
Regional tentang Pemberantasan Pembajakan dan Perampokan Bersenjata terhadap Kapal di
Asia (ReCAAP), belum mampu mengatasi permasalahan. Tindakan mandiri dari Pemerintah
akhirnya menjadi tumpuan yang tentunya diikuti dengan berbagai kelemahan yang masih
dimiliki.

Armada TNI Angkatan Udara & Angkatan Laut Indonesia Belum Memadai. Hingga
habis masa pemerintahan Presiden SBY pada 2014, ditargetkan modernisasi sudah
menjangkau sedikitnya 30% kebutuhan minimum TNI. Hal ini masih jauh dari cukup
untuk menjaga secara utuh seluruh kawasan perairan Indonesia.
Kurangnya penguasaan kondisi waktu-nyata (realtime) di kawasan-kawasan
perairan yang rawan Penguasaan teknologi ISR (Intelligence, Surveillance,
Reconnaissance) Indonesia masing sangat minim. Teknologi satelit untuk pertahanan
Indonesia belum tercapai. Kita memiliki satelit buatan LAPAN (Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional) bernama LAPAN-Tubsat, namun belum memiliki kapasitas
sebagai satelit militer. Hal ini dikarenakan biaya pengembangan, peluncuran, hingga
pengelolaan yang sangat besar dan belum dikuasai dengan sempurna. Meski begitu,
sudah ada penguasaan teknologi alternatif yang potensial, yakni UAV (Unmanned Aerial
Vehicle), namun belum menyentuh kekuatan industri.
1

Kurangnya maritime domain awareness masyarakat. Perhatian masyarakat sipil sangat


dibutuhkan karena bangsa Indonesia sekarang tidak lagi memiliki budaya bahari.
Sehingga, Pemerintah perlu membangun kembali upaya penyadaran. Upaya ini harus
sampai pada penyadaran efektif terhadap segala sesuatu yang menyangkut lingkungan
maritim merupakan hal vital bagi keamanan, keselamatan, ekonomi dan lingkungan
hidup bangsa Indonesia.

Saling tumpang tindihnya pengelolaan perairan oleh berbagai lembaga. Indonesia


memiliki banyak lembaga yang bertanggung jawab di perairan laut dan masingmasingnya memiliki landasan hukum yang sama-sama kuat. Mereka adalah TNI AL,
POLRI, PPNS BEA CUKAI, PPNS HUBLA, PPNS DKP, PPNS IMIGRASI, PPNS LN,
PPNS PKA/HUTAN, PPNS DEPHUB, PPNS KES, dan PPNS SDM. Jumlah yang
banyak ini sangat membingungkan dalam menanggulangi berbagai ancaman di perairan
laut Indonesia.

Policy Options
Menambah aramada tradisional TNI, terutama Angkatan Udara dan Angkatan Laut, untuk
menjaga keamanan di seluruh perairan Indonesia. Penekanan pada penambahan unsur
alat utama sistem pertahanan ini bisa mengantisipasi secara strategis dan taktis dan juga
sebagai proyeksi kekuatan nasional.
o Advantages: Penggunaan kekuatan militer dalam menjaga wilayah perairan
Indonesia bisa menangkis ancaman-ancaman non-tradisional dengan taktis,
sekaligus mampu menahan ancaman-ancaman tradisional dari negara-negara lain,
terutama negara-negara tetangga.
o

Disadvantages: Penghabisan anggaran yang sangat besar dibandingkan dengan


kebutuhan-kebutuhan nasional lainnya. Di sisi lain, keamanan maritim harus tetap
terjaga dengan maksimal secara terus menerus sehingga pengeluaran menjadi
terus membengkak. Pendekatan ini juga bisa meningkatkan persepsi ancaman dari
negara-negara tetangga.

Merampingkan jumlah lembaga dan otoritas yang mengelola wilayah perairan Republik
Indonesia menjadi sebuah lembaga pengelola laut Bakorkamla.
o

Advantages: Mengurangi jumlah birokrasi sehingga meningkatkan efisiensi kerja


dan mengurangi ketumpangtindihan. Sentralisasi pengelolaan laut akan
memudahkan masyarakat dalam memberdayakan potensi kelautan untuk
keperluan sipil yang aman.

Disadvantages: Sentralisasi pengelolaan laut sangat rentan dari berbagai aspek,


terutama politik, di mana pengelolaan justru menjadi salah satu sarana untuk
kepentingan-kepentingan tertentu selain kepentingan nasional itu sendiri.s
2

Pengembangan teknologi-teknologi strategis dan efisien yang bisa diaplikasikan dengan


mudah dan murah. Salah satunya adalah teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV).
Teknologi ini berupa pesawat kecil yang mampu terbang dalam jarak yang cukup jauh
dan cocok untuk kegiatan pemantauan.
o

Advantages: Murah dan bisa diaplikasikan dalam jangka waktu pendek.


Teknologi ini juga merupakan teknologi yang baru dan bisa diaplikasikan di
seluruh pulau di Indonesia yang jarang memiliki infrastruktur landasan pesawatpesawat terbang besar.

Disadvantages: Risiko industri yang belum mendukung di Indonesia.

Policy Recommendation:
Pemanfaatan teknologi murah dan strategis berupa UAV merupakan salah satu solusi yang bisa
diaplikasikan dalam jangka waktu dekat. Teknologi ini mampu digunakan untuk keperluankeperluan militer dan sipil. Meskipun begitu, penggunaan sipil dari UAV lebih layak
dibandingkan dengan pengadaan alat-alat utama sistem senjata tradisional bagi TNI Angkatan
Udara dan Angkatan Laut. UAV bisa menjadi penyedia informasi dan komunikasi realtime di
perairan-perairan rawan dan juga informasi-informasi tambahan eksplorasi potensi kekayaan
laut. Selain keamanan, maritime domain awareness masyarakat pun bisa meningkat dengan
adanya informasi-informasi tambahan. Peluang ini diperkuat dengan sudah adanya penguasaan
teknologi UAV ini oleh berbagai lembaga penelitian nasional seperti LAPAN, BPPT, dan juga
LIPI. Kemampuan industri yang bisa dikondisikan antara lain PT. DI, PT. PINDAD, maupun PT.
PAL.
Sources:
Al Madihidj, Syafiq (2013) Indonesia to avoid reliance on maritime security regime Jakarta
Post (16 juni 2013) < http://www.thejakartapost.com/news/2013/06/16/indonesia-avoidreliance-maritime-security-regime.html>.
Buzan, B., Waever, O., Wilde, J.D. (1998). Security: A New Framework of Analysis. London:
Lynne Rienner Publisher.
Kementrian Pertahanan (2008) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008.
Safitri, Dewi (2013) Alusista progresif TNI butuh satu dekade lagi BBC Indonesia (15 Juli
2013)
<
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/07/130614_indonesiandefenceprogr
essif.shtml>.
STRATEGI MARITIM: Jalan Menuju Jaya, Indonesia Maritime Institue (18 April 2013) <
http://indomaritimeinstitute.org/2012/04/strategi-maritim-jalan-menuju-jaya/>.
Sumakul, Willy F. (2011) FENOMENA BARU ANCAMAN TERHADAP KEAMANAN
MARITIM Blog (7 Juli 2011) <http://www.fkpmaritim.org/fenomena-baru-ancamanterhadap-keamanan-maritim/>.
3

LAPAN http://www.lapan.go.id.

Anda mungkin juga menyukai