Anda di halaman 1dari 54

Modul Diklatpim Tk.

III

Hukum Administrasi Negara

Bahan Ajar Diklatpim Tk. III

Hak Cipta Pada : Lembaga Administrasi Negara


Edisi Tahun 2008

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10, Jakarta, 10110
Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800187

Hukum Administrasi Negara (HAN)


Jakarta - LAN - 2007
xxx hlm : 15 x 21 cm

ISBN : xxx-xxxx-xx-x
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
Jakarta, 2008

ii

Modul Diklatpim Tk. III

Hukum Administrasi Negara

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


REPUBLIK INDONESIA
Hak Cipta Pada : Lembaga Administrasi Negara
Cetakan Kedua, Desember 2007

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10, Jakarta, 10110
Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800187

Hukum Administrasi Negara


Jakarta - LAN - 2007
xxx hlm : 15 x 21 cm

ISBN : 979-8619-63-3

KATA PENGANTAR
Abad 21 menghadapkan keadaan, permasalahan, dan tantangan yang
berbeda dengan yang dihadapi dalam kurun waktu sebelumnya.
Perkembangan lingkungan stratejik nasional dan internasional yang kita
hadapi dewasa ini dan di masa datang di Abad 21 mensyaratkan
perubahan paradigma kepemerintahan, pembaruan sistem kelembagaan, dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa dan dalam
hubungan antar bangsa yang mengacu pada terselenggaranya
kepemerintahan yang baik (good governance). Sehubungan dengan
itu, Pemerintah Indonesia telah melakukan perubahan-perubahan
mendasar di bidang kelembaga an pemerintahan dan kepegawaian negeri
sipil yang juga meliputi standar kompetensinya, seperti antara lain
tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999, dan UU No. 43 Tahun 1999
dengan berbagai aturan pelaksanaannya khususnya PP No. 101 Tahun
2000 tentang Diklat Jabatan PNS.
Sejalan dengan itu, Lembaga Administrasi Negara, Republik Indonesia
(LAN-RI) menjawab tuntutan per-ubahan kelembagaan dan peningkatan
kompetensi aparatur tersebut dengan melakukan pembaruan Kebijakan
Penyeleng-garaan Pendidikan dan Pelatihan PNS yang bersasaran
ganda, yang terkait dan saling menunjang. Pertama, pengembangan
Sistem Penyelenggaraan Diklat yang ter-desentralisasi, dan kedua,
pengembangan Program Kurikuler yang mengacu pada standar
kompetensi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara dan pem-bangunan bangsa.
Agar Program Diklat yang sama jenis dan tingkat- nya menghasilkan
keluaran yang sama pula kompetensinya, walaupun diselenggarakan oleh
Lembaga Diklat yang berbeda, maka dilakukan standarisasi program
kurikulum pendidikan dan pelatihan yang mengacu pada standar

Modul Diklatpim Tk. III

Hukum Administrasi Negara

kompetensi jabatan PNS. Adanya program kurikuler yang mengacu pada


standar kompetensi tersebut merupakan kunci bagi pencapaian standar
kompetensi yang ditetapkan dan mantapnya pelaksanaan desentrarisasi
penyelenggaraan Diklat PNS, sekaligus menanamkan semangat
kebersamaan dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Hal tersebut berlaku untuk setiap jenis dan jenjang Diklat Aparatur,
termasuk Program Diklat Kepemimpinan. Program Kurikuler Diklat
Kepemimpinan dikembangkan dengan mengacu pada standar kompetensi jenjang jabatan kepemimpinan PNS, dan meliputi empat bidang
kajian, dan setiap bidang kajian terdiri dari sejumlah mata pendidikan
dan pelatihan (mata Diklat). Untuk setiap mata Diklat dalam Program
Kurikulum Diklat Kepemimpinan Tingkat III dikembangkan bahan ajar
yang menjabarkan materi mata Diklat bersangkutan.
Keempat bidang kajian dalam Program Diklat Kepemimpinan Tingkat
III terdiri (1) Kajian Sikap Dan Perilaku, (2) Kajian Manajemen Publik,
(3) Kajian Pem-bangunan, dan (4) Aktualisasi. Deskripsi mengenai
keempat bidang kajian, keseluruhan mata pendidikan dan pelatihan untuk
tiap bidang kajian dan ringkasan materi untuk tiap mata Diklat telah
dituangkan dalam Keputusan Kepala LAN No : 540/X111/10/6/2001
tentang Pedoman Penyeleng-garaan Pendidikan Dan Pelatihan
Kepemimpinan Tingkat III.
Buku Hukum Administrasi Negara ini merupakan salah satu dari
sejumlah bahan ajar bagi mata Diklat dalam kurikulum Program Diklat
Kepemimpinan Tingkat III dalam bidang kajian Manajemen Publik.
Bahan ajar ini disusun sebagai media untuk membangun sebagian dari
kompetensi kepemimpinan yang dipersyaratkan bagi Pejabat Pimpinan
PNS Eselon III. Muatan bahan ajar ini hanya pokok--pokok materi yang
penting dan inti saja; perluasan dan pendalam annya diharapkan dapat
dilakukan oleh Widyaiswara dalam agenda dan proses pembelajaran
bersama para peserta Diklat.
Penerbitan bahan ajar ini merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab yang dipercaya-kan pemerintah kepada LAN dalam
pembinaan Diklat PNS. Dengan penerbitan bahan ajar ini, maka kinerja
setiap penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III yang
dilaksanakan secara terdesentralisasi itu diharapkan di samping dapat
mencapai standar kompetensi yang ditetap-kan, juga dapat lebih
memantapkan semangat kebersamaan dan pengabdian PNS sebagai

iii

perekat persatuan dan kesatuan bangsa, negara, dan tanah air, dan lebih
meningkat kan komitmen PNS sebagai pengemban amanat perjuangan
bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan ber-negara sebagai-mana
diungkapkan para founding fathers negara bangsa ini dalam Pembukaan
UUD 1945.
Kami sadari bahwa masih banyak yang harus diper-baiki agar buku ini
dapat memenuhi kebutuhan pembaca, khususnya para Widyaiswara dan
Peserta Diklat. Sebab itu kritik, tanggapan, dan saran-saran
penyempurnaannya lebih lanjut sangat kami harapkan dari pembaca

yang budiman.

Kepada Penulis Saudara Sugiyanto, SH, MPA. dan


Bambang Giyanto, SH, M.Pd, serta tim fasilitator dari
Universitas Terbuka, yang telah memberikan bantuan dan
kerjasamanya dalam penulisan bahan ajar ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menerima pengabdian
yang kita lakukan bagi kemajuan negara, bangsa, dan tanah
air ini, dan bagi terwujudnya cita-cita dan tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini, sebagai bagian dari
ibadah kita kepada-Nya.

Jakarta, Desember 2007


Kepala
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA,

SUNARNO

iv

Modul Diklatpim Tk. III

Hukum Administrasi Negara

C. Latihan .....................................................
D. Rangkuman...............................................

DAFTAR ISI
Lembar Hak Cipta. .............................................................
Kata Pengantar. ...................................................................
Daftar Isi. ..............................................................................
Bab I
Pendahuluan......................................................
A. Latar Belakang..........................................
B. Deskripsi Singkat.......................................
C. Hasil Belajar..................................................
D. Indikator Hasil Belajar..............................
E. Materi Pokok.............................................
F. Manfaat ....................................................
Bab II

Pengertian Hukum dan Negara Hukum. ..........


A. Pengertian Hukum...................................
B. Pengertian Negara Hukum. ....................
C. Latihan .....................................................
D. Rangkuman...............................................

Bab III

Indonesia Sebagai Negara Hukum. ..................


A. Indonesia Sebagai Negara Hukum. ........
B. Sumber-Sumber Hukum...........................
C. Latihan .....................................................
D. Rangkuman...............................................

Bab IV

Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi


Negara. ..............................................................
A. Pengertian HTN dan HAN. .....................
B. Perbedaan HAN dan HTN.......................
C. Hubungan HAN dengan HTN. ...............
D. Latihan .....................................................
E. Rangkuman...............................................

Bab V

Kedudukan HAN dalam Sistem Hukum


Nasional, Hakekat dan Cakupan HAN.................
A. Kedudukan HAN dalam Sistem Hukum
Nasional. ......................................................
B. Hakekat dan Cakupan HAN. ....................

Bab VI

Perbuatan Pemerintah. ........................................


A. Jenis-Jenis Perbuatan Pemerintah...............
B. Perbuatan Pemerintah Yang Bersifat Hukum
Publik..............................................
C. Perbuatan Pemerintah Yang Bersifat Hukum
Privat..............................................
D. Freies Ermessen atau Diskresi.....................
E. Latihan .....................................................
F. Rangkuman...............................................

Bab VII Pengawasan Administratif dan Pengawasan


Yuridis Terhadap Pemerintah. .............................
A. Pemerintah Sebagai Obyek Pengawasan...
B. Sengketa Hukum Administrasi Negara.....
C. Latihan .....................................................
D. Rangkuman...............................................
Bab VIII Peradilan Tata Usaha Negara. ...............................
A. Landasan Terbentuknya PTUN. ................
B. Beberapa Pengertian Dalam UU No. 5 Tahun
1986..................................................
C. Kedudukan, Susunan dan Wewenang PTUN/
Peradilan Administrasi Negara..........................
D. Upaya Hukum. ...........................................
E. Upaya Administratif. ..................................
F. Bidang-Bidang Yang Sering/Merupakan Sumber
Sengketa TUN. ...............................................
G. Latihan .....................................................
H. Rangkuman...............................................
Bab IX

Penutup. ................................................................
A. Simpulan. .....................................................
B. Tindak Lanjut ..............................................

Daftar Pustaka. ....................................................................


Tim Penulis. ..........................................................................

Modul Diklatpim Tk. III

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa Pegawai Negeri adalah
setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi
tugas dalam jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tegasnya, Pegawai Negeri merupakan sumber daya manusia
pelaksana penyelenggaraan pemerintahan negara yang tugasnya
berkecimpung dalam lembaga-lembaga pemerintahan dan lembagalembaga negara.
Lebih lanjut dalam UU Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa
Pegawai Negeri terdiri atas (1) Pegawai Negeri Sipil; (2) Anggota
Tentara Nasional Indonesia; dan (3) Anggota Kepolisian Republik
Indonesia. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan
masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern,
demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi diperlukan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang memiliki kompetensi dan profesionalisme.
PNS sebagai unsur Aparatur Pemerintah dituntut harus mampu
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara

Hukum Administrasi Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan penuh ketaatan


kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
PNS sebagai Aparatur Pemerintahan bertugas memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan
merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan
pembangunan. Sehubungan dengan tugas yang diembannya tersebut
maka setiap PNS mempunyai kewajiban untuk (1) setia dan taat
kepada Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara dan pemerintahan serta wajib menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dalam NKRI; (2) mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas
kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian,
kesadaran dan tanggung jawab; (3) menyimpan rahasia jabatan;
(4) mengangkat sumpah/janji PNS; (5) mengangkat sumpah/janji
jabatan negeri; (6) mentaati kewajiban serta menjauhkan diri dari
larangan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, maka PNS
dipandang perlu diberikan pemahaman tentang Hukum Administrasi
Negara, karena Hukum Administrasi Negara akan memberikan
batasan kewenangan, proses dan prosedur yang boleh dilakukan
oleh seorang PNS dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut,
serta memberikan acuan di dalam penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik. Selain itu dalam rangka memberikan
perlindungan kepada warga Negara, Hukum Administrasi Negara
juga memberikan kesempatan kepada setiap warga Negara untuk
mengajukan gugatan kepada Peradilan Tata Usaha Negara apabila
dirugikan oleh Pejabat Administrasi Negara sebagai akibat
keputusan atau kebijakan yang telah ditetapkan.

Modul Diklatpim Tk. III

B. Deskripsi Singkat
Hukum itu adalah himpunan atau seperangkat peraturan-peraturan
yang isinya berupa perintah-perintah dan larangan-larangan yang
bertujuan untuk menciptakan ketertiban atau keteraturan dalam
suatu masyarakat, oleh karena itu apabila dilanggar akan dikenakan
sanksi.
Negara Indonesia sebagai Negara hukum, tentunya setiap perbuatan
atau tindakan pemerintah harus didasarkan kepada hukum. Hukum
disini adalah hukum yang baik dan adil, hukum yang baik dan adil
adalah hukum yang dibuat berdasar proses dan prosedur yang benar
serta taat terhadap tata urutan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, selain itu hukum dibuat semata-mata bertujuan untuk
mewujudkan kemakmuran dan keadilan masyarakat sebagaimana
diamanatkan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
PNS sebagai aparatur pemerintahan yang mempunyai tugas sebagai
pelayan masyarakat di dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak
boleh terlepas dari hukum, karena Hukum Administrasi Negara telah
memberikan batasan kewenangan kepada Pegawai Negeri Sipil
atau disebut juga sebagai Pejabat Administrasi Negara di dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, oleh karena itu apabila PNS di
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sewenang-wenang
maka akan muncul gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara dari
pihak-pihak atau masyarakat yang dirugikan sebagai akibat
Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan atau
diputuskan. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Hukum Administrasi Negara

Tugas PNS adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, oleh


karena itu PNS selalu menjadi obyek pengawasan di dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, oleh karena itu agar PNS di
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak selalu menjadi obyek
pengawasan, maka dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus
selalu mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta asas asas umum penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik, dengan demikian maka akan terwujud kepemerintahan
yang baik atau good governance.

C. Hasil Belajar
Hasil belajar pada modul Hukum Administrasi Negara ini adalah
peserta diharapkan mampu menjelaskan pengertian, obyek dan
cakupan hukum administrasi Negara serta keterkaitannya dengan
fungsi aparatur pemerintah di dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan.

D. Indikator Hasil Belajar


Indikator-indikator hasil belajar adalah :
1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian hukum,
negara hukum dan unsur-unsur negara hukum;
2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan Indonesia sebagai
negara hukum dan sumber-sumber hukum;
3. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian hukum
tata negara dan hukum administrasi negara;
4. Peserta mampu memahami dan menjelaskan hubungan hukum
tata negara dengan hukum administrasi negara;

Modul Diklatpim Tk. III

5. Peserta mampu memahami dan menjelaskan peranan hukum


administrasi bagi aparatur pemerintah di dalam penyelenggaran
pemerintahan dan pembangunan;
6. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian dan jenis
perbuatan pemerintah;
7. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian dan
peran Peradilan Tata Usaha Negara;
8. Peserta mampu memahami dan menjelaskan asas-asas umum
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.

E. Materi Pokok
1. Pengertian Hukum dan Negara Hukum;
2. Indonesia sebagai negara Hukum;
3. Pengertian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara;
4. Kedudukan Hukum Administrasi Negara dalam Sistem Hukum
Nasional, Hakekat dan Cakupan Hukum Administrasi Negara;
5. Perbuatan Pemerintah;
6. Pengawasan Administratif dan Pengawasan Yuridis terhadap
Pemerintah;
7. Peradilan Tata Usaha Negara.

F. Manfaat
PNS adalah merupakan aparatur pemerintahan yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu manfaat

Hukum Administrasi Negara

yang diperoleh dari diberikan materi Hukum Administrasi Negara


adalah :
1. memahami akan tugas dan fungsinya sebagai pelayanan
masyarakat;
2. memahami proses dan prosedur dan batasan kewenangan yang
diembannya di dalam pelaksanan tugas dan fungsinya;
3. berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;
4. memahami dan menerapkan asas-asas umum penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik;
5. memahami resiko yang akan timbul apabila di dalam pelaksanan
tugas dan fungsinya menyimpang dari peraturan perundangundangan yang berlaku.

Modul Diklatpim Tk. III

3. J.C.T Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH


dalam bukunya yang berjudul Pelajaran Hukum Indonesia
telah diberikan definisi hukum seperti berikut: Hukum itu ialah
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat
oleh Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya
tindakan, yaitu dengan hukum tertentu.3)

BAB II
PENGERTIAN HUKUM DAN
NEGARA HUKUM

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu


menjelaskan pengertian Hukum dan Negara Hukum

4. H.M Tirtaatmidjaja, SH dalam buku yang berjudul Pokok pokok Hukum Perniagaan, ditegaskan bahwa Hukum ialah
semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti
mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan
membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan
kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.4)

A. Pengertian Hukum
Sebelum membahas apa itu yang dimaksud dengan Hukum
Administrasi Negara (HAN), terlebih dahulu akan diuraikan
beberapa pengertian hukum yang dikemukakan oleh para sarjana
hukum, yaitu :

5. Prof. Prajudi Atmosudirdjo, mengemukakan bahwa hukum


adalah merupakan aturan tentang sikap dan tingkah laku orangorang yang menjadi keyakinan bersama dari sebagian warga
masyarakat, bahwa aturan-aturan itulah yang wajib dijunjung
tinggi bersama, sehingga bilamana terjadi pelanggaran terhadap
aturan-aturan tingkah laku tersebut oleh seorang warga
masyarakat, maka pelanggaran tersebut akan ditindak oleh
petugas yang diangkat dan ditunjuk oleh masyarakat tersebut.5)

1. Utrech memberikan batasan Hukum adalah sebagai berikut:


Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintahperintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu
masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.1)
2. S.M. Amin dalam bukunya yang berjudul Bertamasya ke Alam
Hukum, hukum dirumuskan sebagai berikut: Kumpulankumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksisanksi itu disebut hukum, dan tujuan hukum adalah mengadakan
ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan
ketertiban terpelihara.2)
1)

C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1986, h. 38,

2)

Ibid.

Hukum Administrasi Negara

Adapun unsur-unsur hukum adalah :


1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan
masyarakat;
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
3)

Ibid

4)

Ibid.

5)

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, h. 36

Modul Diklatpim Tk. III

3. Peraturan itu bersifat memaksa;


4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Sedangkan ciri-ciri hukum adalah:
1. Adanya perintah dan/atau larangan;
2. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi dan ditaati setiap
orang;
3. Dibuat oleh badan-badan resmi.

B. Pengertian Negara Hukum


Sejarah pemikiran tentang negara hukum ini nampaknya sejalan
dengan sejarah perkembangan manusia untuk menghapus sistem
pemerintahan absolut. Seperti diketahui, kerajaan-kerajaan di jaman
dahulu sampai pada awal modern, pada umumnya diselenggarakan
oleh para penguasa secara absolut. Bentuk negara seperti ini bertahan
terus sampai beberapa abad yang lalu dan baru mulai tergeser setelah
konsep negara hukum formal muncul dan hak-hak asasi manusia
mulai dilindungi.
Konsep negara hukum telah menjadi suatu masalah yang menarik
dan banyak disoroti oleh berbagai ahli guna dibahas dalam diskusidiskusi. Persoalan ini pada dasarnya telah lama dijadikan bahan
perbincangan, sebab sejak dahulu kala orang telah mencari arti
negara hukum, diantaranya Plato dan Aristoteles.
1. Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik
ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik.6)

6)

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.2

10

Hukum Administrasi Negara

2. Aristoteles mengemukakan bahwa ide negara hukum yang


dikaitkan denga arti negara yang dalam perumusannya masih
terkait kepada polis. Bagi Aristoteles yang memerintahkan
negara adalah bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil,
dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum.
Manusia perlu dididik menjadi warga negara yang baik, yang
bersusila, yang akhirnya akan menjelmakan manusia yang
bersikap adil. Apabila keadaan semacam ini telah terwujud, maka
terciptalah suatu negara hukum.7)
3. Hugo Krabbe berpendapat bahwa negara seharusnya negara
hukum (rechtsstaat) dan setiap tindakan negara harus
didasarkan pada hukum atau harus dapat dipertanggung
jawabkan pada hukum.8)
4. Menurut HR Ridwan ada tiga unsur pemerintahan yang
berkonstitusi yaitu pertama, pemerintah dilaksanakan untuk
kepentingan umum; kedua pemerintahan dilaksanakan menurut
hukum yang berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum
yang dibuat secara sewenang-wenang; ketiga, pemerintahan yang
dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan merupakan paksaantekanan yang dilaksanakan oleh pemerintahan despotik.9)

C. Unsur-Unsur Negara Hukum


Salah seorang ahli yang cukup berjasa dalam mengemukakan
konsepsinya mengenai Negara hukum adalah F.J Stahl, seorang
sarjana dari Jerman. Menurut beliau :Negara harus menjadi Negara
hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga menjadi daya
7)
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim dalam Donald A. Rumokoy, Perkembangan Tipe
Negara Hukum dan peranan Hukum Administrasi Negara Di dalamnya, Dimensi-Dimensi
pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2001, hlm.1
8)
Ibid.
9)
Ibid.

Modul Diklatpim Tk. III

11

pendorong perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus


menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas
kegiatannya sebagaimana lingkungan (suasana) kebebasan warga
Negara menurut hukum itu dan harus menjamin suasana kebebasan
itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau
memaksakan gagasan akhlak dari segi Negara, juga secara langsung
tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum.
Konsep Negara hukum muncul secara eksplisit pada abad ke 19 yaitu
dengan munculnya konsep rechtsstaats dari Freidrich Julius Stahl.
Menurut Julius Stahl, unsur-unsur-unsur Negara hukum adalah:
1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (grondrechten);
2. Adanya pembagian kekuasaan (scheiding van machten);
3. Pemerintahan haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum
(wet matigheid van het bestuur);
4. Adanya peradilan administrasi (administrasi rechspraak).
Kalau di Eropa Kontinental berkembang konsep Negara hukum
(Rechtsstaat), maka di Inggris berkembang konsep yang dinamakan
Rule of Law. Rule of Law tidak menjadi amat populer oleh uraian
A.V Dicey dalam bukunya yang berjudul Law and the
Constitution (1952). Dalam buku tersebut beliau mengatakan
bahwa unsur-unsur Rule of Law mencakup:
1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of law); tidak
adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary
power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau
melanggar hukum;
2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality
before the law), dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun
pejabat;

12

Hukum Administrasi Negara

3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh Undang-Undang Dasar serta


keputusan sewenang-wenang Pengadilan.
International Commision of Jurists, yang merupakan suatu
organisasi ahli hukum internasional dalam konferensinya di Bangkok
tahun 1965 sangat memperluas konsep Rule of Law dan
menekankan apa yang dinamakan the dynamic aspects of the
Rule of Law the modern age. Dikemukakan bahwa syarat-syarat
dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah
Rule of Law ialah:
1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain
dari menjamin hak-hak individu, harus menentukan juga cara
prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin;
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent
and impartial tribunals);
3. Pemilihan Umum yang bebas;
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6. Pendidikan kewarganegaraan.
Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih, menyatakan bahwa ciriciri khas bagi suatu Negara hukum adalah adanya:
1. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia;
2. Peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau
kekuatan lain dan tidak memihak;
3. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.

Modul Diklatpim Tk. III

13

Dalam perkembangannya konsepsi negara hukum tersebut kemudian


mengalami penyempurnaan, yang secara umum dapat dilihat
diantaranya 10):
1. Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan
rakyat;
2. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan;
3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);
4. Adanya pembagian kekuasaan;
5. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke
controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan
tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah
pengaruh eksekutif;
6. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau
warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan
pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah;
7. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian
yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran
warga negara.

14

Hukum Administrasi Negara

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan negara hukum?


4. Jelaskan apa yang melatarbelakangi muncul negara hukum?
5. Sebutkan unsur-unsur daru negara hukum?

E. Rangkuman
Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat
yang dibuat oleh Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran
mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya
tindakan, yaitu dengan hukum tertentu.
Dengan memperhatikan pengertian hukum sebagaimana telah
diuraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa unsur-unsur hukum
adalah:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan
masyarakat;
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
3. Peraturan itu bersifat memaksa;
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Sedangkan ciri-ciri hukum adalah:

D. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini.

1. Adanya perintah dan/atau larangan;

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum?

2. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi dan ditaati setiap


orang;

2. Sebutkan unsur-unsur hukum?

3. Dibuat oleh badan-badan resmi.

10)

Ridwan HR, Loc. Cit.

Sedangkan ide adanya negara hukum adalah dalam rangka


memberikan batasan kewenangan yang dilaksanakan oleh penguasa
pada saat berkuasa. Adapun pengertian dari negara hukum adalah

Modul Diklatpim Tk. III

15

suatu negara di mana segala tindakan atau perbuatan penyelenggara


negara atau pemerintah harus didasarkan kepada hukum.
Sebagai negara hukum, maka negara di dalam menjalankan
kekuasaannya harus memperhatikan unsur-unsur dari negara
hukum, yaitu:
1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (grondrechten);
2. Adanya pembagian kekuasaan (scheiding van machten);

Hukum Administrasi Negara

BAB III
INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu


menjelaskan pengertian Indonesia sebagai negara hukum.

3. Pemerintahan haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum


(wet matigheid van het bestuur);
4. Adanya peradilan administrasi (administrasi rechspraak).

A. Indonesia sebagai Negara Hukum


Berbagai pernyataan yang mencerminkan Indonesia sebagai negara
hukum antara lain:
1. UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (setelah
diamandemen) pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa Negara
Indonesia adalah negara hukum;
2. Bab X Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan segala warga Negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya;
3. Dalam sumpah/janji Presiden/Wakil Presiden, terdapat kata-kata
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan
segala Undang-Undang dan peraturannya dengan seluruslurusnya;
4. Pasal 28 ayat (5) Untuk penegakkan dan melindungi hak asasi
manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis,
maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan;

16

Modul Diklatpim Tk. III

17

18

3. Asas persekutuan hukum (rechtsgemeenschap).11)

5. Pasal 28 Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia


orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;

Asas monopoli paksa berarti, bahwa: monopoli penggunaan


kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk
membuat orang menaati apa yang menjadi keputusan penguasa
negara hanya berada di tangan pejabat penguasa negara yang
berwenang dan berwajib untuk itu. Jadi siapapun yang lain dari yang
berwenang/berwajib dilarang, artinya barang siapa melakukan
penggunaan kekuasaan negara dan menggunakan paksaan tanpa
wewenang sebagaimana dimaksud di atas disebut main hakim
sendiri.

6. Dalam penjelasan UUD 1945 yang sekarang sudah dihapus tentang


Sistem Pememerintahan Negara, tapi maknanya masih dapat dipakai
yaitu: Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum
(Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat),
dan Pemerintah berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar) tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas);
7. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan
Sebagai Negara yang mendasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus
senantiasa berdasarkan atas hukum.

Asas persetujuan Rakyat berarti, bahwa orang (warga masyarakat)


hanya wajib tunduk, dan dapat dipaksa untuk tunduk, kepada
peraturan yang dicipta secara sah dengan persetujuan langsung
(Undang-Undang formal) atau tidak langsung (legislasi delegatif,
peraturan atas kuasa Undang-Undang) dari DPR. Jadi bilamana
ada peraturan (misalnya: mengadakan pungutan pembayaran atau
sumbangan wajib) yang tidak diperintahkan atau dikuasakan oleh
Undang-Undang, maka peraturan itu tidak sah, dan Hakim
Pengadilan wajib membebaskan setiap orang yang dituntut oleh
karena tidak mau menaatinya, dan bilamana Pejabat memaksakan
peraturan tersebut, maka dia dapat di tuntut sebagai penyalahgunaan
kekuasaan negara, minimal digugat sebagai perkara perbuatan
penguasa yang melawan hukum.

Negara berdasarkan atas hukum ditandai oleh beberapa asas, antara


lain asas bahwa semua perbuatan atau tindakan pemerintahan atau
negara harus didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan
perundangan yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu
dilakukan. Campur tangan atas hak dan kebebasan seseorang atau
kelompok masyarakat hanya dapat dilakukan berdasarkan aturanaturan hukum tertentu. Asas ini lazim disebut asas legalitas
(legaliteitsbeginsel). Untuk memungkinkan kepastian perwujudan
asas legalitas ini, harus dibuat berbagai peraturan hukum antara
lain peraturan perundang-undangan. Selain salah satu asas yang
telah disebutkan di atas Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan bahwa
asas-asas pokok negara hukum ada tiga, yakni:

Asas persekutuan hukum berarti, bahwa: Rakyat dan penguasa


negara bersama-sama merupakan suatu persekutuan hukum
(rechtsgemeenschap, legal partnership), sehingga para Pejabat
Penguasa Negara di dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya,
serta di dalam menggunakan kekuasaan negara mereka tunduk
kepada hukum (sama dengan Rakyat/warga masyarakat). Berarti

1. Asas monopoli paksa (Zwangmonopoli);


2. Asas persetujuan rakyat;

Hukum Administrasi Negara

11)

Prajudi Atmosudirdjo, op. cit., h. 22

Modul Diklatpim Tk. III

19

20

Hukum Administrasi Negara

1. Pancasila;

baik para pejabat penguasa negara maupun para warga masyarakat


berada di bawah dan tunduk kepada hukum (Undang-Undang) yang
sama.

2. Undang-Undang Dasar 1945;


3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Negara berdasarkan atas hukum harus didasarkan atas hukum yang


baik dan adil. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis
yang didasarkan atas kehendak rakyat sesuai dengan kesadaran
hukum rakyat, sedangkan hukum yang adil adalah hukum yang
memenuhi maksud dan tujuan setiap hukum, yakni keadilan. Hukum
yang baik dan adil perlu di kedepankan, utamanya guna melegitimasi
kepentingan tertentu, baik kepentingan penguasa, kelompok maupun
rakyat. Hukum adakalanya dijadikan alasan legalitas untuk
melindungi kepentingan penguasa atau kelompok tertentu, sehingga
atas dasar legalitas tersebut kekuasaan dapat dilakukan secara
sewenang-wenang. Oleh karena itu suatu negara yang menyatakan
diri sebagai negara hukum dapat dengan mudah menjadi negara
yang diktator, karena walaupun negara tersebut berlaku hukum di
negara tersebut, namun hukum yang dibuat didasarkan kepada
kepentingan penguasa.

4. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti


Undang-Undang;
5. Peraturan Pemerintah;
6. Peraturan Presiden;
7. Peraturan Menteri dan Surat Keputusan Menteri;
8. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah;
9. Yurisprudensi;
10.Hukum Tidak tertulis;
11. Hukum Internasional;
12.Keputusan Tata Usaha Negara;
13.Doktrin12).

B. Sumber-sumber Hukum

1. Pancasila

Negara Indonesia telah menyatakan diri sebagai negara hukum oleh


karena itu segala perbuatan pemerintah atau penyelenggara Negara
harus berdasarkan kepada hukum yang berlaku.

Di dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber


Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundangan-undangan
adalah sebagai berikut: sumber hukum dasar nasional adalah
Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

Sehubungan dengan hal tersebut di dalam penyelenggaraan negara


Indonesia sebagai negara hukum yang dijadikan sebagai sumber
hukum administrasi negara sebagaimana dikemukakan oleh Philipus
M. Hadjon dkk dalam buku Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia adalah sebagai berikut:
12)

Philipus . Hadjon dkk, op. cit., h. 52-65

Modul Diklatpim Tk. III

21

Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia; dan Batang


Tubuh UUD 1945.
Pancasila dijadikan sebagai sumber hukum dasar nasional
disebabkan Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa,
kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita mengenai
kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan,
keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik
mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral
mengenai kehidupan keagamaan seluruh rakyat Indonesia.

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945
Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan manifestasi dari
konsep dan alam pikiran Bangsa Indonesia yang lazim disebut
dengan Hukum Dasar Tertulis. Undang-Undang Dasar 1945
sebagai Hukum Dasar Tertulis, hanya memuat dan mengatur
hal-hal yang prinsip dan garis-garis besar saja serta mengatur
hal-hal yang sangat mendasar tentang jaminan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban asasi manusia, susunan ketatanegaraan
(the structure of government) yang bersifat mendasar, serta
berbagai aturan yang mendasar dalam berbagai kehidupan.
Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 yang terdiri
dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan pasal demi pasal.
Batang tubuh terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal 4 Pasal Aturan Peralihan
dan 2 Ayat Aturan Tambahan (sebelum diamandemen), namun
setelah dimandemen sistematika UUD 1945 terdiri dari Pembukaan
dan Batang Tubuh, Batang Tubuh terdiri dari 16 Bab (21 Bab
termasuk satu Bab tentang penghapusan), 37 Pasal (73 pasal), 3
Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

22

Hukum Administrasi Negara

UUD 1945 tidak menegaskan mengenai kedudukan UUD 1945


dalam sistem hukum Indonesia. Baru pada tahun 1966 melalui
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 ditegaskan bahwa
UUD 1945 adalah peraturan perundang-undangan dan menempati
tata urutan tertinggi atas segala jenis peraturan perundangundangan. Walaupun UUD 1945 tidak menegaskan kedudukan
dan sifat hukum UUD 1945, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
UUD 1945 merupakan kaidah yang khusus. Hal ini tampak dari
kewenangan penetapan MPR dan tata cara perubahan yang
berbeda dengan peraturan perundang-undangan yang lain.
Kekhususan ini mencerminkan kedudukannya dalam sistem
hukum Indonesia, karena itu tidak bertentangan dengan semangat
UUD 1945, apabila Tap MPRS menempatkan UUD 1945 pada
urutan teratas dalam tata urutan peraturan perundang-undangan
Indonesia.
Di dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, UUD 1945
ditempatkan pada urutan teratas dalam sumber hukum dan tata
urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia dewasa ini,
selain itu UUD 1945 juga merupakan hukum dasar tertulis, hal
ini sebagaimana disebutkan di dalam Ketetapan MPR No.III/
MPR/2000 yaitu UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis
Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum
dalam penyelenggaraan negara.
Hal yang sama juga sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, dimana menempatkan Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia pada urutan
pertama.

Modul Diklatpim Tk. III

23

3. Ketetapan MPR
Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat Republik Indonesia
adalah merupakan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam
sidang-sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di dalam UUD
1945 tidak secara tegas menentukan adanya Tap MPR sebagai
salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Bentuk Tap
MPR dan sifatnya sebagai peraturan perundang-undangan
tumbuh sebagai praktek ketatanegaraan (mulai tahun 1960).
Baru pada tahun 1966 berdasarkan Tap MPRS No.XX/MPRS/
1966, Tap MPR dijadikan sebagai salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan, sebagaimana ditegaskan dalam Tap MPRS
No.XX/MPRS/1966 bahwa Tap MPR sebagai salah satu jenis
peraturan perundang-undangan.
Perlu dikemukakan bahwa dalam pengambilan keputusankeputusannya, MPR mewadahi dalam dua jenis keputusan yaitu
bersifat Ketetapan MPR dan Keputusan MPR. Yang dimaksud
dengan Ketetapan MPR adalah Keputusan Majelis yang
mempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar (MPR) dan ke
dalam (MPR), sedangkan yang dimaksud dengan Keputusan
MPR adalah Keputusan Majelis yang mempunyai kekuatan
hukum mengikat ke dalam saja. Walaupun kedua keputusan MPR
itu dibuat dan dikeluarkan oleh MPR, akan tetapi hanya Ketetapan
MPR yang mempunyai arti penting dalam bidang hukum
(peraturan perundang-undangan).
Dilihat dari segi materi muatannya Ketetapan MPR dapat
dibedakan menjadi:
a. Ketetapan MPR yang materi muatannya memenuhi unsurunsur peraturan perundang-undangan;

Hukum Administrasi Negara

24

b. Ketetapan MPR yang materi muatannya bersifat penetapan


administrasi (beschiking);
c. Ketetapan MPR yang materi muatannya bersifat perencanaan;
d. Ketetapan MPR yang materi muatannya bersifat pedoman.

4. Undang-Undang
Dalam UUD 1945 pasal 5 ayat (1) (setelah diamandemen)
disebutkan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan
Undang-Undang kepada DPR. Lebih lanjut dalam pasal 20
UUD 1945 disebutkan bahwa:
a. DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang
(Ayat (1));
b. Setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Ayat (2) );
c. Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan Undang-Undang itu tidak boleh
diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu (Ayat (3));
d. Presiden memegang rancangan Undang-Undang yang
disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang (Ayat (4));
e. Dalam hal rancangan Undang-Undang yang telah disetujui
bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu
tiga puluh (30) hari semenjak rancangan undang-undang
tersebut disetujui, rancangan Undang-Undang tersebut sah
menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan (Ayat (5)).
Pada pasal 21 disebutkan bahwa anggota DPR berhak
mengajukan usul rancangan Undang-Undang. Undang-Undang
merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang paling
luas jangkauan materi muatannya, dapatlah dikatakan tidak ada

Modul Diklatpim Tk. III

25

lapangan kehidupan dan kegiatan kenegaraan, pemerintahan,


masyarakat dan individu yang tidak dapat dijangkau untuk diatur
oleh Undang-Undang. Bidang yang tidak dapat diatur oleh
Undang-Undang hanyalah hal-hal yang sudah diatur oleh UUD
atau Tap MPR, atau sesuatu yang oleh Undang-Undang itu
sendiri telah didelegasikan pada bentuk peraturan perundangundangan lain. Tetapi tidak berarti bahwa materi muatan yang
diatur oleh UUD 1945 dan Tap MPR tidak dapat menjadi materi
muatan Undang-Undang. Undang-Undang tetap dapat mengatur
bagian atau wujud tertentu dari materi muatan UUD atau Tap
MPR. Hal ini nampak pada Undang-Undang organik yang pada
dasarnya merupakan materi muatan UUD, tetapi karena sifatnya
yang rinci maka diserahkan kepada Undang-Undang untuk
mengatur.

5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang


(PERPU)
Dalam Pasal 22 UUD 1945 (setelah diamandemen) disebutkan
bahwa:
a. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden
berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti UndangUndang (Ayat (1));

26

Hukum Administrasi Negara

namun demikian harus mendapat persetujuan dari DPR untuk


menjadi Undang-Undang. Pemberian derajat yang sejajar
dengan Undang-Undang ini, karena materi muatannya
semestinya diatur dengan Undang-Undang, tetapi karena suatu
kegentingan yang memaksa, dibuat dengan Peraturan
Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang.
Dalam pembuatan suatu Perpu harus memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut:
a. Hanya dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa (UUD 1945 Pasal 22 ayat 1);
b. Perpu tidak boleh mengatur mengenai hal-hal yang diatur
dalam UUD atau Tap MPR;
c. Perpu tidak boleh mengatur mengenai keberadaan dan tugas
wewenang Lembaga Negara, tidak boleh ada Perpu yang dapat
menunda atau menghapuskan kewenangan Lembaga Negara;
d. Perpu hanya boleh mengatur ketentuan Undang-Undang
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
Terdapat perbedaan di dalam membuat Undang-Undang dengan
membuat Peraturan Pemerintah sebagai pengganti UndangUndang yaitu:

b. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR


dalam persidangan yang berikut (Ayat (2));

a. Undang-Undang dibuat atas usul Presiden dibahas dan


bersama-sama dengan DPR untuk mendapat persetujuan,
dan dibuat dalam keadaan yang tidak memaksa;

c. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah


itu harus dicabut (Ayat (3)).

b. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang adalah sebagai berikut:

Perpu pada dasarnya adalah sebuah Peraturan Pemerintah yang


dibuat oleh Pemerintah karena kondisi yang sangat mendesak
dan tidak memungkinkan untuk membuat Undang-Undang,

(1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang


hanya dibuat Presiden saja, Dewan Perwakilan Rakyat
tidak dilibatkan dalam pembuatan peraturan tersebut;

Modul Diklatpim Tk. III

27

(2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu


dibuat dalam kegentingan yang memaksa.
Walaupun Presiden mempunyai hak untuk mengeluarkan
Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang, di
dalam Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut. Apabila tidak mendapat persetujuan
dari DPR maka peraturan pemerintah sebagai pengganti UndangUndang tersebut harus dicabut.
Lebih lanjut ditegaskan kembali di dalam Ketetapan MPR No.
III/MPR/2000 disebutkan bahwa peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang harus
diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan
yang berikut;
b. Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak
peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang dengan
tidak mengadakan perubahan;
c. Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, peraturan pemerintah
pengganti Undang-Undang harus dicabut.
6. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah dibuat dan dikeluarkan oleh Pemerintah
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya,
seperti disebutkan dalam pasal 5 ayat (2) UUD 1945.
Peraturan Pemerintah memuat aturan-aturan yang bersifat
umum. Peraturan Pemerintah dibuat dan dikeluarkan oleh
Pemerintah tidak harus berdasarkan ketentuan yang tegas dalam

28

Hukum Administrasi Negara

suatu Undang-Undang. Namun demikian Presiden dapat


mempertimbangkan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah
untuk melaksanakan Undang-Undang.

7. Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden


Semenjak diberlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dibedakan
antara Keputusan Presiden dengan Peraturan Presiden.
Keputusan Presiden adalah Keputusan yang materi muatannya
bersifat menetapkan (beschiking), Keputusan Presiden ini
bersifat konkrit-individual dan final, merupakan keputusan tata
usaha negara, sehingga tidak termasuk salah satu jenis peraturan
perundang-undangan,.
Sedangkan Peraturan Presiden adalah keputusan Presiden yang
materi muatannya bersifat pengaturan (regeling), dan materinya
bersifat umum sehingga termasuk salah satu jenis peraturan
perundang-undangan.
Keputusan Presiden maupun Peraturan Presiden dibuat oleh
Presiden sebagai pelaksanaan kewenangan Presiden baik sebagai
Kepala Negara maupun sebagai Kepala Pemerintahan. Namun
demikian dasar wewenang Presiden untuk menetapkan
Keputusan/Peraturan Presiden tidak disebutkan secara tegas
dalam UUD 1945, berbeda dengan wewenang Presiden dalam
membuat dan menetapkan UU, Perpu dan PP. Wewenang
membuat dan menetapkan Keputusan/Peraturan Presiden
melekat secara inheren pada kedudukan Presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945 pasal 4 ayat (1). Sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan, Presiden dengan sendirinya mempunyai berbagai
wewenang untuk membuat keputusan baik yang bersifat

Modul Diklatpim Tk. III

29

Hukum Administrasi Negara

30
10. Yurisprudensi

8. Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri


Peraturan Menteri adalah suatu peraturan yang dikeluarkan oleh
seorang Menteri yang berisi ketentuan-ketentuan tentang bidang
tugasnya. Selain Peraturan Menteri terdapat pula Keputusan
Menteri yaitu Keputusan Menteri yang bersifat khusus mengenai
masalah tertentu sesuai dengan bidang tugasnya.

Yurisprudensi adalah merupakan salah satu sumber hukum yang


kita kenal dalam sistem hukum di Indonesia, sebagai sumber
hukum, yurisprudensi biasanya disebut bersama-sama dengan
hukum tertulis, hukum tidak tertulis dan doktrin.
Yurisprudensi dalam arti sempit adalah ajaran hukum yang
tersusun dari dan dalam peradilan, yang kemudian dipakai sebagai
landasan hukum. Selain pengertian tersebut, yurisprudensi juga
diartikan sebagai himpunan-himpunan keputusan pengadilan
yang disusun secara sistematik.
11. Hukum Tidak Tertulis

9. Peraturan Daerah (PERDA) dan Keputusan Kepala


Daerah
Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan
aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari
daerah yang bersangkutan. Peraturan Daerah untuk tingkat
Propinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
bersama-sama dengan Gubernur, Peraturan Daerah untuk tingkat
Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) bersama-sama dengan Bupati/Walikota.
Peraturan Daerah dibuat untuk melaksanakan otonomi atau tugas
pembantuan (medebewind). Materi muatan Peraturan Daerah
dibidang tugas pembantuan ditentukan sesuai dengan jenis tugas
pembantuan. Peraturan Daerah untuk melaksanakan otonomi
meliputi seluruh urusan rumah tangga otonomi.
Selain Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah dalam rangka
menjalankan roda pemerintahan di daerah terdapat pula
Keputusan Kepala Daerah yang dibuat dan dikeluarkan oleh
Kepala Daerah tanpa harus mendapat persetujuan DPRD.

Di dalam Penjelasan Umum UUD 1945 disebutkan bahwa


Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari
hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum
dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang
Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan kenegaraan meskipun tidak tertulis. Lebih
lanjut di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
No. III/MPR/2000 disebutkan bahwa sumber hukum terdiri atas
sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.
12. Hukum Internasional
Hukum Internasional ialah keseluruhan kaedah-kaedah dan
asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas negara, yaitu :
a. Antar negara dengan negara;
b. Antar negara dengan subyek hukum bukan negara satu sama lain.

Modul Diklatpim Tk. III

31

32

Hukum Administrasi Negara

Dalam Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa, Pasal 38 ayat (1),


dalam mengadili perkara yang diajukan kepada Mahkamah
Internasional akan dipergunakan:

negara Hukum. Hal ini dapat dilihat di dalam Undang-Undang


Dasar 1945 yang dijadikan sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia (Groundwet).

a. Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum


maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan
hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersengketa;

Sebagai negara hukum, segala perbuatan penguasa atau pejabat


administrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan guna
mencapai masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 harus
didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku
di negara Indonesia.

b. Kebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu


kebiasaan umum yang telah di terima sebagai hukum;
c. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa
yang beradab, dan
d. Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran yang paling
terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan
bagi penetapan kaedah-kaedah hukum (Mochtar
Kusumaatmadja, 1982: hlm. 107-108).
13. Keputusan Tata Usaha Negara (administratieve beschiking)
Sumber hukum lain dalah hukum administrasi negara adalah
Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Pejabat Administrasi.

Sumber hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan


di Indonesia sebagaimana ditetapkan di dalam Ketetapan MPR
No. III/MPR/2000, adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Daerah.

14. Doktrin
Doktrin adalah pendapat-pendapat para pakar dalam bidangnya
masing-masing yang berpengaruh. Pendapat yang dikemukakan
ini sering dipergunakan sebagai sumber dalam pengambilan
keputusan, terutama oleh para hakim.
Sumber-sumber hukum negara Republik Indonesia sebagaimana
tersebut di atas yang dijadikan sebagai dasar atau bahan di dalam
pembuatan atau penyusunan peraturan perundang-undangan
adalah merupakan perwujudan dari negara Indonesia sebagai

Dalam Ketetapan MPR No III/MPR/2000 terdapat perbedaan


sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan
yang selama ini diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/
1966. di dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
disebutkan bahwa susunan sumber hukum dan tata urutan
peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Modul Diklatpim Tk. III

33

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (Perpu);


4. Peraturan Pemerintah;
5. Keputusan Presiden;
6. Peraturan-peraturan Pelaksana lainnya, seperti: Peraturan
Menteri, Instruksi Menteri dan sebagainya.
Terdapat perbedaan sumber hukum dan tata urutan peraturan
perundang-undangan yang diatur oleh Ketetapan MPR No. III/
MPR/2000 dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka susunannya sebagaimana dimuat dalam pasal 7 ayat (1) adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (Perpu);
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada butir 5 meliputi:
1. Peraturan Daerah Propinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Propinsi bersama dengan Gubernur;
2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama
dengan Bupati/Walikota;

34

Hukum Administrasi Negara

3. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat dibuat oleh Badan


Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan kepala
Desa atau nama lainnya.
Selain peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan
di atas, diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan PerundangUndangan yang lebih tinggi antara lain peraturan yang dikeluarkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank
Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah
atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Propinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,Kepala Desa atau yang setingkat.
Sehubungan dengan adanya amandemen terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka
telah mempengaruhi terhadap aturan-aturan yang berlaku
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan dengan diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di mana menempatkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, di mana Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak termasuk dalam hierarki Peraturan
Perundang-Undangan, maka mengakibatkan perlunya dilakukan
peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan
Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan

Modul Diklatpim Tk. III

35

Hukum Administrasi Negara

36

MPR-RI Taun 1960 sampai dengan Tahun 2002 adalah sebagai


berikut:

4. Jelaskan apa perbedaan Keputusan Presiden dengan Peraturan


Presiden?

1. Delapan Ketetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan dicabut


(pasal 1);

5. Apakah dengan dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 2004 tentang


Pembentukan Peraturan Perundangan, Ketetapan MPR No. III
Tahun 2000 masih berlaku? Jelaskan.

2. Tiga Kertetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan tetap


berlaku (pasal 2);
3. Delapan Ketetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan dicabut
(pasal 3);
4. Sebelas Ketetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan tetap
berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang
(pasal 4);
5. Lima Ketetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan masih
berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata
Tertib yang baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia hasil Pemilihan Umum Tahun 2004;
6. Seratus Empat Ketetapan MPRS dan MPR RI yang tidak
perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik
karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun
telah selesai dilaksanakan.

C. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Negara hukum?
2. Sebutkan ketentuan-ketentuan dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan negara Indonesia adalah
negara hukum?
3. Jelaskan mengapa Pancasila dijadikan sebagai sumber hukum
nasional?

D. Rangkuman
Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercermin dalam
Pasal-Pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara
lain Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara
hukum. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum tentunya
segala perbuatan atau tindakan pemerintah atau Negara harus
didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan
yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan tersebut
dilaksanakan.
Hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada haruslah
didasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang
baik dan adil. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis
yang didasarkan atas kehendak rakyat sesuai dengan kesadaran
rakyat, sedangkan hukum yang adil adalah hukum yang memenuhi
maksud dan tujuan setiap hukum, yakni keadilan.
Untuk dapat menciptakan hukum yang baik dan adil tentunya tidak
terlepas dari proses dan prosedur pembuatannya, oleh karena itu di
dalam pembuatan harus didasarkan pada alasan dan tujuan yang
jelas , atau harus didasarkan kepada landasan filosofis, yuridis dan
sosiologis, selain itu harus taat terhadap tata urutan peraturan
perundang-undangan yang ada serta peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

Modul Diklatpim Tk. III

37

BAB IV
HUKUM TATA NEGARA DAN
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu


menjelaskan pengertian Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara serta perbedaan dan hubungannya

38

Hukum Administrasi Negara

1. Hans Kelsen, Hukum Tata Negara ialah hukum mengenai


Negara der wohlende staat yang memberi bentuk Negara,
hal mana tercantum dalam Undang-Undang Dasarnya;
2. J.H.A Logemann dalam bukunya Over de Theorie van een
Stellig Staatsrecht mengatakan, bahwa Hukum Tata Negara
ialah serangkaian kaidah hukum mengenai jabatan atau kumpulan
jabatan di dalam Negara dan mengenai lingkungan berlakunya
hukum dari suatu Negara. Dalam buku Het Staatsrecht van
Indonesia disebutkan bahwa Hukum Tata Negara itu ialah
hukum organisasi negara;
3. C. van Vollenhoven mengatakan bahwa Hukum Tata Negara
merupakan hukum tentang distribusi kekuasaan Negara;

A. Pengertian Hukum Tata Negara dan Hukum


Administrasi Negara
Sebelum membahas apa itu Hukum Administrasi Negara atau
disingkat HAN, terlebih dahulu perlu dikemukakan adanya beragam
peristilahan yang dipergunakan untuk istilah HAN. Keragaman
peristilahan yang dipergunakan untuk HAN juga muncul dilingkungan Perguruan Tinggi Cq. Fakultas Hukum di Indonesia, ada
yang menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN),
Hukum Tata Pemerintahan (HTP), Hukum Tata Usaha Negara
(HTUN). Namun setelah ada kesepakatan para pengasuh mata
kuliah hukum di Cibulan pada tanggal 26-28 Maret 1973, Fakultas
Hukum baik negeri maupun swasta lebih banyak menggunakan
peristilahan hukum administrasi negara, walaupun masih ada juga
yang menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan.
Beberapa pengertian Hukum Tata Negara yang dikemukakan oleh
ahli:

37

4. Djokosutono memandang Hukum Tata Negara sebagai hukum


mengenai organisasi jabatan-jabatan Negara di dalam rangka
pandangan mereka terhadap Negara sebagai organisasi;
5. G. Pringgodigdo mengemukakan bahwa Hukum Tata Negara
ialah hukum mengenai konstitusi Negara dan konstelasi dari
Negara, dank arena itu Hukum Tata Negara disebut juga Hukum
Konstitusi Negara (hukum mengenai konstitusi);
6. Kusumadi Pudjosewojo mengemukakan bahwa Hukum tata
Negara ialah hukum yang mengatur bentuk negara dalam
hubungan kesatuan atau federal dan bentuk pemerintah dalam
hubungan kerajaan atau republik yang menunjuk masyarakatmasyarakat hukum yang atasan dan masyarakat bawahan
beserta tingkat imbangannnya (hierarki) yang selanjutnya
menunjukkan alat-alat perlengkapan Negara yang memegang
kekuasaan penguasa dari masyarakat-masyarakat hukum itu
beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang),
wewenang tingkatan imbangan dari dan antara alat-alat
perlengkapan itu.

Modul Diklatpim Tk. III

39

40

Selanjutnya akan diuraikan beberapa pengertian HAN yang


dikemukakan oleh para ahli hukum, di antaranya:

Hukum Administrasi Negara

5. Dr. Mr. H.J Romijn mengemukakan bahwa Hukum administrasi


negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur
negara dalam keadaan bergerak.17)

1. E. Utrecht mengetengahkan HAN (hukum pemerintahan)


adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan
memungkinkan para pejabat (Ambsdrager) administrasi negara
melakukan tugas mereka yang khusus. Selanjutnya E. Utrecht
menjelaskan bahwa HAN adalah yang mengatur sebagian
lapangan pekerjaan administrasi negara13).

6. Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa HAN adalah


hukum mengenai seluk beluk administrasi negara ( HAN
heteronom) dan hukum yang dicipta atau merupakan hasil buatan
administrasi negara (HAN otonom)18)
Di atas telah dijelaskan tentang pengertian Hukum, Negara Hukum,
Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, untuk
melengkapi pembahasan tentang Hukum Administrasi Negara, maka
akan dikemukakan beberapa pengertian Administrasi Negara
sebagaimana yang dikemukakan oleh para sarjana administrasi
negara yaitu:

2. Cornelis van Vollenhouven mengemukakan bahwa HAN ialah


ke semua kaidah-kaidah hukum yang bukan hukum tata negara
materiil, bukan hukum perdata materiil dan bukan hukum pidana
materiil (Teori residu)14).
3. J.M Baron de Gerando mengemukakan bahwa obyek hukum
administrasi adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
timbal balik antara pemerintah dan rakyat (Le droit administratif
a pour object le regles qui regissent les rapports reciproques
de ladministration avec les administres)15).

1. Leonard D. White dalam bukunya yang berjudul Introduction


to the study of Public Administration, memberikan pendapat
sebagai berikut: Administrasi Negara terdiri atas semua kegiatan
Negara dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan
kebijaksanaan Negara (Public Administration consist of all
those operations having for the purpose the fulfillment and
enforcement of public policy).19)

4. Prof. Mr.J. Oppenheim mengemukakan bahwa Hukum


Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum
yang harus diperhatikan oleh alat perlengkapan negara dan
pemerintahan jika menjalankan kekuasaannya. Jadi pada asasnya
mengatur negara dalam keadaan bergerak (Staat in
beweging) 16).

2. Herbert A. Simon dkk. dalam bukunya berjudul Public


Administration, mengemukakan bahwa Administrasi Negara
(Amerika Serikat) adalah Kegiatan-kegiatan daripada bagianbagian badan eksekutif pemerintahan nasional, negara bagian,
pemerintah daerah; dewan-dewan dan panitia-panitia yang
dibentuk oleh Kongres; dan badan pembuat undang-undang

13)

Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the


Indonesiaa Administrative Law), Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1993, h. 24.

17)

Ibid, h. 8

CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1986, h. 447

18)

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan Indonesia dan


Peradilan Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1975, h. 26

15)

Philipus M. Hadjon dkk, op. cit. h. 22

19)

16)

M. Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1988, h. 7.

14)

Soewarno Handayaningrat, Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional,


Jakarta: Haji Masagung, 1988, h. 2

Modul Diklatpim Tk. III

41

negara bagian; perusahaan-perusahaan negara; dan badan-badan


kenegaraan lain yang mempunyai ciri khusus. Secara khusus
dikecualikan adalah badan-badan yudikatif dan legislatif di dalam
administrasi pemerintahan dan non administrasi pemerintahan.20)
3. Dimock & Koenig memberikan definisi bahwa Administrasi
Negara mempunyai pengertian yang luas dan sempit. Dalam
pengertian yang luas Administrasi Negara didefinisikan sebagai
kegiatan dari pada Negara dalam melaksanakan kekuatan
politiknya, sedangkan dalam pengertian sempit, Administrasi
Negara didefinisikan sebagai suatu kegiatan dari pada badan
eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan.21)
4. Prof. Prajudi Atmosudirdjo memberikan tiga arti dari
Administrasi Negara yakni (i). sebagai aparatur negara, aparatur
pemerintahan, atau sebagai institusi politik (kenegaraan); (ii).
administrasi negara sebagai fungsi atau sebagai aktivitas
melayani Pemerintah yakni sebagai kegiatan pemerintah
operasional dan; (iii). administrasi negara sebagai proses teknis
penyelenggaraan Undang-undang.22) Pada bagian lain Prajudi
juga menjelaskan bahwa Administrasi Negara adalah tugas dan
kegiatan-kegiatan : (a). melaksanakan dan menyelenggarakan
kehendak-kehendak (strategi, policy) serta keputusankeputusan Pemerintah secara nyata (implementasi); (b).
menyelenggarakan Undang-Undang (menurut pasal-pasalnya)
sesuai dengan peraturan-peraturan pelaksanaan yang ditetapkan
oleh Pemerintah.23)

20)

Ibid.

21)

Ibid.

22)

Prajudi Atmosudirdjo, Ibid., h. 43

23)

Ibid. h. 12

42

Hukum Administrasi Negara

B. Perbedaan HAN dengan HTN


Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang perbedaan
antara HAN dengan HTN, yaitu:
1. Prof. Mr.J. Oppenheim
Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang
mengadakan alat-alat perlengkapan dan mengatur kekuasaannya.
Jadi pada asasnya mengatur negara dalam keadaan diam (Staat
in rust), sedangkan Hukum Administrasi Negara ialah
keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh
alat perlengkapan negara atau pemerintah jika menjalankan
kekuasaannya.
2. Fritz Flener
Hukum Tata Negara mengatur negara dalam keadaan pasif,
sedangkan HAN mengatur negara dalam keadaan aktif.
3. Dr.Mr.H.J Romijn
Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang
mengatur negara dalam keadaan statis. Sedangkan Hukum
administrasi negara ialah aturan-aturan hukum yang mengatur
negara dalam keadaan dinamis.
4. Cornelis van Vollenhouven
Hukum Administrasi Negara ialah keseluruhan aturan yang sejak
berabad-abad tidak termasuk Hukum Tata Negara materiil,
Hukum Perdata Materiil dan Hukum Pidana materiil. Lebih lanjut
van Vollenhouven membagi Hukum administrasi negara dalam
4 bagian yaitu sebagai berikut:
a. Bestuurs Recht berarti hukum yang mengatur pemerintahan;
b. Justitie Recht yaitu hukum peradilan;

Modul Diklatpim Tk. III

43

44

c. Politie Recht yaitu hukum kepolisian;

suatu izin tertentu. Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa


hubungan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata
Negara adalah mirip-mirip dengan relasi antara Hukum Dagang
dengan Hukum Perdata, di mana Hukum Dagang merupakan
pengkhususan atau spesialisasi dari Hukum Perikatan di dalam
Hukum Perdata. Dengan demikian Prajudi Atmosudirdjo
memandang Hukum Administrasi Negara sebagai suatu
pengkhususan atau spesialisasi belaka dari salah satu bagian dari
Hukum Tata Negara, yakni hukum mengenai administrasi dari
pada negara, oleh karena itu antara hukum tata negara dan hukum
administrasi negara memiliki hubungan yang erat. Keterkaitan ini
dapat dilihat apa yang diungkapkan oleh Van Vollenhouven yaitu:
badan pemerintah tanpa aturan hukum negara akan lumpuh, oleh
karena badan ini tidak mempunyai wewenang apapun atau
wewenangnya tanpa berketentuan, dan badan pemerintah tanpa
hukum administrasi akan bebas sepenuhnya, oleh karena badan ini
dapat menjalankan wewenangnya menurut kehendaknya sendiri.24)
Lebih lanjut ten Berg mengemukakan bahwa hukum administrasi
negara adalah sebagai perpanjangan dari Hukum Tata Negara atau
hukum sekunder dari Hukum Tata Negara.25)

d. Regelaars Recht yaitu hukum yang mengatur perundangundangan.

C. Hubungan HAN dengan HTN


Di atas telah dikemukakan tentang perbedaan antara Hukum
Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara, namun
perbedaan tersebut tidak berarti antara HAN dengan HTN tidak
terdapat hubungan. Obyek dari HTN adalah keseluruhan aturanaturan hukum yang mengatur struktur/bangunan/susunan umum
dari suatu negara, seperti yang diatur di dalam UUD 1945, UU
tentang Pemerintah Daerah dan sebagainya, sedangkan obyek dari
HAN adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur
komposisi dan wewenang alat-alat perlengkapan badan-badan
hukum publik (negara dan atau daerah-daerah otonom (misalnya
UU Kepegawaian, UU Perumahan dan sebagainya).
Logeman mengemukakan di dalam bukunya Het Staats recht
van Indonesie, Hukum Tata Negara adalah ajaran tentang
wewenang (competentie leer), sedangkan Hukum Administrasi
Negara adalah ajaran tentang hubungan hukum khusus (leer van
der bijzondere rechts betrekkingen). Lebih lanjut Logeman
mengemukakan bahwa penyelidikan tentang sifat, bentuk, akibat
dari segala perbuatan hukum ialah tugas Hukum Administrasi
Negara. Hukum Tata Negara mengajarkan jabatan-jabatan nama
yang berwenang menjalankannya.
Peraturan Hukum Tata Negara ialah peraturan yang menentukan
alat-alat perlengkapan mana yang berwenang memberikan suatu
izin (vergunning). Sedangkan peraturan hukum administrasi negara
ialah peraturan-peraturan khusus yang memberi wewenang kepada
alat-alat perlengkapan negara atau pemerintah untuk mengeluarkan

Hukum Administrasi Negara

Jadi dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara Hukum


Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara. Hukum Tata
Negara adalah hukum mengenai konstitusi dari pada negara secara
keseluruhan, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah yang
khusus hanya kepada administrasinya saja.

24)
25)

Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2002, h. 36


Ibid.

Modul Diklatpim Tk. III

45

D. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Tata Negara ?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi
Negara;
3. Jelaskan apa perbedaan dan persamaan Hukum Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara ?
4. Jelaskan hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum
Administrasi Negara;
5. Jelaskan kenapa Hukum Tata Negara disebutkan negara dalam
kondisi tidak bergerak (statis), sedangkan Hukum Administrasi
Negara disebutkan negara dalam kondisi bergerak (dinamis).

E. Rangkuman
Beberapa pengertian Hukum Tata Negara yang telah diuraikan di
atas, apabila disimpulkan maka pengertian Hukum Tata Negara
adalah hukum yang mengatur tentang berdirinya suatu lembaga
negara, tugas dan fungsi suatu lembaga negara serta hubungan
antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang
lainnya. Sedangkan pengertian Hukum Administrasi Negara adalah
keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh alat
perlengkapan negara dan pemerintahan jika menjalankan
kekuasaannya.
Dari dua pengertian tersebut di atas, memang terdapat perbedaan,
namun demikian antara Hukum Tata Negara dengan Hukum
Administrasi Negara memiliki hubungan yang erat, karena samasama obyeknya adalah Negara, karena Hukum Administrasi Negara
mempunyai tugas untuk mengawasi jalannya tugas dan fungsi yang

46

Hukum Administrasi Negara

dijalankan oleh lembaga-lembaga negara yang termasuk dalam ruang


lingkup Hukum Tata Negara.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas Hukum Tata Negara disebut
juga negara dalam keadaan tidak bergerak (negara dalam keadaan
statis), hal ini karena HTN hanya mengatur mengenai organ-organ
negara, sedangkan Hukum Administrasi Negara disebut juga negara
dalam keadaan bergerak (negara dalam keadaan dinamis) karena
Hukum Administrasi Negara mengatur administrasinya saja, seperti
kewenangan untuk memberikan perijinan oleh suatu instansi
pemerintah termasuk juga administrasi di dalam proses dan prosedur
pembuatan ijin.

48

Modul Diklatpim Tk. III

BAB V

Hukum Administrasi Negara

Gambar 1: Bagan Pembagian Hukum

KEDUDUKAN HUKUM ADMINISTRASI


NEGARA DALAM SISTEM HUKUM
NASIONAL, HAKEKAT DAN CAKUPAN
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Hukum negara dalam arti


kata sempit (hukum tata
Negara)

Hukum Publik dalam


Arti kata sempit
(=hukum negara dalam
arti kata luas)

Hukum Administrasi Negara


Hukum Acara Administrasi
Hukum Acara Private

Hukum Acara
Hukum
Publik

Hukum Acara Pidana


Hukum Perburuhan
Hukum Pajak
Hukum antar negara
(hukum publik internasional)

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan


mampu menjelaskan Kedudukan Hukum Administrasi
Negara dalam Sistem Hukum Nasional, Hakekat dan
Cakupan Hukum Administrasi Negara

Hukum Perdata
Hukum
Privat

Hukum Dagang

Hukum Intergentil
(Hukum antar golongan)
Hukum Interlokal

Hukum Perselisihan
Nasional

HUKUM
HUK UM
Hukum
Perselisihan

Hukum Perselisihan
Internasional = hukum
privat internasional

Hukum Interregional
Hukum antar agama

Hukum
Ekonomi

A. Kedudukan Hukum Administrasi Negara dalam


Sistem Hukum Nasional
Keberadaan HAN itu sendiri di dalam hukum secara keseluruhan,
M. Nata Saputra melakukan pembagian hukum menurut isinya
sebagaimana pada halaman berikut:

Hukum
Pidana

Hukum Transitur (Hukum peralihan,


hukum antar waktu)

Pada pengertian Hukum Administrasi Negara sebagaimana telah


dikemukakan di atas telah dijelaskan bahwa Hukum Administrasi
Negara adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal
balik antara pemerintah (penguasa) dengan rakyatnya. Hukum
Administrasi Negara berisi peraturan-peraturan yang menyangkut
administrasi. Administrasi itu sendiri berarti pemerintah, dengan
demikian hukum administrasi (administratief recht) dapat juga
disebut hukum pemerintahan.
Prajudi Atmosudirdjo memberikan definisi kerja Hukum Administrasi
Negara adalah hukum yang mengatur seluk beluk dari pada
administrasi negara. Sedangkan administrasi negara mempunyai
pengertian yang sifatnya kombinatief (Verzamelterm) yakni :

47

Modul Diklatpim Tk. III

49

50

Hukum Administrasi Negara

1. Administrasi negara sebagai organisasi;

Keterangan :

2. Administrasi yang secara khas mengejar tercapainya tujuan yang


bersifat kenegaraan (publik), artinya tujuan-tujuan yang
ditetapkan Undang-Undang secara dwingend recht (hukum
yang memaksa).

1. Lingkaran 1 : Pancasila

Dalam sistem hukum nasional, hukum administrasi negara adalah


merupakan sub sistem dari sistem hukum nasional, karena masih ada
sub sistem lainnya, yaitu hukum tata negara, hukum lingkungan, hukum
ekonomi, hukum keluarga dan sebagainya. Dikatakan hukum
administrasi negara merupakan sub sistem dari sistem hukum nasional
karena hukum administrasi negara hanya mengatur sebagian dari
lapangan pekerjaan administrasi negara, sedangkan lapangan pekerjaan
administrasi negara lainnya diatur oleh HTN atau hukum lainnya.

4. Lingkaran 4 : Yurisprudensi

2. Lingkaran 2 : UUD 1945


3. Lingkaran 3 : Peraturan Perundang

5. Lingkaran 5 : Hukum Kebiasaan

B. Hakekat dan Cakupan Hukum Administrasi


Negara
HAN adalah merupakan hukum yang menguji hubungan hukum
istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat
(ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang
khusus, dan HAN berisi peraturan-peraturan yang menyangkut
administrasi serta memberikan pembatasan-pembatasan kepada
penguasa dalam mengatur masyarakat. Dari uraian tersebut di atas
maka hakekat HAN mengatur hubungan-hubungan antara alatalat Pemerintahan (bestuur-sorganen) dengan individu masyarat
(hubungan ekstern), memberikan perlindungan kepada warga
negaranya atau masyarakat dari tindakan sewenang-wenang
aparatur pemerintah atau negara.

HAN sebagai sub sistem hukum dari sistem hukum nasional harus
didasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Apabila di gambarkan
sistem hukum nasional adalah sebagai berikut:
Gambar 2: Sistem Hukum Nasional26)

Dalam hal ini HAN berperan mengatur, membatasi dan menguji


hubungan hukum antara warga negaranya dengan penguasa atau
pejabat administrasi negara, hubungan hukum tersebut terjadi karena
adanya pemerintah menjalankan tugas-tugas umum pemerintahan
dan pembangunan melalui pengambilan keputusan pemerintah

26)
Gambar diadop dari CFG Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum
Nasional, Bandung: Alumni, 1991, h. 63

27)

S. Prajudi Atmosudirdjo, op. cit., h. 49

Modul Diklatpim Tk. III

51

(regeringsbesluit) yang bersifat strategi, policy atau ketentuanketentuan umum (algemene bepalingen), dan melalui tindakantindakan pemerintahan (regerings maatregelen) yang bersifat
menegakkan ketertiban umum, hukum, wibawa negara, dan
kekuasaan negara. Oleh karena itu HAN bertujuan untuk menjamin
adanya administrasi negara yang bonafide, artinya yang tertib, sopan,
berlaku adil dan obyektif, jujur, efisien dan fair (sportif), sehingga
keputusan (penetapan) administrasi yang dikeluarkan oleh pejabat
administrasi (penguasa) dapat diprotes atau dilawan oleh warga
masyarakat yang bersangkutan bilamana menurut pendapatnya
mengandung kekurangan, kesalahan atau kekeliruan.
Adapun cakupan HAN sebagaimana dikemukakan oleh Prajudi
Atmosudirdjo adalah HAN mengatur wewenang, tugas, fungsi, dan
tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara27). Sedangkan
menurut Van WijkKonjnenbelt dan P. de Haan Cs menyebutkan
bahwa hukum administrasi negara meliputi :
1. Mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan
mengendalikan masyarakat;
2. Mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses
pengaturan dan pengendalian tersebut;
3. Perlindungan hukum (rechtsbesherming);
4. Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk
pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk
bestuur) 28).
Jadi cakupan HAN disini meliputi:
1. Memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat;
2. Mengatur wewenang, tugas, fungsi, dan tingkah laku para Pejabat
Administrasi Negara;

52

Hukum Administrasi Negara

3. Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk


pemerintahan yang baik.

C. Latihan
Isilah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :
1. Jelaskan mengapa Hukum Administrasi Negara masuk ke dalam
hukum publik?
2. Jelaskan kedudukan Hukum Administrasi Negara dalam system
hukum nasional?
3. Jelaskan beberapa sumber hukum Hukum Administrasi Negara?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hubungan hukum
istimewa dalam Hukum Administrasi Negara ?
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tugas tertentu dalam
Hukum Administrasi Negara ?

D. Rangkuman
Sistem Hukum Nasional terdiri dari berbagai sub-sub sistem hukum
yang ada di Indonesia, oleh karena itu Hukum Administrasi Negara
merupakan salah satu sub system hukum nasional Indonesia, karena
masih banyak sub-sub system hukum yang lain , seperti Hukum
Tata Negara, Hukum Perdata, Hukum Pidana dan sebagainya.
Sebagai salah satu sub sistem hukum nasional tentunya Hukum
Administrasi Negara memegang peranan yang sangat penting dalam
mensukseskan pembangunan nasional guna mencapai suatu
masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

Modul Diklatpim Tk. III

53

Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu sub sistem hukum


Nasional di dalam melaksanakan tugasnya tidak terlepas dari
peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, oleh karena
itu sumber hukum dari Hukum Administrasi Negara di antaranya
adalah Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan yang lain.
Hukum Administrasi Negara mempunyai fungsi untuk menguji
hubungan hukum istimewa antara pejabat administrasi Negara di
dalam melaksanakan tugas mereka yang khusus dengan warga
masyarakat, maka Hukum Administrasi Negara akan selalu
mengawasi jalannya fungsi-fungsi lembaga Negara yang dilaksanakan oleh pejabat administrasi Negara, agar fungsi-fungsi tersebut
tidak dijalankan secara sewenang-wenang terutama terhadap
keputusan atau kebijakan yang diambil atau ditetapkan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka cakupan Hukum
Administrasi Negara adalah :
1. Mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan
mengendalikan masyarakat;
2. Mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses
pengaturan dan pengendalian tersebut;
3. Perlindungan hukum (rechtsbesherming);
4. Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk
pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk
bestuur).

Hukum Administrasi Negara

BAB VI
PERBUATAN PEMERINTAH

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan


mampu menjelaskan pengertian, Jenis-jenis Perbuatan
Pemerintah dan sifat-sifatnya

A. Jenis-Jenis Perbuatan Pemerintah


Dalam menjalankan tugasnya penyelenggara pemerintahan atau
administrasi negara melakukan berbagai macam perbuatan melalui
berbagai kebijakan. Perbuatan-perbuatan penyelenggara pemerintah
tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Perbuatan non yuridis yaitu perbuatan pemerintah yang tidak
berakibat hukum atau sering juga disebut perbuatan pemerintah
yang didasarkan pada fakta-fakta saja (feitelijke handeling),
seperti perbuatan pemerintah untuk meresmikan jembatan dan
sebagainya.
2. Perbuatan yuridis (rechtshandeling) yaitu perbuatan pemerintah
yang berakibat hukum.
Bagi hukum administrasi negara yang lebih penting adalah perbuatan
yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan atau negara yang
berakibat hukum, dan yang bukan perbuatan hukum dalam hukum
administrasi negara tidak penting atau tidak dipermasalahkan.

54

Modul Diklatpim Tk. III

55

B. Perbuatan Pemerintah yang Bersifat Hukum


Publik
Perbuatan pemerintah yang bersifat hukum publik dapat digolongkan
menjadi dua macam, yaitu :
1. Perbuatan hukum publik yang bersegi dua, dan
2. Perbuatan hukum publik yang bersegi satu.
Perbuatan hukum publik yang bersegi dua yaitu perbuatan yang
dilakukan oleh penyelenggara negara atau pemerintah di dalam
mengadakan hubungan hukum dengan subyek hukum lainnya.
Perbuatan hukum publik yang bersegi satu yaitu perbuatan yang
diadakan oleh alat-alat kelengkapan negara atau pemerintah menurut
suatu wewenang istimewa, diberi nama beschikking atau disebut
juga penetapan atau perbuatan penetapan (beschikking
handeling).
Ketetapan itu dibuat dengan maksud untuk menyelenggarakan
hubungan-hubungan hukum, baik dalam lingkungan alat negara
(staatsorgaan) yang membuatnya ketetapan-ketetapan intern
(interne beschikking) maupun menyelenggarakan hubunganhubungan antara alat negara yang membuatnya dengan seorang
partikelir atau badan privat atau antara dua atau lebih alat negara
atau ketetapan ketetapan eksteren (externe beschikking).
Perbuatan pemerintah (bestuursdaad) yang dibicarakan hanyalah
perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dibuat dengan
maksud menyelenggarakan hubungan antara pemerintah dengan
seorang partikelir atau badan swasta atau hubungan antara dua
atau lebih alat negara, yaitu ketetapan ekstern. Bagi praktek

56

Hukum Administrasi Negara

administrasi negara maka ketetapan ekstern itu menjadi perbuatan


administrasi negara yang terpenting.

C. Perbuatan Pemerintah yang Bersifat Hukum


Privat
Pembagian antara perbuatan hukum publik dan perbuatan hukum
privat bukanlah pembagian yang absolut, karena sering juga
administrasi negara mengadakan hubungan hukum dengan subyek
hukum lain berdasarkan hukum privat. Misalnya, administrasi negara
menyewa atau menyewakan ruangan (Pasal 1548 KUHPerdata),
menjual tanah (menurut Pasal 1547 KUHPerdata) atau mengadakan
perjanjian kerja (dengan pelayanan rumah atau kantor) berdasarkan
Titel 7 dan 7A Buku III KUHPerdata). Dalam mengadakan
perbuatan-perbuatan tersebut maka administrasi negara dapat
menggunakan hukum privat dalam menjalankan tugasnya, yaitu
melakukan perbuatan-perbuatan menurut hukum privat.
Untuk lebih jelasnya tentang Perbuatan Pemerintah dapat dilihat
dalam gambar di bawah ini. Perbuatan
Pemerintah

Gambar : Bagan Perbuatan Pemerintah29)

Perbuatan Hukum

Perbuatan Bukan Hukum

Perbuatan Hukum Private

Perbuatan Hukum Publik

Perbuatan Hukum Publik


Bersegi Dua

Perbuatan Hukum Publik


Bersegi Satu

Ketetapan Intern

Ketetapan Ekstern

29)
Gambar diadop dari M. Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali,
1988, h. 48

Modul Diklatpim Tk. III

57

58

1. Prajudi Atmosudirdjo mengatakan :...asas diskresi (discretie; freies


ermessen) artinya pejabat penguasa tidak boleh menolak mengambil
keputusan dengan alasan tidak ada peraturannya, dan oleh karena
itu diberi kekuasaan untuk mengambil keputusan menurut pandangan
sendiri asal tidak melanggar asas yuridiktas dan asas legalitas.30)

D. Freies Ermessen atau Diskresi


Tujuan negara Indonesia adalah mencapai suatu masyarakat yang
adil dan makmur, untuk mewujudkan tujuan dimaksud telah
diupayakan berbagai program pembangunan nasional. Program
pembangunan nasional tersebut diselenggarakan melalui berbagai
tahapan-tahapan dan dilakukan oleh Pejabat Administrasi Negara
melalui tugas pokok dan fungsi yang melekat padanya.

2. Sjachran Basah mengatakan bahwa: ...dimungkinkan oleh hukum


agar bertindak atas inisiatif sendiri terutama dalam penyelesaian
persoalan-persoalan yang penting yang timbul secara tiba-tiba.
Pada bagain lain Sjachran Basah mengatakan juga bahwa Freies
Ermessen diartikan sebagai kebebasan bertindak dalam batasbatas tertentu, atau keleluasan dalam dalam menentukan
kebijakan-kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang
harus dapat dipertanggungjawabkan.31)

Pejabat administrasi negara di dalam melaksanakan tugas pokok


dan fungsinya tersebut tidak terlepas dari peraturan perundangan
yang mengaturnya. Namun demikian di dalam masyarakat banyak
permasalahan-permasalahan yang timbul, di mana permasalahanpermasalahan tersebut belum terakomodasi atau diatur ke dalam
peraturan perundang-undangan yang ada, di lain pihak permasalahan
tersebut harus segera diatasi oleh Pejabat administrasi negara, karena
kalau tidak diatasi akibat yang ditimbulkan akan semakin parah.
Dalam rangka mengisi kekosongan hukum, maka pejabat administrasi
negara diberikan keleluasaan oleh hukum administrasi untuk
mengeluarkan suatu kebijakan atau lebih dikenal dengan istilah freies
ermessen/pouvoir discretionnaire.
Istilah Freies Ermessen berasal dari bahasa Jerman dan terdiri
dari dua kata yaitu frei dan ermessen. Frei artinya bebas, lepas,
tidak terikat dan merdeka, jadi Freies artinya orang yang bebas,
tidak terikat dan merdeka. Sedangkan Ermessen artinya mempertimbangkan sesuatu. Istilah freies ermessen juga sepadan dengan
kata discretionnaire, yang artinya kebijaksanaan.
Pengertian Freies Ermessen sebagaimana dikemukakan oleh
beberapa ahli hukum adalah sebagai berikut :

Hukum Administrasi Negara

3. Nana Saputra mengemukakan bahwa Freies Ermessen adalah suatu


kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitu kebebasan
yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi negara
mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid)
dari pada berpegang teguh kepada ketentuan hukum.32)
4. Laica Marzuki mengatakan bahwa freies ermessen adalah
merupakan kebebasan yang diberikan kepada tata usaha Negara
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, sejalan dengan
meningkatnya tuntutan pelayanan publik yang harus diberikan
tata usaha negara terhadap kehidupan sosial ekonomi para
warga yang kian komplek.33)
5. SF. Marbun mengatakan bahwa Freies Ermessen adalah
wewenang yang diberikan kepada Pemerintah untuk mengambil
30)
suatuErmessen
masalahDalam
pentingHukum
yang Administrasi
mendesak,
Saut P tindakan
Panjaitan, guna
Maknamenyelesaikan
dan Peranan Freies
Negara , dalam buku Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Penyunting
yang
secara
di hlm.108.
mana belum ada peraturannya.34)
SF. Marbun
dkk,datang
Yogyakarta:
UII tiba-tiba
Press, 2001,
31)

Ibid.
Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2002, h. 133
33)
Ibid.
34)
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif Di Indonesia,
Yogyakarta: Liberty, 1997, h.12
32)

Modul Diklatpim Tk. III

59

Pejabat Administrasi Negara walaupun diberikan keleluasaan atau


kebebasan di dalam melaksanakan tugasnya walaupun peraturan
perundang-undangannya belum ada, tetapi tidak boleh sewenangwenang atau tanpa batas, karena freies ermessen itu sendiri harus
dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara
hukum.
Tolok ukur dipergunakan freies ermessen oleh pejabat Administrasi
Negara adalah :
1. Adanya kebebasan atau keleluasaan Administrasi Negara untuk
bertindak atas inisiatif sendiri;
2. Untuk menyelesaikan persolanan-persoalan yang mendesak yang
belum ada aturannya untuk itu;
3. Harus dapat dipertanggungjawabkan.
Freies Ermessen ini muncul sebagai alternatif untuk mengisi
kekurangan dan kelemahan di dalam penerapan asas legalitas
(wetmatidheid van bestuur). Namun demikian di dalam pelaksanaan
Freies Ermessen juga merupakan suatu kebijakan dari pejabat
Administrasi Negara oleh karena itu tidak boleh dibuat secara
sewenang-wenang, sehingga tidak menjadi sengketa tata usaha
negara.

E.

Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Jelaskan apa yang dmaksud dengan Perbuatan Pemerintah?
2. Sebutkan jenis perbuatan pemerintah yang bersifat hukum publik?
3. Jelaskan kenapa Hukum Administrasi Negara termasuk ke
dalam Hukum Publik?

60

Hukum Administrasi Negara

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Diskresi atau Freies


Ermessen?
5. Sebutkan persyaratan pemberian Diskresi atau Freies Ermessen?

F. Rangkuman
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan guna mencapai
kesejahteraan masyarakat, pejabat administrasi Negara tidak terlepas
melaksanakan berbagai aktivitas yang dituangkan dalam bentuk
program dan kegiatan, atau dalam Hukum Administrasi Negara
sering disebut dengan istilah Perbuatan Pemerintah. Perbuatan atau
aktivitas yang dilaksanakan oleh Pemerintah ada yang berimplikasi
terhadap hukum (yuridis), dan ada yang tidak berimplikasi hukum
(non yuridis).
Dalam hubungannya dengan Perbuatan Pemerintah di sini yang
dibahas adalah Perbuatan Pemerintah yang berimplikasi hukum. Di
kalangan pemerintahan, perbuatan pemerintah terdiri dari dua jenis,
yaitu:
1. perbuatan pemerintah yang bersifat hukum privat; dan
2. perbuatan pemerintah yang bersifat hukum publik.
Perbuatan Pemerintah yang bersifat hukum privat, karena ini
merupakan hubungan hukum antara subyek hukum (perorangan atau
badan hukum perdata) dengan pemerintah tentunya tunduk terhadap
aturan-aturan yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Sedangkan perbuatan pemerintah yang bersifat hukum publik terdiri
dari dua macam, yaitu :
1. perbuatan hukum publik yang bersegi dua, dan
2. perbuatan hukum publik yang bersegi satu.

Modul Diklatpim Tk. III

61

Yang dimaksud perbuatan hukum publik yang bersegi dua yaitu


perbuatan yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau
pemerintah di dalam mengadakan hubungan hukum dengan subyek
hukum lainnya. Sedangkan Perbuatan hukum publik yang bersegi
satu yaitu perbuatan yang diadakan oleh alat-alat kelengkapan
negara atau pemerintah menurut suatu wewenang istimewa, diberi
nama beschikking atau disebut juga penetapan atau perbuatan
penetapan (beschikking handeling).
Pemerintah di dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang sudah ada,
namun sesuai dengan perkembangan dan tuntutan keadaan tidak
semua peraturan perundang-undangan siap, hal disebabkan
pembuatan peraturan perundang-undangan memerlukan waktu yang
cukup lama, dilain pihak pemerintah harus berbuat tapi peraturan
perundang-undangannya tidak ada, dengan demikian maka akan
timbul kekosongan hukum.
Dalam rangka menghindari adanya kekosongan hukum atau
peraturan perundang-undangan, maka Pejabat Administrasi Negara
selaku penyelenggara pemerintahan diberikan kewenangan untuk
membuat suatu aturan, atau yang disebut Diskresi atau Freies
Ermessen. Walaupun Pejabat Administrasi Negara diberikan
kewenangan untuk membuat suatu aturan karena kebutuhan, namun
harus dipenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1. Adanya kebebasan atau keleluasaan Administrasi Negara untuk
bertindak atas inisiatif sendiri;
2. Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak yang
belum ada aturannya untuk itu;
3. Harus dapat dipertanggungjawabkan.

Hukum Administrasi Negara

BAB VII
PENGAWASAN ADMINISTRATIF DAN
PENGAWASAN YURIDIS TERHADAP
PEMERINTAH

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu


menjelaskan Pengawasan Administrastif dan Pengawasan
Yuridis terhadap Pemerintah

A. Pemerintah Sebagai Obyek Pengawasan


Tujuan pembangunan nasional sebagaimana ditegaskan di dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui
pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat
dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan
nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggara
Negara dan penyelenggara pemerintahan, yaitu lembaga-lembaga
tinggi negara bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh
wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.
Pembangunan nasional adalah usaha peningkatan kualitas manusia,
dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan,
berlandaskan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan
perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu pada

62

Modul Diklatpim Tk. III

63

kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan


kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,
maju dan kukuh kekuatan moral dan etikanya.
Dalam usaha mencapai tujuan sebagaimana dimaksud di atas,
pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan dan pembangunan
tidak terlepas dari pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat.
Pengawasan tersebut, antara lain pengawasan dari segi keuangan,
pengawasan dari segi yuridis, dan sebagainya. Sehubungan dengan
hal tersebut di Indonesia terdapat berbagai pengawasan, baik yang
dilakukan oleh intern Pemerintah maupun oleh lembaga-lembaga
lain, kesemuanya pengawasan tersebut dilakukan untuk mengawasi
jalannya pemerintahan dan pembangunan. Adapun macam
pengawasan yang dikenal di Indonesia adalah :
1. Pengawasan fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
aparatur pemerintah yang tugas pokoknya melakukan
pengawasan, seperti Bepeka, BPKP, Itjen dan Itwilprop atau
Itwilkab;
2. Pengawasan legislatif , yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
Lembaga Perwakilan Rakyat baik di Pusat maupun di Daerah;
3. Pengawasan melekat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
setiap pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang
dipimpinnya;
4. Pengawasan masyarakat, yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh masyarakat, seperti yang dilakukan oleh media massa,
Lembaga Swadaya Masyarakat dan sebagainya.
Kesemua jenis pengawasan tersebut di atas obyeknya adalah
pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan.
Tujuan pengawasan sebagaimana disebutkan di dalam Instruksi
Presiden Nomor 15 Tahun 1983 adalah mendukung kelancaran dan

64

Hukum Administrasi Negara

ketepatan pelaksanaan pembangunan. Sedangkan sasaran dari


pengawasan adalah:
1. Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara
tertib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan
pemerintahan agar tercapai daya guna dan hasil guna, dan tepat
guna yang sebaik-baiknya.
2. Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan
rencana dan program Pemerintah serta peraturan perundangundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang
ditetapkan.
3. Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh untuk
memberi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan, dan saran
terhadap kebijaksanaan, perencanaan, pembinaan, dan
pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
4. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan,
kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang,
tenaga, uang dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat
terbina aparatur yang tertib, bersih, berhasil guna dan berdaya
guna.
Dalam kaitannya dengan pemerintah sebagai obyek pengawasan
ditinjau dari hukum administrasi negara, karena pemerintah di dalam
melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan
berwenang mengeluarkan berbagai macam ketentuan atau
pengaturan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan penyelenggaraan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga eksekutif, legislatif
dan yudikatif. Oleh karena itu di dalam pelaksanaan penyelenggaraan
negara, hati nurani rakyat meng-hendaki adanya penyelenggara
negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara

Modul Diklatpim Tk. III

65

sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab agar reformasi


pembangunan dapat berdaya guna dan berhasil guna. Dengan
demikian, para penyelenggara negara dalam menjalankan fungsi
dan tugasnya tersebut, penyelenggara harus jujur, adil, terbuka dan
terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme.
Ketentuan-ketentuan atau pengaturan-pengaturan yang merupakan
produk penyelenggara administrasi negara adalah berupa ketetapan
atau keputusan. Oleh karena itu dapat di fahami, bahwa dalam proses
perjalanan penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan sering terdapat berbagai akibat sampingan dalam bentuk
munculnya berbagai benturan kepentingan dalam masyarakat. Untuk
menghindari adanya benturan kepentingan antara masyarakat dan
pemerintah, maka pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan perlu diawasi, baik pengawasan
terhadap jalannya pembangunan maupun pengawasan terhadap
ketentuan-ketentuan atau pengaturan-pengaturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah sebagai penyelenggara administrasi negara.

B. Sengketa Hukum Administrasi Negara


Pejabat administrasi negara atau penyelenggara administrasi negara
di dalam melaksanakan tugasnya tidak terlepas adanya suatu
keputusan atau suatu ketetapan yang dikeluarkannya dalam rangka
melaksanakan pengaturan-pengaturan tersebut. Walaupun pejabat
administrasi negara diberikan wewenang untuk membuat suatu
ketentuan-ketentuan dalam rangka melakukan pengaturanpengaturan, akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan sendi-sendi
hukum yang berlaku di negara Indonesia atau tidak boleh melampaui
wewenang yang diberikan atau lebih dikenal dengan melampau batas
wewenangnya.

66

Hukum Administrasi Negara

Sengketa administrasi sering terjadi pada suatu keputusan yang


dibuat oleh pejabat yang tidak berwenang atau dibuat tidak menurut
prosedur pembuatannya (onrechmatige), sehingga merugikan
kepentingan masyarakat. Agar masyarakat tidak dirugikan oleh
Pemerintahan pada tahun 1986 dikeluarkanlah Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, adapun
tujuan pendirian Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk
menyelesaikan sengketa antara Pemerintah dan warga negaranya,
yakni sengketa-sengketa yang timbul sebagai akibat dari adanya
tindakan-tindakan Pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak
warga negaranya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Peradilan
Tata Usaha Negara itu diadakan dalam rangka memberi perlindungan kepada rakyat.
Karena obyek dari sengketa administrasi adalah suatu keputusan
yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka untuk menghindari terjadinya sengketa administrasi terhadap suatu keputusan yang dibuat
oleh Pemerintah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Keputusan tersebut harus dibuat oleh Organ atau Badan/Pejabat
yang berwenang membuatnya (bevoegd);
2. Keputusan tersebut harus diberi bentuk dan harus menurut
prosedur pembuatannya (rechtmatige);
3. Keputusan tersebut tidak boleh memuat kekurangan yuridis;
4. Keputusan tersebut isi dan tujuan harus sesuai dengan isi dan
tujuan peraturan dasarnya (doelmatig).

Modul Diklatpim Tk. III

67

C. Latihan

68

Hukum Administrasi Negara

1. Pengawasan fungsional;

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :

2. Pengawasan legislatif;

1. Jelaskan mengapa pemerintah merupakan obyek pengawasan?

3. Pengawasan melekat;

2. Jelaskan tujuan dari pengawasan?

4. Pengawasan masyarakat.

3. Sebutkan jenis-jenis pengawasan?

Pejabat administrasi Negara di dalam melaksanakan tugas dan


fungsinya tidak sebagaimana yang diharapkan, dan sering
menghadapi masalah, salah satunya adalah masalah sengketa
administrasi yang ditimbulkan sebagai akibat suatu keputusan atau
kebijakan yang dikelurkan oleh pejabat administrasi Negara. Adapun
yang dimaksud dengan sengketa Hukum Adminstrasi Negara atau
sering disebut sebagai Sengketa Tata Usaha Negara. Adapun
pengertian Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang
timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,
baik yang di Pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sengeketa Tata Usaha


Negara (TUN)?
5. Jelaskan mengapa sengketa di bidang kepegawaian termasuk
kedalam sengketa TUN?

D. Rangkuman
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana ditegaskan di dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui
pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat
dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan
nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggara
Negara dan penyelenggara pemerintahan bersama-sama segenap
rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan para pejabat
administrasi Negara tidak terlepas dari pengawasan oleh semua
pihak, oleh karena itu sering disebutkan pemerintah sebagai obyek
pengawasan. Adapun tujuan pengawasan sebagaimana disebutkan
dalam Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 adalah mendukung
kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pembangunan. Sedangkan
jenis pengawasan adalah :

BAB VIII
PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu


menjelaskan sejarah terbentuknya Peradilan Tata Usaha
Negara, termasuk kedudukan, sasaran dan wewenangnya,

70

Modul Diklatpim Tk. III

serta mampu menjelaskan secara komprehenshif tentang


upaya hukum dan upaya administratif

A. Landasan Terbentuknya Peradilan Tata Usaha


Negara
Di dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokokpokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999, Pasal 10 disebutkan bahwa
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Peradilan dilingkungan :
1. Peradilan Umum;
2. Peradilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan Umum, Agama dan Militer telah ada terlebih dahulu
dibentuk, sedangkan Peradilan Tata Usaha Negara baru dibentuk
pada Tahun 1986 dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Landasan pemikiran dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara
adalah :
1. Bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan tata
kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram
serta tertib yang menjamin persamaan kedudukan warga
masyarakat dalam hukum, dan yang menjamin terpeliharanya
hubungan serasi, seimbang serta selaras antara aparatur di bidang
tata usaha negara dengan para warga masyarakat;

69

Hukum Administrasi Negara

2. Dalam rangka mewujudkan tata kehidupan tersebut, dengan jalan


mengisi kemerdekaan melalui pembangunan nasional secara
bertahap, diusahakan untuk membina, menyempurnakan, dan
menertibkan aparatur di bidang Tata Usaha Negara, agar mampu
menjadi alat yang efisien, efektif, bersih, serta berwibawa, dan
dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dengan
dilandasi semangat dan sikap pengabdian untuk masyarakat;
3. Meskipun pembangunan nasional hendak mencipakan suatu
kondisi sehingga setiap warga masyarakat dapat menikmati
suasana serta iklim ketertiban dan kepastian hukum yang
berintikan keadilan, dalam pelaksanaanya ada kemungkinan
timbul benturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga
masyarakat yang dapat merugikan atau menghambat jalannya
pembangunan nasional;
4. Dalam rangka menyelesaikan sengketa-sengketa antara Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat yang
dapat merugikan maka diperlukan adanya Peradilan Tata Usaha
Negara yang mampu menegakkan keadilan, kebenaran,
ketertiban, dan kepastian hukum, sehingga dapat memberikan
pengayoman kepada masyarakat khususnya dalam hubungan
antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga
masyarakat.
Dengan memperhatikan landasan pemikiran sebagaimana telah
diuraikan di atas, maka tujuan PTUN diciptakan adalah untuk
menyelesaikan sengketa antara Pemerintah dengan warga
negaranya. Dalam hal ini sengketa yang timbul sebagai akibat dari
adanya tindakan-tindakan Pemerintah yang melanggar hak warga
negaranya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PTUN
diadakan dalam rangka memberi perlindungan kepada rakyat.
Dengan kata lain tujuan PTUN sebenarnya tidak semata-mata untuk

71

Modul Diklatpim Tk. III

memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan,


melainkan juga untuk melindungi hak-hak masyarakat.
Sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat dan kehidupan
ketatanegaraan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, maka materi yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara telah dilakukan perubahan yaitu dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
Perubahan penting atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, antara lain :
1. Syarat untuk menjadi hakim dalam pengadilan di lingkungan
Peradilan tata Usaha Negara;
2. Batas umur pengangkatan hakim dan pemberhentian hakim;
3. Pengaturan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim;
4. Pengaturan pengawasan terhadap hakim;
5. Penghapusan ketentuan hukum acara yang mengatur masuknya
pihak ketiga dalam suatu sengketa;
6. Adanya sanksi terhadap pejabat karena tidak dilaksanakannya
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

B. Beberapa Pengertian dalam Undang-Undang


Nomor 5 Tahun 1986

Hukum Administrasi Negara

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau


Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Keputusan TUN
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata.
4. Sengketa TUN
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam
bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik
yang di Pusat maupun di daerah , sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Tergugat
Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada
padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh
orang atau badan hukum perdata.
6. Yang tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata
Usaha Negara (Penyempitan)
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan
hukum perdata;

1. Tata Usaha Negara


Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksana
kan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik
di Pusat maupun Daerah.
2. Badan atau Pejabat TUN

72

71

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan


yang bersifat umum;

Modul Diklatpim Tk. III

73

c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan


persetujuan;
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan
ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar
hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara
Nasional Indonesia;
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di Pusat maupun
di Daerah mengenai hasil pemilihan umum.
7. Perluasan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara
Dalam kaitannya dengan Keputusan Tata Usaha Negara yang
dianggap termasuk dalam Keputusan Tata Usaha Negara adalah
apabila Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal :
a. Badan/Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
Keputusan, padahal itu menjadi kewajibannya;
b. Badan/Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
Keputusan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan;
c. Peraturan perundang-undangan tidak menentukan jangka
waktu, setelah 4 (empat) bulan sejak permohonan itu diterima.

C. Kedudukan, Susunan dan Wewenang Peradilan


Tata Usaha Negara/Peradilan Administrasi
Negara

74

Hukum Administrasi Negara

1. Kedudukan Pengadilan TUN


Peradilan TUN berkedudukan sebagai salah satu pelaksanaan
kekuasaan kehakiman dan merupakan lingkungan Peradilan yang
berdiri sendiri terpisah dari peradilan Umum, Militer dan Agama.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No.
14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman ,
yang pada akhirnya berpuncak pada Mahkamah Agung.

2. Susunan Pengadilan TUN


Sesuai dengan Pasal 1 ayat 7 jo Pasal 8 susunan Peradilan
TUN adalah sebagai berikut:
a. Pengadilan Tata Usaha Negara, yang merupakan Pengadilan
tingkat pertama;
b. Pengadilan Tinggi TUN, yang merupakan Pengadilan tingkat
banding.

3. Wewenang Peradilan TUN


a. Peradilan TUN mempunyai wewenang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, hal ini
sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 UU No.5 Tahun 1986;
b. Dalam suatu hal Badan atau Pejabat TUN diberi wewenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif sengketa TUN tersebut
harus diselesaikan melalui upaya administratif. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat 1 UU No.5 Tahun
1986). Upaya administratif adalah prosedur yang dapat
dilakukan oleh seorang atau Badan Hukum Perdata apabila
ia tidak puas terhadap keputusan TUN. Kewenangan tersebut

Modul Diklatpim Tk. III

75

muncul apabila seluruh upaya administratif telah


dipergunakan.
c. Ketidakwenangan Pengadilan TUN.
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa TUN tertentu dalam hal keputusan
yang disengketakan itu dikeluarkan:
1) Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana
alam, atau luar biasa yang membahayakan, berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan atau
kepentingan pembangunan, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;

76

Hukum Administrasi Negara

2) Isi gugatan
Seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Badan/ Pejabat TUN
dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Peradilan TUN
yang berisi tuntutan agar Keputusan tersebut :
a) Dinyatakan batal atau tidak sah (Tuntutan Pokok);
b) Dengan atau tanpa disertai ganti rugi, rehabilitas khusus
sengketa kepegawaian maupun kompensasi (Tuntutan
Tambahan).

D. Upaya Hukum
1. Pemeriksaan Tingkat Banding
Peradilan TUN berkedudukan sebagai salah satu pelaksanaan
a. Permintaan Pemeriksaan Banding

4. Gugatan
1) Alasan gugatan
a) Keputusan badan/Pejabat TUN bertentangan dengan
Peraturan perundang-undangan yang berlaku (baik yang
bersifat formal, prosedur maupun materiil) dan yang
dikeluarkan oleh Badan atau pejabat yang berwenang;
b) Badan atau pejabat TUN dengan Keputusannya
menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari pada
wewenang yang diberikan (detournement de pouvoir);
c) Badan atau Pejabat TUN mengeluarkan atau tidak
mengeluarkan keputusan secara tidak patut (willekeur).

Terhadap Putusan Pengadilan TUN dapat dimintakan


pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat atau
pihak ketiga yang memasuki proses sewaktu proses itu
sedang berjalan kepada Pengadilan Tinggi TUN, hal ini sesuai
dengan Pasal 122 UU No.5 Tahun 1986.
(1) Pemeriksaan di tingkat banding ini dimaksudkan agar
seluruh pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Hakim
Pengadilan Tingkat Pertama diperiksa ulang oleh
Pengadilan Tinggi TUN.
(2) Pada pemeriksaan ini para pihak diberi kesempatan untuk
mengajukan argumen-argumennya dalam bentuk memori
banding mengenai hal-hal yang dianggap perlu, yang

Modul Diklatpim Tk. III

77

menurut mereka telah dilupakan oleh Hakim Pengadilan


Tingkat Pertama.
(3) Disini dapat juga diajukan bukti-bukti baru yang belum
pernah diajukan atau membantah atau memperkuat
pertimbangan-pertimbangan atau Putusan hakim
Pengadilan Tingkat Pertama.
(4) Pemeriksaan ini bersifat devolutif, artinya seluruh
pemeriksaan perkara dipindahkan atau diulang kembali
oleh Hakim Pengadilan Tinggi TUN.
2. Pemeriksaan Tingkat Kasasi
a. Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung,
sebagaimana diatur Pasal 131 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986.
b. Pemeriksaan Kasasi untuk perkara yang diputuskan oleh
Pengadilan di lingkungan TUN, dilakukan menurut ketentuan
UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
c. Permohonan Kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon
terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum
banding kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang (Pasal
43 UU No.14 Tahun 1985).
d. Permohonan Kasasi dapat diajukan oleh pihak yang
berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan
untuk itu dalam perkara TUN yang diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan Tinggi atau Tingkat terakhir dalam lingkungan
Peradilan TUN ( Pasal 44 UU No. 14 Tahun 1985).
e. Permohonan Kasasi demi kepentingan Hukum dapat diajukan
oleh Jaksa Agung karena Jabatannya dalam perkara TUN
yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama
atau Pengadilan Tingkat Banding di lingkungan PTUN (Pasal

78

Hukum Administrasi Negara

45 UU No. 14 Tahun 1985). Permohonan Kasasi tersebut


dapat diajukan hanya satu kali dan demi kepentingan hukum
tidak boleh merugikan pihak yang berperkara.
3. Peninjauan Kembali
a. Terhadap Putusan pengadilan yang telah memeperoleh
kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan
kembali Mahkamah Agung (Pasal 132 ayat (1) UU No.5
Tahun 1986);
b. Dalam peninjauan kembali perkara yang diputus oleh
Pengadilan di lingkungan PTUN digunakan Hukum Acara
Peninjauan kembali yang tercantum dalam Pasal 67 sampai
dengan Pasal 75 UU tersebut. Berdasarkan Pasal 77 UU
No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
c. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan
berdasarkan alasan-alasan (Pasal 67 Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985).
1) Apabila Putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau
tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh Hakim Pidana dinyatakan palsu.
2) Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat
bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara
diperiksa tidak dapat diketemukan.
3) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dapat dituntut
atau lebih daripada yang dituntut.
4) Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum
diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
5) Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai sesuatu
soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan

Modul Diklatpim Tk. III

79

80

Hukum Administrasi Negara

yang sama tingkatnya telah diberikan putusan yang


bertentangan satu dengan yang lain.

dan asas kekeluargaan yang merupakan landasan hubungan


Pemerintah dan warga.

6) Apabila dalam suatu putusan tersebut terdapat suatu


kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Agar upaya administratif benar-benar dapat dimanfaatkan secara


maksimal dan mampu memberikan perlindungan hukum serta
eksistensinya semakin kokoh, perlu segera dirumuskan suatu pola
upaya administratif, khususnya hukum acara sebagai standar dalam
proses pemeriksaan upaya administratif.

d. Permohonan Peninjauan Kembali harus diajukan sendiri oleh


para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang
wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (Pasal 68
ayat (1)).
Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon
meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh
ahli warisnya (Pasal 68 ayat (2)).

E. Upaya Administratif

F. Bidang-bidang yang Sering/Merupakan Sumber


Sengketa TUN
1. Perijinan (dispensasi, izin, lisensi, konsesi);
2. Administrasi kepegawaian negeri (kenaikan pangkat, ganti rugi
jabatan, perlakuan tidak adil);

Dalam ketentuan Pasal 48 Jo. Pasal 51 ayat (3) UU No. 5 Tahun


1986 menyebutkan bahwa setiap sengketa tata usaha negara yang
menyediakan upaya administratif harus diselesaikan lebih dahulu
melalui upaya administratif. Maksud dan tujuan disediakannya upaya
administratif, adalah untuk memudahkan pencari keadilan
memperoleh keadilan dan memperoleh perlindungan hukum, baik
bagi administrasi negara sendiri maupun bagi warga. Upaya
administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh seorang
atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu
Keputusan Tata Usaha Negara.

3. Administrasi keuangan negara (kekeliruan pembukuan,


kekeliruan hitung, kekeliruan pertanggungjawaban);

Bagi administrasi negara sendiri upaya administratif dapat dijadikan


sebagai sarana untuk membetulkan kekeliruannya dan sekaligus
melindungi sikap-tindak administrasi yang bertindak secara benar
sesuai dengan dengan hukum, kecuali itu upaya administratif juga
diharapkan berfungsi memelihara dan menegakkan asas kerukunan

9. Pemeriksaan bahan makanan dan mutu barang dagangan;

4. Administrasi perumahan dan pergedungan (status rumah, status


gedung, sewa, tanggung jawab perawatan dan sebagainya);
5. Perpajakan (penetapan jumlah, tata cara penagihan);
6. Perbeacukaian (penetapan kriteria, tata cara penagihan).
7. Agraria (pengambilan tanah untuk pelebaran jalan, sewa rumah);
8. Perfilman (Lembaga Sensor Film, perizinan impor film);

10.Keselamatan perusahaan dan keselamatan kerja, pemeriksaan


instrumen-instrumen;
11. Jaminan sosial, tunjangan cacat, fakir miskin;
12.Pertarifan dan pembayaran uang sekolah, pendidikan;

Modul Diklatpim Tk. III

81

13.Kebersihan kota, tata cara penanggulangan sampah;


14.Organisasi dan pengaturan lalu lintas darat, air dan udara;
15.Keamanan dan ketertiban kota, keindahan kota;
16.Pertanian, perhewanan, peternakan, perikanan, perhutanan;
17.Pengamanan dan perawatan jalan, jembatan dan pelabuhan;

82

Hukum Administrasi Negara

Dengan adanya wewenang bagi para pelaksana administrasi negara


dalam melaksanakan tugas-tugas, maka terjadi kemungkinan dalam
pelaksanaan administrasi negara tersebut, pejabat administrasi
negara melaksanakan perbuatan yang menyimpang dari peraturan
yang berlaku, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi warga
masyarakat.

24.Masalah hak asasi dalam arti luas;

Untuk menciptakan aparatur yang bersih, efisien, efektif, berwibawa


dan mampu melaksanakan seluruh tugas umum pemerintahan dan
pembangunan dengan sebaik-baiknya dengan dilandasi semangat
dan sikap pengabdian pada negara dan bangsa, maka perlu adanya
asas-asas umum pemerintahan yang baik (Algemene beginselen
van behoorlijke bestuur General principles of good administration).
Istilah Asas-asas umum pemerintahan yang baik pertama kali
diperkenalkan oleh Panitia De Monchy di Negeri Belanda (1950)
yang bertujuan sebagai sarana untuk menguji segi rechtmatigheid
penggunaan kekuasaan bebas serta bertujuan memberikan
perlindungan hukum yang lebih baik kepada warga negara dari
tindakan penguasa.

25.Masalah-masalah yang baru sesuai perkembangan zaman (dalam


hal ini ekses perkembangan ilmu dan teknologi, seperti
penyadapan informasi dan kejahatan komputer).

Apa saja yang termasuk unsur-unsur atau asas-asas umum


pemerintahan yang baik (behoorlijkheid), G.J Wiarda mengusulkan
lima asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu :

18.Organisasi dan pengamanan toko-toko, pasar-pasar umum;


19.Organisasi dan pengamanan rumah-rumah penginapan;
20.Kesehatan rakyat, rumah sakit, klinik-klinik, pertarifan dan
organisasinya;
21.Pelayanan yang dilakukan oleh BUMN seperti: pos, telepon,
listrik, air;
22.Masalah perbankan;
23.Masalah-masalah yang berkaitan dengan proses peradilan;

1. Asas fair play (het beginsel van fair play);

G. Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik


Menurut Sistem Pemerintahan Negara yang terdapat dalam
Penjelasan UUD 1945 (sebelum diamandemen), Indonesia adalah
Negara Hukum. Sesuai dengan asas negara hukum maka tiap-tiap
tindakan penyelenggaraan administrasi negara harus berlandaskan
pada hukum. Di samping itu pemerintahan pun harus melindungi
dan menjamin hak warga negaranya sesuai dengan hukum.

2. Asas kecermatan (zorgvuldigheid);


3. Asas sasaran yang tepat (zuverheid van oogmerk);
4. Asas keseimbangan (ovenwichtigheid);
5. Asas kepastian hukum (rechtszekerheid)35).
Sedangkan dalam yurisprudensi AROB (Peradilan Administrasi
Belanda) menyebutkan bahwa asas-asas umum pemerintahan yang
baik meliputi :

Modul Diklatpim Tk. III

83

1. Asas pertimbangan (motiveringsbeginsel);


2. Asas kecermatan (zorgvuldigheidsbeginsel);
3. Asas kepastian hukum (rechtszekerheidsbeginsel);
4. Asas kepercayaan atau asas menanggapi harapan yang telah
ditimbulkan (vertrouwensbeginsel of beginsel van opgewekte
verwachtingen);
5. Asas persamaan (gelijkheidsbeginsel);
6. Asas keseimbangan (ovenwichtigheidsbeginsel);
7. Asas kewenangan (behoegheidsbeginsel);
8. Asas fair play (beginsel van fair play);
9. Larangan detournement de pouvoir (het verbod detornement de pouvoir);
10.Larangan bertindak sewenang-wenang (het verbod van
willekeur) 36).
Sedangkan di Indonesia asas-asas umum pemerintahan yang baik
sebagaimana dikemukakan Prof. Kuntjoro Purbopranoto adalah
sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum (principle of legal security);
2. Asas keseimbangan (principle of proportionality);
3. Asas kesamaan (dalam mengambil keputusan pangreh/ principle
of equality);
4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness);

35)

Paulus Effendi Lotulung, Himpunan Makalah Azas-azas Umum Pemerintahan Yang


Baik, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994, 106

36)

Ibid.

84

Hukum Administrasi Negara

5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of


motivation);
6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non
misuse of competence);
7. Asas permainan yang layak (principle of fair play);
8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness
or prohibition of arbitrariness);
9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of
meeting raised expectation);
10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
(principle of undoing the qonsequences of annulled
decison);
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi
(principle of protecting the personal way of life);
12. Asas kebijaksanaan (sapientia);
13. Asas penyelenggraan kepentingan umum (principle of public
service).
Dalam kesempatan ini akan diuraikan apa yang dimaksud dari asasasas umum pemerintahan yang baik sebagaimana yang
dikemukakan oleh Kuntjoro Purbopranoto.
1. Asas kepastian hukum (principle of legal security)
Asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh
seseorang berdasarkan suatu keputusan Badan atau Pejabat
Administrasi Negara. Asas ini juga menghendaki adanya stabilitas
hukum, dalam arti suatu keputusan yang telah dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Administrasi Negara harus berisi kepastian
dan tidak akan dicabut kembali.

Modul Diklatpim Tk. III

85

2. Asas keseimbangan (principle of proportionality)


Asas keseimbangan ini menghendaki adanya keseimbangan yang
wajar dalam menjatuhkan hukuman bagi pegawai yang melakukan kesalahan. Hal ini berarti bahwa hukuman yang dijatuhkan
kepada pegawai yang berbuat salah hendaknya seimbang dengan
kesalahannya.
3. Asas kesamaan (dalam mengambil keputusan pangreh/
principle of equality)
Asas ini menghendaki bahwa dalam menghadapi kasus (fakta)
yang sama, Badan atau Pejabat Administrasi Negara harus dapat
mengambil tindakan yang sama pula.
4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness)
Asas ini menghendaki agar Badan atau Pejabat Administrasi
Negara senantiasa bertindak secara hati-hati, agar tidak
menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle
of motivation)
Asas ini menghendaki bahwa Badan atau Pejabat Administrasi
Negara dalam mengeluarkan keputusan harus berdasarkan atas
alasan yang jelas, benar dan adil. Dengan motivasi yang jelas
tersebut, warga masyarakat tersebut yang tidak menerimanya
dapat mengajukan kontrol argumen yang tepat untuk naik banding
guna memperoleh keadilan.
6. Asas jangan mencampuradukan kewenangan (principle of
non misuse of competence)

86

Hukum Administrasi Negara

Asas ini menghendaki agar dalam melaksanakan tugasnya badan


atau Pejabat Administrasi Negara tidak mencampuradukkan
kewenangan yang ada padanya. Kewenangan yang diberikan
harus dipergunakan sesuai dengan maksud diberikannya
kewenangan tersebut.
Sering juga asas tersebut dinamakan penyalahgunaan wewenang
(detournement de pouvoir).
7. Asas permainan yang layak (principle of fair play)
Asas ini menghendaki bahwa Badan atau Pejabat Administrasi
Negara hendaknya memberi kesempatan yang seluas-luasnya
kepada warga masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar dan adil sehingga dapat pula memperoleh kesempatan yang
luas untuk menuntut kebenaran dan keadilan. Asas ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada warga
masyarakat menanggapi sesuatu keterangan yang tidak benar
yang diberikan oleh Badan atau Pejabat Administrasi Negara.
Karena itu adanya instansi banding merupakan hal yang penting
bagi asas ini.
8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasona bleness
or prohibition of arbitrariness)
Asas ini menghendaki agar dalam melakukan kegiatannya Badan
atau Pejabat Administrasi Negara berlaku adil, tidak sewenangwenang dan layak. Jika Pejabat Administrasi Negara melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan asas tersebut, maka
keputusannya yang berkaitan dengan tindakannya dapat
dibatalkan.
9) Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of
meeting raised expectation)

Modul Diklatpim Tk. III

87

Asas ini menghendaki agar sikap tindakan yang dilakukan oleh


Badan atau Pejabat Administrasi Negara harus menimbulkan
harapan-harapan bagi yang berkepentingan atau warga
masyarakat.
10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
(principle of undoing the qonsequences of annulled decision)
Asas ini menghendaki agar jika terjadi pembatalan atau suatu
keputusan, maka akibat dari keputusan yang dibatalkan tersebut
harus dihilangkan sehingga pihak yang terkena putusan tersebut
harus diberikan ganti rugi atau rehabilitasi.
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup)
pribadi (principle of protecting the personal way of life)
Asas ini menghendaki agar pemerintah menghormati pandangan
hidup seseorang. Khusus dalam penerapan asas ini di Indonesia,
perlu adanya pembatasan terhadap asas tersebut disesuaikan
dengan moral Pancasila dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1974.
Karena setiap tindakan pegawai negeri harus mencerminkan
bahwa mereka adalah abdi negara dan abdi masyarakat.

88

Hukum Administrasi Negara

tindakan positif atau kebijaksanaan untuk menyelenggarakan


kepentingan umum.
13) Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of
public service)
Asas ini menghendaki agar dalam menyelenggarakan tugasnya
Badan atau Pejabat Administrasi Negara, selalu mengutamakan
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Indonesia
adalah negara hukum yang dinamis yang menuntut semua aparat
pemerintah melakukan kegiatan-kegiatan yang menuju penyelenggaraan kepentingan umum. Oleh karena itu asas penyelenggaraan
kepentingan umum ini menjadi asas pemerintahan yang baik.
Sementara itu S.F Marbun dalam bukunya Peradilan Administrasi
Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, merinci asas-asas
umum pemerintahan yang baik ke dalam 17 (tujuh belas) asas,
yaitu:
a. Asas persamaan;
b. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan;
c. Asas menghormati dan memberikan haknya setiap orang;

12. Asas kebijaksanaan ( sapientia)


Asas ini menghendaki agar dalam melaksanakan tugasnya Badan
atau Pejabat Administrasi Negara diberi kebebasan untuk
melakukan kebijaksanaan tanpa harus selalu menunggu instruksi.
Pemberian kebebasan ini berkaitan dengan perlunya tindakan
positif dari pemerintah guna menyelenggarakan kepentingan
umum. Dengan demikian di samping melaksanakan peraturan
perundangan yang telah ada, pemerintah dapat melakukan

d. Asas ganti rugi karena kesalahan;


e. Asas kecermatan;
f. Asas kepastian hukum;
g. Asas kejujuran dan keterbukaan;
h. Asas larangan menyalahgunakan wewenang;
i. Asas larangan sewenang-wenang;
j. Asas kepercayaan atau pengharapan;

Modul Diklatpim Tk. III

89

k. Asas motivasi;
l. Asas kepantasan dan kewajaran;
m. Asas pertanggung-jawaban;
n. Asas kepekaan;
o. Asas penyelenggaraan kepentingan umum;
p. Asas kebijaksanaan;
q. Asas itikad baik;
Lebih lanjut di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan nepotisme disebutkan bahwa asas-asas
umum penyelenggaraan negara meliputi:
a. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundangundangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Negara;
b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu asas yang
menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengendalian penyelenggaraan negara;
c. Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif
dan selektif;
d. Asas Keterbukaan, yaitu membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur,
dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara;

90

Hukum Administrasi Negara

e . Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan


keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara;
f. Asas Profesionalitas,yaitu asas yang mengutamakan
keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
g. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Akhirnya perlu dikemukakan bahwa asas-asas pemerintahan
yang baik tersebut semula berasal dari pemikiran dan praktek di
Negeri Belanda, di Indonesia aparatur negara dan aparatur
pemerintah selaku abdi negara dan abdi masyarakat dalam
melaksanakan tugas sehari-hari dituntut dapat melaksanakan
asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
karena dewasa ini aparatur negara dan pemerintah di dalam
pelaksanaan tugas-tugas administrasi negara telah dibatasi oleh
berbagai peraturan perundang-undangan yang mengarah kepada
kepemerintahan baik atau good governance dan supremasi
hukum.

H. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Peradilan Tata Usaha
Negara?
2. Jelaskan latar belakang pemikiran lahir PTUN?

Modul Diklatpim Tk. III

91

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Keputusan TUN?


4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Sengketa TUN?
5. Sebutkan asas umum penyelenggaraan negara yang baik?

I. Rangkuman
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokokpokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999, Pasal 10 disebutkan bahwa
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Peradilan di lingkungan :
1. Peradilan Umum;
2. Peradilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peradilan Tata Usaha Negara.
Namun setelah lebih kurang 15 tahun Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 tersebut berjalan dari keempat jenis Peradilan tersebut
di atas baru tiga jenis Peradilan yang sudah ada, yaitu Peradilan
Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Militer, sedangkan Peradilan
Tata Usaha Negara belum ada, baru pada tahun 1986 Peradilan
Tata Usaha Negara laihr dengan ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986.
Adapun sebagai dasar pemikiran kelahiran Peradilan Tata Usaha
Negara, diantaranya adalah :
1. Bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan tata
kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram
serta tertib yang menjamin persamaan kedudukan warga

92

Hukum Administrasi Negara

masyarakat dalam hukum, dan yang menjamin terpeliharanya


hubungan serasi, seimbang serta selaras antara aparatur di bidang
Tata Usaha Negara dengan para warga masyarakat;
2. Dalam rangka mewujudkan tata kehidupan tersebut, dengan jalan
mengisi kemerdekaan melalui pembangunan nasional secara
bertahap, diusahakan untuk membina, menyempurnakan, dan
menertibkan aparatur di bidang Tata Usaha Negara, agar mampu
menjadi alat yang efisien, efektif, bersih, serta berwibawa, dan
dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dengan
dilandasi semangat dan sikap pengabdian untuk masyarakat.
Dengan memperhatikan landasan pemikiran sebagaimana telah
diuraikan di atas, maka tujuan PTUN diciptakan adalah untuk
menyelesaikan sengketa antara Pemerintah dengan warga
negaranya. Dalam hal ini sengketa yang timbul sebagai akibat dari
adanya tindakan-tindakan Pemerintah yang melanggar hak warga
negaranya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PTUN
diadakan dalam rangka memberi perlindungan kepada rakyat.
Dengan kata lain tujuan PTUN sebenarnya tidak semata-mata untuk
memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan,
melainkan juga untuk melindungi hak-hak masyarakat.
Dengan lahirnya Peradilan Tata Usaha Negara, maka kepada
seluruh warga Negara Indonesia diberikan kesempatan untuk
mengajukan gugatan setiap Keputusan Tata Usaha Negara yang
dikeluarkan oleh Pejabat Administrasi Negara apabila keputusan
tersebut merugikan, selain itu keberadaan PTUN juga memberikan
perhatian kepada seluruh Pejabat Administrasi Negara dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, terutama apabila mengeluaran
suatu Keputusan agar dikemudian tidak ada pihak yang dirugikan,
sehingga tidak muncul adanya gugatan di PTUN.
Dalam usaha menciptakan penyelenggaraan pemerintah yang efisien,
efektif dan wibawa serta mampu memberikan perlindungan hukum

Modul Diklatpim Tk. III

93

terhadap masayarakat, pemerintah tidak hanya didasarkan pada


keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara, namun demikian
pemerintah juga menerapakan asas-asas umum penyelenggaraan
Negara yang baik, sebagaimana yang diatur di dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Asasasas umum penyelenggaraan negara yang baik meliputi:
1. Asas Kepastian Hukum;
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
3. Asas Kepentingan Umum;
4. Asas Keterbukaan;
5. Asas Proporsionalitas;
6. Asas Profesionalitas; dan
7. Asas Akuntabilitas.

Hukum Administrasi Negara

BAB IX
PENUTUP
A. Simpulan
Hukum Administrasi Negara merupakan sub sistem dari Sistem
Hukum Nasional yang berlaku di Indonesia, oleh karena itu HAN
harus didasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945 serta peraturan
perundang-undangan lainnya yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat Indonesia.
Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah merupakan keseluruhan
aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh alat-alat
perlengkapan negara dan aparatur pemerintah apabila menjalankan
kekuasaannya. Adapun tujuan HAN adalah memberikan batasan
wewenang kepada aparatur negara dan aparatur pemerintah agar
dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pembangunan dan
pemerintah tidak berbuat sewenang-wenang serta dapat melindungi
warga masyarakat, dengan demikian tidak terjadi benturan
kepentingan antara penguasa dengan warga masyarakat.
Dalam era reformasi dan transparansi serta persaingan global
dewasa ini, sebagai aparatur negara dan aparatur pemerintah di
dalam menjalankan tugas dan fungsinya dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat yang
membutuhkannya. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya aparatur
negara dan aparatur pemerintah juga dituntut untuk berpedoman
pada asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik
serta dapat menegakkan supremasi hukum, hal ini sebagaimana
diamanatkan di dalam Ketetapan MPR No.XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme, dan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang
94

Modul Diklatpim Tk. III

95

Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi


dan Nepotisme, serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta peraturan
perundang-undangan lainnya, semua peraturan perundang-undangan
tersebut dibuat agar aparatur negara dan aparatur pemerintah di
dalam melaksanakan tugas sehari-hari tidak terjadi adanya tuntutan
atau gugatan dari masyarakat yang merasa dirugikan
kepentingannya, dengan demikian akan terwujud adanya suatu
pemerintahan yang baik atau good governance.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, di dalam kurikulum
Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III (Diklatpim
Tingkat III) materi Hukum Administrasi Negara (HAN) diberikan
kepada peserta Diklatpim Tingkat III karena peserta Diklatpim
Tingkat III pesertanya adalah para pejabat struktural eseleon III
atau calon pejabat yang akan menduduki struktural eselon III.

B. Tindak Lanjut
Pertimbangan materi HAN diberikan kepada peserta Diklatpim
Tingkat III adalah karena pejabat struktural eselon III adalah pejabat
operasional yang sehari-hari menangani bidang tugasnya masingmasing.
Sehingga setelah diberikan materi HAN, sebagai tindak lanjutnya
diharapkan kepada alumni peserta dapat memahami dan mampu
menerapkan di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sehari-hari,
dengan demikian maka tidak akan muncul gugatan ke Peradilan
Tata Usaha Negara dari masayarakat, karena masyarakat merasa
terayomi dan hak-haknya terlindungi.

96

Hukum Administrasi Negara

DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan dan Kuntana Magnar. (1997). Beberapa Masalah Hukum
Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni.
CFG Sunaryati Hartono. (1991). Politik Hukum Menuju Satu Sistem
Hukum Nasional, Bandung: Alumni.
Bintoro Tjokroamodjojo, Sistem penyelenggaraan Pemerintahan
Negara Atas Dasar Undang-Undang dasar Negara republik
Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya.
CST. Kansil. (1993). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang. (1990). Pengantar Hukum
Administrasi Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan.
Indroharto. (1999). Usaha Memahami Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara: Beracara di pengadilan Tata
Usaha Negara, Jakarta: Sinar Harapan.
Kuntjoro Purbopranoto. (1975). Beberapa Catatan Hukum Tata
Pemerintahan Indonesia dan Peradilan Administrasi
Negara, Bandung: Alumni.
Lembaga Administrasi Negara. (1994). Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia, Jakarta: Haji Masagung.
M. Nata Saputra. (1988). Hukum Administrasi Negara, Bandung: Alumni.
Paulus Effendi Lotulung. (1994). Himpunan Makalah Azas-azas Umum
Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), Bandung: Citra Aditya.
Philipus M. Hadjon dkk. (1993). Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia (Introduction to the Indonesian Administrative
Law), Jogjakarta: Gajah Mada University Press.

Modul Diklatpim Tk. III

97

Ridwan, HR. (2002). Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII


Press.

98

Hukum Administrasi Negara

DAFTAR DOKUMEN

S.F Marbun. (1997). Peradilan Administrasi Negara dan Upaya


Administratif di Indonesia, Yogyakarta: Liberty.
S.F Marbun dkk. (2001). Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum
Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press.
S. Prajudi Atmosudirdjo. (1995). Hukum Administrasi Negara, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
W.F Prins-R.Kosim Adisapoetra. (1987). Pengantar Ilmu Hukum
Administrasi Negara Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Nomor XI/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Nomor III/MPR/2000
tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang
Penijauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
MPRS dan MPR-RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara sebagaimana telah dibah dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1986 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2004;.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Program Pembangunan
Nasional Tahun 2000-2004.
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.

Modul Diklatpim Tk. III

Hukum Administrasi Negara

99
100

Anda mungkin juga menyukai