Anda di halaman 1dari 24

TUGAS

RESUME HEMATOLOGI

Disusun Oleh :
INTAN ROSITA MAHARANI (P27834113004)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D4 ANALIS KESEHATAN
TAHUN AJARAN 2015/2016

PEMERIKSAAN HEMATOKRIT

Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah
persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada
kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk
mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah. Metode pengukuran hematokrit secara manual
dikenal ada 2, yaitu :
1. Metode makrohematokrit
Prinsip : Pada metode makro, sampel darah beranti koagulan dimasukkan dalam
tabung Wintrobe yang berukuran panjang 110 mm dengan diameter 2.5-3.0 mm dan
berskala 0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama 30 menit dengan kecepatan
2500rpm - 3.000rpm. Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit yang dinyatakan
dalam %.
2. Metode mikrohematokrit
Prisnip : Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA, darah
heparin atau darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam tabung kapiler yang
mempunyai ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang
digunakan ada 2 macam, yaitu yang berisi heparin (bertanda merah) untuk sampel darah
kapiler (langsung), dan yang tanpa antikoagulan (bertanda biru) untuk darah
EDTA/heparin/amonium-kalium-oksalat.
Darah kapiler dan darah vena mempunyai susunan darah berbeda. Packed Cell
Volume (PCV) atau hematokrit, hitung jumlah sel darah merah, hemoglobin pada darah
kapiler sedikit lebih rendah dari pada darah vena (Purwanto, 1996). Total leukosit dan
jumlah netrofil lebih tinggi darah kapiler sekitar 8%, jumlah monosit sekitar 12%,
sebaliknya jumlah trombosit lebih tinggi darah vena dibanding darah kapiler. Perbedaan
sekitar 9% atau 32 % pada keadaan tertentu. Terjadinya ini mungkin berkaitan dengan
adhesi trombosit pada tempat kebocoran kulit (Dacie and Lewis, 2002).
PEMERIKSAAN MIKROHEMATOKRIT
Alat Dan Bahan :

Pipa kapiler
Sentrifuge untuk mikrohematokrit
Antikoagulan : NaEDTA
Alat sampling
Adonan wax

Prosedur Kerja :
1) Darah dibiarkan masuk ke dalam pipa kapiler dengan cara menempelkan salah satu
lubang pada darah, pada posisi hampir mendatar. Usahakan agar darah menempati
sekitar 2/3 panjang kapiler.
2) Salah satu ujung kapiler ditutup menggunakan adonan wax. Pastikan benar-benar
tertutup sempura.
3) Tempatkan masing-masing 2 buah kapiler untuk setiap penderita dengan posisi
berlawanan, ke dalam lubang jari-jari pada mikrohematokrit centrifuge.
4) Setelah penutup jari-jari centrifuge dipasang, centrifuge dituutp kemudian dijalankan
selama 5 menit dengan memutar pengatur waktu. Bila waktu ini sudah habis maka
centrifuge akan berhenti secara otomatis.
5) Setelah centrifuge berhenti, ambil pipa kapiler dan segera dibaca pada skla
pembacaan. Hasil pembacaan dua buah tes untuk satu penderita tidak bleh berbeda
lebih dari 2%. Bila hal ini terjadi maka pemeriksaan harus diulang
*Catatan :
a. Penutupan lubang kapiler yang kurang smepurna dapat menyebabkan hasil
hematokrit rendah palsu karena sebagian darah menembus keluar.
b. Penempatan pipa-pipa kapiler pada lubang jari-jari kurang mapan dan penutup
yang kurang rapat dapat menyebabkan hasil pmebacaan tinggi palsu. Hal ini
disebabkan kurang fixnya pipa kapiler sehingga bergerak saat dilakukan
sentrifuse. Demikian pula bila kita membiarkan pipa tersebut terlalu lama setelah
sentrifugasi.
c. Kecepatan putar sentrifuse dan pengaturan waktu dimaksudkan agar eritrosit
menjadi mampat secara maksimal.
d. Penggunaan antikoagulan secara berlebihan dapat menyebabkan hasil pembacaan
rendah palsu.
PEMERIKSAAN MAKROHEMATORIT
Alat Dan Bahan :

Tabung wintrobe dengan garis-garis skala 0-100 dan 100-0 dari dasr tabung.
Sentrifuge
Antikoagulan : NaEDTA
Alat sampling
Pipet pasteur

Prosedur Kerja :
1) Antikoagulan yang sudah tercampur rata, dipipet dengan pipet pasteur kemudian
dimasukkan ke dalam tabung wintrobe dimulai dari dasar tabung sampai miniskus
tepat pada skala puncak. Usahakan tidak terdapat gelembung udara.
2) Tabung disentrifugasikan selama 30 menit dengan kecepatan putar 2500 rpm - 3000
rpm.
3) Mampatan eritrosit dibaca pada skala, volumenya dinyatakan dalam persen terhadap
volume darah.
*Catatan :
a. Di atas ednapan eritrosit yang mampat terdapat buffy coat (lapisan berwarna
putih) tidak ikut dibaca sebagai batas miniskus, bagian inia adalah lapisan leukosit
dan yang paling di atas adalah trombosit.
b. Centrifuge yang dipakai lebih baik dipilih putaran datar sehingga pembacaan lebih
mudah.
c. Ukuran normal penderita pada cara makro ini tidak berbeda dengan cara mikro

Menghitung endapan =

panjang padatan
x 100
panjang bahan semula

Ukuran nilai normal hematokrit :


Saat lahir
: 50%-62%
Usia 1 tahun
: 31%-39%
Dewasa wanita : 36%-46%
Dewasa pria
: 42%-52%

PEMERIKSAAN MCV. MCHC, MCH


Pemeriksaan ini ditujukan pada ukuran besar rata-rata eritrosit, dan hemoglobin yang
terkandung di dalamnya. Gunanya untuk membantu menentukan jenis-jenis anemia, bersama
dengan pemeriksaan morfologi eritrosit dalam sediaan hampar.
1. Volume Eritrosit Rata-rata atau MCV ( Mean Corpusculor Volume)
Penghitungannya berdasarkan dua buah pemeriksaan yaitu jumlah eritosit dalam 1
mm3 darah, dan PCV (Oacked Cells Volume) atau hematokrit.
Hematokrit
MCV =
x 10 3
Rumus :
jumlah eritrosit dalam juta

Ukuran normal
Arti Klinis

: 80 - 97 3
: < 80 3 (eritosit berukuran kecil atau mikrositik).
80 - 97 3 ( eritosit normal tau normositik).
>97

(eritosit berukuran besar makrositik).

2. Konsetrasi Hemoglobin Rata-rata atau MCHC ( Mean Corpusculor Hemoglobin


Consentration)
Perhitungannya berdasarkan kadar Hb dan hematokrit.
Hemoglobin
MCHC=
x 100
Rumus :
Hematokrit
Ukuran normal
Arti Klinis

: 32%- 36%
: MCHC normal (warna eritrosit normal = normokrom).
MCHC <32% (warna eritrosit pucat = hipokrom).
MCHC >36% (warna eritrosit gelap = hiperkrom).

3. Berat Rata-rata Hemoglobin dalam Eritrosit atau MCH ( Mean Corpusculor


Hemoglobin)
Pemeriksaan ini mempunyai arti klinis yang sama dengan pemeriksaan MCHC, yaitu
berfungsi berhubungan dengan warna eritosit. Perhitungannya berdasar pada kadar Hb
dan jumlah eritrosit/1 mm3 darah.
Hemoglobin
MCHC=
x piko gram
Rumus :
Jumlah eritrosit dalam juta

Ukuran normal : 27 31 piko gram


GABUNGAN PEMERIKSAAN
a. Contoh
MCV
: 67 3

(kurang dai normal)

MCH
: 22 piko gram
(kurang dai normal)
MCHC
: 33%
(normal)
Maka didapatkan gambaran mikrositik, normokrom, anemia
b. Contoh
MCV
: 67 3
(kurang dai normal)
MCH
: 20 piko gram
(kurang dai normal)
MCHC
: 30%
(kurang dai normal)
Maka, gambarannya adalah mikrositik, hipokrom, anemia
*Catatan :
Pemeriksaan nilai rata-rata eritrosit adalah kesimpulan yang diambil
dari pemeriksaan-pemriksaan kadar Hb, jumlah eritrosit, dan hematokrit.

Oleh karena itu validitas nilainya sangat tergantung dari ketelitian


pemeriksaan-pemeriksaan sebelumya. Misalnya, pemeriksaan kadar Hb harus
tidak memakai car visula Sahli melainkan cara fotometri yang akurasinya
lebih tinggi. Demikian pula hitung eritrosit menggunakan electronic cell
counter.

PEMERIKSAAN RETIKULOSIT

Retikulosit adalah eritrosit muda yang kehilangan inti selnya, dan mengandung sisasisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih dapat mensintesis hemoglobin.
(Child, J.A, 2010 ; Erslev AJ, 2001). Retikulosit di dalam perkembangannya melalui 6 tahap:
pronormoblast, basofilik normoblas, polikromatofilik normoblas, ortokromik normoblas,
retikulosit, dan eritrosit. Dalam keadaan normal keempat tahap pertama terdapat pada
sumsum tulang. Retikulosit terdapat baik pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam
sumsum tulang memerlukan waktu kurang lebih 2 3 hari untuk menjadi matang, sesudah
itu lepas ke dalam darah. (Rodak dan Bell, 2002: 202) .
Retikulosit paling muda (imatur) adalah yang mengandung ribosome terbanyak,
sebaliknya retikulosit tertua hanya mempunyai beberapa titik ribosome. Banyaknya
retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan
jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum
tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat mengindikasikan
keadaan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik. Pemeriksaan retikulosit dapat
menggunakan dua cara yaitu dengan sediaan metode basah dan sediaan metode kering, untuk
sediaan dengan metode basah tepat dipakai dalam laboratorium rutin karena memiliki

keuntungan, yaitu tidak memerlukan waktu yang terlalu lama, di inkubasi, mudah dalam
pembuatan sediaan, selain menggunakan BCB 1% dalam methanol, dapat juga menggunakan
BCB 1% dalam NaCl. Sedang kerugiannya, yaitu pada saat pembacaan dan penghitungan
jumlah retikulosit, komponen dan jenis sel-sel darah masih dapat bergerak, sehingga
menyebabkan sel-sel tersebut saling bertumpukan. Sediaan metode kering memiliki
keuntungan, yaitu pada proses pembacaan dan penghitungan yang mudah, eritrosit menyebar
dan kerugian pada pemeriksaan retikulosit dengan metode kering terletak pada waktu yang
memerlukan inkubasi 15-30 menit, sehingga menyebabkan proses pemeriksaan lebih lama
(Subowo, 2002).
Pemeriksaan ini bertujuan memantau keadaan sumsum tulang sebgai produsen
eritrosit dan hilangnya sejumlah eritrosit dari sirkulasi darah sebagai akibat bermacammacam jenis anemia atau perdarahan.
Prinsip : presentase retikulosit terhadap seluruh eritrosit yang beredar dalam sirkulasi
darah dihitung, dengan melhat tanda-tanda khusus berupa benang-benang filamen sisa RNA
ang dapat terlihat melalui pewarnaan supravital
PROSEDUR PEMERIKSAAN
Alat dan Bahan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Objek glass
Cover glass
Tabung reaksi kecil
Pipet pasteur
Spatula
Mikroskop
Darah EDTA

Reagen
Reagen pewarna BCB 1% dengan formula sebagai berikut :
1.Larutan Brilliant Crecyl Blue 1 g
2.NaCl 0,85 g
3.Citrat natricus 0,40 g
4.Aquadest 100 ml
Reagen pewarna New Methylene Blue Normal
1. Sodium chlorida 0,8 g
2. Potassium oksalat 1,4 g
3. New Methylene Blue Normal Kristal 0,5 g
4. Aquadest 100 ml
Langkah Kerja :
1. Dengan pipet pasteur tempatkan 3 tetes larutan BCB 1% ke dalam tabung kecil.

2. Tambahkan ke dalamnya 3 tetes darah spesimen. Campur sampai rata dengan


mengocok perlahan-lahan.
3. Biarkan campuran darah dan pewarna pada suhu kamar selama 15 menit atau
diinkubasi 37 . Selama itu proses pewarnaan suravital berlangsung, yaitu
pewarnaan terhadap darah segar dan utuh.
4. Campuran dihomogenkan kembali sehingga eritrosit merata ke seluruh cairan.
Kemudian dengan menggunakan batang pengaduk diteteskan di salah satu tepi objek
glass untuk dibuat hapusan.
5. Setelahmembuat hapusan kering udarakan pada suhu kamar. Setelah kering sediaan
dapat diperiksa dibawah mikroskop menggunakan perbesaran 100x lensa objektif
6. Periksa pada area hitung dimana eritrosit tidak saling bertautan satu sama lain, catat
jumlah retikulosit dan eritrosit sampai keduanya mencapai 1000 sel.
7. Presentase retikulosit dalam 1000 sel eritrosit ini dilaporkan sebagai hasil hitung
retikulosit dalam satuan %.
Nilai Rujukan
Dewasa : 0.5 - 1.5 %
Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %
Bayi : 0.5 - 3.5 %
Anak : 0.5 - 2.0 %
*Catatan :
a. Meningkatnya jumlah retikulosit menandakan penderita kehilangan banyak darah
sehingga produksi sumsum tulang dipacu. Hal ini didapati pada hemolitik anemia,
anemia defisiensi zat besi, thalasemia, perdarahan akut atau kronis. Penurunan
jumlah retikulost menandai sumsum tulang mengalami gangguan, seperti aplastis
anemia.
b. Perbandingan jumlah darah dan pewarna dapat diubah sesuai dengan warna
retikulosit yang dikehendak, tetapi waktu pewarnaan tidak boleh kurang dari 10
menit.
c. Campuran darah dan pewarna harus merata sebbelum dibuat sediaan hapusan karena
retikulosit lebih berat daripada eritrosit dewasa sehingga cenderung berada di bagian
bawah.
d. Hati-hati terhadap inclusion bodies dalam eritrosit karena mirip dengan retikulosit
seperti Heinz bodies atau Pappenheimer bodies.

PEMERIKSAAN EOSINOFIL

Eosinofil adalah sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan dalam sistem
kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberapa infeksi pada makhluk
vertebrata. Bersama-sama dengan sel biang, eosinofil juga ikut mengendalikan mekanisme
alergi.Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang
sebelum bermigrasi ke dalam sirkulasi darah.
Jumlah eosinofil meningkat selama alergi dan infeksi parasit. Bersamaan dengan
peningkatan steroid, baik yang diproduksi oleh kelenjar adrenal selama stress maupun yang
diberikan per oral atau injeksi, jumlah eosinofil mengalami penurunan. Individu normal
mempunyai rasio eosinofil sekitar 1 hingga 6% terhadap sel darah putih dengan ukuran
sekitar 12 - 17 mikrometer. Eosinofil dapat ditemukan pada medulla oblongata dan
sambungan antara korteks otak besar dan timus, dan di dalam saluran pencernaan, ovarium,
uterus, limpa dan lymph nodes. Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit, esofagus dan organ dalam
lainnya, pada kondisi normal, keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan pertanda
adanya suatu penyakit. Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12 jam, dan
bertahan lebih lama sekitar 8-12 hari di dalam jaringan apabila tidak terdapat stimulasi.
Prinsip : Eosinofil dihitung tersendiri dengan larutan pengencer yang dapat mewarnai
eosinofil tetapi sel-sel leukosit yang lain serta eritrosit lisis. Perhitungan
didasarkan atas penipisan dan volume cairan dalam kamar hitung.
Spesimen : Darah vena atau kapiler denngan anktikoagulan EDTA, heparin, atau

double oxalat.
Alat dan reagen :
1. Larutan pewarna dan pengncer dapat dipilih salah satu dari pyloxine encer, larutan
pilot, dan larutan pewarna Randolph.
R/ Dungern :
-1 bagian eosin 1%-2%
-1 bagian aceton
-8 bagian aquades
2.

Pipet pengencer leukosit dengan aspirator

3. Kamar hitung
4. Ruang lembab terdiri dari petridish dengan kertas saring basah.
5. Mikroskop

Langkah Kerja

1. Dengan menggunakan pipet pengencer leukosit, hisap darah sampai tanda 1. Bagian
luar pipet diusap dengan tissue.
2. Kemudian lanjutkan hisap larutan Dungern sampai tanda 11.
3. Gunakan pipet lain sebagai duplo, hisap darah dan lakukan Dungern memakai cara
sama dengan pipet pertama.
4. Kedua pipet dikocok selama 2 menit agar tercampur rata.
5. Siapakan kamar hitung dan ruang lembab, pasang gelas penutupnya.
6. Pipet dikocok kembali, buang 2-3 tetes pertama dari pipet pertama, masukkan di satu
sisi kamar hitung. Sisi lainnya diisi cairan dari pipet kedua.
7. Masukkan ke dalam petridish lembab dalam posisi mendatar, tunggu selama 15 menit.
Selama periode ini, berlangsung pewarnaan eosinodil dan lisisnya eritrosit dan jenis
leukosit yang lain.
8. Segera perikasa di bawah mikroskop pembesaran lensa objektif 10x. Hitung eosinofil
dalam 9 kotak kamar hitung.

9. Perhitungan
VKH = 1 mmx 1 mm x 0,1 mm x 9 = 0,9 mm3
Penipisan darah dan pewarna 10x
0,9 mm3 cairan = N sel
1 mm3 cairan = 10/9 N
Jadi, 1 mm3 darah = 10/9 x 10 N
=100/9N
Jumlah eosinofil, 1 mm3 darah = jumlah penghitungan eosinofil dalam 9 petak,
dikalikan 100/9.
10. Dari dua sisi ruang hitung diambil rata-ratanya kemudian dilaporkan sebagai hasil
hitung eosinofil.
Nilai normal : 150 - 300/ 1 mm3 darah

PEMERIKSAAN TROMBOSIT
Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma
megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari.
Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faali tubuh untuk
melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama
trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat traumatrauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding
pembuluh darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit
pada jaringan sub-endotel pada pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel
trombosit). Jenis pemeriksaan trombosit ada 3 macam, yaitu metode langsung Rees dan
Ecker, metode tidak langsung hapusan.
Metode langsung Rees dan Ecker
Prnsip : Darah diencerkan dengan larutan yang mengandung Brilliant Crecyl
Blue sehingga trombosit berwarna biru cerah. Perhitungan
didasarkan pada pengenceran dan volume cairan dalam kamar
hitung.
Spesimen : Darah vena atau kapiler dengan antikoagula EDTA.
Alat-alat dan reagensia :
1. Larutan pengencer Rees dan Ecker

2.
3.
4.
5.
6.

Sodium sitrat 3,8 g


Brillian Crescyl Blue Crystal 0,1 g
Formalin 40% 0,2 ml
Aquadest 100 ml
Saring sebelum digunakan
Pipet pengencer eritrosit dengan aspirator
Kamar hitung
Petridish
Tissue
Mikroskop

Langkah Kerja :
1. Darah dihomogenkan kemudian hisap darah menggunakan pipet
pengencer eritrosit hingga tanda 0,5, bagian luar pipet diusap dengan
2.
3.
4.
5.

tissue.
Memipet larutan pengencer Rees dan Ecker sampai tanda 101.
Pipet dikocok selama 3-5 menit.
Kamar hitung disiapkan dan dipasang cover glass diatasnya.
Menyediakan ruang lembab, mengggunakan petridish dengan dasar kertas

saring basah.
6. Pipet kembali dikocok, buang 2-3 tetesan pertama. Selanjutnya tetesan
berikutnya dimasukkan ke dalam kamar hitung.
7. Tempatkan pada ruang lembab selama 15 menit.
8. Setelah itu menghitung trombosit di bawah mikroskop menggunakan
pembesaran lensa objektif 40x dan hitung pada kotak leukosit.
9. Penghitungan : jumlah trombosit per 1 mm 3 darah = jumlah trombosit
dalam 4 kotak leukosit dikalikan 500.
Metode tidak langsung hapusan
Prinsip : Hapusan darah diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau May
Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana
eritrosit tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih dan
sel eritosit dihitung hingga mecapai 1000 sel. Metode hitung
trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit
dibandingkan dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit
itulah yang sebenarnya dihitung.
Spesimen : Darah vena atau kapiler dengan antikoagulan EDTA.

Alat-alat dan reagensia :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Objek glass
Batang pengaduk
Oil imersi
Mikroskop
Tissue
Giemsa siap pakai ( 1 ml buffer pro giemsa dan 3 tetes giemsa induk).

Langkah Kerja :
1. Membuat hapusan darah yang baik dan benar.
2. Dikering udarakan kemudian dilakukan pewarnaan menggunakan pewarna
Giemsa.
3. Sebelumnya hapusan difiksasi dengan alkohol 96% selama 5 menit.
4. Bilas hapusan dengan air mengalir.
5. Keringkan, lalu amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x lensa
objektif.
6. Amati pada area hitung kemudian hitung trombosit dan eritrosit yang ada.
Eritrosit dihitung hingga mencapai 1000 sel.
7. Sebelum dilakukan pengamatan hapusan terlebih dahulu melakukan
penghitungan eritrosit.
8. Penghitungan jumlah trombosit dibagi dengan jumlah eritrosit dalam juta
dikalikan jumlah eritrosit dalam hapusan.
Ukuran normal : 150.000 - 350.000 / mm3 darah

PEMERIKSAAN BLEEDING TIME (WAKTU PERDARAHAN)


Waktu perdarahan ini tergantung daripada efisiensi cairan jaringan untuk
mempercepat pembekuan, ketahanan kapiler, dan fungsi maupun jumlah trombosit.
a. Cara Duke
Prinsip : Lubang yang baku pada cuping telingan dibuat kemudian waktukeluar darah
sampai berhenti dicatat sebagai waktu perdarahan.
Alat dan reagen :
1. Autoclick
2. Alcohol swab
3. Disposable lanchet
4. Kertas saring
5. Stopwatch
Langkah Kerja :
1. Cuping telinga penderita dipijat-pijat searah dengan cara menjepit dengan ibu jari
dan telunjuk tangan kiri.
2. Kemudian dibersihkan dengan alcohol swab.
3. Cuping telinga penderita ditusuk menggunakan autoclick yang berisi lanchet,
kedalaman 5 mm. Segera stopwatch dihidupkan dan melepaskan jepitan tangan
pada ibu jari.
4. Darah yang keluar ditempel pada kertas saring yang telah dilipat menjadi dua pada
30 detik pertama dan 30 detik berikutnya hingga darah benar-benar berhenti.
5. Kertas saring tidak boleh menempel pada bagian luka.
6. Pada saat darah tidak keluar lagi matikan stopwatch dan catat waktunya laporkan
sebagai waktu perdarahan.
Ukuran normal : 1-3 menit dengan batas toleransi 3-6 menit.

PEMERIKSAAN CLOTTING TIME (WAKTU PEMBEKUAN DARAH)

Cara Lee and White


Prinsip : waktu pembekuan diukur sejak darah keluar dari pembuluh darah
sampai terjadi bekuan dalam suatu kondisi spesifik.
Spesimen : darah segar 4 ml
Alat dan reagensia :
1. Tabung reaksi kecil beserta raknya
2. Stopwatch
3. Alcohol swab
4. Spuit 5 ml
5. Torniquet
6. Plesterin
Langkah Kerja :
1. Lakukan sampling pada vena dengan cara yang benar.
2. Pada saat darah mulai masuk ke dalam spuit pasang stopwatch dan
dilanjutkan menghisap darah hingga 4 ml. Kemudian torniquet
dilonggarkan dan spuit dikeluarkan dari vena.
3. Menekan bekas tusukan dengan kapas kering lalu dipasang plester.
4. Memasukkan darah ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing 1.
5. Tepat 5 menit tabung kesatu diangkat dang dimiringkan 45 . Ulangi
tindakan serupa selang 30 detik sampai terjadi bekuan sempurna (90
tanpa ada tumpahan). Catat waktunya.
6. Pada 30 detik berikutnya lakukan hal serupa pada tabung ke 2 sampai
terjadi bekuan sempurna hingga tabung ketiga.
7. Setelah tabung ketiga beku matikan stopwatch dan catat waktunya.
8. Waktu pembekuan pada tabung ke 3 dilaporkan sebagai hasil pemeriksaan.
Ukuran normal : 5 - 15 menit

CLOTTING RETRACTON (RETRAKSI BEKUAN)


Pada saat darah telah membeku secara smepurna, secara normal bekuan akan
berkontraksi dan mengjerut untuk mengeluarkan serum dari dalamnya, sehingga akhirnya
mengendap ke bawah. Retraksi bekuan ini kerkaitan erat dan sangat tergantung daripada
jumlah serta aktivitas trombosit.

Prinsip : Darah segar ditempatkan pada suhu 37 , retraksi bekuan diamati pada
waktu 1 jam. 2 jam, 4 jam, 24 jam setelah darah membeku.
Spesimen : Darah segar sebanyak 3 ml atau menggunakan satu diantara 3 tabung
darah beku dari waktu bekuan Lee and White.
Alat dan reagen :
1. Disposable syringe 5 ml
2. Torniquet
3. Tabung rekasi
Langkah kerja :
1. Melakukan sampling dengan baik dan benar.
2. Memasukkan darah ke dalam 3 tabung maisng-masing 1 ml darah.
3. Begitu darah membeku, amati bekuan dalam waktu 1 jam, 2 jam, 4 jam, 24 jam
terhadap terjadinya retraksi bekuan, yaitu keluarnya serum.
4. Hasil pemeriksaan yang dilaporkan ialah waktu yang diperlukan saat darah
membeku sampai retraksi sempurna
Ukuran normal :
a. Retraksi normal : bila terjadi retraksi pada 2 jam sampai 4 jam setelah
bekuan.
b. Retraksi lemah : bila retraksi terjadi anatar 4 jam sampai 24 jam.
c. Retraksi nol : bila tidak terjadi bekuan setelah 24 jam.

CLOT LYSIS
Sebagai kelanjutan dari clot retraksi adalah clot lysis, yaitu proses terurainya jala-jala
fibrin sehingga menjadi tidak berbentuk atau hanya berupa sedimen di dasar tabung. Pada
saat ini, warna merah sebagai akibat lisisnya eritrosit mulai menjalar dari permukaan bekuan
sampai akhirnya rata dalam serum.
Cara : Tabung clot retraksi tetap berada pada suhu 37 pada akhir 8 jam, 24 jam,
48

jam, dan 72 jam dilihat apakah terjadi clot lysis.


Hasil : clot lysis kurang dari 72 jam normal.

PROSES HEMOSTASIS
Hemostasis

adalah

upaya

tubuh untuk

mencegah terjadinya

perdarahan

dan

mempertahankan keenceran darah di dalam sirkulasi supaya tetap bisa mengalir dengan baik.
Proses hemostasis ada empat mekanisme utama, yaitu:
1. Konstriksi pembuluh darah

Konstriksi pembuluh darah

terjadi seketika apabila pembuluh darah mengalami

cedera akibat trauma. Selain itu konstriksi juga terjadi karena trombosit yang pecah
melepaskan vasokonstriktor bernama tromboksan A2 pada sekitar area trauma tsb,
sehingga pembluh darahnya berkonstriksi.
2. Pembentukan sumbatan platelet/trombosit
Setelah pembuluh darah mulai berkonstriksi, secara bersamaan sebenarnya trombosit
di sekitar area yang cedera tersebut akan segera melekat menutupi lubang pada
pembuluh darah yang robek tsb. Hal ini bisa terjadi karena di membran trombosit itu
terdapat senyawa glikoprotein yang hanya akan melekat pada pembuluh yang
mengalami cedera, sedangkan senyawa tersebut yang akan mencegah trombosit untuk
melekat di pembuluh darah yang normal. Ketika trombosit ini bersinggungan dengan
epitel pembuluh darah yang cedera tadi, trombosit kemudian menjadi lengket pada
protein yang disebut faktor von Willebrand yang bocor dari plasma menuju jaringan
yang cedera tadi. Seketika itu morfologinya berubah drastis. Trombosit yang tadinya
berbentuk cakram, tiba-tiba menjadi ireguler dan bengkak. Tonjolan-tonjolan akan
mencuat keluar permukaannya dan akhirnya protein kontraktil di membrannya akan
berkontraksi dengan kuat sehingga lepaslah granula-granula yang mengandung faktor
pembekuan aktif, diantaranya ADP dan tromboksan A2 tadi. Secara umum, proses ini
disebut dengan adhesi trombosit.
Ketika trombosit melepas ADP dan tromboksan A2, zat-zat ini akan mengaktifkan
trombosit lain yang berdekatan. Ia seolah-olah menarik perhatian trombosit lainnya
untuk mendekat. Karena itu, kerumunan trombosit akan seketika memenuhi area
tersebut dan melengket satu sama lain. Semakin lama semakin banyak hingga
terbentuklah sumbat trombosit hingga seluruh lobang luka tertutup olehnya. Peristiwa
ini disebut agregasi trombosit. Proses aktivasi trombosit ini terus terjadi sampai
terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis primer.
3. Pembekuan darah
Setelah terbentuk sumbat trombosit, dalam waktu 15 sampai 20 menit bila
perdarahannya hebat, atau 1 sampai 2 menit bila perdarahannya kecil, zat-zat
aktivator dari pembuluh darah yang rusak dan trombosit tadi akan menyebabkan
pembekuan darah setempat. Prosesnya sangat kompleks, berupa kaskade yang saling
mengaktifkan satu sama lain hingga sampai terbentuknya benang fibrin untuk
menutup luka. Jika satu saja komponen pengaktif

itu terganggu, proses

keseluruhannya dapat terganggu. Mekanismenya adalah sebagai berikut:

Pembentukan aktivator protrombin


Pembentukan aktivator protrombin berasal dari dua mekanisme kompleks yang
melibatkan berbagai faktor pembekuan, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur instrinsik.
1) Jalur ekstrinsik
Ketika dinding vaskuler mengalami cedera, ia akan melepaskan berbagai
faktor jaringan atau tromboplastin jaringan atau faktor III teraktivasi.
Faktor ini terdiri dari kompleks fosfolipid dan lipoprotein yang terutama
berfungsi sebagai enzim proteolitik. Nah, faktor jaringan ini nantinya akan
mengaktifkan faktor VII menjadi faktor VII teraktivasi (VIIa). Bersamasama, faktor jaringan dan faktor VII teraktivasi serta dengan bantuan ion
Kalsium (Ca2+/ faktor IV) akan merubah faktor X menjadi faktor X
teraktivasi (Xa). Kemudian, faktor Xa itu akan berikatan dengan fosfolipid
pada faktor jaringan tadi (atau dengan fosfolipid tambahan yang dilepas
trombosit), dan mereka bergabung dengan faktor V (dihasilkan oleh
trombin, senyawa yang dihasilkan dari aktifitas aktivator protrombin
nantinya) untuk membentuk aktivator protrombin. Pada kejadian pertama
kali, faktor V ini inaktif, namun setelah terbentuk trombin, trombin ini
akan mengaktifkan faktor V tersebut sehingga ia akan membantu
pembentukan faktor protrombin tadi.

GAMBAR JALUR EKSTRINSIK


2) Jalur Instrinsik
Untuk jalur instrinsik, dimulai ketika darah itu sendiri mengalami trauma
atau darah itu berkontak dengan jaringan yang mengalami trauma. Hal ini
akan menyebabkan faktor XII inaktif berubah menjadi aktif, atau faktor

XII teraktivasi (XIIa). Selain itu, trombosit yang hancur juga akan
melepaskan fosfolipid yang mengandung lipoprotein yang disebut faktor 3
trombosit. Faktor XIIa akan mengaktifkan faktor XI menjadi faktor XI
teraktivasi (XIa) dengan bantuan senyawa bernama kininogen HMW.
Faktor XIa ini dengan bantuan Ca2+ akan mengaktifkan faktor IX menjadi
faktor IX teraktivasi (IXa). Nah, kemudian faktor IXa ini akan bekerja
sama dengan faktor VIII teraktivasi* , faktor 3 trombosit tadi serta dengan
Ca2+, untuk mengubah faktor X menjadi faktor X teraktivasi (Xa). Sama
dengan jalur ekstrinsik, faktor Xa ini akan bergabung dengan fosfolipid
dan faktor V untuk membentuk aktivator protrombin.*NB: Faktor VIII
telah tersedia dalam darah, kemungkinan dihasilkan oleh endotel,
gromerular, dan tubular vaskuler serta sel sinusoid hati. Faktor ini tidak
dimiliki oleh pasien hemofilia klasik (hemofilia A). Ia diaktifkan oleh
trombin menjadi faktor VIII teraktivasi.

GAMBAR JALUR INTRINSIK

Perbedaan antara jalur ekstrinsik dan instrinsik adalah, jalur ekstrinsik prosesnya lebih cepat,
bisa berlangsung dalam 15 detik, sedangkan instrinsik lebih lambat, biasanya perlu waktu 1
sampai 6 menit untuk menghasilkan pembekuan.

Pembentukan Benang-Benang Fibrin


Setelah aktivator protrombin terbentuk, langkah selanjutnya adalah aktivator
protrombin ini akan mengaktifkan protrombin (senyawa protein plasma, yang
dihasilkan oleh hepar dengan bantuan vitamin K. Makanya jika seseorang
kekurangan vitamin K, perdarahan akan mudah terjadi dan pembekuan sulit
terjadi. Konsentrasinya dalam plasma sekitar 15 mg/dl). Protrombin akan aktif
menjadi trombin. Prosesnya lagi-lagi membutuhkan peranan ion kalsium (Ca 2+).
Nantinya, trombin ini akan menyebabkan polimerisasi dari molekul-molekul
fibrinogen (protein dengan BM yang besar dan konsentrasi dalam plasma sekitar
100 700 mg/dl serta di sintesis di hepar) menjadi benang-benang fibrin dalam
waktu 10 15 detik.
Prosesnya, trombin ini akan melepas 4 molekul peptida kecil dari setiap
molekul fibrinogen, sehingga membentuk satu fibrin monomer, selanjutnya fibrin
monomer ini secara otomatis mampu berpolimerisasi dengan sesamanya
membentuk benang fibrin. So, setelah beberapa detik, akan muncul banyak
benang-benang fibrin yang panjang. Tapi benang-benang ini ikatannya masih
lemah, karena cuma berikatan secara ikatan hidrogen. Untuk itu, trombin akan
mengaktivasi suatu zat yang disebut faktor stabilisasi fibrin (terdapat dalam
jumlah kecil dalam bentuk globulin plasma, tapi juga dilepaskan oleh trombosit
yang terperangkap dalam bekuan) Faktor inilah yang nantinya akan memperkuat
ikatan benang-benang fibrin tadi menjadi lebih kuat, yakni dengan cara
menimbulkan ikatan kovalen pada benang-benang tersebut.
Jika benang-benang fibrin terbentuk, perdarahan akan berhenti. Pada jaringan
dan endotel pembuluh darah yang teluka, akan dilepaskan suatu aktivator kuat
yang disebut aktivator plasminogen jaringan (t-PA). t-PA ini akan mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini adalah zat anti-koagulan dalam darah.
Plasmin bekerja dengan cara mencerna benang-benang fibrin dan protein
koagulan lain seperti fibrinogen, faktor V, faktor VIII, protrombin dan faktor XII.
Dan canggihnya, t-PA ini hanya akan dihasilkan pada hari-hari berikutnya, jika

pembuluh darah yang luka sudah tertutup. Sehingga, proses pembentukan benangbenang fibrin juga akan terhenti.
4. Pembentukan jaringan fibrosa
Setelah terbentuk benang-benang fibrin tersebut secara sempurna, dan darah juga
membentuk bekuan, bekuan itu akan diinvasi oleh fibroblas yang kemudian
membentuk jaringan ikat pada seluruh bekuan tersebut, atau dapat juga bekuan itu
dihancurkan. Proses ini didukung oleh faktor pertumbuhan yang disekresikan oleh
trombosit, dan akan berlangsung berkelanjutan hingga bekuan tersebut akan menjadi
jaringan fibrosa dalam waktu sekitar 1 sampai 2 minggu. Struktur jaringan sekitar
trauma akan bekerja sedemikian rupa untuk memperbaiki kondisinya seperti semula.

MEKANISME FIBRINOLISIS
Fibrinolisis adalah mekanisme fisiologis yang bekerja secara konstan dengan sistim
pembekuan darah untuk menjamin lancarnya aliran darah ke organ perifer atau jaringan
tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi fibrinolisis:
A. Usia
B. Merokok
C. Aktivitas fisik
Selain mekanisme pembekuan, terdapat pula sistem kontrol utama dalam mengimbangi
sistem koagulasi yaitu sistem atau mekanisme fibrinolisis yang berperan menghancurkan
fibrin secara enzimatik.
Tiga komponen sistem fibrinolisis:
Plasminogen (bentuk proenzim dari plasmin. Plasminogen disebut juga
profibrinolisin). Plasmin adalah suatu enzim proteolitik dengan spesifisitas
yang tinggi terhadap fibrin dan dapat memecah fibrin, fibrinogen, F V dan F
VIII, komplemen, hormon, serta protein lainnya. Plasmin disebut juga
fibrinolisin.
Aktivator plasminogen (yang dapat mengaktifkan plasminogen menjadi
plasmin).

Inhibitor plasminogen (substansi yang dapat menetralkan plasmin). Inhibitor


plasminogen yang mengontrol aktivitas plasmin seperti: 2-plasmin inhibitor
(2-antiplasmin), 1-proteinase inhibitor (1-antitripsin atau 1-antiroteinase),
2-makroglobulin, antitrombin III (AT-III), dan Plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1).
Pada tempat jaringan yang rusak, fibrinolisis dimulai dengan perubahan plasminogen
menjadi plasmin. Plasmin mempunyai banyak fungsi seperti degradasi dari fibrin, inaktifasi
faktor V dan faktor VIII dan aktifasi dari metaloproteinase yang berperan penting dalam
proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan. Aktivator2 plasminogen memecah peptida
dari plasminogen dan membentuk plasmin rantai dua. Aktifasi menjadi plasmin dapat terjadi
melalui tiga jalur yaitu :

Jalur intrinsik, melibatkan aktifasi dari proaktifator sirkulasi melalui faktor XIIa dan

kalikrein, yang aktivatornya berasal dari plasma (dalam darah).


Jalur ekstrinsik, dimana aktivator-aktivator dilepaskan ke aliran darah dari jaringan

yang rusak, sel-sel atau dinding pembuluh darah ( semua aktifator juga protease).
Jalur eksogen, dimana plasminogen diaktifasi dengan aktivator yang berasal dari luar
tubuh seperti streptokinase (bakteri) dan urokinase (urin).

Dalam keadaan fisiologik, aktifasi plasminogen terutama oleh tissue plasminogen activator
(t-PA) yang disintesis dan dilepas dari sel-sel endotelium pembuluh darah dalam respons
terhadap trombin dan pada kerusakan sel. Aktivator plasminogen jaringan (alteplase, t-PA)
merupakan protease serin yang dilepaskan kedalam sirkulasi dari endotel vaskuler dalam
keadaan luka atau stres dan mempunyai sifat katalitik inaktif kecuali bila terikat dengan
fibrin.Aktivator lain, urokinase-type plasminogen avtivator (u-PA), diproduksi diginjal dan
ditemukan terutama dalam urine.
Prourokinase merupakan prekusor zat aktivator plasminogen, yaitu urokinase, yang
tidak memperlihatkan derajat selektifitas tinggi yang sama dengan fibrin. Urokinase yang
disekresikan oleh sel epitel tertentu yang melapisi saluran ekskretorik (misalnya tobulus
ginjal) kemungkinan terlibat dalam proses penghancuran (lisis) setiap fibrin yang tertimbun
didalam saluran tersebut. Aktivator plasminogen yang berasal dari ketiga jalur intrinsik,
ekstrinsik, dan eksogen, mengaktivasi plasminogen bebas (dalam darah) atau plasminogen
terikat (dalam bekuan) menjadi plamin bebas (dalam darah) dan plasmin terikat (dalam
bekuan). Plasmin mempunyai fibrinogen dan fibrin sebagai substrat utamanya yang
terpenting untuk produksi fragmen-fragmen spesifik yang secara kolektif disebut fibrin
degradation product (FDP), yang terdiri dari fragmen X, Y, D, E. Fragmen D hasil pemecahan

fibrin berupa dimer sehingga disebut D Dimer. Plasmin juga memecah faktor V dan faktor
VIII. Ledakan fibrinolisis dihambat oleh inhibitor poten 2- antiplasmin dan oleh 2makroglobulin. Plasmin bebas yang beredar dalam darah segera di inaktifkan oleh 2antiplasmin, sehingga pada keadaan normal di dalam darah tidak akan dijumpai plasmin
bebas. Sedangkan plasmin yang terikat fibrin dalam plug hemostasis lokal terlindungi dari
2- antiplasmin dan dapat memecah fibrin menjadi FDP. Bila plasmin bebas yang terbentuk
berlebihan sehingga melampaui kapasitas antiplasmin, maka plasmin bebas tersebut dapat
menghancurkan fibrinogen, F V, F VIII, dan protein lain. Penghancuran fibrinogen
(fibrinogenolisis) juga menghasilkan fragmen X, Y, D, E (FDP), tetapi fragmen D hasil
pemecahan fibrinogen tersebut berupa monomer bukan dimer. Inhibitor dari aktivator
plasminogen juga memegang peranan penting dalam mengatur fibrinolisis dan membatasinya
pada bagian luka.
Proses fibrinolisis yang berlangsung melalui aktivasi plasminogen dan plasmin terikat fibrin
dalam bekuan adalah proses fibrinolisis fisiologis (Fibrinolisis Sekunder). Sedangkan proses
fibrinogenolisis akibat aktivasi plasmin bebas yang beredar dalam darah adalah patologis
(Fibrinolisi Primer).

Anda mungkin juga menyukai