Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KANDUNGAN UNSUR-UNSUR DALAM BATUAN ANDESIT

GUNUNG TELAGA BODAS MENGGUNAKAN SPEKTROMETER XRF


DI BALAI PENYELIDIKAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
KEBENCANAAN GEOLOGI (BPPTKG)
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Matakuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL)

Disusun Oleh :
YUDI ANTONO
No Mhs : 12612083
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2015

ANALISIS KANDUNGAN UNSUR-UNSUR DALAM BATUAN ANDESIT


GUNUNG TELAGA BODAS MENGGUNAKAN SPEKTROMETER XRF
DI BALAI PENYELIDIKAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
KEBENCANAAN GEOLOGI (BPPTKG)
Disusun Oleh :
YUDI ANTONO
No Mhs : 12612062
Telah diujikan dihadapan panitia penguji Praktik Kerja Lapangan
Prodi Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta, 3 April 2015
Mengetahui,
Kepala BPPTKG,

Pembimbing Instansi

Drs. Subandriyo, M.Si

....................................
Menyetujui,

Dosen Penguji,

Dosen Pembimbing,

.............................

Tatang Shabur Julianto, M.Si


Ketua Prodi Ilmu Kimia
FMIPA UII

Dr. Is Fatimah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan pendidikan tinggi dewasa ini telah menuntut mahasiswa
agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi
serta perindustrian yang ada, maka dari itu diharapkan agar mahasiswa
mempunyai keterampilan dan kemampuan aplikatif terhadap dunia nyata
khususnya yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang ditekuninya.Program
pendidikan S-1 diarahkan untuk dibekali kemampuan teoritis yang
mencukupi kepada mahasiswa, namun kurang dalam pelaksanaan aplikatif
dan praktik khususnya di lapangan sehingga timbul kesenjangan antara teori
yang didapatkan di bangku kuliah dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan
Geologi (BPPTKG) Yogyakarta merupakan instansi pemerintah yang
bertugas melakukan pengawasan beberapa aktifitas gunung api di Indonesia
dan melakukan tindakan preventif terhadap jatuhnya korban akibat aktivitas
gunung api. Menurut S. R. Wittiri (2007)jumlah gunung api di Indonesia
sebanyak 129 atau 13% dari seluruh gunung api yang ada di dunia dan
menempati peringkat pertama dunia. Penyebab Indonesia kaya dengan
gunung api adalah akibat benturan dari ketiga lempeng (Lempeng Eurasia,
Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik) yang menyebabkan retakan
beberapa bagian pada kerak bumi. Melalui retakan-retakan yang terbentuk
sekaligus sebagai bidang lemah, magma terdorong naik dan membentuk
kerucut-kerucut gunung api.
Gunung api terbentuk dari tumbukan material (abu, pasir, krikil,
bongkahan, dsb) akibat suatu proses peletusan. Proses terjadinya letusan
adalah akibat tekanan magma yang sangat kuat, kemudian ledakan gunung

api akan menghancurkan tubuh gunung api yang tersusun dari berbagai
macam batuan vulkanik. Batuan vulkanik merupakan batuan beku yang
berasal dari gunung api dengan kata lain adalah batuan yang keluar dari
gunung api selama letusan. Komposisi kimia batuan gunung api adalah SiO 2,
Al2O3, Fe2O3, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5, H20, HD (Habis
Dibakar), Ba, Ce, Co, Cr, Cu, Dy, Ga, Hf, Mn, Mo, Nb, Nd, Ni, Pb, Pr, Rb,
Sc, Sr, Th, U, V, Y, Zn, dan Zr (S. R. Wittiri, 2007).
Dengan mengetahui kadar senyawa-senyawa tersebut bisa digunakan
untuk memprediksi letusan dari gunung api tersebut, apakah letusannya
eksplosif atau tidak, tetapi banyak penyebab faktor lain, dengan adanya data
ini maka masyarakat dapat mengantisipasi diri jika terjadi letusan lagi, untuk
mengetahui senyawa tersebut dengan menganalisis batuan gunung api
tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis melakukan PKL
(Praktek Kerja Lapangan) dan penelitian di Balai Penyelidikan dan
Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta
dengan judul Analisis Kandungan Unsur-Unsur Dalam Batuan Andesit
Gunung Kelud Menggunakan Spektrometer XRF
1.2 Tujuan PKL
1 Mengetahui cara menganalisa senyawa yang terkandung dalam batuan
2

andesit gunung berapi.


Mengetahui metode yang digunakan untuk menganalisis kadar unsur-unsur

yang terkandung dalam batuan andesit gunung api.


Mengetahui dan menentukan kadar senyawa yang terkandung dalam
batuan andesit gunung api.

1.3. Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lanpangan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan


masukan mengenai metode analisis dalam menentukan komposisi Batuan
vulkanik Gunung Telaga Bodas, dan dampak yang timbul akibat gas gunungapi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi BPPTKG Yogyakarta


Erupsi gunungapi di Indonesia mulai tercatat dalam sejarah yang
diperkirakan ditemukan di Cina berupa tulisan mengenai erupsi Krakatau yang
terjadi pada abad ke 3 Masehi. Pada abad 15 paling tidak sekitar 17 catatan
sejarah ditemukan yang melaporkan aktivitas gunungapi Kelut sebagaimana juga
Krakatau (Simkin et.al, 1994). Namun catatan-catatan tersebut itu secara ilmiah
banyak diliputi ketidakpastian karena adanya keraguan baik dari sisi ketepatan
lokasi (nama gunungapi) maupun waktu kejadian erupsi. Catatan tertulis pertama
erupsi gunungapi di Indonesia dibuat oleh orang Eropa pada jaman pendudukan
Portugis yaitu tentang erupsi Gunung Wetar dan Sangeang Api pada tahun 1512.
Serikat dagang Belanda (VOC) berkuasa di kepulauan Indonesia dari 1602 sampai
1780 yang dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda diselingi oleh Inggris pada
abad 19 memberikan perhatian cukup besar terhadap masalah-masalah
kegunungapian terbukti dengan cukup banyaknya dokumen, catatan dan jurnaljurnal kegunungapian yang diterbitkan. Jepang masuk ke Indonesia pada era
perang dunia II dan berkuasa relative singkat dari 1942 sampai 1945 masih
sempat mendirikan badan yang bertugas mengawasi dan meyelidiki gunungapi.
Secara singkat sejarah lembaga yang mengurus masalah kegunungapian di

Indonesia dapat kita uraikan sebagai berikut. Tahun 1920 pada tanggal 16
September pemerintah Hindia Belanda mendirikan badan khusus penyelidikan
gunungapi yang merupakan awal era penelitian dan pemantauan gunungapi secara
sistematis. Badan ini terbentuk tidak lama setelah erupsi dan terjadinya lahar
Gunung Kelut di Jawa Timur tahun 1919 yang menimbulkan korban manusia
lebih dari 5000 orang. Badan itu dalam bahasa Belanda disebut Vulkaan
Bewakings Dients (Dinas Penjagaan Gunungapi) di bawah naungan Dients Van
Het Mijnwezen. Pada tahun 1922 badan tersebut diresmikan menjadi
Volcanologische Onderzoek (VO). Sejak tahun 1939 dunia international mengenal
badan ini sebagai Volcanological Survey.
Sepanjang tahun 1920-1941, Volcanologische Onderzoek ini telah
membangun beberapa pos penjagaan gunungapi diantaranya yaitu Pos Gunung
Krakatau di Pulau Panjang, Pos Gunung Tangkuban Parahu, Pos Gunung
Papandayan, Pos Kawah Kamojang, Pos Gunung Merapi (Babadan, Krinjing,
Plawangan dan Ngepos), Pos Gunung Kelut, Pos Gunung Semeru dan Pos Kawah
Ijen. Pada saat pendudukan Jepang, kegiatan penjagaan gunungapi ditangani oleh
Kazan Chosabu selama periode 1942-1945. Setelah Indonesia merdeka dibentuk
Dinas Gunung Berapi (DGB) di bawah Jawatan Pertambangan, kemudian 1966
dirubah menjadi Urusan Vulkanologi di bawah Direktorat Geologi dan selanjutnya
pada tahun 1976 berubah lagi menjadi Sub Direktorat Vulkanologi di bawah
Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan. Berdasarkan Keputusan Menteri

Pertambangan dan Energi No. 734 Tahun 1978 terbentuklah Direktorat


Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Departemen
Pertambangan dan Energi. Perkembangan organisasi Departemen Pertambangan
dan Energi berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1092 Tahun 1984 dan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748
Tahun 1992 terbentuk Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal
Geologi dan Sumberdaya Mineral. Sejak tahun 2001 sampai 2005, berdasarkan
Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1915 Tahun 2001,
urusan gunungapi, gerakan tanah, gempabumi, Tsunami, erosi dan sedimentasi
ditangani oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, lalu setelah
bergabung dengan Badan Geologi, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi berubah nama institusinya menjadi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG). Dasar hukum pembentukan Badan Geologi dan unitunit di bawahnya adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 0030 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral.

Gambar 1 : Infografis sejarah institusi pemantauan gununungapi di Indonesia


sejak jaman pendudukan Belanda, penjajahan Jepang dan masa
setelah kemerdekaan Indonesia

2.2. Sususnan Organisasi


Susunan organisasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi
Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta adalah :

BPPTKG

Sub
Bagian
Tata
Usaha

Seksi
Gunung
Merapi

Seksi
Metoda
dan
Teknologi
Mitigasi

Seksi
Pelayanan
Laboratoriu
m

Kelompo
k Jabatan
Fungsion
al

Gambar 2. Struktur Organisasi BPPTKG Yogyakarta

2.3. Tugas dan Fungsi


Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian
(BPPTK) dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor : 1723 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja DESDM.
BPPTK merupakan Unit Pelaksana Teknis (eselon III) di lingkungan Direktorat
Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral yang berada di bawah dan

bertanggungjawab

kepada

Direktur

Vulkanologi

dan

Mitigasi

Bencana

Geologi. Perkembangan selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan


Sumber Daya Mineral Nomor 0030 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, menetapkan BPPTK berada di
bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi. Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan
Geologi, BPPTK merupakan Satuan Kerja yang diberi kewenangan mengelola
DIPA dan dalam kerangka pelaksanaan tugas fungsi serta kebijakan organisasi
pembinaannya berada di bawah Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.

Secara garis besar ada tiga tugas pokok BPPTK yaitu melaksanakan
mitigasi Gunung Merapi, pengembangan metoda dan analisis, teknologi dan
instrumentasi serta pengelolaan sarana dan prasarana laboratorium kegunungapian
dan mitigasi bencana geologi disamping tugas umum ketata-usahaan yang
mencakup administrasi, kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggaan untuk
mendukung pelaksanaan tugas pokok tersebut. Untuk menjalankan tugas fungsi
tersebut maka disusun program kerja tahunan dan jangka menengah. Saat
ini rencana strategis jangka menengah adalah tahun 2010-2014 yang meliputi visi,
misi, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan, dilaksanakan secara bertahap melalui Rencana Kinerja Tahunan
(RKT). Sasaran yang ditetapkan merupakan penjabaran dari tujuan jangka

menengah sebagaimana tercantum di dalam Rencana Strategi Jangka Menengah


BPPTK 2010-2014.
Sejarah pemantauan Merapi tentu saja tidak lepas dari sejarah pemantauan
kegunungapian Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas. Namun demikian
Merapi unik karena merupakan satu-satunya gunungapi Indonesia yang
mempunyai 6 pos pengamatan dengan lima diantaranya masih berfungsi aktif.
Aktivitas Merapi yang tinggi dengan selang erupsi yang pendek hanya beberapa
tahun saja menarik minat penelitian sejak jaman penjajahan sampai saat ini.
Hanya beberapa saat setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk di
Yogyakarta dibangun sebuah kantor Urusan Gunungapi yang selanjutnya disebut
sebagai Pos Penjagaan Merapi. Pada 8 Agustus 1973, PPM berubah nama menjadi
Cabang Sub Direktorat Vulkanologi. Namun hanya bertahan 2 tahun namanya
dirubah lagi menjadi Dinas Vulkanologi Cabang Yogyakarta. Tahun 1978 menjadi
Seksi Geokimia Gunungapi sebagai bagian dari Direktrorat Vulkanologi.
Memasuki tahun 1984 dengan pertimbangan pentingnya penanganan Merapi
secara lebih dalam maka dibentuk Seksi Penyelidikan Gunung Merapi (PGM)
dengan tugas dan fungsi utama pemantauan aktivitas vulkanik Merapi. BPPTK
dibentuk pada 28 Oktober 1997 dengan demikian fungsi kantor ini diperluas
dengan mitigasi bencana geologi lainnya.
Secara garis besar ada tiga tugas yang diemban BPPTK yaitu melaksanakan
mitigasi Gunung Merapi, pengembangan metoda dan analisis, teknologi dan

instrumentasi serta pengelolaan sarana dan prasarana laboratorium kegunungapian


dan mitigasi bencana geologi di samping tugas umum ketata-usahaan yang
mencakup administrasi, kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggaan untuk
mendukung pelaksanaan tugas fungsi tersebut.

2.4. Fasilitas dan Layanan


2.4.1. Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi :
Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi berfungsi dalam
pengembangan metoda, teknologi dan instrumentasi di bidang mitigasi dan
bencana geologi meliputi pengembangan sistem transmisi data analog
maupun digital, membuat program-program antarmuka (interface) dari
berbagai peralatan instrumentasi yang disertai dengan pengembangan
software sebagai perangkat lunak untuk pengoperasian sistem.

2.4.2. Laboratorium Geokimia


Laboratorium Geokimia memberikan layanan jasa analisis
sampel-sampel gas, padatan, dan cairan, dalam konsentrasi major, minor,
maupun trace-element. Laboratorium ini dilengkapi dengan peralatan

instrumentasi yang modern dan metoda analisis berstandar nasional


maupun internasional.

2.4.3. Laboratorium Petrografi


Sayatan tipis dan analisisnya dapat dilakukan di Laboratorium
Petrografi BPPTK untuk mengetahui ragam dan jenis maupun komposisi
mineral/kimia. Dari jenis atau komposisi batuan tersebut dapat dipelajari
sifat-sifat batuan dan proses yang terjadi.

2.4.4. Perpustakaan
Sebagai suatu institusi di bidang kebumian khususnya di bidang
vulkanologi dan mitigasi bencana geologi, BPPTK mempunyai sarana
perpustakaan dengan berbagai macam buku pustaka kebumian. Koleksi
perpustakaan selain berbagai buku, jurnal, bulletin dan majalah dari luar
BPPTK, juga mengkoleksi seluruh publikasi dan laporan penyelidikan
BPPTK. Koleksi buku yang tersedia mencakup teks book dibidang
kebumian dan kebencaan, Jurnal kebumian internasional.

2.4.5. Pos Pengamatan Gunungapi


Untuk mengamati Merapi secara optimal, BPPTK dilengkapi
dengan lima pos pengamatan yang terletak di sekeliling lereng Merapi.

Beberapa pos pengamatan sudah berdiri sejak jaman kolonial Belanda


seperti Pos Ngepos dan Pos Babadan.

2.4.6. Ruang Monitoring


BPPTK mempunyai ruangan pemantauan khusus yang berfungsi
sebagai terminal penerima data dari stasiun pengamatan lapangan baik itu
terletak di Merapi maupun gunungapi lainnya. Data yang masuk ke sini
secara real-time dan kontinyu antara lain data pemantauan kegempaan,
deformasi (tiltmeter), data pemantauan suhu dan data pemantauan gas.

Anda mungkin juga menyukai