Anda di halaman 1dari 20

FAKTOR RISIKO KEJADIAN TB PARU

PADA ANAK YANG TELAH DIIMUNISASI BCG


DI KABUPATEN REJANG LEBONG DAN KOTA BENGKULU
Tesis
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-2
Minat Utama Epidemiologi Lapangan
(Field Epidemiology Training Program FETP)
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan

diajukan oleh :

RENO RIYAWAN
07/260897/PKU/09182

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009

ii

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ..

Halaman Pengesahan .

ii

Daftar Isi ....................................................................................................

iii

Daftar Tabel.................................................................................................

Daftar Gambar ............................................................................................

vi

Surat Pernyataan..

vii

Kata Pengantar...........................................................................................

viii

Abstrac... ...

Intisari

xi

BAB. I

BAB. II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................

B. Rumusan Masalah.................................................................

C. Tujuan.

1. Tujuan Umum...........................

2. Tujuan Khusus..........................

D. Manfaat Penelitian....

E. Keaslian Penelitian...

TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka..

10

1. Tuberkulosis.

10

2. Imunisasi BCG....

22

3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian TB


pada Anak...........

25

B. Landasan Teori..

29

C. Kerangka Konsep Penelitian...

32

D. Hipotesis.

32

iii

BAB. III

METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ...........................................................

33

B. Subyek Penelitian..................................................................

33

C. Waktu dan Lokasi Penelitian..................................................

35

D. Identifikasi Variabel Penelitian...............................................

35

E. Defenisi Operasional Variabel...............................................

35

F. Instrumen Penelitian..............................................................

37

G. Cara Analisis Data.................................................................

37

H. Jalannya Penelitian................................................................

38

I. Etika Penelitian......................................................................

38

J. Kelemahan Penelitian............................................................

39

BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB. V

A. Hasil Penelitian .....................................................................

40

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................

40

2. Karakteristik Subjek Penelitian.........................................

42

3. Analisis Hubungan Variabel Bebas dengan Kejadian


TB Paru pada Anak yang Telah Diimunisasi BCG...........

43

4. Analisis Faktor Risiko yang Paling Dominan Terhadap


Kejadian TB Paru pada Anak yang Telah Diimunisasi
BCG..................................................................................

46

B. Pembahasan..........................................................................

48

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan............................................................................

57

B. Saran.....................................................................................

57

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1

Pedoman Diagnosis TB Anak dengan Sistem Skoring ....

19

Tabel 2

Distribusi penduduk berdasarkan luas wilayah dan


kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kota Bengkulu
Tahun 2007...........................................................................

40

Distribusi penduduk berdasarkan luas wilayah dan kepadatan


penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Rejang lebong
Tahun 2007..........

41

Distribusi subjek penelitian menurut wilayah pengambilan


sampel...............................................................................

42

Tabel 5

Distribusi pekerjaan orang tua subjek penelitian ...

43

Tabel 6

Hasil analisis bivariat variabel penelitian terhadap


kejadian TB paru pada anak yang telah diimunisasi BCG... 44

Tabel 7

Ringkasan analisis bivariat masing masing variabel... 46

Tabel 8

Hasil analisis mutivariat seluruh variabel faktor risiko kejadian


TB paru pada anak yang telah diimunisasi BCG di Kabupaten
rejang lebong dan Kota Bengkulu.

Tabel 3

Tabel 4

Tabel 9

Hasil akhir analisis mutivariat faktor risiko kejadian TB paru


pada anak yang telah diimunisasi BCG di Kabupaten rejang
lebong dan Kota Bengkulu.. 47

47

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1

Faktor Risiko TB Paru Anak ...

31

Gambar 2

Kerangka Konsep Penelitian ..

32

vi

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.

Yogyakarta,

Juni 2009

Reno Riyawan

vii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul Faktor risiko kejadian TB paru pada anak yang telah diimunisasi
BCG di Kabupaten Rejang Lebong. Tesis ini disusun untuk memenuhi
salah satu persyaratan guna mencapai derajat S-2 pada Program Studi
Ilmu Kesehatan masyarakat, minat utama Epidemiologi Lapangan di
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setulusnya atas bantuan, bimbingan dan
dorongan selama menyelesaikan tesis ini kepada :
1. Bapak Direktur Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat beserta staf
dan jajarannya.
2. Bapak ketua minat Epidemiologi Lapangan beserta staf dan jajarannya
(dr.Haripurnomo Kushadiwijaya, MPH. DrPH, drg. Dibyo Pramono,
SU.MDSc, Ibu Rusda, Mbak Ayis, Mbak Wani, Mas Jati dan Pak
Ratino) atas bantuan dan arahan yang diberikan selama mengikuti
pendidikan di FETP.
3. Ibu dr. Nenny Sri Mulyani, SpAK selaku pembimbing utama tesis ini,
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh
ketelitian dan kesabaran dalam penyelesaian tesis ini.
4. Bapak Trisno Agung Wibowo, SKM, M.Kes. selaku pembimbing
pendamping dan sekaligus sebagai pembimbing akademik, yang telah
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan serta
dukungan selama dalam proses belajar mengajar dan menyelesaikan
tugas

proyek

lapangan

serta

mengarahkan

penulis

dalam

menyelesaikan tesis ini.


5. Seluruh Bpk/Ibu dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan,
arahan dan bekal ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan di
FETP-UGM.

viii

6. Bapak Sudirman Ansyar, SKM, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten Rejang Lebong beserta jajarannya, Bapak dr. Supardi, MM.
selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Bengkulu beserta jajarannya
yang telah memberikan izin dan dukungan dalam pelaksanaan
penyusunan tesis ini.
7. Ibunda dan Ayahanda tercinta, kakak-kakak dan adik-adik yang telah
banyak memberikan dorongan, semangat dan doa untuk kelancaran
dan kesuksesan dalam menyelesaikan pendidikan.
8. Istriku tercinta Wiwin Erwindasari, anakku Zafira Aulia Chairunisa dan
Ghifari Rabbani Pasha sebagai pendorong dalam menyelesaikan studi
ini.
9. Teman-teman karyasiswa FETP angkatan 2007 atas kerjasama,
kekompakan, dan canda kalian selama mengikuti kuliah,
10. Teman-teman di lapangan (Jhonson, Romi, Riris, Yulia, Irfan, dan
Bew) yang telah membantu, mendukung, serta menemani selama
pelaksanaan penelitian ini, terima kasih banyak buat kalian dan sukses
selalu.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, masih
banyak kelemahan dan kekurangan sehubungan dengan keterbatasan
kemampuan, pengalaman dan pengetahuan maka dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat
membangun dari semua pihak demi penyempurnaan tesis ini
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Yogyakarta,

Juni 2009

Penulis,

ix

ABSTRACT
Background: Tuberculosis poses a health problem, both in developed
countries and in developing countries. It is estimated that 160 of 100,000
people present with positive acid fast bacilli (AFP), and 15% of them are
children. Although BCG immunization cannot fully to prevent the children
from TB infection, but may be prevent heavier TB infection and are still
given to the children as preventive effort accordance with WHO
recommendation. In Rejang Lebong distric and Bengkulu city, the
programs has been implemented well and achieved the expected target.
However, the cases of lung TB infections in children are still high. The
cases of lung TB infection in adult with positive acid bacilli are still high
too, that may be infection source in addition to environmental factors and
house sanitary, many risk factors that may be related with TB incidence of
BCG immunized children.
Objectives: This study aims at investigating risk factors that are related to
the incidence of tuberculosis among BCG immunized Children.
Method : This was an observasional study with a case control study
design. samples were 158 persons consisting of 79 person are cases and
79 person as controls. Cases was taken from children who were
registered TB in Rejang Lebong district health office and Bengkulu City
health office in 2008. Meanwhile the control were taken from the children
who were not diagnosed TB cases by a physician . Data were gathered
through interview and observations. The collected data were presented
with frequency distribution table and were then analyzed using bivariate
and multivariate analyses.
Result : The multivariat analysis showed that variables that were related
to the incidence of BCG immunized children tuberculosis were variable of
in house contact (p=0000, OR=5,519, 95%CI: 2,247<OR<13,556), and
home ventilation (p=0,001, OR=0,297, 95%CI: 0,147<OR<0,602).
Conclusion: The variables of in house contact and home ventilation were
the risk factors related to the incidence of tuberculosis among BGC
immunized children in Rejang Lebong Distric and Bengkulu City.
Keywords: Lung TB risk factors, BCG immunized children

INTISARI
Latar belakang : Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah
kesehatan, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Diperkirakan dari 100.000 penduduk terdapat 160 penderita TB paru BTA
(+), dan 15 % diantara penderita TB paru BTA (+) tersebut adalah TB
anak. Walaupun imunisasi BCG tidak sepenuhnya dapat mencegah
infeksi TB pada anak tetapi dapat mencegah infeksi TB yang lebih berat
dan tetap diberikan kepada anak sebagai upaya pencegahan sesuai
rekomendasi dengan WHO. Di kabupaten Rejang Lebong dan Kota
Bengkulu Program imunisasi BCG di Kabupaten Rejang Lebong dan Kota
Bengkulu sudah berjalan dengan baik dan mencapai target yang
diharapkan tetapi kasus infeksi TB paru pada anak masih cukup tinggi.
Jumlah penderita TB paru BTA (+) dewasa yang tinggi merupakan faktor
risiko utama karena dapat menjadi sumber penularan disamping faktor
lingkungan dan sanitasi rumah, serta faktor risiko lain yang dapat
berhubungan dengan kejadian TB paru pada anak yang telah diimunisasi
BCG.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko
yang berhubungan dengan kejadian TB paru pada anak yang telah
diimunisasi BCG.
Cara Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional
dengan rancangan case control study. Jumlah sampel 158 orang terdiri
dari 79 kasus dan 79 kontrol. Kasus diambil dari penderita TB anak yang
tercatat diregister TB Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong dan
Kota Bengkulu tahun 2008, sedangkan kontrol diambil pada anak yang
didiagnosis oleh dokter bukan penderita TB anak di tempat kasus berobat.
Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara dan observasi. Data
disajikan dengan tabel distribusi frekuensi dan dilakukan analisis secara
bivariat dan multivariat
Hasil Penelitian : Analisis multivariat menunjukkan variabel yang
berhubungan dengan kejadian tuberkulosis pada anak yang telah
diimunisasi BCG adalah : kontak serumah (p=0000, OR=5,519, 95%CI:
2,247<OR<13,556), dan ventilasi rumah (p=0,001, OR=0,297, 95%CI:
0,147<OR<0,602).
Kesimpulan : adanya kontak serumah dan ventilasi rumah yang tidak
memenuhi syarat merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan
terjadinya TB Paru pada anak yang telah diimunisasi BCG di Kabupaten
Rejang Lebong dan Kota Bengkulu.
Kata Kunci : Faktor risiko TB Paru, anak yang telah diimunisasi BCG

xi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang sudah sangat lama
dikenal oleh manusia. Kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab TB
ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Walaupun telah dikenal
sekian lama dan telah lama pula ditemukan obatnya tetapi hingga saat ini
TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia
(Rahajoe et al, 2005).
Sepanjang dasawarsa terakhir di abad ke-20 ini jumlah kasus baru
TB meningkat di seluruh dunia dan 95% kasus terjadi di negara
berkembang. Terdapat 9,2 juta kasus baru dan 1,7 juta kematian karena
TB pada tahun 2006. India, Cina, dan Indonesia memiliki kontribusi lebih
dari 50% terhadap seluruh kasus TB di dunia. Indonesia sendiri
merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penderita TB paru
terbesar ke tiga di dunia setelah China dan India (World Health
Organization [WHO], 2008).
Tuberkulosis juga membunuh satu juta wanita dan 100.000 anak
setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita baru dengan 262
basil tahan asam (BTA) positif dan 140.000 kematian terjadi akibat TB
pertahun. Terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia
karena TB (WHO, 2003).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan
Depkes RI, diketahui bahwa TB berkonstribusi sekitar 9,4% terhadap total
kematian di Indonesia. Dengan demikian TB menempati peringkat ke tiga
penyebab kematian utama di Indonesia setelah penyakit sistem
kardiovaskuler (26,4%) dan penyakit sistem pernapasan (12,7%). Pada
kelompok penyakit infeksi, tuberkulosis berada pada tingkat pertama
penyebab kematian diatas tifus (4,3%) dan diare (3,8%).
1

World Health Organization pada tahun 1993 mencanangkan TB


sebagai kedaruratan global (Depkes RI, 2002). Berbagai upaya untuk
menanggulangi penyakit yang bersifat menular dan kronis ini telah
dilakukan, namun belum berhasil menurunkan angka kesakitan dan
kematian (Setyanto, 2004).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menggunakan strategi
DOTS (directly observed treatment shortcourse) yang pertama kali
diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1995 dan telah diimplementasikan
secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sejak
tahun 2000, Indonesia telah berhasil mencapai dan mempertahankan
angka kesembuhan sesuai dengan target global, yaitu minimal 85%.
Penemuan kasus di Indonesia pada tahun 2006 adalah 76%. Jumlah
kasus TB yang ditemukan juga meningkat secara nyata dalam beberapa
tahun terakhir. Angka penemuan kasus BTA positif baru meningkat dari
38% di tahun 2003 menjadi 76% di tahun 2006, sebagai hasil dari
ekspansi DOTS yang dipercepat dengan dukungan donor internasional
yang meningkat dan bantuan teknis dari para mitra penanggulangan TB,
khususnya

WHO

dan

KNCV

(Koninklijke

Nederlandse

Centrale

Vereniging) (Depkes RI, WHO, 2008).


Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara
berkembang karena jumlah anak dibawah 15 tahun adalah 40 - 50% dari
jumlah seluruh populasi. Angka nasional TB (survei prevalensi) SKRT
tahun 2001 mengindikasikan sebesar 119/100.000 dan angka insidensi
110/100.000 (Achmadi, 2005). Diperkirakan di negara berkembang TB
pada anak usia kurang 15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus,
sedangkan di Negara maju angkanya lebih rendah yaitu 5-7%, (Rahajoe
et al, 2005). Data lain menyebutkan bahwa dari seluruh kasus TB Paru,
11% diantaranya dialami oleh anak-anak di bawah 15 tahun. Setiap tahun
ada 1,5 juta kasus baru TB dan 130.000 kematian akibat TB terjadi pada
populasi anak, dengan kisaran persentasi yang sangat luas antar berbagai
negara di dunia yaitu diantara 3-25% (Nurul, 2007).

Di Indonesia belum ada suatu angka pasti prevalensi TB anak


secara nasional, karena kesulitan diagnosis serta lemahnya pencatatan
dan pelaporan kasus TB anak, namun penelitian yang dilaksanakan oleh
staf Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin tahun 2000, terhadap
355 anak sekolah dasar usia 5-13 tahun di Kabupaten Bandung, di
dapatkan prevalensi TB sebesar 11,3% (Kartasasmita et al, 2001).
Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat
Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (l998-2002) adalah 1.086
penderita TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0-14,1%.
Kelompok usia terbanyak adalah 12-16 bulan (42,9%) sedangkan untuk
bayi kurang 12 bulan didapatkan 16,5% (Rahajoe et al, 2005).
Di Propinsi Bengkulu angka insiden TB berfluktuasi. Pada tahun
2002 angka insiden mencapai 12,60 per 10.000. Tahun 2003 turun
menjadi 3,09/10.000, namun pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi
5,11/ 10.000. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rerata nasional,
yaitu pada tahun 2004 adalah 4,5/10.000 dan tahun 2005 adalah
2,84/10.000 (Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2006).
Di Kabupaten Rejang Lebong angka insiden TB masih cukup tinggi
dibandingkan dengan rerata nasional. Pada tahun 2004 angka insiden
mencapai 5,2/10.000, tahun 2005 naik menjadi 6,9/10.000, dan pada
tahun 2006 turun menjadi 6,7/10.000 (Dinas Kesehatan Kabupaten
Rejang Lebong, 2007). Untuk Kota Bengkulu angka insiden TB pada
tahun 2004 adalah 4,7/10.000, tahun 2005 naik menjadi 5,3/10.000, dan
pada tahun 2006 meningkat lagi menjadi 6,1/10.000 (Dinas Kesehatan
Kota Bengkulu 2007).
Pencegahan dengan imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan
yang mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih
baik, sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau
masuknya kuman dari luar (Setiarini, 2007). Vaksinasi terhadap penyakit

TB adalah vaksinasi Bacillus Calmette et Guerin (BCG), yang telah


diwajibkan di 64 negara dan direkomendasikan di beberapa negara
lainnya (Briassoulis et al, 2005).
Pemberian vaksin BCG telah dilakukan sejak 1921 dan telah lebih
dari 3 milyar dosis vaksin BCG diberikan di seluruh dunia. Meskipun
demikian, perdebatan mengenai efektivitas BCG dalam memproteksi
bayi/anak dari penyakit TB masih terus berlangsung. Sebuah meta
analisis mengemukakan bahwa efek proteksi atau efektivitas BCG
bervariasi dari 0-80% (Rahajoe et al, 2005). Penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan juga menunjukkan vaksin BCG mempunyai daya lindung
sebesar 50-80% pada anak untuk terkena TB. Hasil penelitian lain juga
menunjukkan vaksin BCG dapat mereduksi risiko kejadian TB pada anak
yang kontak serumah dengan penderita TB sampai dengan 82% (Rieder,
2002).
Walaupun sudah diimunisasi BCG bukan berarti anak terbebas dari
risiko terinfeksi TB. Lalvani (2005), yang meneliti faktor risiko infeksi
tuberkulosis pada 979 anak di Istanbul, Turki, yang pernah divaksinasi
dan memiliki scar BCG. Hasil penelitian menunjukkan jumlah anak yang
terpapar TBC sebanyak 770 anak atau 78%. Ini berarti, mereka
menunjukkan

risiko

terbesar

mendapatkan

imunisasi

BCG.

kena

infeksi

Lienhard

TBC

(2003)

walaupun
di

sudah

Gambia

juga

menunjukkan tidak ada perbedaan prevalensi uji tuberkulin positif pada


anak penderita TB yang sudah dan belum diimunisasi BCG. Penelitian lain
yang dilakukan tentang faktor risiko TB pada anak di Indonesia yang
menjadikan

status

imunisasi

BCG

sebagai

variabel

juga

tidak

menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian TB pada anak.


Penelitian Ngapiyem (2006) di Magelang (OR = 1,04; p=0,93), Dudeng
(2005) di Gunung Kidul (OR= 1,66 p= 0,18), dan Haryani (2006) di Sleman
(OR= 1,06 p=1,00), hasil ini menunjukkan bahwa status pemberian
imunisasi BCG bukan merupakan faktor risiko kejadian TB pada anak.

Pemberian imunisasi BCG masih merupakan bagian dari strategi


WHO dalam menanggulangi masalah TB terutama di negara berkembang
termasuk

Indonesia

sehingga

BCG

termasuk

dalam

program

pengembangan imunisasi yang wajib diberikan kepada bayi di Indonesia


(Depkes RI, 2002). BCG hingga saat ini masih merupakan vaksin yang
efektif

dan

aman

diberikan.

Petugas

kesehatan

sebaiknya

turut

memastikan bahwa setiap anak dengan risiko tinggi telah diimunisasi


BCG. Namun perlu diingat bahwa BCG hanya merupakan salah satu
upaya saja dari keseluruhan upaya penanggulangan TB dan tidak akan
memberikan hasil yang maksimal tanpa menghindari atau meminimalisasi
faktor risiko TB itu sendiri (Rahajoe et al, 2005).
Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan faktor risiko
kejadianTB diantara anak yang diimunisasi dan tidak diimunisasi BCG
(Romanus, 1982; Lobato et al, 1995 cit Tipayamongkholghul et al, 2005).
Faktor risiko infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan
terhadap orang dewasa yang infeksius. Risiko timbulnya transmisi kuman
dari orang dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa
tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, dan terdapat faktor
lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik
(Rahajoe et al, 2005). Pemaparan secara sepintas di luar rumah lebih
kecil kemungkinannya untuk menimbulkan infeksi, walaupun kadangkadang terdapat kasus individual atau cetusan kecil, pemaparan oleh guru
yang terinfeksi, pengemudi bus sekolah atau tenaga medis (Wijayanti &
Tony, 2002). Penelitian Tipayamongkholgul et al, (2005) menunjukkan
bahwa anak yang kontak dengan penderita TB memiliki risiko yang sangat
tinggi terhadap TB meskipun sudah diimunisasi BCG.
Tuberkulosis juga meningkat pada penduduk dengan keadaan gizi
yang jelek, tingkat kepadatan hunian yang tinggi, serta faktor lingkungan
terutama sirkulasi udara yang buruk (Starke, 2000). Risiko kejadian TB
juga meningkat pada anak yang tinggal di pemukiman yang padat dengan
sanitasi yang buruk (Saiman et al, 2001).

Hal lain yang dapat menjadi faktor risiko adalah paparan asap
rokok dimana anak yang terpapar asap rokok (perokok pasif) terbukti lebih
sering mendapat TB. Tuberkulosis pada perokok lebih menular daripada
TB pada penderita yang tidak merokok. Kebiasaan merokok juga berperan
dalam progresivitas TB paru (Ho lin et al, 2007). Selain asap rokok, asap
pembakaran di dapur juga dapat menjadi faktor risiko TB. Kebiasaan
memasak menggunakan bahan bakar kayu dapat menyebabkan polusi
udara yang berdampak buruk bagi kesehatan (Perez et al, 2001).
Deteksi dini anak yang terinfeksi TB dan tata laksana yang adekuat
bagi pasien TB anak merupakan upaya yang juga sangat diperlukan.
Faktor risiko lain yang mungkin berhubungan dengan kejadian TB juga
perlu diperhitungkan karena selain masa pengobatannya yang panjang
dan penularannya yang mudah, beberapa faktor seperti faktor lingkungan
terutama sirkulasi udara yang buruk akibat ventilasi yang tidak memenuhi
syarat dan kepadatan hunian juga dapat mempercepat terjadinya infeksi
TB paru kepada anak (Depkes RI, 2006).
Cakupan imunisasi BCG sudah cukup tinggi di Rejang Lebong yaitu
mencapai 88,4% pada tahun 2006 dan 94,7% pada tahun 2007 ternyata
tidak

diikuti

dengan

penurunan

insiden

tuberkulosis

pada

anak.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong, insiden


TB anak di Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2006 adalah 65 kasus
(2,6 per 10.000), 87 kasus (3,5 per 10.000) pada tahun 2007 dan sampai
dengan trimester ketiga tahun 2008 sudah mencapai 79 kasus (3,1 per
10.000) (Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong, 2008). Cakupan
imunisasi BCG di Kota Bengkulu pada tahun 2006 dan 2007 sudah
mencapai 100%, tetapi kasus TB pada anak masih tetap terjadi. Pada
tahun 2006 kasus TB anak yang tercatat yaitu sebanyak 142 kasus
(6,4 per 10.000), menurun menjadi 83 kasus (3,3 per 10.000) pada tahun
2007, dan sampai dengan akhir tahun 2008 sudah tercatat 51 kasus (1,9
per 10.000) (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu 2008).

Terlepas dari masalah manajemen imunisasi yang sudah berjalan


dengan baik, perlu juga dilihat faktor risiko apakah yang berhubungan
dengan kejadian TB pada anak, karena pencegahan TB pada anak
dengan imunisasi BCG tidak akan memberikan hasil yang maksimal tanpa
menghindari atau meminimalisasi faktor risiko TB itu sendiri (Rahajoe et
al, 2005).

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara kontak serumah, kebiasaan merokok
anggota keluarga, kepadatan hunian, ventilasi rumah, dan bahan bakar
memasak dengan kejadian TB paru pada anak yang telah diimunisasi
BCG.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB
paru pada anak yang telah diimunisasi BCG di Kabupaten Rejang
Lebong dan Kota Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan kontak serumah dengan kejadian TB paru
pada anak yang telah diimunisasi BCG.
b. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga
dengan kejadian TB paru pada anak yang telah diimunisasi BCG.
c. Mengetahui hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB paru
pada anak yang telah diimunisasi BCG.
d. Mengetahui hubungan ventilasi rumah dengan kejadian TB paru
pada anak yang telah diimunisasi BCG.
e. Mengetahui hubungan bahan bakar memasak dengan kejadian TB
paru pada anak yang telah diimunisasi BCG.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong dan Dinas
Kesehatan Kota Bengkulu dapat diserahkan sebagai masukan dalam
menetapkan strategi kebijakan program dan perencanaan program
pemberantasan penyakit TB pada anak.
2. Bagi peneliti dapat memberikan pengetahuan dan menambah
wawasan ilmu pengetahuan dalam penelitian ilmiah tentang faktor
risiko TB anak.
3. Bagi masyarakat diharapkan dapat memperoleh manfaat melalui
penyuluhan dan intervensi terhadap faktor risiko penyakit TB.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang faktor risiko kejadian TB pada anak yang telah
diimunisasi BCG belum pernah dilakukan, di Kabupaten Rejang Lebong
dan Kota Bengkulu. Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian TB pada anak telah dilakukan oleh beberapa peneliti
dengan fokus penelitian dan metode yang berbeda :
1. Tipayamongkholgul et al (2005)
Melakukan penelitian di Thailand dengan rancangan studi case control
tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kasus TB paru pada
anak usia dibawah 15 tahun yang telah mendapatkan imunisasi BCG.
Hasil penelitian menunjukkan anak yang kontak dengan penderita TB
memiliki risiko yang sangat tinggi untuk terinfeksi TB walaupun sudah
diberikan imunisasi sejak lahir (OR 85.67, 95%,CI=11.33<OR<647.79),
tinggal dalam keluarga besar dengan 5 orang atau lebih dalam satu
ruangan (OR 11.18, 95% CI=2.35<OR<53.20), dan paparan perokok
pasif (95% CI=3.14<OR<27.58).
2. Saiman et al (2001)
Penelitian tentang Risk Factors for Latent Tuberculosis Infection
Among Children in New York City, dengan rancangan studi case

control, subjek penelitian anak usia 1-5 tahun. Hasil penelitian


menunjukkan bahwa variabel vaksinasi BCG dan kontak dengan
penderita TB memberikan risiko masing-masing 7,8 kali dan 42 kali,
secara statistik menunjukkan pengaruh yang bermakna terhadap
kejadian TB pada anak.
3. Harini (2005)
Penelitian

tentang

hubungan

imunisasi

BCG

dengan

kejadian

tuberkulosis pada anak di Kabupaten Sleman, dengan rancangan studi


case control, subjek penelitian anak usia 1-10 tahun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada 3 variabel yang bermakna secara statistik
yaitu waktu pemberian imunisasi (OR 5,58), praktek penyusuan (OR
3,86), serta praktek merokok dalam keluarga (OR 12,38).
4. Dudeng (2005)
Penelitian tentang faktor risiko tuberkulosis pada anak usia 1-15 tahun,
dengan rancangan case control study. Subjek yang diteliti adalah
penderita TB anak yang didiagnosis di RSUD Wonosari selama periode
12

bulan

terakhir.

Hasil

penelitian

menunjukkan

faktor

risiko

tuberkulosis pada anak, adalah: adanya riwayat kontak dengan (OR


3,87), status gizi anak dengan (OR 3,21).
5. Ngapiyem, (2006).
Penelitian

yang

dilakukan

di

Kabupaten

Magelang

dengan

menggunakan disain studi cross sectional, bertujuan untuk mengetahui


angka kejadian infeksi TB pada anak usia 0-15 tahun yang kontak
serumah dengan penderita TB paru BTA positif dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat BTA
(+) berhubungan dengan kejadian TB anak (OR 2,09).

Anda mungkin juga menyukai