PENDAHULUAN
Nervus fasialis mempunyai peran penting dalam fungsi gerak otot-otot
wajah dan fungsi sensorik. Tiap Nervus mengkoordinir satu sisi wajah,
termasuk otot-otot yang menggerakan kelopak mata juga otot-otot untuk
ekspresi wajah. Selain itu nervus fasialis menginervasi glandula lacrimal, saliva
dan otot pendengaran yang mengatur tulang pendengaran. Indra pengecapan
juga diwakili oleh serabut saraf ini.
Bells palsy adalah gangguan neurologis yang paling sering menyerang
nervus fasialis dan penyebab kelumpuhan wajah paling sering di dunia. Sekitar
60-75% serangan akut lumpuh sebelah wajah adalah Bells Palsy. Bells palsy
juga dikenal sebagai Idiopatic Facial Paralysis (IFP) termasuk paralisis Lower
Motor Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer, unilateral. Kesembuhan
sempurna tanpa terjadi defisit neurologis hampir didapatkan pada semua
pasien.
Insidensi terjadi pada wanita dan pria sama dan dapat menyerang
berbagai kelompok usia. Namun ditemukan bahwa penderita diabetes melitus,
wanita hamil dan wanita usia 10-19 tahun mempunyai angka kejadian lebih
tinggi dibandingkan pria dengan usia yang sama.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Tn. A
Umur
: 40 Tahun
Pekerjaan
: -
Pendidikan
Alamat
II.
: SLTA
Keluhan utama
Pasien menyatakan tidak demam, tidak pernah keluar cairan dari telinga,
pusing berputar tidak ada, terkadang mengeluh sakit kepala, mendengar bunyi
berdenging tidak ada, tidak ada gangguan pendengaran, kelemahan anggota tubuh
lainnya tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, tidak ada kesulitan menelan,
BAB dan BAK lancar. Tidak ada gangguan pengecapan. Kejadian ini adalah pertama
kali dialami oleh pasien.
(Pasien di rawat di bangsal bengkalis dengan DPJP Ilmu kesehatan jiwa dan
didiagnosis menderita skizofrenia, saat masuk keluhan pasien ialah gaduh dan gelisah
dirumah)
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya, hipertensi tidak ada,
kencing manis disangkal dan asma disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakit serupa. Terdapat
riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga. Riwayat penyakit kencing manis dalam
keluarga disangkal.
Riwayat pengobatan :
Pasien mengaku belum pernah berobat untuk keluhan bibir mencongnya dan
sakit kepalanya.
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi terhadap debu, cuaca, obat-obatan atau makanan disangkal.
Tekanan Darah
: 120/ 70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36,7oC
Pernafasaan
: 16 x/menit
Kepala
Ekspresi wajah
Rambut
: hitam
Bentuk
: normocephali
Mata
Konjungtiva
: pucat (-/-)
Sklera
: ikterik (-/-)
: lapang
Penyumbatan
: -/-
Serumen
: -/4
Perdarahan
: -/-
Cairan
: sianosis (-)
luka (-)
: -/
Mulut
Bibir
Leher
Trakhea terletak di tengah
Tidak teraba benjolan/ KGB yang membesar
Kelenjar Tiroid: tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe: tidak teraba membesar
Thoraks
Bentuk
: simetris
Pembuluh darah
Paru Paru
Pemeriksaan
Inspeksi
Kiri
Kanan
Palpasi
Kiri
Perkusi
Auskultasi
Depan
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
Belakang
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Jantung
Inspeksi
: tidak dilakukan
5
Palpasi
: tidak dilakukan
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling
umbilicus (-), dilatasi vena (-)
Palpasi
: tidak dilakukan
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
Ekstremitas
Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).
STATUS NEUROLOGIS
A. GCS
: Compos Mentis ( E4M6V5 )
B. Gerakan Abnormal
: 6
C. Leher
: sikap baik, gerak baik ke segala arah
D. Tanda Rangsang Meningeal
Kanan
Kaku kuduk
Laseque
Kernig
Brudzinsky I
Brudzinsky II
Kiri
(-)
<70o
<135o
(-)
(-)
<70o
<135o
(-)
(-)
E. Nervus Kranialis
N.I ( Olfaktorius )
Subjektif
Tidak
Dilakukan
N. II ( Optikus )
PEMERIKSAAN
KANAN
Tajam
penglihatan Normal
(visus bedside)
Lapang penglihatan
Melihat warna
Ukuran
Fundus Okuli
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Isokor, D 2mm
KIRI
Normal
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Isokor, D 2mm
Tidak dilakukan
N.III ( Okulomotorik )
PEMERIKSAAN
Nistagmus
Eksoftalmos
pupil
Reflek
Cahaya
Langsung
Langsung
Diplopia
&
KANAN
Isokhor
+
KIRI
Isokhor
+
Tidak
N.IV (Troklearis)
PEMERIKSAAN
Pergerakan mata
Sikap bulbus
Melihat kembar
KANAN
+
Baik
-
KIRI
+
Baik
-
KANAN
Baik
Baik
-
KIRI
Baik
Baik
-
KANAN
KIRI
N.V (Trigeminus)
Membuka mulut
Menggerakan
Rahang
Menggigit
Reflek kornea
N.VI (Abducen)
PEMERIKSAAN
Pergerakan mata (lateral)
Sikap Bulbus
Melihat kembar
N. VII ( Fasialis )
PEMERIKSAAN
Perasaan
lidah
(2/3
anterior )
Mengerutkan dahi
Tidak Dilakukan
+
Menutup mata
Menggembungkan pipi
+
+
N.VIII ( Vestibulokoklearis )
PEMERIKSAAN
HASIL
Detik arloji
Suara berbisik
Tes Swabach
Tes Rinne
Tes Weber
Tidak dilakukan
N. IX,X ( Vagus )
PEMERIKSAAN
HASIL
Tidak Dilakukan
Refleks Menelan
Baik
Refleks Muntah
Tidak Dilakukan
N.XI (Assesorius)
PEMERIKSAAN
Mengangkat bahu
Menoleh
HASIL
Baik
Baik
N.XII ( Hipoglosus )
PEMERIKSAAN
Pergerakan Lidah
Disatria
BAIK
Baik
Tidak
Kanan
Kiri
Postur Tubuh
Baik
Baik
Atrofi Otot
Eutrofik
Eutrofik
Tonus Otot
Normal
Normal
Gerak involunter
(-)
(-)
Kekuatan Otot
5555
5555
Kanan
Kiri
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Postur Tubuh
Kanan
Baik
Kiri
Baik
Eutrofik
Eutrofik
Normal
Normal
(-)
(-)
5555
5555
Ties
G. R
Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Refleks Fisiologis
Pemeriksaan
Bisep
Trisep
Babinski
Patela
Chaddok
Achiles
Oppenheim
Kanan
+
+Refleks Patologis
Kiri
+
+
+
-
+
+
+
-
Gordon
Klonus
Hoffman Tromer
e
f
l
e
k
s
H. Ge
rakan Involunter
10
: baik
Defekasi
: baik
Sekresi keringat
: baik
V. RESUME
Pasien seorang pria 40 tahun merupakan pasien konsul dari sejawat ilmu
kesehatan jiwa dengan keluhan bibir mencong sebelah kanan sejak kurang lebih 1
minggu sebelum datang ke rumah sakit. Satu hari sebelumnya pasien mengaku wajah
berkedut dan terpapar udara dingin. Pusing berputar disangkal, dikatakan sering sakit
kepala. Tidak ada riwayat trauma, lemah dibagian tubuh lainnya disangkal, tidak ada
sulit menelan dan bicara pelo, BAB dan BAK baik. Kesan parase wajah sebelah kiri.
Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pada saat pemeriksaan pasien ini
belum dilakukan pemeriksaan penunjang.
VI. DIAGNOSIS
Ax1
Diagnosis klinis
Diagnosis etiologi
Diagnosis topis
: Skizofrenia
dd Gangguan bipola
VII. Penatalaksanaan:
11
1. Non medikamentosa
o Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatan
yang diberikan.
o Dianjurkan untuk menjalani fisioterapi.
o Mata ditutup saat tidur
2. Medikamentosa :
1.
2.
3.
4.
5.
IX. Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad fungsionam
: ad bonam
Ad Sanationam
: Dubia ad bonam
BAB III
CATATAN MEDIS TERINTEGRASI
TANGGAL
12
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
Refleks
Patologis
Bisep
Trisep
Ax1
Ax2
P
TANGGAL
13
23 - APRIL
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
Refleks
Patologis
Bisep
Trisep
Ax2
P
TANGGAL
14
24- APRIL
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
Refleks
Patologis
Bisep
Trisep
Ax1
Ax2
P
TANGGAL
15
25 - APRIL
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
Refleks
Patologis
Bisep
Trisep
Ax1
Ax2
P
TANGGAL
16
26 - APRIL
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
Refleks
Patologis
Bisep
Trisep
Ax1
Ax2
P
TANGGAL
17
27 - APRIL
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
Refleks
Patologis
Bisep
Trisep
Ax1
Ax2
P
TANGGAL
18
28 - APRIL
KANAN
KIRI
KANAN
KIRI
Refleks
Patologis
Bisep
Trisep
Ax1
Ax2
P
BAB IV
ANALISA KASUS
19
Pasien pria dengan keluhan bibir mencong sejak 1 minggu SMRS, tanpa
penurunan kesadaran dan dengan gejala yang menetap dapat mengerucutkan ke
beberapa sebab yaitu Bells Palsy dan tumor yang menekan ke tulang temporal
(Kolesteatom, dermoid).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan parese dan hipestesi wajah bagian kiri
memberikan gambaran gangguan pada N.VII perifer. Dengan demikian diagnosis bisa
lebih mengerucut ke arah Bells Palsy.
Diagnosis yang didapatkan adalah :
Diagnosis klinis
Diagnosis etiologi
Diagnosis topis
memegang peran otonom pada glandula lakrimalis sehingga apabila terganggu dapat
menyebabkan hal ini terjadi, selain itu pada penderita Bells Palsy terdapat
lagophtamus maka agar tidak terjadi dry eye dikompensasi dengan meningkatnya
produksi air mata.
Dasar diagnosis klinis saya ambil berdasarkan klinis pasien ditemukan
kelumpuhan wajah sebelah kiri yang memberikan kesan paralisis N.VII perifer. Grade
untuk BP menurut House-Brackmann yaitu, Pada pasien ini tidak ditemukan
synkinesia, namun mata dapat tidak dapat ditutup dengan usaha minimal dan sekilas
tampak asimetris, bibir mencong dapat digerakan dengan usaha maksimal sehingga
didapatkan pada pasien ini masuk ke grade III menurut House-Brackmann. Pada
grade ini pasien masih mempunyai kemungkinan tidak sembuh sempurna.
Bells Palsy sendiri merupakan s ebuah kelainan yang digambarkan dengan
kelumpuhan N.VII perifer (unilateral). Sifatnya idiopatik, akut dan tidak disertai
gangguan neurologis lain. Berdasarkan penyebab Bells palsy masih belum diketahui
dengan pasti namun ada beberapa hipotesis yang berkembang seperti infeksi pada
Herpes Simpleks Virus yang menyebabkan inflamasi pada ganglion genikulatum,
penyakit autoimun, penyakit mikrovaskuler dan juga dikaitkan dengan paparan udara
dingin.
Pada pasien ini kami berkesimpulan penyebab terjadinya Bells Palsy
dikarenakan paparan udara dingin. Paparan udara dingin menyebabkan Bells Palsy
dikarenakan dingin dapat mengiritasi N.VII,dimana secara anatomis N.VII adalah
nervus kranialis yang melewati kanal-kanal dalam tengkorak, sehingga disaat
teriritasi oleh dingin, terjadi oedem dan akhirnya tertekan oleh kanal-kanal sempit
pada tulang tengkorak.
21
Etiologi dari Bells palsy sampai saat ini masuh dalam perdebatan.edema pada
N.VII diyakini mempunyai peran atas terjadinya kelumpuhan pada BellsPalsy.
Keterlibatan herpes zooster atas terjadinya inflamasi sekarang sedang berkembang,
keadaan autoimmune juga dipercaya mempunyai peran dalam beberapa kasus Bells
Palsy.
Lesi yang terjadi pada Bells palsy bersifat perifer dikarenakan bentuk
anatomi dari tulang tengkorak yang dilewati N.VII mudah mengganggu terutama
apabila terjadi inflamasi dan menyebabkan edema setempat. 80-90% penderita Bells
palsy dapat sembuh dengan sendirinya tanpa defisit neurologis (Sembuh sempurna).
Pemberian kortikosteroid ditemukan dapat mempercepat penyembuhan, dan perlu
tappering off untuk penggunaan steroid. Obat antiviral dapat diberikan apabila
memang ada arah kecurigaan terjadinya infeksi virus, studi membuktikan bahwa
untuk pasien penderita Bells palsy yang mendapatkan terapi antivirus disertai dengan
steroid pada masa akut (<72 jam onset) memberikan efek yang lebih baik
dibandingkan dengan dengan terapi steroid tunggal, namun pada pasien dengan onset
yang sudah lama pemberian antivirus tidak efektif.
Diagnosis topis ditegakkan dari gambaran klinis dimana pada pasien ini hanya
didapatkan gangguan pada otot ekspresi wajah, namun tidak didapatkan hiperakusis,
gangguan perasa dan gangguan pendengaran. Namun didapatkan hipestesi sehingga
topis pada kasus ini bisa diperkirakan antara ganglion genikulatum dan foramen
stylomastoideus.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Anatomi Nervus Fasialis
22
Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti anatomi dan
fungsi saraf. Nervus kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui
tulang temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya ada lima cabang
utama. Selain mengurus persarafan otot wajah, Nervus kranialis ketujuh juga
mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, sensasi
nyeri, raba, suhu dan kecap.1
Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri
dari 7.000 serabut saraf motorik untuk otot-otot wajah dan 3.000 serabut saraf lainnya
membentuk saraf intermedius (Nerve of Wrisberg) yang berisikan serabut sensorik
untuk pengecapan 2/3 anterior lidah dan serabut parasimpatik untuk kelenjer parotis,
submandibula, sublingual dan lakrimal. Saraf fasialis terdiri dari 7 segmen yaitu :i
1. Segmen supranuklear
2. Segmen batang otak
3. Segmen meatal
4. Segmen labirin
5. Segmen timpani
6. Segmen mastoid
7. Segmen ekstra temporal
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot
mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang
mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit dari
dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan
pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu
masuk ke korda timpani dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus
fasialis ke nukleus traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi
kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual
Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik,
somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami
gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada di
dalam saluran tulang yang sempit dan kaku.2
Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:5,6
1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otototot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih
tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan
lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf
lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan
-
superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini,
berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan
diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula
24
mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal dan
menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis.
Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan submandibularis,
-
Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan keluar
di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara
saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki meatus akustikus
internus. Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII
dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion
genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf fasialis meninggalkan kranium melalui
foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam
melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi glandula parotis.5
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion
genikulatum, panjang segmen ini 2-4 milimeter.1
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion
genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah
tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar
dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1
Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior
kavum timpani. Perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid,
disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling
posterior dari saraf VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi.
Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid. Panjang
segmen ini 15-20 milimeter.
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan
ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan gangglion
basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit
penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia
atau amimi).
4.2 DEFINISI
Bells palsy merupakan kelumpuhan atau paresis unilateral akut wajah dan
idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer, terjadi dengan frekuensi yang sama
di sisi kanan dan kiri wajah. Parese nervus fasialis perifer merupakan kelemahan jenis
lower motor neuron yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis
terganggu, yang menyebabkan kelemahan otot wajah.2 Parese nervus facialis biasanya
mengarah pada suatu lesi nervus fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi
nukleus fasialis ipsilateral pada pons.
Bell palsy adalah kelemahan (kelumpuhan) yang mempengaruhi otot-otot
wajah. Hal ini karena masalah dengan saraf wajah. Kelemahan biasanya
mempengaruhi satu sisi wajah. Jarang, kedua belah pihak akan terpengaruh. Banyak
orang yang memiliki Bell palsy pada awalnya berpikir bahwa mereka telah
mengalami stroke. Hal ini tidak begitu. Bell palsy sangat berbeda dengan stroke dan
26
pemulihan penuh terjadi dalam banyak kasus. Bell palsy dinamai dokter yang
pertama kali menggambarkannya. Bells palsy ditemukan oleh dokter dari inggris
yang bernama Charles Bell.
4.3 EPIDEMIOLOGI
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan
insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden
Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah
sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Kondisi
ini paling umum di antara wanita hamil dan orang-orang yang memiliki diabetes, flu,
pilek atau penyakit pernapasan lainnya. Meskipun sebagian besar sembuh, Sebanyak
30% kasus cacat wajah, kesulitan psikologis dan kadang-kadang sakit pada wajah.
Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding nondiabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang
sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena
daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik pria maupu wanita namun, lebih sering terjadi pada umur 15-50
tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil,
bahkan bisa mencapai 10 kali lipat (kasus 45/100.000). Dikarenakan etiologi masih
belum diketahui, maka pengobatan harus didasarkan pada patofisiologinya yaitu
pembengkakan dan penjeratan saraf.
Tabel 1 Insidensi kasus Bells palsy
27
4.4 ETIOLOGI
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat
penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai
saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa
dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satusatunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai
penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada
beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (PolymeraseChain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang
menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini
diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel
ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan
menyebabkan kerusakan local pada myelin.
Parese nervus fasialis timbul karena berbagai etiologi dengan proses
patogenesis yang bervariasi, yaitu;
1.Trauma
28
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk,
luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus
fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akusik atau neuralgia
trigeminal dan operasi kelenjar parotis.
2.Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang
paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan
prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel
schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi
cabang akhir dari nervus fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat
kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri
karotis dapat mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.
3. Paralisis nervus fasialis perifer telah dijelaskan dalam banyak kasus embriopati
talidomid..Larutan antiseptic kloroseksol yang banyak digunakan dalam pasta
elektroda dan berbagai krim kulit, telah dilaporkan bahwa dapat menyebabkan
paralisis fasialis yang tiba-tiba. Ingesti etilenglikol, baik dalam percobaan bunuh diri
maupun mabuk, dapat mengakibatkan kelemahan fasial tipe perifer, baik permanen
ataupun temporer.
4. Kongenital
Parese nervus fasialis bilateral kadang merupakan kelainan kongenital yang
kemungkinan terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan
seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).
5.Bells Palsy
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya
atau tidak menyertai penyakit lain. Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk
29
angin atau dalam bahasa inggris cold nervus facialis bisa sembab. Karena terjepit di
dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang
disebut sebagai Bells Palsy.
6. Penyakti-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya
DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah,
sindrom Guillian Barre.
Tabel. 2 Etiologi Bells Palsy
4.5 KLASIFIKASI
30
Kelumpuhan saraf fasialis pada pasien ini masih dalam fase akut, yaitu terjadi
sejak 1 minggu sebelum datang ke rumah sakit. Menurut Yanagihara dkk yang dikutip
dari Singhi berdasarkan studi yang dilakukannya terhadap etiologi, derajat, sisi lesi
dan progresivitas inflamasi saraf fasialis, Bells palsy dibedakan dalam 3 fase yaitu :
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus.
Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi
salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang
menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari
saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari
tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang
menyempit pada pintu keluar sebagai foramen meatal. Dengan bentukan kanalis yang
unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa
mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi
supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah
somatotropik wajah di korteks motorik primer.ii
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan
kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy.
Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus
dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di
sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen
stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis.
Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai
kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu,
paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral
dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).
32
Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot
wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat
ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke
atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak
bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara
wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis
tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum
sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi
muskulus stapedius. vi
33
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa
dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan
di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong
tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari
lokalisasi kerusakan.
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi
Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air
liur masih baik.
b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis
fasialis)
Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan
gangguan salivasi
c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum
Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis
d. Lesi setinggi ganglion genikulatum
Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan
gangguan kelenjar air mata (lakrimasi)
e. Lesi di porus akustikus internus
Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen
stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang
sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media
perforata dan mastoiditis.iii
Komponen nervus fasialis dan defisit khas yang disebabkan oleh lesi pada
berbagai tempat di sepanjang perjalanannya.
1. Kelumpuhan perifer pada otot-otot yang dipersarafi oleh nervus fasialis (otot-otot
ekspresi wajah), gangguan pendengaran/tuli dan penurunan eksitabilitas
vestibular
2. Kelumpuhan perifer dan gangguan pengecapan, lakrimasi, dan saliva
34
3. Kelumpuhan perifer pada otot-otot ekspresi wajah dan gangguan pengecapan serta
saliva, dan gangguan pendengaran
4. Kelumpuhan perifer otot-otot ekspresi wajah dan gangguan pengecapan dan saliva
5. Kelumpuhan otot-otot ekspresi wajah
4.8 DIAGNOSIS
Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese
dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata
dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.
Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN
A. Pemeriksaaan Fisik
Langkah pertama dalam diagnosis adalah untuk menentukan apakah
kelemahan wajah adalah karena masalah di sistem saraf pusat atau saraf perifer. Hal
ini dilakukan dengan cepat dengan observasi dan beberapa pertanyaan (Gambar 1, 2,
dan 3 dan Tabel 1). Bila lesi berada di supranuklear (pons), kelemahan/paresis daerah
wajah unilateral bagian bawah yang lebih rendah (Gambar 1 A), karena saraf-saraf
wajah bagian bawah mendapatkan persarafan dari serat cortocibulbar secara
kontralateral. Sebaliknya, saraf-saraf wajah bagian atas menerima serat corticobulbar
berasal dari kedua belahan otak. Dengan demikian, lesi unilateral di korteks atau serat
corticobulbar biasanya terjadi kelumpuhan wajah dan hemiplegia kontralateral tetapi
tidak mempengaruhi sekresi saliva dan lakrimal atau rasa rasa (Tabel 2).
35
Paresis nervus fasialis atau kelumpuhan semua otot ekspresi wajah (Gambar 1
B), biasanya lesi pada saraf wajah ipsilateral tetapi juga bisa dari pusat saraf
ipsilateral saraf wajah atau saraf wajah yang berada di pons. Meskipun tampaknya
paradoks bahwa "pusat" lesi di pons menghasilkan kelemahan wajah perifer,
nomenklatur tidak mungkin untuk berubah. Kelemahan nervus fasialis yang terbaik
ditunjukkan oleh respon pasien untuk permintaan "Tutup mata Anda" (untuk
pengujian daerah wajah atas) dan "Tunjukkan gigimu" (untuk menguji area wajah
yang lebih rendah). denervasi dari otot orbicularis oculi akan mengakibatkan
ketidakmampuan dari pasien untuk menutup kelopak mata secara efektif, dan
denervasi dari otot risorius akan hilangnya sudut mulut (Gambar 1B).
36
37
38
B. Pencitraan
39
40
konsisten jumlah peningkatan sel dan kadar protein, tetapi sebaliknya tidak
membantu dalam mengidentifikasi penyebabnya.
F. Pengujian Electrodiagnostic tidak rutin dilakukan pada pasien Bell palsy. Hal ini
sangat tidak dapat diandalkan ketika Bell palsy dalam tahap awal, namun setelah 2
minggu, dapat mendeteksi denervasi dan regenerasi saraf
Diagnosa tergantung pada tanda-tanda klinis, gejala, dan eksklusi penyebab lain dari
wajah kelumpuhan
4.9 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Bell palsy sangat luas, sementara penyebab umumnya tidak identik
dari kelumpuhan saraf wajah. Bell palsy merupakan diagnosis eksklusi. Berikut ini
adalah beberapa kondisi yang harus dikesampingkan :
Paresis unilateral wajah suprnuklei (otot wajah bagian bawah) karena lesi dari
kontralateral korteks, lesi disubkortikal, atau kapsul internal. Selain kelemahan wajah,
Gejala mungkin termasuk hemiparesis, hemisensory, atau hemineglect (parah
gangguan persepsi spasial).
Sindrom Akut Ramsay Hunt : kelumpuhan wajah perifer akibat reaktivasi varicellazoster (cacar air) virus dan penyebarannya pada saraf wajah. Lesi vesikuler biasanya
terlihat pada liang telinga
Lyme neuroborreliosis : spirochete seperti Borrelia burgdorferi dapat mempengaruhi
pusat jaringan sistem saraf.
Tumor : melibatkan saraf wajah kurang dari 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf
wajah. Tumor harus dicurigai jika terjadi kelemahan selama beberapa minggu, seperti
massa di telinga, leher, atau kelenjar parotis, dan jika tidak ada perbaikan fungsional
terlihat dalam 4 sampai 6 minggu.
Diabetes mellitus dan sarkoidosis dapat menyebabkan neuropati wajah dengan
kelemahan tiba-tiba.
Penurnan Berat badan menunjukkan penyakit sistemik seperti neoplasma, metastasis,
atau infeksi.
41
Perubahan visual, vertigo, dan kelemahan atau mati rasa mungkin ada lesi di batang
otak seperti demielinasi.
4.10 PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksanaan Bells palsy pada pasien ini kita berikan
kortikosteroid dan antiviral. Tiemstra dkk mengatakan bahwa, kortikosteroid sangat
bermanfaat dalam mencegah degenerasi saraf, mengurangi sinkinesis, meringankan
nyeri dan mempercepat penyembuhan inflamasi pada saraf fasialis sedangkan
Acyclovir diberikan untuk menghambat replikasi DNA virus.
Untuk antiviral dapat digunakan Acyclovir atau obat jenis lainnya seperti
Valaciclovir, Famciclovir dan Sorivudine yang mempunyai bioavailabilitas yang lebih
baik dari Acyclovir. Dosis Acyclovir diberikan 400 mg 5 kali sehari selama 10 hari
atau Valaciclovir 500 mg 2 kali sehari selama 5 hari. Jika penyebabnya diduga virus
herpes zoster, maka dosis Acyclovir di naikan menjadi 800 mg 5 kali sehari atau
Valaciclovir 1 gram 2 kali sehari.iv Kombinasi penggunaan kortikosteroid dan
Antiviral oral memberikan hasil yang lebih baik daripada penggunaan kortikosteroid
oral saja dan akan lebih baik bila terapi diberikan dalam 72 jam pertama. Studi lain
juga mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan lama penyembuhan antara
pemberian obat-obatan ini secara oral atau intravena.
Disamping terapi obat-obatan, pada kasus Bells palsy juga dilakukan
Perawatan mata dan fisioterapi. Perawatan mata tujuannya adalah untuk mencegah
terjadinya kekeringan pada kornea karena kelopak mata yang tidak dapat menutup
sempurna dan produksi air mata yang berkurang. Perawatan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan artificial tear solution pada waktu pagi dan siang hari dan
salep mata pada waktu tidur. Pasien juga dianjurkan menggunakan kacamata bila
keluar rumah. Bila telah terjadi abrasi kornea atau keratitis, maka dibutuhkan
penatalaksanaan bedah untuk melindungi kornea seperti partial tarsorrhaphy.
42
Regenerasi Aberrant
Selama regenerasi dan perbaikan saraf fasialis, ada beberapa serabut saraf yang
tidak menyambung pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf yang ada
didekatnya. Regenerasi aberrant ini dapat menyebabkan terjadinya gerakan involunter
yang mengikuti gerakan volunter (sinkinesis).viii
44
DAFTAR PUSTAKA
and
Stroke.
Available
at:
http://www.ninds.nihgov/disorder/bella/detail_bella.htm.
accesed on: 6 march 2014.
2. Baugh,FR; et all. Clinical Practice Guideline: Bells Palsy
executive summary.otolaryngology-head and neck surgery.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24190889.
accesed on: 6 march 2014
3. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Bells palsy. In: Kasper DL,
editor. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New
York: McGraw-Hill; 2005. p. 2372-93.
4. Bells
Palsy
epidemology.
Medscape.
Available
at:
at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3152161/.
Accesed on 14 march 2014.
6. Lee, HY; Moon Suh Park, et al; Agreement between the
Facial Nerve Grading System 2.0 and the HouseBrackmann Grading System in Patients with Bell Palsy.
Avaliable
at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3781225/
:
.
45
46
i
ii
iii
iv