Anda di halaman 1dari 3

Berbicara (speech) adalah ekspresi verbal dari bahasa yang meliputi artikulasi

sebagai sarananya sehingga terbentuk kata-kata yang dapat kita dengar . Penyebab
kelainan berbahasa ada bermacam-macam yang melibatkan berbagai faktor yang
dapat saling mempengaruhi; antara lain kemampuan lingkungan, pendengaran,
kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis dan lain sebagainya. Gangguan bicara
(disfasia) dapat terjadi tanpa adanya cedera otak atau keadaan lainnya (Soetjiningsih.
1995).
Patofisiologi
Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi: pertama, aspek sensorik (input
bahasa), yang melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa),
yang melibatkan vokalisasi dan pengaturannya (Guyton. 2007).
Urutan proses komunikasi-input bahasa dan output bahasa adalah sebagai berikut:
1. sinyal bunyi mula-mula diterima oleh area auditorik primer yang nantinya
akan menyandikan sinyal tadi dalam bentuk kata-kata
2. kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke
3. penentuan buah pikiran dan kata-kata yang akan diucapkan juga terjadi di
dalam area Wernicke
4. penjalaran sinyal-sinyal dari area Wernicke ke area Broca melalui fasikulus
arkuatus
5. aktivitas program keterampilan motorik yang terdapat di area Broca untuk
mengatur pembentukan kata
6. penjalaran sinyal yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otot-otot
bicara.
Apabila terjadi kelainan pada salah satu jalannya impuls ini, maka akan terjadi
kelainan bicara.

A. Gangguan Perkembangan Khas Berbicara dan Berbahasa


Ini merupakan gangguan pola normal penguasaan bahasa sejak fase awal
perkembangan. Kondisi ini tidak secara langsung diakibatkan oleh kelainan
neorologis atau kelainan mekanisme berbicara, hendaya sensorik, retardasi mental
atau factor lingkungan. Anak mungkin lebih mampu berkomunikasi atau mengerti
pada situasi tertentu yang sangat dikenalnya dari pada situasi lain, tetapi
kemampuannya berbahasa pada setiap keadaan terganggu.
1.

Gangguan Artikulasi Berbicara Khas


Gangguan perkembangan khas yang ditandai oleh penggunaan suara bicara

dari anak berada dibawah tingkat yang sesuai untuk usia mentalnya, sedangkan
tingkat kemampuan bahasanya normal. Pada proses perkembangan normal biasa
terjadi kesalahan pengungkapan suara bicara, tetapi anak itu dapat dimengerti dengan
mudah oleh orang lain
Perkembangan abnormal dapat terjadi jika kemahiran suara bicara terlambat
dan/atau menyimpang, menimbulkan: misarticulasi berbahasa anak akibat kesulitan
bagi orang lain untuk mengerti anak; penghilangan, distorsi, atau subtitusi dari suara
berbicara;dan inkonsistensi dalam mengeluarkan suara.
2.

Gangguan Berbahasa Ekspresif


Mencakup gangguan kemampuan untuk berkomunikasi melalui bahasa verbal

dan isyarat. Terjadi gangguan perkembangan khas dengan kemampuan anak dalam
mengekspresikan bahasa lisan dibawah rata-rata usia mentalnya namun pengertiann
pengertian bahasa dalam batas normal. Anak mengalami kesulitan mempelajari
kasulitan kata baru dan berbicara dalam kalimat yang lengkap dan benar ser ta
bicaranya terbatas dengan atau tanpa gangguan artikulasi. Ketidakmampuan dalam
bahasa lisan sering disertai dengan kelambatan atau abnormalitas dalam bunyi kata
yang dihasilkan.
3.

Gangguan Berbahasa Reseptip


Mencangkup masalah gangguan peerkembangan khas dengan kemampuan

anak untuk mengerti bahasa dibawah rata-rata usia mentalnya disertai masalah
gangguan berbahasa ekspresif dan kesulitan mengerti (menerima) kata-kata dan
kalimat serta menentukan maknanya.
Anak dengan gangguan berbahasa reseptip berat biasanya disertai dengan
kelambatan dalam perkembangan social, dapat mengulang kata yang tidak mereka

mengerti, dan menunjukkan pola perhatian yang terbatas.


4. Apasia yang Didapat dengan Epilepsi (Sindrom Landau-Kleffner)
Suatu gangguan yang didahului oleh perkembangan berbasa yang normal,
kemudian kehilangan kedua kemampuan berbahasa ekspresip dan reseptip, sedangkan
intelegensia umum tetap normal.
SUMBER :
1. PPDGJ
2. Soetjiningsih. Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak, dalam I.G.N.Gde
Ranuh (ed): Tumbuh Kembang Anak. EGC, Surabaya, 18, 237-247.
3. Arthur C. Guyton, John E. Hall, Neurofisiologi Motorik dan Integratif, dalam
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai