Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman obat yang tersebar di Indonesia sungguh beragam. Tanaman
yang telah ada merupakan warisan nenek moyang kita yang perlu dilestarikan.
Penelitian dan eksplorasi tentang tanaman obat telah banyak dilakukan dan
membuktikan adanya khasiat dari tanaman obat tersebut. Pemanfaatan bahan
alam sebagai

obat cenderung

mengalami

peningkatan

dengan

adanya

kesadaran untuk kembali ke alam (back to nature). Penggunaan tanaman


sebagai obat tradisional memiliki beberapa keuntungan antara lain relatif
lebih aman, mudah diperoleh, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak
berbahaya.
Ocimum sanctum L. atau yang biasa disebut tumbuhan lampes
memiliki manfaat yang sangat banyak. Berdasarkan penelitian terkini yang
telah dilakukan menunjukkan penggunaan biji lampes (0,8 g/kg BB perhari)
selama 4 minggu pada kelinci dengan perlakuan kolesterol (100 mg/kg BB
perhari) secara signifikan dapat menurunkan serum solesterol, triasilgliserol
dan LDL-+VLDL-kolesterol dibandingkan dengan kelompok kolesterol tanpa
perlakuan (Gupta dkk., 2006). Daun lampes segar telah digunakan untuk uji
reproduktivitas pada kelinci albino jantan dan diketahui memiliki potensi
sebagai agen kontrasepsi pria yang efektif ditunjukkan level FSH dan LH yang

secara signifikan menurun pada hewan uji yang diberi perlakuan 2 g daun
lampes segar selama 30 hari (Sethi dkk., 2010).
Lampes dapat tumbuh di tepi jalan, tepi kebun atau ladang, sawah
kering, taman, hutan terbuka, dan padang rumput. Selama ini lampes diketahui
hanya tumbuh sebagai tanaman liar di pinggir jalan atau di pinggir kebun
(Steenis, 1975). Perbedaan tempat tumbuh tersebut dapat memunculkan
permasalahan terjadinya variasi kandungan zat kimia berkhasiat (Salisbury &
Ross, 1995). Hal ini ditegaskan juga oleh Colegate dan Molyneux (1993),
bahwa perbedaan letak geografis dan perubahan iklim menyebabkan
bervariasinya

kandungan

senyawa

yang

terdapat

dalam

tumbuhan.

Lingkungan tempat tumbuh tanaman akan mempengaruhi kualitas dan


kuantitas metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman, dengan sistem
jaringan tanaman dapat diketahui kondisi optimal untuk produksi metabolit
sekunder yang dapat dikendalikan untuk produksi metabolit sekunder yang
diinginkan (Garluci, 2010).
Kultur jaringan tanaman (KJT) merupakan teknik melakukan
propagasi tanaman dengan cepat pada sejumlah tanaman yang identik secara
genetik, sebagai sumber penghasil senyawa organik, atau sumber penghasil
senyawa yang lebih kompleks (Brotosisworo, 1997). Menurut Santosa dan
Nursandi (2002), propagasi tanaman melalui kultur jaringan tanaman tidak
tergantung pada kondisi geografis lingkungan sehingga kualitas dan hasil
produknya lebih konsisten. Keuntungan kultur jaringan dalam menghasilkan
persenyawaan yang bermanfaat anatara lain : tidak perlu menunggu tahunan

sampai tanaman cukup besar untuk diambil hasilnya, cukup beberapa bulan
saja sampai kalus terbentuk untuk diambil metabolitnya. Teknik kultur
jaringan juga tidak memerlukan area tanah yang luas, hanya dibutuhkan
gedung semacam laboratorium (Hendaryono & Wijayani, 1994).
Berdasarkan bahan yang digunakan sebagai eksplan terdapat lima jenis
teknik kultur jaringan tanaman, yaitu : kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur
organ, kultur meristem dan morfogenesis, dan kultur protoplas. Salah satu
metode kultur jaringan tanaman yang dapat digunakan untuk budidaya adalah
kultur kalus. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sulangi (1992)
menyebutkan bahwa pertumbuhan kalus Ocimum sanctum L. memiliki
kandungan senyawa yang hampir sama dengan tumbuhan asalnya. Kultur
kalus ini dapat digunakan untuk tujuan mikropropagasi, mendapatkan
metabolit sekunder dalam waktu relatif singkat atau untuk uji aktivitas
senyawa bioaktif (Santosa & Nursandi, 2002). Melalui kultur kalus
diharapkan dapat diperoleh kandungan senyawa aktif yang lebih baik dan
optimal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk tumbuhan marga
Ocimum diketahui bahwa pertumbuhan kalus daun Ocimum basilicum forma
citratum,

Ocimum basilicum forma glabratum, dan Ocimum gratissimum

forma caryophyllatum didapatkan dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 ppm


(Astuti, 2004; Rasmono, 2010; Garluci, 2010).
Ekstrak metanolik kalus daun Ocimum basilicum forma glabratum
Back. memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus (Rasmono,
2010).

Fraksi

n-heksan

kalus

daun

Ocimum

gratissimum

forma

caryophyllatum Back. dapat menghentikan pertumbuhan bakteri E.coli


(Garluci, 2010). Menurut Handayani (1991), Ocimum sanctum mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
melalui uji difusi padat dan dilusi cair dengan nilai Kadar Hambat Minimal
(KHM) 0,0537% v/v dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) 0,0537% v/v.
Bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak
pada kromatogram hasil kromatografi lapis tipis yang memiliki aktivitas
antibakteri dan antifungi sehingga mendekatkan metode pemisahan dengan uji
biologis. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk
mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan
walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan
untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut (Pratiwi, 2008). Uji bioaktivitas
menggunakan kromatografi lapis tipis untuk bakteri atau fungi cukup populer
karena mudah, biaya relatif murah dan cepat (Channel, 1998).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
antara lain :
1. Bagaimana potensi pelestarian kultur kalus Ocimum sanctum L. terhadap
tanaman asal berdasarkan profil Kromatografi Lapis Tipis?
2. Apakah terdapat aktivitas antibakteri pada ekstrak kalus daun Ocimum
sanctum L. terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
berdasarkan uji bioautografi?

3. Golongan senyawa apa yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap


bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui potensi pelestarian kultur kalus Ocimum sanctum L.
berdasarkan analisis profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
2. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kalus daun Ocimum sanctum L.
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli berdasarkan
uji bioautografi.
3. Mengetahui golongan senyawa dalam Ocimum sanctum L. yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri.

D. Tinjauan Pustaka
1. Uraian tentang tumbuhan
a. Nama daerah
Tumbuhan Ocimum sanctum L. dikenal dengan nama yang
berbeda-beda di beberapa daerah, antara lain di Pulau Sumatera :
balakama, kemangi utan, ruku-ruku (Sumatera Barat) ; Jawa : klampes,
lampes (Sunda), kemangen, lampes (Jawa); Madura : kemangi, ko-roko
(Madura); Nusa Tenggara/Bali : uku-uku (Bali); Sulawesi : balakama
(Manado); Maluku : lufe-lufe (Ternate) (Heyne, 1950; Anonim, 1986).

b. Klasifikasi
divisi

: Spermatophyta

anak divisi

: Angiospermae

kelas

: Dicotyledoneae

bangsa

: Lamiales

suku

: Lamiaceae

marga

: Ocimum

jenis

: Ocimum sanctum L.

Gambar 1. Tumbuhan lampes

(Backer & Bakhuizen, 1965; Pulle, 1951)


c. Morfologi
Herba tegak, semusim, tajuk membulat, bercabang banyak, sangat
harum, tinggi 0,3-1,5 m. Batang pokok tidak jelas, segi empat, beralur,
bercabang banyak, berbulu atau tidak, berwarna hijau. Daun berasa pahit,
tunggal berhadapan, berwarna hijau, tangkai daun 0,25-3 cm, helaian daun
bulat telur-elip-memanjang, ujung meruncing atau tumpul, pangkal
bangun pasak sampai membulat, pertulangan menyirip, di kedua
permukaan berambut halus, berbintik-bintik kelenjar rapat dengan ukuran
panjang 0,75-7,5 dan lebar 0,5-2,75 cm, tepi daun bergerigi lemahbergelombang rata. Bunga berbentuk susunan majemuk berkarang atau
tandan, terminal, 2,5-14 cm, di ketiak daun ujung, daun pelindung elips
atau bulat telur, panjang 0,5-1 cm. Kelopak 5, berlekatan berbentuk bibir,
1 membentuk bibir atas, bentuk bulat telur 2-3,5 mm, 1 bibir bawah
membentuk 4 gigi, sisi luar berambut kelenjar, berwarna ungu atau hijau.

Mahkota berbibir 3 bibir atas dan 2 bibir bawah, panjang tabung 1,5-2
mm, cuping mahkota 3-5 mm, berwarna putih. Benang sari 4, tersisip di
dasar mahkota, 2 panjang. Putik terdiri dari kepala putik bercabang 2
dengan panjang tidak sama. Kelopak ikut menyusun buah, buah tegak dan
tertekan, ujung bentuk kait melingkar, panjang kelopak buah 6-9 mm. Biji
bertipe keras, berwarna cokelat tua, gundul, waktu dibasahi segera
mengembang, Akar tunggang, berwarna putih kotor. Waktu berbunga
Januari Desember (Steenis, 1975; Syamsuhidayat & Hutapea, 1991;
Sastroamidjojo, 2001; Sudarsono dkk., 2002).
d. Distribusi
Tanaman lampes banyak terdapat di Jawa dan Madura, mudah
tumbuh di tempat-tempat kering pada ketinggian 1-1100 meter di atas
permukaan air laut, tumbuh di tepi jalan, tepi kebun atau ladang, sawah
kering, taman, hutan terbuka, dan padang rumput. Tanaman ini dapat
tumbuh secara liar atau dibudidayakan (Steenis, 1975; Sastroamidjojo,
2001; Sudarsono dkk., 2002).
e. Kandungan kimia
Maimes (2004) menyebutkan komponen fitokimia utama dalam
daun lampes antara lain

eugenol (minyak menguap), asam ursolat

(triterpenoid), dan asam rosmarinat (fenilpropanoid). Senyawa aktif


lainnya meliputi kariofilen dan asam olenolat. Biji mengandung asam
linoleat dan asam linolenat. Komponen nutrisi dalam tanaman ini meliputi
vitamin A dan C, kalsium, besi, dan seng.

Menurut Singh dkk. (2012), daun lampes mengandung 0,7%


minyak menguap yang terdiri dari 71% eugenol dan 20% metil eugenol.
Minyak juga mengandung karvakrol dan hidrokarbon seskuiterpen
kariofilen. Ekstrak segar daun dan batang mengandung beberapa senyawa
fenolik antara lain cirsilineol, circimaritin, isothymusin, apigenin and
rosameric acid dan sejumlah besar eugenol. Dua flavonoid orientin dan
visenin dari ekstrak air daun lampes telah diisolasi asam ursolat, apigenin,
luteolin, apigenin-7-O-glukoronida, luteolin-7-O-glukoronida, orientin,
dan moludistin. Lampes juga mengandung beberapa senyawa seskuiterpen
dan monoterpen seperti bornil asetat, - dan -pinen, kamfen, kamfesterol,
kolesterol, stigmasterol, dan -sitosterol. Eugenol (l-hidroksi-2-metoksi-4alilbenzen) merupakan zat aktif yang secara luas bertanggung jawab
terhadap aksi terapetik Ocimum sanctum (Prakash & Gupta, 2005).
f. Manfaat
Daun Ocimum sanctum secara empiris dapat digunakan untuk
mengobati demam, batuk, urat syaraf, air susu kurang lancar, muntah dan
mual, peluruh kentut, kencing manis, kurang darah, syaraf lemah, peluruh
haid, setelah bersalin, borok, perut nyeri, dan untuk memperbaiki fungsi
lambung. Bijinya dapat digunakan untuk mengatasi sembelit, penyakit
mata, borok, penenang, pencahar, peluruh air kencing, peluruh keringat,
kejang perut, sedatif, dan diaforetik. Akarnya biasa dimanfaatkan untuk
upaya mengobati penyakit kulit dan gonorrhea. Semua bagian tanaman

digunakan sebagai pewangi, obat perangsang, disentri, demam (Anonim,


1986; Sudarsono, dkk., 2002).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui khasiat dari
tanaman lampes. Medirrata (1998) menyebutkan ekstrak destilasi uap daun
lampes segar menunjukkan modifikasi pada respon imun humoral pada
tikus albino melalui tahap mekanisme produksi antibodi, pelepasan
mediator reaksi hipersensitivitas dan respon jaringan terhadap mediator
pada organ target. Penelitian lain menyebutkan ekstrak alkoholik daun
lampes memiliki pengaruh modulatori pada enzim pemetabolisme
karsinogen seperti sitokrom P-450, sitokrom b5, aril hidrokarbon
hidroksilase, dan glutation-S-transferase yang penting pada detoksifikasi
karsinogen dan mutagen (Pandey, 2009 ; Madhuri & Pandey, 2010).
Menurut Geeta dkk. (2001), ekstrak air tanaman lampes menunjukkan
penghambatan terhadap pertumbuhan Klesbiella, E. coli, Proteus dan
Staphylococcus aureus, ekstrak alkoholik lampes dapat menghambat
pertumbuhan Vibrio cholera. Penggunaan biji lampes (0,8 g/kg BB
perhari) selama 4 minggu pada kelinci dengan perlakuan kolesterol (100
mg/kg BB perhari) secara signifikan dapat menurunkan serum solesterol,
triasilgliserol

dan

LDL-+VLDL-kolesterol

dibandingkan

dengan

kelompok kolesterol tanpa perlakuan. Efek penurunan peroksidasi lipid


dan peningkatan reduksi kandungan glutation dalam darah juga terjadi
(Gupta dkk., 2006). Menurut Hannan dkk. (2006), ekstrak etanolik daun
lampes memiliki efek stimulan pada sekresi insulin dari -pankreas

10

melalui jalur fisiologi. Studi secara in vivo juga menunjukkan bahwa


ekstrak etanol dapat menurunkan glukosa darah dan meningkatkan plasma
insulim pada tikus diabetes tipe 2. Daun lampes segar telah digunakan
untuk uji reproduktivitas pada kelinci albino jantan dan diketahui memiliki
potensi sebagai agen kontrasepsi pria yang efektif ditunjukkan level FSH
dan LH yang secara signifikan menurun pada hewan uji yang diberi
perlakuan 2 g daun segar lampes selama 30 hari (Sethi dkk., 2010).
2. Kultur jaringan tanaman
a. Tinjauan umum
Kultur adalah budidaya, dan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka kultur jaringan tanaman
berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
yang mempunyai sifat seperti induknya (Hendaryono & Wijayani, 1994).
Menurut Santosa dan Nursandi, (2002), pengertian yang lebih luas
mengenai istilah kultur jaringan tanaman berupa teknik budidaya sel,
jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan
dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme. Sel atau jaringan
tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara terpisah dalam suatu kultur
in vitro. Sel dan jaringan yang ditanam dengan cara ini memiliki
kemampuan untuk meregenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam
upaya untuk bisa tumbuh normal hingga membentuk tumbuhan yang utuh.
Dengan kata lain, bahwa di dalam masing-masing sel tumbuhan mungkin
mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang

11

mampu membentuk tanaman lengkap bila ditumbuhkan dalam lingkungan


yang sesuai (Wetherell, 1982).
Kelebihan kultur jaringan tanaman antara lain dapat digunakan
untuk menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu
relatif singkat (Hendaryono & Wijayani, 1994). Menurut Staba (1980),
kultur jaringan tanaman juga dapat diaplikasikan untuk produksi senyawa
yang memiliki nilai ekonomis.
b. Eksplan
Eksplan adalah potongan organ tanaman atau jaringan tanaman
yang digunakan sebagai bahan awal dalam kultur jaringan tanaman.
Pemilihan eksplan didasarkan pada pengetahuan tentang sel. Bagian
tertentu dari organ yang aktif membelah dapat dipilih sebagai eksplan
sebab bagian tersebut mampu mengalami pertambahan jumlah sel,
volume, hingga diferensiasi (George & Sherrington, 1984).
Berhasil atau tidaknya kultur jaringan tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain macam eksplan, letak bagian tanaman yang
digunakan, dan ukuran eksplan. Faktor lain yang mempengaruhi
keberhasilan kultur jaringan tanaman yaitu umur dan cara pembudidayaan
dari tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan. Dasar pemilihan
eksplan adalah tanaman sumber eksplan sehat secara fisiologis, kuat, jenis
jaringan yang dipilih, dan ukuran eksplan yang cukup besar (Wetherell,
1982). Eksplan sebaiknya dipilih pucuk muda tanaman dewasa yang

12

diketahui asal-usul dan varitasnya, tidak terinfeksi penyakit, dan jenisnya


unggul (Nugroho & Sugito, 2001).
Semakin

besar

eksplan

yang

digunakan,

semakin

besar

kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Oleh karena itu


perlu dicari ukuran eksplan minimum yang efektif. Eksplan yang terlalu
kecil tidak akan tumbuh secepat eksplan yang ukurannya lebih besar
(George & Sherrington). Eksplan yang berukuran kecil akan cenderung
membentuk kalus, sedangkan eksplan yang berukuran lebih besar
memiliki potensi untuk bermorfogenesis (Biondi & Thorpe, 1981).
c. Media
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kultur adalah
pilihan media yang tepat. Media dengan komposisi yang berbeda
digunakan untuk pertumbuhan jaringan tanaman yang berbeda pula
(Hendaryono & Wijayani, 1994). Media kultur yang memenuhi syarat
adalah media yang mengandung unsur makro dan mikro, sumber tenaga
umumnya digunakan sukrosa, seringkali juga mengandung 1 atau 2
macam vitamin dan zat perangsang pertumbuhan (Wetherell, 1982).
Menurut Dixon (1985), komponen media untuk pertumbuhan kalus
atau kultur suspensi sel dapat diklasifikasikan menjadi 6 kelompok, yaitu :
1) Unsur anorganik makro
Garam anorganik makro merupakan komponen berupa garam
anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah takaran yang banyak (mM),
yaitu : N, K, S, P, Ca, dan Mg (Santosa & Nursandi, 2002).

13

2) Unsur anorganik mikro


Komponen garam anorganik mikro hanya dibutuhkan dalam
jumlah takaran yang sedikit (M) diantaranya : Fe, Mn, Zn, B, Cu, dan
Mo (Santosa & Nursandi, 2002).
3) Sumber besi
Sumber besi diberikan dalam bentuk besi sulfat, meskipun
terkadang bentuk sitrat juga digunakan. Sumber besi memiliki peranan
penting dalam menjaga kestabilan pH media kultur. Pada tanaman
umumnya besi berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau
daun (Hendaryono &Wijayani, 1994).
4) Suplemen organik (vitamin)
Jenis vitamin yang dapat ditambahkan ke dalam media kultur
antara lain asam paraaminobenzoat, folat, kolin, klorida, riboflavin,
dan asam askorbat (Santosa & Nursandi, 2002). Asam amino seperti
glisin, arginin, asam aspartat, alanin, asam glutamat, dan prolin juga
biasa digunakan. Asam amino menyediakan nitrogen tereduksi yang
nantinya akan mengakibatkan asidifikasi pada media. Pemberian
vitamin bersama dengan mio-inositol, auksin dan kinetin akan dapat
memacu pertumbuhan jaringan kalus (Hendaryono & Wijayani, 1994).
5) Sumber karbon
Komponen ini ditambahkan pada media kultur sebagai sumber
energi yang diperlukan untuk induksi tunas atau kalus. Sumber karbon
yang dianggap standar adalah sukrosa atau glukosa (Santosa &

14

Nursandi, 2002) dengan konsentrasi 2-4%. Penggunaan sukrosa di atas


3 % dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding sel (Hendaryono
& Wijayani, 1994).
6) Zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh merupakan komponen penting untuk
media kultur sebab berpengaruh pada jalur perkembangan dari sel
tanaman. Zat pengatur tumbuh yang digunakan umumnya merupakan
hormon tumbuhan atau analog sintetiknya. Senyawa ini dibagi dalam
lima kelas, yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen.
Golongan yang paling efektif untuk menginduksi pembelahan sel dan
pembentukan kalus pada sebagian besar tanaman adalah auksin, yaitu
senyawa

2,4-dichlorophenoxyacetate

acid

(2,4-D)

(Santosa

&

Nursandi, 2002).
3. Sterilisasi
Teknik kultur jaringan tanaman dilakukan secara aseptis, bebas dari
cemaran mikroorganisme. Kontaminasi merupakan masalah yang sering
dihadapi. Pertumbuhan mikroorganisme dapat menghambat pertumbuhan dan
akan mengganggu sistem fisiologi dan biokimia dari kultur tanaman dengan
cara mengeluarkan metabolit tertentu (Biondi & Thorpe, 1981).
Metode sterilisasi yang dapat dilakukan dalam kultur jaringan
tanaman ada dua, yaitu pemanasan kering dan pemanasan basah. Pemanasan
kering dilakukan untuk mensterilkan alat-alat gelas, logam, dan alat-alat lain
yang tahan terhadap pemanasan suhu tinggi. Alat yang digunakan adalah oven.

15

Temperature yang digunakan untuk sterilisasi adalah sekitar 60 0 C selama 4


jam. Alat yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas aluminum foil
terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam oven. Sedangkan pada
pemanasan basah digunakan otoklaf, prinsip alat ini adalah adanya uap air dan
tekanan. Sterilisasi dilakukan pada suhu 1200 C dengan tekanan 1,5 atm
selama 20 menit. Sterilisasi ini selain digunakan untuk mensterilkan alat-alat
gelas dan logam, dapat juga digunakan untuk mensterilkan air dan media.
Sterilisasi untuk komponen media yang tidak tahan terhadap pemanasan
dilakukan dengan metode ultrafiltrasi. Cara sterilisasi tersebut dilakukan
dengan penyaring bakteri berukuran tertentu pada suhu kamar (Wetherell,
1982).
Sterilisasi tidak terbatas pada alat dan media yang akan digunakan
dalam teknik kultur jaringan tanaman. Sterilisasi yang bertujuan

untuk

mensterilkan ruangan kerja kultur, alat, maupun eksplan dapat digunakan


sterilisasi kimia. Kerja kultur biasanya dilakukan dalam ruangan kerja yang
disebut laminair air flow (LAF). Sterilisasi LAF dapat dilakukan dengan
menyemprotkan alkohol pada alat tersebut. Prinsip kerja LAF adalah
mengalirkan arus udara laminair ke dalam almari penabur melalui saringan
yang besar dengan ukuran lubang 0,22-0,24 m. Bakteri dan jamur ditahan
oleh saringan ini sehingga udara yang masuk ke dalam LAF sudah steril dan
membuat ruangan juga menjadi steril (Hendaryono & Wijayani, 1994).
Keberhasilan teknik kultur jaringan tanaman juga dipengaruhi oleh
sterilnya bahan yang akan ditanam. Menurut Santosa dan Nursandi (2002),

16

bentuk dan konsentrasi sterilan yang digunakan dan waktu yang dibutuhkan
untuk sterilisasi harus ditentukan secara tepat. Bahan-bahan kimia yang dapat
digunakan untuk sterilisasi eksplan antara lain :
1) Sodium hipoklorit dengan konsentrasi yang ditentukan melalui kelunakan
eksplan. Sterilisasi dengan senyawa ini dapat dilakukan dengan kadar 5%10% dengan lama waktu sterilisasi 5-10 menit.
2) Merkuri klorida atau yang dikenal dengan sublimat. Penggunaan bahan
kimia ini harus berhati-hati karena bersifat racun. Bahan kimia ini bersifat
keras. Bila sterilisasi terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan pada
eksplan sehingga eksplan tersebut tidak akan mampu tumbuh menjadi
kalus.
3) Alkohol 70%. Alkohol lebih banyak dijual dalam bentuk alkohol 95%.
Jamur biasanya mati dengan alkohol 70% tetapi masih dapat hidup dengan
alkohol 95%. Oleh karena itu, alkohol 95% perlu diencerkan menjadi
alkohol 70% (Hendaryono & Wijayani, 2002).
4. Kultur kalus
Kalus merupakan suatu massa sel yang tidak selalu memiliki bentuk
tetap, terdiri atas sel-sel parenkim yang muncul dari sel-sel jaringan induk
hasil proliferasi sel. Kultur kalus bertujuan untuk memperoleh kalus dari
eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Secara
alamiah, kalus juga dapat dibentuk oleh tanaman sebagai upaya perlindungan
diri. Kalus terbentuk pada tanaman yang mengalami perlukaan dan dapat pula
terbentuk akibat cekaman (Santosa & Nursandi, 2002).

17

Kemampuan bagian tanaman untuk membentuk kalus tergantung pada


hal-hal sebagai berikut :
1) Umur fisiologi bahan tanam waktu diisolasi, untuk pengambilan bahan
tanam dari umur fisiologi muda lebih baik dibanding umur fisiologi yang
mendekati dewasa.
2) Musim pada waktu bahan tanam diisolasi, pengambilan pada musim
kemarau lebih sulit tumbuh tetapi risiko kontaminasi kecil, sedangkan
pada musim penghujan potensi tumbuh besar tetapi risiko kontaminasi
besar pula.
3) Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan tanam, bahan tanam yang
masih meristematik akan memungkinkan lebih cepat mendapatkan kalus
dibanding bagian yang tidak sedang tumbuh.
4) Jenis

tanaman,

akan

mempengaruhi

kecepatan

dan

efektivitas

pembentukan kalus. Secara umum tanaman berkayu lebih sulit


dibandingkan dengan herbaseus, jenis-jenis monokotil lebih mudah
tumbuh kalus dibandingkan dengan jenis-jenis dikotil.
5) Faktor luar, seperti ketersediaan oksigen, hara, jumlah zat pengatur
tumbuh, cahaya, dan suhu (Santosa & Nursandi, 2002).
5. Subkultur
Subkultur adalah pemindahan hasil kultur dari media lama ke media
baru sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus dapat terpenuhi
(Hendaryono & Wijayani, 1994). Pertumbuhan kalus dalam tempat tertutup
lama-kelamaan dapat menyebabkan akumulasi metabolit toksik dan

18

pengeringan. Untuk mengatasi hal ini dilakukan subkultur dengan jalan


memindahkan kalus yang terbentuk ke media baru secara aseptik. Subkultur
dilakukan dengan alasan :
1) Pertumbuhan kalus yang cepat dan telah memenuhi botol.
2) Kultur perlu pertumbuhan lebih lanjut, terutama untuk perbanyakan.
3) Terjadi proses pencokelatan akibat persenyawaan polifenolik yang keluar
dari bekas irisan.
4) Media pecah dan rusak akibat senyawa metabolit yang dikeluarkan kalus
tanaman.
5) Perubahan pH pada media sehingga ketersediaan hara menjadi berkurang.
6) Kultur perlu susunan media yang baru agar berdiferensiasi lebih lanjut.
Frekuensi pengulangan subkultur bervariasi untuk setiap jenis tumbuhan dan
kondisi percobaan (Wetherell, 1982).
6. Metode penyarian
Penyarian adalah perpindahan massa zat aktif dari dalam sel yang
terlarut ke dalam cairan penyari. Zat aktif yang semula berada di dalam sel,
ditarik oleh cairan penyari sehingga terbentuk larutan zat aktif dalam cairan
penyari tersebut. Pada umumnya, semakin luas permukaan simplisia yang
bersentuhan dengan cairan penyari maka penyarian akan semakin baik.
Kecepatan penyarian dipengaruhi oleh kecepatan difusi zat yang larut melalui
lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung
zat aktif.

19

Pemilihan cairan penyari dapat menentukan baik atau tidaknya


penyarian. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria antara lain :
murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisik dan kimiawi, bereaksi netral,
tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif (hanya menarik zat
berkhasiat yang dikehendaki) (Anonim, 1986).
Metode penyarian ada 3, yaitu maserasi, perkolasi, dan penyarian
berkesinambungan.

Pemilihan

metode

penyarian

disesuaikan

dengan

kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Harborne, 1987). Salah satu
metode penyarian yang dapat dilakukan adalah maserasi. Maserasi adalah
proses penyarian simplisia menggunakan pelarut diikuti dengan adanya
penggojogan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Metode ini
didasarkan pada prinsip pencapaian keseimbangan luar dan dalam sel.
Remaserasi berarti dilakukannya pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya (Anonim, 2000).
Keuntungan dari metode maserasi, antara lain senyawa yang termolabil
tidak menjadi rusak atau hilang, peralatan sederhana, dan mudah diusahakan.
Sedangkan kerugian dari metode ini adalah pengerjaannya yang lama, cairan
penyari yang digunakan relatif banyak, dan harus sering digojog agar
penyarian berjalan sempurna. (Anonim, 1986).
7. Uraian mikrobiologi
Bakteri yang digunakan dalan penelitian ini adalah bakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Kedua jenis bakteri ini memiliki struktur sel
yang berbeda, yaitu pada susunan dinding selnya. Dinding sel bakteri Gram

20

positif mengandung banyak lapisan peptidoglikan yang membentuk struktur


tebal dan kaku, serta asam teikoat yang mengandung alkohol dan fosfat.
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung satu atau beberapa lapis
peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada lipoprotein
membran luar. Dinding sel bakteri Gram negatif tidak mengandung asam
teikoat. Dinding sel bakteri Gram negatif lebih tahan terhadap kerusakan
mekanis karena hanya mengandung sejumlah kecil peptidoglikan (Pratiwi,
2008).
a. Bakteri Escherichia coli
E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan merupakan flora
normal yang habitat alaminya berada pada sistem usus manusia (Jawetz
dkk., 1991). Sistematika bakteri E. coli adalah sebagai berikut :
divisi

: Protophyta

kelas

: Schizomycetes

bangsa

: Eubacteriales

suku

: Enterobacteriaceae

marga

: Escherichia

jenis

: Escherichia coli
(Salle, 1961)

Bakteri ini berbentuk basil (batang), berukuran kecil (0,5-3,0 m), tidak
membentuk spora dan dapat bergerak (motil) (Dzen dkk., 2003).

21

b. Bakteri Staphylococcus aureus


Bakteri

Gram

positif

yang

digunakan

adalah

bakteri

Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi kulit pada


manusia (Jawetz dkk., 2001). Sistematika bakteri S. aureus adalah sebagai
berikut :
divisi

: Protophyta

kelas

: Schizomycetes

bangsa

: Eubacteriales

suku

: Micrococcaceae

marga

: Staphylococcus

jenis

: Staphylococcus aureus
(Salle, 1961)

Bakteri S. aureus berbentuk bola sampai lonjong, diameter 0,5-,5 m,


tunggal dan berpasangan. Secara khas bakteri yang bersifat anaerob
fakultatif ini membelah diri pada lebih dari satu bidang sehingga
membentuk gerombol yang tidak teratur (Pelczar & Chan, 1988).
8. Uji bioautografi
Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak
pada kromatogram hasil kromatografi lapis tipis (KLT) yang memiliki
aktivitas antibakteri, antifungi dan antivirus. Metode ini mendekatkan metode
pemisahan dengan uji biologis. Keuntungan dari metode ini adalah sifatnya
yang efisien untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak
bercak dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks,

22

sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Namun


metode ini tidak dapat digunakan untuk menentukan kadar hambat minimum
(KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) (Pratiwi, 2008).
Prosedur bioautografi didasarkan atas teknik difusi agar. Senyawa
antimikroba pada sampel dipindahkan dari KLT ke media agar yang telah
diinokulasik an dengan bakteri uji. Setelah diinkubasi pada suhu dan waktu
tertentu akan terlihat zona hambat di sekeliling spot KLT yang telah
ditempelkan pada media agar. Zona hambat menunjukkan adanya aktivitas
senyawa aktif yang terdapat dalam bahan. Menurut Djide dkk. (2005),
bioautografi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
a. Bioautografi langsung
Suspensi mikroba uji yang peka dalam medium cair disemprotkan
pada permukaan pelat KLT yang telah dihilangkan sisa eluen yang
menempel pada lempeng kromatogram. Setelah itu dilakukan inkubasi
pada suhu dan waktu tertentu. Letak senyawa aktif tampak sebagai area
jernih dengan latar belakang keruh.
b. Bioautografi pencelupan (overlay)
Prinsip dari metode ini adalah penuangan medium Agar yang telah
diinokulasikan dengan suspensi bakteri di atas lempeng KLT yang telah
dielusi, media ditunggu hingga padat, kemudian diinkubasi pada suhu dan
waktu

tertentu.

menggunakan

Area

tetrazolium

hambatan
klorida.

dilihat
Senyawa

dengan
yang

penyemprotan
aktif

sebagai

antimikroba akan tampak sebagai area jernih dengan latar belakang ungu.

23

c. Bioautografi kontak
Cara ini dilakukan dengan cara menyentuhkan plat KLT pada
permukaan media Agar yang telah diinokulasikan suspensi bakteri.
Metode ini didasarkan atas difusi dari senyawa yang telah dipisahkan
dengan KLT. Senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba akan
menghambat pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi pada suhu dan waktu
tertentu.
9. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi merupakan teknik pemisahan senyawa yang paling
umum digunakan untuk analisis secara kualitatif,

kuantitatif maupun

preparatif. Kromatografi dapat dibedakan berdasarkan alat yang digunakan,


yaitu: Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kromatografi Gas (KG).
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponenkomponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam (sifat
lapisan) dalam fase gerak (larutan pengembang). Fase diam dapat berupa
serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (kromatografi cairpadat) atau sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair).
Fase diam yang paling umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina
(aluminium oksida), kiselgur (tanah diatom) dan selulosa. Fase gerak yang
dilakukan dalam kromatografi lapis tipis dapat berupa pelarut tunggal atau
campuran beberapa pelarut. Variasi fase gerak maupun fase diam

24

menyediakan keberagaman pemilihan sistem untuk perkembangan pemisahan


yang baik dari setiap jenis komponen senyawa (Fried & Sherma, 1994).
Sampel senyawa ditotolkan pada fase diam. Fase gerak akan melewati
fase diam dengan gaya kapilaritas. Masing-masing totolan sampel akan
terelusi dengan jarak tempuh yang berbeda-beda karena afinitas yang berbeda
dari masing-masing komponen dengan fase diam atau fase gerak (Sherma,
1996). Pemisahan komponen senyawa didasarkan pada perbedaan laju migrasi
dari tiap-tiap komponen dalam sampel (Fried & Sherma, 1994). Setelah
dikembangkan dengan fase gerak, kromatogram hasil elusi dapat dideteksi
dengan berbagai cara. Deteksi yang dilakukan akan lebih mudah apabila
senyawa yang telah dipisahkan secara alami berwarna, berpendar, atau
menyerap sinar ultraviolet. Namun, kebanyakan senyawa harus diberi pereaksi
penampak bercak dengan cara disemprot atau dicelup supaya dapat
menghasilkan warna atau pendar. Absorbsi sinar UV biasanya terjadi pada
senyawa aromatik atau senyawa yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi
(Sherma, 1994).
Pengamatan visual dilakukan sebagai evaluasi hasil kromatogram dan
dibandingkan jarak bercak dari awal pengembangan senyawa yang dipisahkan.
Jarak ini dikonversikan dalam nilai Rf (Retardation factor), dengan rumus
sebagai berikut :
Rf =

Jarak yang ditempuh senyawa terlarut


Jarak yang ditempuh pelarut

25

Angka Rf berkisar antara 0,0 sampai 1,0 dan ditentukan dalam dua
desimal. Pengertian hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), yang
menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 (Sherma, 1996).
Metode KLT dikenal sebagai salah satu metode kromatografi yang
mudah, cepat, dan murah untuk pemisahan golongan senyawa, identifikasi,
atau analisis semikuantitatif untuk banyak golongan senyawa (Fried &
Sherma, 1994). Pemilihan fase diam dan fase gerak pada metode ini fleksibel,
dapat disesuaikan dengan golongan senyawa yang akan dipisahkan (Sherma,
1996).
10. Metabolit sekunder
a. Terpenoid
Terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah
ini digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa
tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Terpenoid berasal dari molekul
isopren CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh
penyambungan dua atau lebih satuan C5.
Terpenoid terdiri atas senyawa antara lain minyak atsiri yang tersusun
atas monoterpen (C10) dan seskuiterpen (C15) yang mudah menguap, diterpen
(C20) yang lebih sukar menguap, triterpenoid (C30) dan steroid yang tidak
menguap, serta pigmen karotenoid (C40). Beberapa golongan terpenoid
penting pada pertumbuhan dan metabolisme. Senyawa ini juga berpengaruh
terhadap ekologi tumbuhan dan merupakan zat penyebab wangi, harum, atau
bau yang khas pada tumbuhan. Secara kimia terpenoid umumnya larut dalam

26

lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Terpenoid biasanya


diekstraksi menggunakan eter minyak bumi, eter, atau kloroform dan dapat
dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina dengan pelarut
nonpolar seperti di atas. Minyak atsiri terdapat dalam sel kelenjar khusus
yang dijumpai pada permukaan daun, batang atau rimpang, dan bunga.
Karotenoid terutama berhubungan dengan kloroplas daun dan kromoplas
dalam daun bunga. Turunan senyawa terpenoid memiliki peranan yang
bermacam-macam, antara lain sebagai pengatur tumbuh (absisin dan giberelin)
dan sebagai pigmen pembantu fotosintesis (Harborne, 1987).
Minyak atsiri dapat dianalisis dengan metode kromatografi lapis tipis.
Fase diam yang paling banyak digunakan sebagai penjerap adalah silika gel.
Sedangkan sebagai fase gerak dapat digunakan benzen, kloroform, benzenkloroform (1:1), dan benzen-etil asetat (19:1). Cara umum deteksi dapat
dilakukan dengan perekasi semprot KMnO4 0,2% dalam air, antimon klorida
dalam kloroform, H2SO4 pekat, atau vanillin H2SO4 (Harborne, 1987).
b. Fenolik
Senyawa fenolik dicirikan dengan adanya inti benzene yang mengikat
gugus hidroksi. Fenol sederhana hanya memiliki satu cincin benzen,
sedangkan polifenol memiliki lebih dari satu cincin benzen. Senyawa fenol
sederhana dapat dideteksi menggunakan larutan besi (III) klorida 1% dalam
air atau etanol yang menimbulkan warna hijau, merah, biru, atau larutan hitam
yang kuat. Kebanyakan senyawa fenol dapat dideteksi pada kromatogram

27

berdasarkan warnanya atau fluoresensinya di bawah lampu UV (Harborne,


1987).

E. Keterangan Empirik
Berdasarkan penelitian ini diharapkan tanaman Ocimum sanctum L.
dapat dibudidaya menggunakan teknik kultur jaringan tanaman dengan zat
pengatur tumbuh 2,4-D 1ppm dengan hasil berupa kultur kalus yang memiliki
kandungan senyawa yang sama dengan tanaman asalnya dan dapat diketahui
mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus berdasarkan uji bioautografi.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kusta
    Kusta
    Dokumen23 halaman
    Kusta
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Grafik
    Grafik
    Dokumen4 halaman
    Grafik
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Seorang Pasien Ny
    Seorang Pasien Ny
    Dokumen3 halaman
    Seorang Pasien Ny
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • ASMA DAN TB
    ASMA DAN TB
    Dokumen3 halaman
    ASMA DAN TB
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Duh Vagina
    Duh Vagina
    Dokumen4 halaman
    Duh Vagina
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Gagal Ginjal Akut
    Gagal Ginjal Akut
    Dokumen6 halaman
    Gagal Ginjal Akut
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Magang RSNS DR Iqbal
    Jadwal Magang RSNS DR Iqbal
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Magang RSNS DR Iqbal
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • First Meet RMA Notulensi
    First Meet RMA Notulensi
    Dokumen2 halaman
    First Meet RMA Notulensi
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • USG Doppler Tungkai
    USG Doppler Tungkai
    Dokumen4 halaman
    USG Doppler Tungkai
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Preeklampsia dan penatalaksanaannya
    Preeklampsia dan penatalaksanaannya
    Dokumen7 halaman
    Preeklampsia dan penatalaksanaannya
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • JJJJJ
    JJJJJ
    Dokumen4 halaman
    JJJJJ
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Ruptur Uteri
    Patofisiologi Ruptur Uteri
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi Ruptur Uteri
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    100% (1)
  • Tgs Psik
    Tgs Psik
    Dokumen19 halaman
    Tgs Psik
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Anak
    Anak
    Dokumen5 halaman
    Anak
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • NB
    NB
    Dokumen1 halaman
    NB
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Skenario 4
    Skenario 4
    Dokumen4 halaman
    Skenario 4
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Seorang Pasien Ny
    Seorang Pasien Ny
    Dokumen3 halaman
    Seorang Pasien Ny
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • AML
    AML
    Dokumen2 halaman
    AML
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • XC
    XC
    Dokumen3 halaman
    XC
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Ident 1.2.2017
    Ident 1.2.2017
    Dokumen9 halaman
    Ident 1.2.2017
    Manda Petrina
    Belum ada peringkat
  • VISI
    VISI
    Dokumen1 halaman
    VISI
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • OPTIMALISASI FARMAKOTERAPI
    OPTIMALISASI FARMAKOTERAPI
    Dokumen15 halaman
    OPTIMALISASI FARMAKOTERAPI
    Dzikrullah Akbar II
    Belum ada peringkat
  • 4 Org Cerna Atas
    4 Org Cerna Atas
    Dokumen2 halaman
    4 Org Cerna Atas
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • 3 Org Cerna Bawah
    3 Org Cerna Bawah
    Dokumen3 halaman
    3 Org Cerna Bawah
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • 1 Situs Abdominis
    1 Situs Abdominis
    Dokumen5 halaman
    1 Situs Abdominis
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Dakwah
    Dakwah
    Dokumen1 halaman
    Dakwah
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • 4 Org Cerna Atas
    4 Org Cerna Atas
    Dokumen2 halaman
    4 Org Cerna Atas
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • LPJ Teta KSKI
    LPJ Teta KSKI
    Dokumen4 halaman
    LPJ Teta KSKI
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Progja Kski
    Progja Kski
    Dokumen4 halaman
    Progja Kski
    Iqbal Muhammad Yaa-Begitulah
    Belum ada peringkat
  • Permen No.08-2008
    Permen No.08-2008
    Dokumen3 halaman
    Permen No.08-2008
    Indo, Inc.
    100% (1)