Bekerja melayani orang lain membutuhkan banyak energi karena harus bersikap sabar dan memahami orang lain dalam keadaan krisis, frustrasi, ketakutan, dan kesakitan (Freudenberger dalam Farber, 1991; Maslach, dalam Sutjipto, 2001). Pemberi dan penerima pelayanan turut membentuk dan mengarahkan terjadinya hubungan yang melibatkan emosional, dan secara tidak disengaja dapat menyebabkan stres emosional karena keterlibatan antarmereka dapat memberikan penguatan positif atau kepuasan bagi kedua belah pihak, atau sebaliknya. Umumnya, selama bekerja pemberi pelayanan sering menghadapi klien yang bermasalah, misalnya ketidakmampuan, kegagalan dalam tes, kesulitan belajar atau kesulitan lainnya. Dalam hal ini, pemberi layanan tersebut dituntut untuk membantu, memperhatikan, dan peka terhadap kebutuhan mereka. Fokus perhatian pada permasalahan yang secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama merupakan potensi terhadap berkembangnya pandangan negatif dan sinis terhadap klien, yang pada akhirnya dapat menimbulkan sindrom burnout.