Anda di halaman 1dari 11

HIDRADENITIS SUPURATIVA

PENDAHULUAN
Hidradenitis supurativa (HS) adalah penyakit inflamasi kronis yang berasal
dari kelenjar apokrin, yang dapat menjadi kronis dan cenderung menimbulkan
sikatrik. Penyakit ini secara klinis ditandai dengan pembentukan nodul bulat dan
abses dengan jaringan parut hipertrofik dan supurasi yang rekuren, menyakitkan dan
dalam yang terjadi terutama pada area lipatan-lipatan kulit yang memiliki ujung
rambut dan kelenjar apokrin. Penyakit ini cenderung menjadi kronis dengan ekstensi
subkutan yang mengarah pada pembentukan jaringan parut hipertrofi, sinus, dan
fistula
Daerah aksila, inguinal, dan perineal merupakan daerah yang sering terkena,
sementara gluteal dan submamary jarang terkena. Penyakit ini biasanya terjadi
setelah pubertas dan empat kali lebih banyak menyerang wanita daripada pria serta
lebih sering terjadi pada orang yang obesitas.
Prevalensi kejadian HS diperkirakan 4,1%. Namun ada juga yang melaporkan
prevalensi sekitar 1/3000. Berdasarkan ras, penyakit ini sering pada orang kulit
hitam, karena kelenjar apokrin pada kulit hitam lebih banyak daripada orang kulit
putih. Kejadian terbanyak pada masa pubertas sampai dewasa muda, dan masa
klimakterik dengan onset rata-rata pada umur 23 tahun. Penyakit ini dilaporkan
lebih sering pada perempuan, dengan perbandingan antara 2:1 hingga 5:1. Pada lakilaki, lokasi tersering di area anogenital, sedangkan pada area aksilarasionyasama.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Etiologi HS masih belum diketahui pasti. Studi histologik pada HS
memperlihatkan hiperkeratosis folikular yang diikuti oleh ruptur epitel folikel dan
pelepasan keratin, sebum, bakteri dan rambut ke lapisan dermis menyebabkan
terjadinya suatu oklusi pada kelenjar apokrin. Terjadinya reaksi inflamasi pada
kelenjar apokrin yang dipicu oleh oklusi tersebut menyebabkan ruptur pada kulit,
fibrosis, dan pembentukan sinus. Infeksi sekunder oleh bakteri S. Aureus,
Streptococcus pyogenes, dan berbagai bakteri gram negatif lain dapat terjadi.

Beberapa penyebab terjadinya HS antara lain:


-

Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hidradenitis supurativa
diperoleh pada 26% pasien. Beberapa studi tidak menunjukkan adanya
hubungan dengan HLA. Namun beberapa studi lainnya menunjukkan adanya
penurunan autosomal dominan dengan single gene transmission. Namun, lokus

genetik yang terkait tidak ditemukan.


Hormonal
Kecenderungan terjadinya hidradenitis supurativa ketika pubertas atau setelah
pubertas menunjukkan adanya pengaruh androgen. Selain itu, adanya
peningkatan kejadian yang dilaporkan pada pasien postpartum yang
berhubungan dengan penggunaan pil kontrasepsi oral dan pada periode
premenstrual (sekitar 50% pasien). Terapi antiandrogen juga memperlihatkan
keuntungan terapetik pada beberapa studi.
Namun, tidak ada bukti biokimia dari hiperandrogenisme dapat ditemukan
pada 66 wanita dengan hidradenitis supurativa. Selain itu, tidak seperti kelenjar
sebasea, kelenjar apokrin tidak dipengaruhi oleh androgen. Karenanya,
pengaruh androgen terhadap kejadian hidradenitis supurativa masih belum

jelas.
Obesitas
Obesitas bukan merupakan faktor kausa terjadinya hidradenitis supurativa
namun sering dianggap sebagai faktor yang memperberat melalui peningkatan
gaya gesek, oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi. Obesitas juga
memperberat penyakit ini dengan meningkatkan androgen. Penurunan berat
badan dianjurkan bagi pasien dengan berat badan berlebih dan dapat membantu
mengontrol penyakit.

Infeksi bateri
Peranan infeksi bakteri pada terjadinya hidradenitis supurativa masih belum
jelas. Diyakini bahwa peran patogenesisnya sama dengan peranan bakteri pada
terjadinya jerawat. Obat antibakteri biasa digunakan sebagai terapi.
Keterlibatan bakteri terjadi secara sekunder. Kultur biasanya menunjukkan

hasil yang negatif, namun sejumah bakteri dapat ditemukan dari lesi.
Staphylococcus aureus dan coagulase-negative-staphylococcus adalah yang
peling sering diisolasi. Namun, bakteri lain termasuk Streptococcus, basil gram
-

negaif, dan anaerob, juga dapat ditemukan.


Merokok
Perokok paling sering ditemukan pada penderita hidradenitis supurativa
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Satu studi kohort menunjukkan
bahwa 70% dari 43 pasien dengan hidradenitis supurativa perineal adalah
perokok. Diperkirakan bahwa merokok dapat mempengaruhi kemotaksis sel
polimorfonuklear. Penghentian merokok dapat memperbaiki manifestasi klinis
penyakit ini.

PATOGENESIS
Regio aksila dan inguinoperineal adalah regio yang paling sering terkena HS,
regio lain yang juga biasa terkena HS adalah areola mammae, regio submammary,
periumbilikalis, scalp, fasialis, meatus ekternal auditori, leher dan punggung.
Kelenjar apokrin tersusun atas kelenjar keringat yang memanjang dari dermis
ke jaringan subkutan. Masing-masing kelenjar terdiri atas komponen sekretori yang
dalam dan melingkar yang mengalir melalui duktus eksketorius yang lurus dan
panjang, biasanya menuju folikel rambut. Sekresi dari kelenjar ini berbau.
Walaupun penyebab yang jelas dari HS masih belum diketahui dengan jelas,
telah disepakati secara umum bahwa semua berawal dari oklusi apokrin atau duktus
folikuler oleh sumbatan keratin, yang menyebabkan dilatasi duktus dan stasis
komponen glandular. Bakteri memasuki sistem apokrin melalui folikel rambut dan
terperangkap di bawah sumbatan keratin yang kemudian bermultiplikasi dengan
cepat dalam lingkungan yang mengandung banyak nutrisi dari keringat apokrin.
Kelenjar dapat ruptur, sehingga menyebabkan penyebaran infeksi ke kelenjar dan
area sekitarnya. Infeksi Streptococcus, Staphylococcus, dan organisme lain
menyebabkan inflamasi lokal yang lebih luas, destruksi jaringan dan kerusakan
kulit. Proses penyembuhan yang kronis menimbulkan fibrosis luas dan sikatrik
hipertrofi pada kulit di atasnya.
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis hidradenitis supurativa yang paling sering adalah lesi


nodular, nyeri, lunak, dan tegas di ketiak.[5] Keluhan yang sering dikatakan oleh
penderita adalah gatal dan nyeri. Mula-mula gatal, lalu timbul nodul merah dan
nyeri. Dapat lebih dari satu kelenjar sehingga tampak berbenjol-benjol dan saling
bertumpuk tidak teratur. Kemudian terjadi pelunakan yang tidak serentak, disebut
abses multipel.

Gambar 1.Hidradenitissupurativa yang superficial.

Hidradenitis supurativa biasanya diawali dengan nodul dalam (ukuran 0,5-2


cm). Nodul ini dapat sembuh secara lambat atau justru berkembang dan bergabung
dengan nodul disekitarnya serta dapat terinfeksi sehingga menghasilkan abses
inflamasi nyeri yang besar. Abses ini bulat tanpa nekrosis sentral dan dapat sembuh
atau fuptur spontan, menghasilkan discharge purulen.

Ganbar 2.Multipelabses di bagianaksila.

Gambar 3. Stadium akhirhidradenitissupurativadengan fibrosis berat.

Kerusakan progresif pada arsitektur kulit normal terjadi karena inflamasi


periductal dan periglandular dan dermal serta fibrosis subkutan. Proses
penyembuhan dapat menghasilkan sikatrik dengan fibrosis, kontraktur dan

peninggian kulit rope-like, dan double-ended comedones. Sinus telah dilaporkan


melibatkan jaringan dalam, termasuk otot dan fascia, uretra dan usus. Proses
kemudian terjadi kembali pada area sekitarnya atau pada area lain yang
mengandung kelenjar apokrin.

Gambar 4.Hidradenitissupurativagenitofemoraliapadawanita.

Gambar 5. HS padadaerah perianal dan gluteal.

Daerah

yang

paling

seringmenjaditempatpredileksihidradenitissupurativaadalahaksila, gluteal, inguinal,


perianal,

mammae,

daninframammae.

Perianal

hidradenitisbisamenyebarhinggamencapat anus dan rectum, Fistula uretradan vagina


bisaterjadijikapenyebarannyahinggabagiandalam vagina.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk hidradenitis supurativa.
Kultur dari eksudat yang diambil dapat menumbuhkan berbagai bakteri saprofit dan
patogen seperti staphylococcus dan streptococcus. Pada pemeriksaan laboratorium
pasien dengan lesi hidradenitissupurativa akut dapat memperlihatkan peningkatan
laju endap darah atau C-reactive protein. Bila pasien tampak toksik atau demam,
pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, kultur eksudat, dan kimia rutin perlu
dilakukan.

DIAGNOSIS
Diagnosis HS secara primer dibuat berdasarkan karakteristik klinis dan telah
memenuhi kriteria yang diadopsi oleh 2nd International Conference on Hidradenitis
suppurativa. Kriteria hidradenitis supurativa tersebut antara lain:
1. Lesi tipikal seperti nodul dalam yang nyeri: blind boils pada lesi awal; abses,
sinus, bridged scars,dan double-ended pseudo-comedones pada lesi sekunder.
2. Topografi tipikal seperti aksila, paha dan regio perianal, bokong, lipatan
inframammarydan intermammary.
3. Kronik dan rekuren
Keparahan penyakit dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkat untuk masingmasing area berdasarkan klasifikasi Hurley, suatu sistem sederhana namun statis dan
tidak sesuai untuk penilaian keparahan secara global. Sementara itu, Sartorius score
dan versi modifikasinya mempertimbangkan sejauh mana penyakit, jumlah, dan
tingkat keparahan lesi secara individual.

Klasifikasi Hurley:
Tingkat
I

Karakteristik
Abses soliter atau multipel tanpa sikatriks atau sinus.
(sejumlah sisi minor dengan inflamasi yang jarang;

II

mungkin keliru untuk jerawat)


Abses rekuren, lesi soliter atau multipel yang terpisah
jauh, dengan sinus (inflamasi yang membatasi
pergerakan dan mungkin membutuhkan bedah minor

III

seperti insisi dan drainase)


Keterlibatan area sekitar yang difus atau luas dengan
sinus dan abses yang saling berhubungan. (inflamasi
berukuran sebesar bola golf atau terkadang sebesar
bola baseball; timbul sik\atriks, termasuk infeksi
subkutan. Pasien pada tingkat ini mungking tidak
dapat berfungsi)

Gambar 6.Tingkatanklasifikasi Hurley

PENATALAKSANAAN

Hidradenitis suppurativa bukanlah penyakit infeksi yang simpel, dan


antibiotik sistemik hanyalah merupakan bagian dari program penatalaksanaannya.
Kombinasi dari pengobatan glukokortikoid intralesi, pembedahan, antibiotik oral,
dan isotretinoin perlu digunakan.
Tujuan penatalaksanaan pasien adalah untuk mencegah perkembangan lesi
primer juga resolusi, ameliorasi, atau regresi penyakit sekunder seperti sikatriks atau
pembentukan sinus. Lesi yang timbul paling awal sering kali sembuh dengan cepat
dengan pemberian terapi steroid intralesi, dan sebaiknya dicoba untuk memulai
kombinasi dengan tetrasiklinatau minosiklinoral.
Pengobatan pada lesi nyeri yang akut seperti nodul dapat digunakan
triamsinolon (3-5 mg/mL) intralesi. Pada abses digunakan triamsinolon (3-5
mg/mL) intralesi yang diikuti insisi dan drainase cairan abses. Antibiotik oral yang
dapat digunakan adalah eritromisin (250-500 mg 4 kali sehari), tetrasiklin (250-500
mg 4 kali sehari), atau minosiklin (100 mg 2 kali sehari) hingga lesi sembuh, atau
kombinasi klindamisin (300 mg 2 kali sehari) dengan rifampisin (300 mg 2 kali
sehari) Prednison dapat diberikan bila nyeri dan inflamasi sangat berat dosisnya 70
mg perhari selama 2-3 hari, dosisditurunkan selama 14 hari. Pemberian isotretinoin
oral tidak bermanfaat pada penyakit yang kronis namun bermanfaat pada awal
penyakit untuk mencegah sumbatan folikuler dan saat dikombinasikan dengan eksisi
lesi.
Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat adalah
modalitas pengobatan. Rekurensi pascaoperatif dapat terjadi. Pembedahan yang
dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik atau
sinus. Pada penyakit yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit pada aksila
atau area yang terlibat. Eksisi mungkin mendalam hingga lapisan fascia sehingga
dibutuhkan skin grafting untuk penutupannya. Beberapa peneliti menyarankan
penggunaan laser CO2 untuk ablasi jaringan. Penutupan primer, grafting, atau flaps
telah digunakan secara luas, namun mungin berhubungan dengan hasil yang tidak
begitu baik.

Beberapa peneliti melaporkan kesuksesan radioterapi dalam pengobatan HS.


Lebih sering diberikan pada populasi pasien muda. Efek samping jangka panjang
perlu diperhatikan.

10

11

Anda mungkin juga menyukai