Anda di halaman 1dari 5

Hati Menurut Islam

October 4th 2008 by Abu Muawiah |


Hati Menurut Islam

,
mengingatkan,Sesungguhnya amalan-amalan hati memiliki nilai dan kedudukan yang
sangat tinggi, memperhatikan dan berilmu dengannya adalah termasuk al-maqashid (tujuan)
bukan sekedar wasa`il (sarana dan perantara). Karenanya termasuk perkara yang
terpenting adalah menjelaskan urgensi dan kedudukannya dalam nash-nash Al-Qur`an dan
As-Sunah, serta menjelaskan berbagai maslahat yang lahir dari baiknya hati serta semua
mafsadat yang lahir dari jeleknya hati. Karenanya Allah Sesungguhnya beruntunglah orang
yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS.
Asy-Syams: 9-10)
Pembahasan mengenai amalan-amalan hati termasuk pembahasan yang sangat panjang di
dalam kitab-kitab para ulama, dan membahas semua itu tentunya akan memakan waktu
yang sangat lama. Karenanya pada kesempatan yang ringkas ini kita hanya akan
membicarakan beberapa poin yang berkenaan dengannya:
a) Definisi dan tempat hati.
b) Kedudukan hati.
c) Perbandingan antara hati dengan pendengaran dan penglihatan.
d) Hal-hal yang memperbaiki hati.
e) Hal-hal yang merusak hati.
f) Yang dimaksud dengan amalan hati.
g) Hukum amalan hati dari sisi pahala dan dosa.
h) Keutamaan amalan hati dibandingkan amalan jawarih (anggota tubuh).
i) Pembagian manusia dalam mengamalkan amalan hati.
Pertama: Definisi dan letak hati.
Kata hati (arab: qalbun) mempunyai dua penggunaan dalam bahasa:
a. Menunjukkan bagian yang paling murni dan paling mulia dari sesuatu.
b. Bermakna merubah dan membalik sesuatu dari satu posisi ke posisi lain.
Lihat Mujam Maqayis Al-Lughah
bersabda:Kedua makna ini sesuai dengan makna hati secara istilah, karena hati
merupakan bagian yang paling murni dan paling mulia dari seluruh makhluk hidup yang
mempunyainya, dan dia juga sangat rawan untuk berbolak-balik dan berubah haluan. Nabi

Wahai Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu. )(HR. AtTirmidzi dari Anas bin Malik
berfirman,Adapun letaknya, maka Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan bahwa dia
terletak di dalam dada. Allah Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi
yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj: 46)
juga bersabda tentang ketaqwaan,Dan Nabi Ketakwaan itu di sini, ketakwaan itu di sini,
seraya beliau menunjuk ke dada beliau (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan tempat
ketakwaan tentunya adalah dalam hati.
berfirman,Bertolak dari hal ini para ulama juga membahas mengenai letak akal. Seluruh
kaum muslimin bersepakat -kecuali mereka yang terpengaruh dengan filosof dan ilmu
kalam- bahwa akal itu terletak di dalam hati, bukan di otak. Allah Maka apakah mereka
tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat
berakal dengannya. (QS. Al-Hajj: 46)
Kalau begitu letak akal adalah di dalam hati, di dalam dada, walaupun tidak menutup
kemungkinan dia (akal) mempunyai hubungan dengan otak, sebagaimana tangan yang
terluka akan berpengaruh pada seluruh anggota tubuh lainnya. Karenanya kalau ada
seseorang yang kepalanya dipukul atau terkena benturan yang keras maka terkadang
menyebabkan akal dan ingatannya hilang.
Kedua: Kedudukan hati.
bersabda dalam hadits Ibnu Masud:Nabi

Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging yang kalau dia baik maka
akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia rusak maka akan rusak pula seluruh
anggota tubuh, ketahuilah di adalah hati. (Muttafaqun alaih)
Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, Dalam hadits ini ada isyarat yang menunjukkan bahwa

baiknya gerakan anggota tubuh seorang hamba, dia meninggalkan semua yang diharamkan
dan menjauhi semua syubhat, sesuai dengan baiknya gerakan hatinya. (Jami Al-Ulum Wa
Al-Hikam: 1/210)
Ketiga: Perbandingan antara hati dengan pendengaran dan penglihatan.
berfirman,Ketiga anggota tubuh ini merupakan anggota tubuh terpenting pada tubuh
manusia karena pada ketiganyalah semua ilmu dan pengetahuan berputar. Allah Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra`: 36) Allah mengkhususkan penyebutkan ketiganya
di antara semua anggota tubuh lainnya karena merekalah anggota tubuh yang paling mulia
dan paling sempurna. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menyebutkan perbandingan ketiga
anggota tubuh ini dalam Al-Majmu Al-Fatawa (9/310) yang kesimpulannya sebagai berikut:
Penglihatan adalah yang terendah di antara ketiganya karena dia hanya bisa mengetahui
sesuatu yang terlihat pada saat itu, berbeda halnya dengan pendengaran dan hati karena
kedua bisa mengetahui sesuatu yang tidak terlihat, baik yang terjadi di zaman dahulu
maupun di zaman yang akan datang. Kemudian pendengaran dan hati berbeda dari sisi:
Hati itu sendiri bisa memahami sesuatu sementara pendengaran hanya berfungsi sebagai
pengantar ucapan -yang berisi ilmu- kepada hati.
Keempat: Hal-hal yang memperbaiki hati.
Jumlahnya sangatlah banyak, di antaranya:
a. Al-mujahadah (kesungguhan) dalam memperbaikinya.
berfirman,Allah Dan orang-orang yang bermujahadah untuk (mencari keridaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. (QS. Al-Ankabut: 69)
Abu Hafsh An-Naisaburi berkata, Saya menjaga hatiku selama dua puluh tahun kemudian
dia yang menjagaku selama dua puluh tahun. (Nuzhah Al-Fudhala`: 1205)
b. Banyak mengingat kematian dan hari akhirat.
: bersabda dalam hadits Abu Hurairah Rasulullah

Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yakni kematian(HR. Imam Empat kecuali


Abu Daud)
Dan beliau juga bersabda tentang ziarah kubur, Karena sesungguhnya dia mengingatkan
kalian kepada negeri akhirat -dalam sebagian riwayat: Kematian)-. (HR. An-Nasa`i dan
Ibnu Majah juga dari Abu Hurairah
Dan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah sangat banyak ayat dan hadits yang mengingatkan
akan kengerian hari kiamat dan dahsyatnya api neraka.
Said bin Jubair -rahimahullah- berkata, Seandainya mengingat kematian hilang dari hatiku
niscaya saya khawatir kalau hal itu akan merusak hatiku.
c. Bergaul dengan orang-orang yang saleh.
: bersabda sebagaimana dalam hadits Abu Musa Al-Asyari Dalam hal ini Nabi

Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jelek adalah seperti
penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, maka mungkin dia
akan memberikannya kepadamu atau mungkin juga kamu akan membeli darinya atau
paling tidak kamu mencium bau wangi di sekitarmu. Adapun pandai besi, maka kalau dia
tidak membakar pakaianmu maka paling tidak kamu mencium bau busuk di sekitarmu. (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan Allah Taala telah berfirman, Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang
yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, (QS. Hud: 113)
d. Hatinya selalu terkait dengan Penciptanya dan Sembahannya.
telah jelaskan definisinya dalam hadits Jibril yang masyhur,Ini adalah jenjang ihsan yang
Rasulullah Engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau
kamu tida sanggup melihat-Nya maka yakinlah kalau Dia melihatmu. (Muttafaqun alaih)
Ibnu Al-Qayyim berkata dalam Al-Wabil Ash-Shayyib, Sesungguhnya di dalam hati ada
wahsyah (sifat liar) yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan ketenangan dalam
mengingat Allah, di dalamnya ada kesedihan yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan
kegembiraan mengenal-Nya, dan padanya ada kefakiran yang tidak bisa dihilangkan kecuali
dengan kejujuran tawakkal kepada-Nya, yang seandainya seseorang diberikan dunia
beserta segala isinya niscaya kefakiran tersebut tidak akan hilang.

e. Amalan saleh dengan semua bentuknya.


Allah Taala berfirman, Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya)
untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya
sendiri. (QS. Fushshilat: 46)
berkata, Sesungguhnya amalan baik memberikan cahaya pada hati, kecemerlangan pada
wajah, kekuatan pada badan, tambahan pada rezeki, kecintaan di dalam hati-hati para
hamba.Ibnu Abbas
bersabda dalam hadits Muawiah bin Abi Sufyan:Dan sebesar-besar bahkan landasan
setiap amalan yang saleh adalah ilmu agama yang bermanfaat, dengannyalah seorang
hamba mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Rasulullah

Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan pada dirinya maka Dia akan memberikannya
pemahaman dalam agama. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
f. Memanfaatkannya (hati) sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Ini adalah hal yang bisa dipahami secara akal, yakni suatu benda yang dibuat untuk
mengerjakan sesuatu pasti akan rusak kalau digunakan untuk selain dari tujuan
pembuatannya. Dan tujuan diciptakannya hati dan akal adalah untuk mentadabburi ayatayat Allah yang bersifat syari dan kauni yang darinya akan lahir amalan-amalan sebagai
tanda keimanan dia kepada Allah.
Pernah ditanyakan kepada Ummu Ad-Darda` -radhiallahu anha- tentang ibadah suaminya
yang paling sering dia lakukan, maka beliau menjawab, Berpikir dan mengambil pelajaran
(darinya).
g. Berdzikir kepada Allah Taala.
Allah Taala berfirman, Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha
Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah
yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (QS. Az-Zukhruf: 36)
berfirman,Dan Allah Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang
melihat? Allah berfirman: Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan. (QS. Thaha: 124126)
Dan Allah berfirman, Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram. (QS. Ar-Rad: 28)
Kelima: Hal-hal yang merusak hati.
Telah jelas pada pembahasan sebelumnya perkara apa saja yang merusak hati, yaitu
dengan mengetahui kebalikan semua perkara yang memperbaiki hati. Dan di sini kita
tambahkan beberapa perkara:
a. Melampaui batas dalam semua perkara.
Allah Taala berfirman, Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.(QS. At-Takatsur: 1)
berfirman,Dan Allah Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-Araf: 31)
Al-Fudhail bin Iyadh berkata, Ada dua perkara yang menjadikan hati menjadi keras: Terlalu
banyak bicara dan terlalu banyak makan. (Nuzhah Al-Fudhala`: 779)
b. Memakan makanan yang haram.
bahwa beliau bersabda,Karena makanan merupakan salah satu unsur pembentuk hati,
dan telah shahih dari Nabi Daging mana saja yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka
neraka lebih pantas baginya.
c. Tenggelam dalam mengejar dunia.
Telah datang tahdziran dari Allah dan Rasul-Nya mengenai fitnah dunia, di antaranya Allah
Taala berfirman, Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda
gurau. (QS. Muhammad: 36)
: telah bersabda dalam hadits Abu Said Al-Khudri Dan Rasulullah

Maka takutlah kalian kepada fitnah dunia dan takutlah kalian kepada fitnah wanita, karena
sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah dalam masalah
wanita. (HR. Muslim)

Keenam: Yang dimaksud dengan amalan hati.


Yang dimaksud dengannya adalah semua amalan yang letaknya di dalam hati atau yang
mempunyai hubungan dengannya. yang terbesar darinya adalah keimanan kepada Allah,
cinta, takut dan berharap kepada-Nya, taubat dan kembali kepada-Nya, tawakkal, sabar,
yakin, khusyu, ikhlas dan semacamnya. Darinya kita sudah bisa membedakan antara
amalan hati, amalan lisan -seperti berzikir dan berdoa-, dan amalan anggota tubuh seperti
ruku, sujud dan semacamnya-.
Ketujuh: Hukum amalan hati dari sisi pahala dan dosa.
Dalam hal ini dia sama dengan amalan anggota tubuh lainnya walaupun dari sisi
kedudukan, dia lebih utama darinya. Maka kalau seseorang dihukum ketika dia melakukan
ghibah dengan lisannya, maka demikian pula dia akan dihukum ketika hatinya bertawakkal
kepada selain Allah. Apalagi yang memang merupakan ibadah hati, maka seseorang akan
dihukum ketika hatinya meninggalkan ibadah tersebut walaupun dia tidak menampakkannya
dalam amal perbuatannya, seperti cinta kepada Allah, keyakinan hanya Allah yang
mengetahui perkara ghaib dan semacamnya.
Kedelapan: Keutamaan amalan hati dibandingkan amalan jawarih (anggota tubuh).
Keutamaannya bisa ditinjau dari beberapa sisi:
berfirman dalam hadits qudsi:a. Rusaknya ibadah hati terkadang menyebabkan
rusaknya ibadah yang berkenaan dengan anggota tubuh, contohnya keikhlasan dalam
ibadah. Allah

Saya adalah Dzar yang paling tidak butuh kepada kesyirikan, karenanya barangsiapa yang
mempersekutukan saya dalam ibadahnya maka Saya akan meninggalkannya dan apa yang
dia sekutukan. )(HR. Muslim dari Abu Hurairah
b. Amalan hati -yang asalnya adalah tauhid- merupakan asas untuk selamat dari neraka
dan masuk ke dalam surga.
bersabda dalam hadits Jabir riwayat Muslim:Nabi

Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak berbuat kesyirikan sedikit
pun maka dia akan masuk surga, dan barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam
keadaan berbuat kesyirikan maka dia akan masuk neraka.
c. Ibadah hati lebih berat dilaksanakan daripada ibadah jawarih.
Muhammad bin Al-Munkadir berkata, Saya melatih jiwaku selama empat puluh tahun
sampai akhirnya dia bisa istiqamah. (Nuzhah Al-Fudhala`: 607)
Dan Yunus bin Ubaid -rahimahullah- juga pernah berkata, Sesungguhnya saya telah
menawarkan kepada jiwaku agar dia mencintai untuk manusia pada apa yang dia cintai
untuk dirinya sendiri dan membenci untuk manusia pada apa yang yang dia benci untuk
dirinya sendiri, tapi ternyata itu sangat jauh darinya. Kemudian pada kesempatan lain saya
menawarkan kepadanya agar dia tidak menyebut-nyebut mereka (orang lain) kecuali
dengan kebaikan dan agar tidak menyebut dan tidak membicarakan mereka dengan
kejelekan, akan tetapi saya menilai puasa di siang hari yang sangat panas lebih mudah
baginya (jiwa) daripada itu. (Nuzhah Al-Fudhala`: 539)
d. Amalan hari merupakan pendorong dan penggerak dari amalan jawarih.
Telah berlalu ucapan Ibnu Abbas yang menunjukkan akan hal itu. Dan Utbah Al-Ghulam
-rahimahullah- juga pernah berkata, Barangsiapa yang mengenal Allah niscaya dia akan
mencintai-Nya, dan barangsiapa yang mencintai-Nya niscaya dia akan menaatinya.
e. Terkadang ibadah hati bisa menjadi pengganti dari ibadah jawarih.
bersabda:Misalnya dalam jihad, Nabi

- :

Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidaklah kalian menempuh satu pun
perjalanan dan tidaklah kalian melewati satu pun lembah kecuali mereka bersama kalian
-dalam sebagian riwayat: Bersekutu dengan kalian dari sisi pahala-, mereka adalah orangorang yang ditahan oleh penyakit. yang semakna dengannya) dan Al-Bukhari dari Anas
(HR. Muslim dari Jabir
f. Amalan jawarih mempunyai batas yang telah ditentukan, baik dari sisi pelaksanaan
maupun pahala, berbeda halnya dengan amalan hati.
Hal ini disebutkan oleh Ibnu Al-Qayyim dalam Madarij As-Salikin. Aisyah -radhiallahu anhaberkata dalam hadits riwayat Muslim:

selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan beliau. Adalah Rasulullah


Allah Taala berfirman, Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-Zumar: 10)
g. Amalan hati ada yang terus-menerus berlanjut pada saat amalan jawarih terhenti atau
melemah.
Di dalam kubur seseorang menjawab pertanyaan kedua malaikat dengan tauhidnya,
penghuni surga senantiasa mencintai, mengagungkan dan memuliakan Allah. Akan tetapi
mereka (yang dalam kubur atau di surga) tidak lagi mengerjakan shalat, puasa dan
seterusnya dari ibadah anggota tubuh.
h. Ibadah hati penentu besar kecilnya nilai dan pahala ibadah anggota tubuh, bahkan
-dalam sebagian keadaan- dia bisa menjadi penentu diterima atau tertolaknya ibadah
anggota tubuh.
bersabda,Rasulullah Sesungguhnya setiap amalan ibadah tergantung dengan niatnya,
dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, )al-hadits. (Muttafaqun
alaih dari Umar
Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Betapa banyak amalan kecil yang dibuat banyak (besar)
oleh niatnya, dan betapa banyak amalan yang banyak (besar) dibuat kecil oleh niatnya.
Kesembilan: Pembagian manusia dalam mengamalkan amalan hati.
Imam Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziah menyebutkan tiga keadaan manusia dalam hal ini:
a. Di antara mereka ada yang sibuk mengurusi ibadah-ibadah hati dan memperbaiki
hatinya, akan tetapi dia meninggalkan dan melalaikan amalan-amalan yang zhahir.
b. Sekelompok lainnya jutsru melakukan sebaliknya.
c. Kelompok yang ketiga -dan ini yang tepat-, adalah mereka yang memperhatikan dan
menjaga kedua jenis amalan ini tanpa ada bentuk tafrith (penyepelean) dan ifrath (extrim)
padanya,
Dan mungkin bisa ditambahkan keadaan yang keempat -dan ini juga beliau isyaratkan
dalam kitab beliau yang lain-: Kelompok yang menelantarkan keduanya.

Anda mungkin juga menyukai