Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Dalam dunia kedokteran, ascites diartikan sebagai kondisi yang mana dalam perut
seseorang terdapat akumulasi cairan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah
pada pembuluh darah portal (portal hypertension).
Secara umum, ascites dapat terjadi bila ada perubahan kadar albumin dalam
sirkulasi darah. Sekedar tahu, albumin ini berfungsi sebagai pengaturan keseimbangan
cairan didalam dan di luar sel manusia. Perubahan kadar albumin ini bisa naik atau turun. Naik
turunya kadar albumin terggantung dari kondisi tubuh atau penyakit yang dialami
penderita.
Keadaan keadaan yang dapat meningkatkan kadar albumin antara lain :
Penyakit sirrosis hepatis.
Peningkatan tekanan vena portal.
Hepatitis khronis.
Penyakit jantung kongestif.
Metastase kanker ke hati.
Hipotiroid.
Hepatitis non alkohol.
Sedangkan yang dapat menurunkan kadar albumin antara lain :
Keganasan di rongga perut.
TBC perut.
Radang pankreas.
Syndrome nephrotik.
Radang perut atau peritonitis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Ascites berasal dari bahasa yunani yang artinya kantong atau tas. Ascites
adalah menumpuknya cairan patoligis dalam rongga abdominal.
Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serous yang adalah
cairan kuning pucat dan bening) dalam rongga perut (peritoneal). Rongga perut
berlokasi dibawah rongga dada, dipisahkan darinya oleh diaphragma. Cairan ascites
dapat mempunyai banyak sumber-sumber seperti penyakit hati, kanker-kanker, gagal
jantung , atau gagal ginjal.

2.2. ETIOLOGI
Penyebab yang paling umum dari ascites adalah penyakit hati yang telah lanjut
atau sirosis. Kira-kira 80% dari kasus-kasus ascites diperkirakan disebabkan oleh
sirosis. Meskipun mekanisme yang tepat dari perkembangan tidak dimengerti
sepenuhnya, kebanyakan teori-teori menyarankan portal hypertension (tekanan yang
meningkat adalam aliran darah hati) sebagai penyumbang utama. Asas dasarnya
adalah serupa pada pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh yang disebabkan
oleh ketidak seimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim tekanan tinggi) dan
luar, dalam kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah). Kenaikan dalam tekanan
darah portal dan pengurangan dalam albumin (protein yang diangkut dalam darah)
mungkin bertangung jawab dalam pembentukan gradien tekanan dan berakibat pada
ascites perut.
Faktor-faktor lain yang mugkin berkontribusi pada ascites adalah penahanan
garam dan air. Volume darah yang bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensorsensor dalam ginjal-ginjal karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan
beberapa volume dari darah. Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap
kembali lebih banyak garam dan air untuk mengkompensasi volume yang hilang.
Beberapa penyebab-penyebab lain dari ascites berhubungan dengan gradien
tekanan yang meningkat adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal yang telah
lanjut yang disebabkan oleh penahanan cairan keseluruhan dalam tubuh. Pada kasuskasus yang jarang, tekanan yang meningkat dalam sistim portal dapat disebabkan
oleh rintangan internal atau eksternal dari pembuluh portal, berakibat pada portal

hypertension tanpa sirosis. Hal ini disebabkan oleh massa (atau tumor) yang menekan
pada pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan
bekuan (gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang menghalangi aliran normal
dan menongkatkan tekanan dalam pembuluh (contoh, Budd-Chiari syndrome).
Ada juga pembentukan ascites sebagai akibat dari kanker-kanker, yang disebut
malignant ascites. Tipe-tipe ascites ini secara khas adalah manifestasi-manifestasi dari
kanker-kanker yang telah lanjut dari organ-organ dalam rongga perut, seperti : kanker
usus besar, kanker pankreas, kanker lambung, kanker payudara, lymphoma, kanker
paru-paru, atau kanker indung telur.
Pancreatic ascites dapat terlihat pada orang-orang dengan pancreatic atau
peradangan pankreas kronis. Penyebab yang paling umum dari pankreatic kronis
adalah penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan. Pancreatic ascites dapat juga
disebabkan oleh pankreatitis akut serta trauma pada pankreas.

2.3. PATOFISIOLOGI
Penumpukan cairan asites menggambarkan kadar natrium total dalam tubuh dan
pengeluaran air. Tetapi awal terjadinya ketidak seimbangan belum jelas. Terdapat 3
teori mengenai terbentuknya asites;
1. Teori pengisian (underfilling); mengatakan bahwa penyebab utama ketidak
normalan jumlah cairan antara jaringan vaskuler adalah HT portal dan penurunan
sirkulasi aliran darah. Hal ini mengaktifkan renin plasma, aldosteron,dan saraf
simpatis sehingga menyebabkan retensi natrium dan air.
2. Teori overfilling; mengatakan bahwa penyebab utama ketidak normalan adalah
retensi natrium dan air di ginjal akibat kurangnya volume darah. Teori ini
terbentuk berdasarkan observasi pada pasien sirosis yang terdapat hipervolemia
intervaskuler.
3. teori vasodilatasi arteri perifer (periferal vasodilatation) mencakup ke dua teori
diatas. Teori ini mengatakan bahwa hipertensi portal mengakibatkan vasodilatasi
yang akan menyebabkan penurunan voleme darah arteri. Berdasarkan perjalanan
penyakit akan terjadi peningkatan neurohumoral yang akan mengakibatkan
retensi natrium dan cairan plasma keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan
cairan pada cavum peritoneal. Berdasarkan teori vasodilatasi, teori underfilling
berlaku pada sirosis tahap lanjut.

Walupun perkembangan hipertensi portal dan retensi natrium masih belum


jelas, hipertensi portal tampaknya meningkatkan kadar NO. NO akan
mengakibatkan vasodilatasi perifer splanknikus dan vasodilatasi perifer. Pasien
dengan asites mempunyai aktivitas enzim arteri nitrit oksidase lebih besar dari
pada pasien tanpa asites.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung penumpukan cairan pada cavum
abdomen. Faktor pertama adalah peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin,
hipoalbumin, penurunan tekanan onkotik plasma akan mengakibatkan keluarnya
cairan plasma kerongga peritoneal, oleh karena itu asites jarang terjadi pada
pasien sirosis kecuali jika terdapat hipertensi.
Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan
fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada
hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh
darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related
peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan
menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi
semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di
daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan
selanjutnya menyebabkan asites. Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed ,
vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi
vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai
respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan
sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan
meningkatkan reabsorbsi / penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsiair
(H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.
Beberapa penyebab lain dari asites berhubungan dengan gradien tekanan yang
meningkat seperti gagal jantung kongestif dan gagal ginjal yang telah lanjut.
Pada kasus yang jarang terjadi, tekanan yang meningkat dalam sistim portal dapat
disebabkan oleh hambatan internal atau eksternal dari pembuluh portal, yang berakibat hipertensi
portal tanpa cirrhosis. Contohnya dapat berupa massa yang menekan pada pembuluh-pembuluh
portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan bekuan darah dalam pembuluh portal
yang menghalangi aliran normal dan meningkatkan tekanan dalam pembuluh (contoh, BuddChiari syndrome).

Ada juga pembentukan asites sebagai akibat dari kanker, yang disebut malignant
asites. Tipe-tipe asites ini secara khas adalah manifestasi dari kanker yang telah lanjut dari organorgan dalam rongga perut, seperti, kanker usus besar, kanker pankreas, kanker lambung, kanker
payudara, lymphoma, kanker paru-paru, atau kanker indung telur.
Pancreatic ascites dapat terlihat pada orang-orang dengan pancreatitis atau
peradangan pankreas kronis. Penyebab yang paling umum dari pankreatitis kronis adalah
penyalah gunaan alkohol yang berkepanjangan. Pancreatic ascites dapat juga disebabkan oleh
pankreatitis akut serta trauma pada pankreas.

2.4. GEJALA KLINIS


Pada asites derajat sedang sulit untuk dideteksi, tapi pada derajat yang lebih berat bisa
menimbulkan distensi abdomen. Pasien dengan asites biasanya akan mengeluh perutnya yang
bertambah berat dan tekanan yang meningkat, yang berakibat terjadinya napas pendek (shortness
of breath) karena keterbatasan gerak dari diafragma.
Dari pemeriksaan fisik, ada tiga pemeriksaan yang dapat dilakukan berdasar jumlah cairan
asites. Pada asites yang minimal dapat dilakukan pemeriksaan puddle sign, untuk derajat yang lebih
berat dapat dilakukan pemeriksaan shifting dullness dan tes undulasi (pada asites yang berjumlah
1,5 sampai 2 liter).

2.5. DIAGNOSIS
2.5.1. ANAMNESA

Ascites bisa timbul mendadak atau perlahan lahan tergantung pada


penyebabnya. Ascites ringan mungkin tidak bergejala, moderate ascites mungkin
memberi gejala peningkatan berat badan dan rasa berat di perut, ascites dalam jumlah
besar juga memberi gejala rasa tidak nyaman di perut, dapat menimbulkan hernia
umbilicalis, serta menyebabkan elevasi dari diafragma yang akan menimbulkan gejala
sesak napas.
Pada penderita ascites harus ditanyakan gejala penyakit atau faktor risiko dari
penyakit yang dipikirkan merupakan penyebab timbulnya ascites. Pada penyakit hati,
harus ditanyakan kebiasaan mengkonsumsi alkohol, penggunaan jarum suntik
bergantian, riwayat transfusi, serta riwayat hepatitis. Untuk cardiac ascites harus
ditanyakan riwayat penyakit jantung atau penyakit pericardial. Riwayat keganasan
mengarah ke malignant ascites, terutama keganasan payudara, saluran pencernaan,
ovarium, atau lymphoma. Untuk negara berkembang, harus juga dipikirkan
kemungkinan tuberculosis, harus disertai demam dan gejala konstitusi dari
tuberculosis. Mungkin juga terjadi pancreatic ascites, pada pasien dengan riwayat
pancreatitis kronis. Harus diingat bahwa pada seorang pasien mungkin ditemukan
lebih dari satu faktor predisposisi.
2.5.2. Pemeriksaan Fisik
Ascites harus dibedakan dengan pembesaran perut lainya, misalnya obesitas,
dispepsia, obstruksi usus, serta massa atau kista abdomen. Pada ascites dalam jumlah
besar, ascites mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, untuk ascites dalam
jumlah sedang atau kecil, ketepatan pemeriksaan fisik hanya mencapai 50%.
Pemeriksaan fisik untuk ascites berupa, flank dullness (90% positif pada pasien
dengan ascites), sifting dullness, fluid wave, serta puddle sign, bila jumlah cairan
ascites < 120 ml. fluid wave dapat juga positif untuk kista ovarium yang besar dan
kehamilan dengan polihidramnion.
Pemeriksaan fisik juga dapat digunakan sebagai petunjuk etiologi ascites. Pada
penyakit hati kronis mungkin ada palmar eritem, spider naevi, jaundice, dll.
Splenomegaly dan pelebaran vena merupakan tanda hipertensi porta. Pada pasien
dengan cardiac ascites akan ditemukan peningkatan JVP. Perbesaran KGB mengarah
ke tuberculosis atau lymphoma.
2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium

Cairan peritoneal harus diperiksa untuk dihitung jumlah sel, pada albumin,
kultur, total protein, pewarnaan gram, dan sitologi untuk jenis asites yang tidak
diketahui penyebab.
1. Indikasi : kebanyakan cairan asites transparan dan kuning minimal 10000 sel
darah merah / microliter memeberikan warna cairan asites warna pink dan
jaringan terdapat 20000 sel darah merah / microliter diperkirakan berwarna emrah
seperti darah. Hal ini mungkin berhubungan dengan traumatik pungsi atau
keganasan.
Cairan kemerahan yang berasal dari traumatik pungsi berupa darah dan cairan
akan membentuk bekuan. Cairan yang non traumatik berwarna kemerahan dan
tidak membentuk bekuan karena cairan tersebut lisis. Jumlah neutrofil > 50000
sel/microliter memberikan gambar purulent dan menunjukan infeksi.
2. Jumlah hitung sel : Cairan asites yang normal mengandung < 500
leukosit/microliter dan < 250 leukosit PMN / microliter. Inflamasi yang
alaindapat menyebabkan peningkatan sel darah putih. Jumlah netrofil > 250 sel /
microliter menunjukan adanya hepatitis bakterial. Pada peritonitis TB dan
peritoneal Carsinomatosis terhadap predominan limfosit.
3. SAAG adalah pemeriksaan terbaik untuk mengklasifikasikan asites dengan
hipertensi portal (SAAG>1,1 g/dl) dan non portal HT (SAAG<1,1 gr/dl).
Pengukuran nilai albumin berhubungan langsung dengan tekanan portal.
Spesimen harus diperoleh secara berkelanjutan. Ketepatan hasil SAAG + 97%
dalam mengklasifikasikan asites. Kadar albumin yang meningkat dan rendah
menjelaskan sifat asites transudat/eksudat.
4. Protein total, Dulu cairan asites dikategorikan eksudat jika jumlah protein > 0.5
g/dl, akan tetapi ketepatan hanya 56% untuk mendeteksi penyebab eksudat. Kadar
protein total merupakan informasi tambahan pada pemeriksaan

SAAG.

Peningkatan SAAG dan jumlah protein yang meningkat pada kebanyakan


kasusasites dikarenakan kongesti hati. Pada pasien-pasien dengan asites maligna
mempunyai nilai SAAG yang rendah dan kadar protein tinggi.
5. Kultur atau pewarnaan gram, Sensitifitas kultur darah kira-kira 92 % dalam
mendeteksi

pertumbuhan

bakteri

pada

cairan

asites.

Pewarnaan

gram

sensitifitasnya hanya 10% dalam memberikan gambaran bakteri pada peritonitis


bakterial spontan. Kira-kira diperlukan 10000 bakteri/ml agar dapat terlihat pada
pewarnaan gram. Pada peritonitis bakteri spontan nilai konsentrasi rata-rata
bakteri 1 organisme/ml.

6. Sitologi, Pemeriksaan sitologi sensitifitasnya hanya 58-75 % dalam mendeteksi


asites maligna.
2.5.4. Pemeriksaan Penunjang
Analisa cairan asites
Untuk memeriksa warna, kadar protein, hitung sel bakteri, dan keganasan. Asites biasanya
berwarna kekuningan pada sirosis, kemerahan pada keganasan, dan keruh pada infeksi.
Hitungleukosit adalah >250 PMN/mL pada peritonitis bakterialis. Pemeriksaan sitologi bisa
menegakkan diagnosis keganasan. Pada pankreatitis juga bisa terjadi asites, jadi amilase harus

diukur.
USG abdomen
Digunakan untuk mengukur ukuran hati (kecil pada sirosis),

tanda-tanda hipertensi

portal(splenomegali), dan lebamya vena portal dan vena hepatika (untuk menyingkirkan
dugaantrombosis vena hepatika dan sindrom Budd-Chiari). Juga bermanfaat untuk menemukan
kelainan fokal (mengarahkan dugaan ke keganasan diseminata) dan untuk diagnosis tumor intra

abdomen (misalnya tumor ovarium)


Tes darah
Tes biokimia dan tes fungsi hati untuk mencari penandasirosis hepatis (kadar albumin rendah,
hiper bilirubinemia, kenaikan enzim hati, trombositopenia, dan lain-lain). Pemeriksaan penanda
tumor jika ada dugaan keganasan (terutama fetoprotein untuk hepatoma, CA 125untuk kanker
ovarium)

2.6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan asites sebaiknya dilakukan secara komprehensif, meliputi :
1.Tirah baring
Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada pasien asites transudat yang berhubungan
dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus akibat tirah baring. Tirah baring akan menyebabkan aktifitas simpatis dan
sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud dengan tirah baring disini bukan
istirahat total ditempat tidur sepanjang hari tetapi tidur terlentang dengan kaki sedikit diangkat selama
beberapa jam setelah minum obat diuretika
2.Diet
Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsigaram (NaCl) perhari
sebaiknya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Membatasi konsumsi sodium (garam) makanan kurang
dari 2 gram per hari adalah sangat praktis.

3.Diuretika
Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai anti aldosteron misalnya
spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika hemat kalium, bekerja pada tubulus distal dan
menahan reasorbsi Na. Sebenarnya potensi natriuretik diuretik distal lebih rendah dari pada diuretika
loop bila etiologi peningkatan air dan garam tidak berhubungan dengan hiperaldosteronisme.
Efektifitas obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya diplasma, semakin tinggi semakin efektif.
Dosis yang dianjurkan antara 100-600 mg/hari.
Diuretika loop sering dibutuhkan sebagai kombinasi. Diuretika ini sebenarnya lebih berpotensi dari
pada diuretika distal. Pada sirosis hati, karena mekanisme utama reasorbsi air dan natrium adalah
hiperaldosteronismu, diuretika loop menjadi kurang efektif.
Diuretik meningkatkan ekskresi air dan garam dari ginjal. Aturan penggunaan diuretik yang
direkomendasikan dalam penatalaksanaan dari asites yang berhubungan dengan hati adalah kombinasi
dari spironolactone (Aldactone) dan furosemide (Lasix). Dosis tunggal harian dari 100
miligram spironolactone dan 40 miligram furosemide merupakan dosis awal yang biasanya
direkomendasikan. Ini dapat ditingkatkan secara berangsur-angsur untk memperoleh respon yang
tepat pada dosis maksimum 400 miligram spironolactone dan 160 miligram furosemide.
Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah baring, diet rendah garam dant erapi diuretika
adalah peningkatan diuresis sehingga berat badan menurun 400-800 gram/hari.Pasien yang disertai
edema perifer penurunan berat badan dapat sampai 1500 gram/hari. Sebagian besar pasien berhasil
baik dengan terapi kombinasi tirah baring, diet rendah garam, dan diuretika kombinasi.
Setelah cairan asites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat disesuaikan. Biasanya diet rendah garam
dan spironolakton masih tetap diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan natriuresis sehingga
asites tidak terbentuk kembali.
4.Terapi Parasintesis
Untuk pasien-pasien yang tidak merespon dengan baik atau tidak dapat mentolerir penatalaksanaan
diatas, terapeutik parasintesis perlu dipertimbangkan untuk mengeluarkan sejumlah cairan. Beberapa
liter ( 4 sampai 5 liter) dari cairan dapat dikeluarkan secara aman dengan prosedur ini setiap waktu.

Untuk pasien- pasien dengan malignan asites, prosedur ini mungkin juga adalah lebih efektif dari
pada penggunaan diuretik.
Parasintesis sebenarnya merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno. Pada mulanya
karena berbagai komplikasi, parasintesis tidak lagi disukai. Beberapa tahun terakhir ini parasintesis
kembali dianjurkan karena mempunyai banyak keuntungan dibandingkan terapi konvensional bila
dikerjakan denganbaik. Untuk tiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan
substitusi albumin parenteral sebanya 6-8 gram. Setelah parasintesis sebaiknya terapi konvensional
tetap diberikan.
5.Operasi
Untuk kasus asites yang berulang , prosedur-prosedur operasi mungkin perlu dipertimbangkan untuk
mengontrol asites.
Transjugular intrahepatic portosystemic shunts (TIPS) adalah prosedur yang dilakukan
melalui internal jugular vein. Shunt ditempatkan diantara portalvenous system dan
systemic venous system, dengan demikian mengurangi tekanan portal. Prosedur ini dipergunakan
untuk pasien-pasien yang mempunyai respon yang minimal pada perawatan medis yang agresif.
6.Transplantasi hati
Transplantasi hati untuk sirosis yang telah lanjut mungkin dapat dipertimbangkan sebagai
penatalaksanaan untuk ascites yang disebabkan olehgagal hati. Transplantasi hati melibatkan proses
yang sangat sulit dan berkepanjangan dan memerlukan pengamatan dan manajemen yang sangat
ketat.

2.7. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi-komplikasi dari ascites dapat dihubungkan pada
ukurannya. Akumulasi dari cairan mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan
bernapas oleh penekanan diaphragma dan pembentukan dari pleural effusion.
Infeksi-infeksi adalah komplikasi-komplikasi lain yang serius dari ascites.
Pada pasien-pasien dengan ascites yang berhubungan dengan portal hypertension,
bakteri-bakteri dari usus mungkin secara spontan menyerang cairan peritoneal
(ascites) dan menyebabkan infeksi. Ini disebut spontaneous bacterial peritonitis atau
SBP. Antibodi adalah jarang pada ascites dan, oleh karenanya, respon imun pada
cairan ascites adalah sangat terbatas. Diagnosis dari SBP dibuat dengan melakukan

paracentesis dan menganalisa cairan untuk jumlah sel-sel darah putih atau bukti dari
pertumbuhan bakteri.
Hepatorenal syndrome adalah komplikasi yang jarang, namun serius dan
berpotensi mematikan (angka kelangsungan hidup rata-rata mencakup dari 2 minggu
sampai kira-kira 3 bulan) dari yang berhubungan dengan sirosis hati yang menjurus
pada gagal ginjal yang progresif. Mekanisme yang tepat dari sindrom ini tidak
diketahui dengan baik, namun ini mungkin berakibat dari perubahan dalam cairan,
aliran darah ke ginjal yang terganggu, penggunaan yang berlebihan dari diuretics, dan
pemasukan-pemasukan dari zat-zat kontras atau obat-obatan yang mungkin berbahaya
untuk ginjal.

2.8. PROGNOSIS
Harapan (prognosis) pada ascites terutama tergantung pada penyebab dan
keparahan yang mendasarinya. Pada umumnya, prognosis dari malignant ascites
adalah buruk. Kebanyakan kasus-kasus mempunyai waktu kelangsungan hidup yang
berarti antara 20 sampai 58 minggu, tergantung pada tipe dari malignancy seperti
yang ditunjukan oleh kelompok dari penyelidik-penyelidik. Ascites yang disebabkan
oleh cirrhosis biasanya adalah tanda dari penyakit hati yang telah lanjut dan ia
biasanya mempunyai prognosis yang sedang (3 tahun kelangsungan hidup kira-kira
50%). Ascites yang disebabkan oleh gagal jantung mempunyai prognosis yang sedang
karena pasien mungkin hidup bertahun-tahun dengan perawatan-perawatan yang tepat
(kelangsungan hidup rata-rata kira-kira 1.7 tahun untuk laki-laki dan kira-kira 3.8
untuk wanita-wanita pada satu studi yang besar).

BAB III
PENUTUP
3.1.

KESIMPILAN
Ascites atau asites adalah meningkatanya jumlah cairan intra
peritoneal. Penyebab ascites ini adalah adanya gangguan hati yang paling
kronis tetapi dapat juga disebabkan oleh penyakit lain.
Pada asites derajat sedang sulit untuk dideteksi, tapi pada derajat yang lebih berat bisa
menimbulkan distensi abdomen. Pasien dengan asites biasanya akan mengeluh perutnya
yang bertambah berat dan tekanan yang meningkat, yang berakibat terjadinya napas
pendek (shortness of breath) karena keterbatasan gerak dari diafragma.

Dari pemeriksaan fisik, ada tiga pemeriksaan yang dapat dilakukan berdasar jumlah
cairan asites. Pada asites yang minimal dapat dilakukan pemeriksaan puddle sign, untuk
derajat yang lebih berat dapat dilakukan pemeriksaan shifting dullness dan tes undulasi
(pada asites yang berjumlah 1,5 sampai 2 liter).

DAFTAR PUSTAKA
Hirian. Asites dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk.
Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006.
Mubin H. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis dan Terapi. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2008:328-330.

Anda mungkin juga menyukai