Anda di halaman 1dari 12

Januari 2015

MAGNET BUMI TERKAIT DENGAN FISIKA BATUAN


Isna Ayu Mustika, Lintang Kesumastuti, Mahdi Kokab Zawawi, Nurain Silvana Akuba
13.11.2543, 13.11.2544, 13.11.2545, 13.11.2546
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jalan Perhubungan 1 No.5 Komplek Meteorologi dan Geofisika, Bintaro Tangerang Selatan

ABSTRAK
Adanya kompleksitas batuan di suatu daerah mendorong dilakukakannya survey
geofisika menggunakan metode geomagnet. Dengan metode geomagnet dapat
diiinterpretasikan anomali magnet berupa perubahan-perubahan pada lintasan garis gaya
magnet (anomali geomagnet) karena pengaruh bumi yang tidak benar-benar bulat dan
material penyusunnya tidak homogen serta suseptibilitas batuan yang berbeda-beda. Dari
anomali geomagnet inilah dapat dilakukan pencarian jebakan mineral dan struktur bawah
permukaan bumi secara signifikan.
1. Pendahuluan

Telah dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa bumi merupakan benda magnet
yang tidak homogen. Salah satu ketidak homogenan bumi disebabkan oleh perbedaan
sifat kemagnetan bahan- bahan yang menyusunnya, terutama yang terletak dekat
permukaanlah yang mudah dirasakan pengaruhnya.
Apabila bumi dianggap bulat dan mempunyai kemagnetan yang homogen maka
garis-garis magnet akan melintas secara ideal dari satu kutub magnet lain yang
berlawanan sebagaimana bola magnet biasa. Akan tetapi bentuk bumi tidaklah bulat
sempurna dan mengalami pemipihan pada kedua kutubnya. Selain itu susunan bahannya
pun tidak homogen. Kenyataan ini mengakibatkan perubahan-perubahan pada lintasan
garis gaya kemagnetan. Perubahan ini berupa penyimpangan-penyimpangan yang
dengan mudah dapat diamati di permukaan bumi. Penyimpangan-penyimpangan ini
disebut anomali geomagnet.
Terkait dengan magnet, bumi memiliki medan magnet yang dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal yaitu parameter fisis elemen magnet yang diukur berdasar arah dan
intensitas kemagnetannya, medan magnet luar seperti aktivitas matahari, dan pengaruh
medan magnet lokal, yaitu medan magnet yang dihasilkan oleh batuan yang
mengandung mineral bermagnet. Dalam tulisan ini akan dibahas lebih rinci mengenai
keterkaitan geomagnet dengan fisika batuan.
2. Dasar Teori
2.1 Prinsip Dasar Magnetik
2.1.1. Gaya magnetik

Charles Augustin de Coulomb (1785) menyatakan bahwa gaya magnetik


berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara dua muatan magnetik, yang
persamaannya mirip seperti hukum gaya gravitasi Newton. Dengan demikian, apabila
dua buah kutub P1 dan P2 dari monopole magnetik yang berlainan terpisah pada jarak
r, maka persamaan gaya magnetik dinyatakan seperti berikut,

dimana, Fm adalah gaya magnetik monopole pada P1dan P2, r adalah vektor
satuan berarah dari P1 ke P2, p adalah muatan kutub 1 dan 2 monopole, adalah
permeabilitas medium magnetik (untuk ruang hampa = 1).
2.1.2. Kuat medan magnetik
Gaya magnetik Fm per satuan muatan P1 didefenisikan sebagai kuat medan
magnetik terukur (H). Dengan demikian dihasilkan kuat medan magnet pada muatan
P1, dapat dinyatakan sebagai,

dimana, H adalah Kuat medan magnetik terukur.


2.1.3. Intensitas magnetik
Jika suatu benda terinduksi oleh medan magnet H, maka besar intensitas
magnetik yang dialami oleh benda tersebut adalah (Reynold, 1995),
M = k. H
dimana, M adalah intensitas magnetisasi, k adalah suseptibilitas magnetik.
Suseptibilitas dinyatakan sebagai tingkat termagnetisasinya suatu benda
karena pengaruh medan magnet utama, dimana hubungan (k) dalam satuan SI dan
emu dinyatakan sebagai berikut:

dimana, k adalah suseptibilitas magnetik (emu), k adalah suseptibilitas magnetik (SI).


2.1.4. Medan magnetik induksi dan magnetik total
Adanya medan magnetik regional yang berasal dari bumi dapat menyebabkan
terjadinya induksi magnetik pada batuan di kerak bumi yang mempunyai
suseptibilitas yang tinggi. Medan magnetik yang dihasilkan pada batuan ini sering
disebut sebagai medan magnetik induksi atau medan magnetik sekunder.

Pada Gambar 1 mengilustrasikan medan magnet induksi yang timbul pada


bahan magnetik yang mana medan magnet induksi (H) masuk melalui kutub positif
mengarah ke kutub negatif.

Gambar 1. Contoh induksi magnetik pada bahan magnetik (Robinson, dkk, 1988).
Sementara itu medan magnetik yang terukur oleh magnetometer adalah medan
magnet total, yang berupa gabungan antara medan magnetik utama dan medan
magnetik induksi,

dimana,

adalah permeabilitas ruang hampa (4 x 10-7), adalah

(1+k)

permeabilitas magnetik relatif.


Persamaan diatas dapat juga dituliskan,

Kedua persamaan di atas mengabaikan faktor medan magnet remanen dan medan luar
Bumi.
2.1.5. Kemagnetan bumi
Medan magnet bumi secara sederhana dapat digambarkan sebagai medan
magnet yang ditimbulkan oleh batang magnet raksasa yang terletak di dalam inti
bumi, namun tidak berimpit dengan garis utara-selatan geografis Bumi. Sedangkan
kuat medan magnet sebagian besar berasal dari dalam bumi sendiri (98%) atau medan
magnet dalam (internal field), sedangkan sisanya (2%) ditimbulkan oleh induksi
magnetik batuan di kerak bumi maupun dari luar angkasa. Medan magnet internal
berasal dari inti bumi (inner core) dan kerak bumi (crustal earth). Beberapa alasan
sehingga bumimemiliki medan magnetik, diantaranya;
1. Kecepatan rotasi Bumi yang tinggi.
Find adalah arahnya sama seperti Famb Find adalah menentang Famb
2. Proses konveksi mantel dengan inti luar bumi (bersifat kental).
3. Inti dalam (padat) yang konduktif, kandungan yang kaya besi.
Pada Gambar 2 menjelaskan mengenai medan magnet dinyatakan sebagai
besar dan arah (vektor), arahnya dinyatakan sebagai deklinasi (penyimpangan
terhadap arah utara-selatan geografis) dan inklinasi (penyimpangan terhadap arah
horisontal kutub utara magnet).
3

2.1.6

Gambar 2. (a). Deklinasi adalah besar sudut penyimpangan arah magnet terhadap
arah utara-selatan geografis, (b). Inklinasi adalah besar sudut penyimpangan arah
magnet terhadap arah horisontal (Reynold,1995).
Kutub geomagnetik
Geomagnetical pole (kutub geomagnetik/kutub dipole) adalah persimpangan
sudut kutub geografis dari permukaan bumi dengan sumbu magnet batang hipotesis
yang ditempatkan di pusat bumi dan diperkirakan sebagai bidang geomagnetik. Ada
semacam kutub masing-masing di belahan bumi dan kutub disebut sebagai "kutub
utara geomagnetik" dan "kutub selatan geomagnetik".
Catatan : Bumi memiliki dua kutub yang sering dikenal sebagai Geomagnetic
Poles yang merupakan kutub teoritis dimana sumbu magnet membentuk sudut 11,5o
dengan sumbu rotasi bumi, yaitu pada,
1. Kutub utara magnet terletak di Canadian Artic Island dengan lintang : 75,5cBT
dan bujur : 100,4o BB.
2. Kutub selatan magnet terletak di Coast of Antartica South of Tasmaniac dengan
lintang : 66,5o LS dan bujur : 140o BT
Pada Gambar 3 menjelaskan mengenai prinsip metode magnetik yang
diilustrasikan menggunakan sebuah objek berbentuk kubus, lalu komponenkomponen
yang digunakan pada prinsip metode magnetik yaitu berpatokan untuk sumbu x
(utara geografis) dan sumbu y (timur geografis), kemudian ditentukan arah meridian
magnetik (H) yang mana untuk mendapatkan nilai sudut yang dibentuk dari arah
utara geografis ke arah utara magnetik yaitu dengan menghitung nilai deklinasi, lalu
ditentukan arah total intensitas (F) yang mana untuk mendapatkan nilai sudut yang
dibentuk dari arah meridian magnetik (H) terhadap total intensitas yaitu dengan
menghitung nilai inklinasi, dan sumbu z berperan sebagai arah kedalaman.

Gambar 3. 7 (tujuh) variabel magnetik : (F) adalah total intensitas, (H) adalah
Horisontal Intensitas, (X) adalah North Component, (Y) adalah East component, (Z)
adalah Vertical Component, (I) adalah Inklinasi Geomagnetik, (D) adalah Deklinasi
Geomagnetik (Reynold,1995).
2.1.7. The international geomagnetic reference field (IGRF)
IGRF adalah nilai matematis standar dari medan magnet utama bumi akibat
rotasi dan jarijari bumi. IGRF merupakan upaya gabungan antara pemodelan medan
magnet dengan lembaga yang terlibat dalam pengumpulan dan penyebarluasan data
medan magnet dari satelit, observatorium, dan survei di seluruh dunia yang setiap 5
tahun diperbaharui.
Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian :
1. Medan magnet utama (main field)
Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil
pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas
lebih dari 106 km.
2. Medan magnet luar (external field)
Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan
hasil ionisasi di atmosfir yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari.
Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir
dalam lapisan terionisasi di atmosfir, maka perubahan medan ini terhadap waktu
jauh lebih cepat.
3. Medan magnet anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal field).
Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral bermagnet
seperti magnetit (Fe7S5), titanomagnetite (Fe2TiO4) dan lain-lain yang berada di
kerak bumi.
Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran
adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik).
5

Secara garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik
remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan
yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan
magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga
sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil
gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnet remanen
sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar.
Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek medan remanen akan
diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari 25% medan magnet utama
bumi (Telford, 1990), sehingga dalam pengukuran medan magnet berlaku:
HT = HM + HL + HA
Dimana HT adalah medan magnet total bumi, HA adalah medan magnet
anomali, HM adalah medan magnet utama bumi, HL adalah medan magnet luar
2.2

Suseptibilitas Batuan
Harga suseptibilitas (k) ini sangat penting di dalam pencarian benda anomali
karena sifat ferromagnetik untuk setiap jenis mineral dan batuan yang berbeda antara
satu dengan lainnya. Nilai (k) pada batuan semakin besar jika dalam batuan tersebut
semakin banyak dijumpai mineral-mineral bersifat magnetik. Berdasarkan nilai (k)
dibagi menjadi kelompok-kelompok jenis material dan batuan penyusun litologi
bumi, yaitu;

2.2.1 Diamagnetik
Dalam batuan diamagnetik atomatom pembentuk batuan mempunyai kulit
elektron berpasangan dan mempunyai putaran yang berlawanan dalam tiap pasangan.
Jika mendapat medan magnet dari luar orbit, elektron tersebut akan berpresesi yang
menghasilkan medan magnet lemah yang melawan medan magnet luar tadi.
Mempunyai suseptibilitas (k) negatif dan kecil dan suseptibilitas (k) tidak tergantung
dari pada medan magnet luar. Contoh: bismuth, grafit, gipsum, marmer, kuarsa,
garam.
2.2.2 Paramagnetik
Di dalam paramagnetik terdapat kulit elektron terluar yang belum jenuh yakni
ada elektron yang putarannya tidak berpasangan dan mengarah pada arah putaran
yang sama. Jika terdapat medan magnetik luar, putaran tersebut berpresesi
menghasilkan medan magnet yang mengarah searah dengan medan tersebut sehingga
memperkuatnya. Akan tetapi momen magnetik yang terbentuk terorientasi acak oleh
agitasi termal, oleh karena itu bahan tersebut dapat dikatakan mempunyai sifat:
Suseptibilitas k positif dan sedikit lebih besar dari satu.
Suseptibilitas k bergantung pada temperatur.
Contoh: piroksen, olivin, garnet, biotit, amfibolit, dll
2.2.2 Ferromagnetik

Terdapat banyak kulit electron yang hanya diisi oleh suatu elektron sehingga
mudah terinduksi oleh medan luar. Keadaan ini diperkuat lagi oleh adanya kelompokkelompok bahan berputaran searah yang membentuk dipoledipole magnet (domain)
mempunyai arah sama, apalagi jika didalam medan magnet luar. Mempunyai sifat:
Suseptibilitas k positif dan jauh lebih besar dari satu.
Suseptibilitas k bergantung dari temperatur.
Contoh: besi, nikel, kobal, terbium, dysprosium, dan neodymium.
Ferromagnetik dibagi menjadi dua yaitu;
1. Antiferromagnetik
Pada bahan antiferromagnetik domain-domain tadi menghasilkan dipole magnetik
yang saling berlawanan arah sehingga momen magnetik secara keseluruhan sangat
kecil. Bahan antiferromagnetik yang mengalami cacat kristal akan mengalami
medan magnet kecil dan suseptibilitasnya seperti pada bahan paramagnetik
suseptibilitas k seperti paramagnetik, tetapi harganya naik sampai dengan titik
curie kemudian turun lagi menurut hukum curie-weiss. Contoh: hematit (Fe2O3).
2. Ferrimagnetik
Pada bahan ferrimagnetik domain-domain tadi juga saling antiparalel tetapi
jumlah dipole pada masing-masing arah tidak sama sehingga masih mempunyai
resultan magnetisasi cukup besar. Suseptibilitasnya tinggi dan tergantung
temperatur. Contoh: magnetit (Fe3O4), ilmenit (FeTiO3), pirhotit (FeS), hematit
(Fe2O3), ferrite (NiOFe2O3), yttrium (Y3Fe5O12). Berdasarkan proses terjadinya
maka ada dua macam magnet:
Magnet induksi bergantung pada suseptibilitasnya menyebabkan anomali pada
medan magnet bumi.
Magnet permanen bergantung pada sejarah pembentukan batuan tadi (Jensen
and MacKintosh, 1991).
3.

Metode Penelitian
Teramatinya medan magnet pada bagian bumi tertentu disebut anomali magnetik
yang dipengaruhi suseptibilitas batuan tersebut dan remanen magnetiknya.
Berdasarkan pada anomali magnetik batuan ini, dapat dilakukan pendugaan sebaran
batuan yang dipetakan baik secara lateral maupun vertikal.
Metode magnetik pada dasarnya terdiri atas tiga tahap : akuisisi data lapangan,
processing, interpretasi. Setiap tahap terdiri dari beberapa perlakuan atau kegiatan.
Pada tahap akuisisi, dilakukan penentuan titik pengamatan dan pengukuran dengan
satu atau dua alat. Untuk koreksi data pengukuran dilakukan pada tahap processing.
Koreksi pada metode magnetik terdiri atas koreksi harian (diurnal), IGRF, koreksi
topografi (terrain) dan koreksi lainnya. Sedangkan untuk interpretasi dari hasil
pengolahan data dengan menggunakan software diperoleh peta anomali magnetik.
Pada tahap pengolahan data (processing), dilakukan beberapa langkah sampai
akhirnya didapatkan kontur anomali medan magnet yang siap diinterpretasikan.
Tahapan langkahnya yaitu :
7

1. Data intensitas magnetik, lintang, bujur, dan waktu hasil pengamatan yang sudah
dikoreksi dengan koreksi harian, IGRF dan terrain, dibuat peta anomaly magnetnya
menggunakan Surfer. Peta anomaly tersebut belum siap untuk diinterpretasikan sebab
anomali tersebut masih terpengaruh dengan anomali magnetik lain yang berasal dari
sumber yang sangat dalam dan luas di bawah permukaan bumi yang bukan
merupakan target survey.
2. Langkah selanjutnya adalah kontinuasi ke atas. Kontinuasi ke atas merupakan
koreksi efek regional bertujuan untuk menghilangkan efek anomali magnetik
regional dari data anomali medan magnetik hasil pengukuran. Kontinuasi ke atas
dilakukan hingga pada ketinggian-ketinggian tertentu, dimana peta kontur anomali
yang dihasilkan sudah cenderung tetap dan tidak mengalami perubahan pola lagi
ketika dilakukan pengangkatan yang lebih tinggi. Dapat disebut juga filter tapis
rendah, yaitu untuk menghilangkan / mereduksi efek magnetik lokal yang berasal
dari berbagai sumber benda magnetik yang tersebar di permukaan topografi yang
tidak terkait dengan survei.
3. Reduksi ke kutub dilakukan dengan cara membawa posisi benda ke kutub utara
medan magnet bumi sehingga kondisi medan magnet daerah penelitian menjadi
seperti di daerah kutub utara medan magnet. Proses ini akan mengubah parameter
medan magnet bumi pada daerah penelitian. Setelah proses ini, peta siap untuk
diinterpretasikan secara kualitatif.
4. Untuk interpretasi kuantitatif, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah
pembuatan sayatan pada peta kontur anomaly magnetik lalu dibuat pemodelan
menggunakan software Mag2DC.
Data Lintang, Bujur, Waktu, Intensitas medan
Adapun Flowchartmagnet
pengolahan
total data sebagai berikut :

Koreksi data menggunakan harian, koreksi terrain, IGRF


Pembuatan peta anomali magnetik menggunakan Surfer

Pembuatan peta kontur residual BA untuk identifikasi sesar


Koreksi efek regional, kontinuasi ke atas, dan reduksi ke kutub dari peta
anomali magnet
Pembuatan sayatan untuk pemodelan struktur bawah permukaan menggunakan
program Mag2DC for Windows

Peta anomali geomagnet, kondisi sebaran batuan di bawah permukaan,


kedudukan dan jenis batuan yang tersingkap di bawah permukaan
8

St
op

Gambar 4. Flowchart pengolahan data

Prinsip Pemodelan Inversi 3 Dimensi


Metoda inversi merupakan cara yang digunakan untuk memperkirakan model
respon magnetik yang paling cocok dengan data observasi. Untuk mencocokan data
tersebut dapat dinyatakan dengan fungsi objektif yang merupakan fungsi dari selisih
antara teoritis dengan data observasi. Setiap anomali magnetik yang diamati diatas
permukaan dapat dievaluasi dengan menghitung proyeksi anomali medan magnet dari
arah yang ditentukan. Sumber pada lokasi yang diteliti, di set kedalaman sebuah cell
ortogonal berupa mesh 3D (Li & Oldenburg, 1996). Mesh 3D diasumsikan mempunyai
suseptibilitas di dalam masing-masing cell dan magnetik remanen diabaikan. Anomali
magnetik (T) pada suatu lokasi dengan berhubungan dengan suseptibilitas (k) di bawah
permukaan. Secara linier dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
t = Gk
Dimana G merupakan matriks dengan ukuran i x j:
i adalah jumlah data dan j adalah jumlah parameter model. Matriks G digunakan
untuk memetakan suatu model dari data keseluruhan data pada proses inversi. Secara
9

umum, inversi yang dilakukan pada medan anomali berbanding lurus terhadap variasi
suseptibilitas pada skala linier.
4.

Hasil dan Pembahasan


Data magnet hasil pengolahan dapat kita interpretasikan secara kualitatif dan kuantitatif.
a) Interpretasi kualitatif dilakukan dengan menganalisa kontur kontinuasi ke atas, kontur
anomali medan magnet yang telah direduksi ke kutub, grafik gradien vertikal dan
anomali medan magnet perlintasan survei. Analisa juga mempertimbangkan informasi
geologi yang terdapat pada daerah tersebut

Gambar 5. Peta Kontur Anomali Medan Magnet (Penelitian di Daerah Watuperahu


PerbukitanJiwo Timur Bayat, Klaten oleh Desy Hanisa Putri)
Dari grafik anomali medan magnet telihat bahwa adanya suatu pola yang
menunjukkan batas kontak suatu batuan. Batas kontak terlihat dengan jelas pada
grafik gradien vertikal anomali medan magnet yaitu jika di bawah permukaan lintasan
survei mempunyai jenis batuan sama maka gradien anomali akan menunjukkan nilai
yang relatif sama, akan tetapi jika terdapat perbedaan jenis batuan maka grafik
anomali akan berubah naik atau turun tergantung dari suseptibilitas diantara kedua
batuan tersebut.
b) Interpretasi kuantitaif dilakukan dengan pemodelan benda anomali menggunakan
metode Talwani dkk (1959) yang dibuat dalam suatu paket program Mag2DC for
Windows. Untuk keperluan pemodelan dibuat sayatan pada kontur anomali medan
magnet di ketinggian 398 m. Pembuatan sayatan berdasarkan hasil interpretasi
kualitatif mengenai posisi horisontal dari benda anomali, yaitu berada di atas anomali
utama yang melewati puncak klosur utama. Hasil dari pemodelan menggunakan
program Mag2DC for windows diperoleh poligon-poligon dimana dapat diketahui
jenis batuan berdasarkan nilai suseptibilitasnya, kedalaman suatu lapisan batuan, serta
kedalaman lapisan
kontak
antar
batuan
10

Gambar 6. A-A pada kontur anomali medan magnet setelah dilakukan kontinuasi

Gambar7. Penampang vertikal A-Amenggunakan software Mag2DC


Dari informasi geologi di atas diperoleh kesimpulan bahwa terdapat 4 poligon
hasil pemodelan. Poligon1 adalah batuan metamorf mempunyai suseptibilitas 0.0002
emu, poligon 2 adalah batuan sedimen Watuperahu dengan suseptibilitas 0.0005 emu,
poligon 3 adalah batuan beku diorit dengan suseptibilitas 0.0011 emu dan poligon 4
adalah batuan sedimen (lempung tuffan dan pasir kering) dengan suseptibilitas 0.0016
emu. Batuan sedimen pada bagian selatan dapat mencapai kedalaman sekitar 180 meter.
Sementara itu batuan beku mendominasi seluruh daerah pada kedalaman di bawah 250
meter. Lapisan metamorf terdapat sampai pada kedalaman 250 meter, sedang lapisan
batuan sedimen yang kontak langsung terhadap batuan beku terdapat pada kedalaman
100 meter.
5.

Kesimpulan
11

1.iPenyelidikan geomagnet merupakan pendataan aspek-aspek magnet di


bawah permukaan yang prinsipnya didasarkan pada prinsip medan potensial.
2. Anomali disebabkan karena material penyusun bumi yang tidak homogen, nilai
suseptibilitas batuan penyusun yang berbeda-beda, kontak litologi yang berbeda.
3. Dari adanya anomali, dapat dilakukan interpretasi hingga didapatkan peta sebaran
anomali medan magnet di suatu daerah, penggambaran kondisi bawah permukaan
berdasarkan kontur anomali medan magnet, penentuan posisi atau kedudukan batuan
yang tersingkap di bawah permukaan bumi
6.

Daftar Pustaka
Fatkhulloh, 2008. Inversi Data Gravitasi Dua Dimensi Dengan Meminimumkan Momen
Inersia. UAD : Yogyakarta.
Hartati, Anita. 2012. Identifikasi Struktur Patahan Berdasarkan Analisa Derivative
Metode Gaya Berat. FMIPA UI: Depok.
Nurwidiyanto, Irham dkk. 2007. Pemodelan Zona Sesar Opak di Daerah Pleret Bantul
Yogyakarta dengan Metode Gravitasi.FMIPA UNDIP: Semarang.
Sota, Ibrahim. 2011. Pendugaan Struktur Patahan dengan Metode Gaya Berat. FMIPA
UNLAM: Lampung.
https://id.scribd.com/doc/128634843/Metode-Geomagnetik
https://id.scribd.com/doc/35441167/teori-dasar-geomagnet
https://id.scribd.com/doc/82949101/Sejarah-Studi-Magnet-Bumi
https://id.scribd.com/doc/92377108/PAPER-Geomagnet

12

Anda mungkin juga menyukai