Anda di halaman 1dari 17

PERUMUSAN EMPIRIS PERCEPATAN TANAH DENGAN

MEMPERHITUNGKAN PERIODE DOMINAN DAN VS30

I.

PENDAHULUAN
Percepatan tanah maksimum (PGA) merupakan salah satu parameter

yang dianggap paling tepat untuk menggaMbarkan tingkat kerusakan tanah akibat
gempabumi.

Jika nilai PGA dari suatu wilayah diketahui, maka kita bisa

memperkitakan daerah mana saja yang mengalami tingkat kerusakan tertinggi saat
terjadi gempabumi.
Alat untuk mengukur nilai percepatan tanah adalah accelerograph. Di
Indonesia terdapat 231 sensor accelerograph yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia, termasuk Jawa Timur. Menurut USGS tercatat 524 event gempabumi
pernah terjadi di wilayah Jawa Timur pada periode 1960- 2015. Di sisi lain Jawa
Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 37.476.757 jiwa (Badan Pusat
Statistik,2010). Hal ini meMbuat Jawa Timur menjadi daerah padat penduduk
yang sangat riskan terhadap resiko gempabumi.
Untuk itu penulis bertujuan untuk mencari persamaan empiris percepatan
tanah baru yang sesuai dengan data observasi dari accelerograph. Sehingga
pemodelan tingkat kerusakan tanah akibat gempabumi bisa lebih akurat. Selama
ini para peneliti hanya menentukan perumusan percepatan tanah dengan input
magnitude dan jarak hiposenter seperti McVerry (1995), McGuire (1974),
Takahashi (2000), Donovan (1972) dll. Oleh karena itu, diperlukan rumus empiris
yang mempertiMbangkan periode dominan maupun Vs30 yang berkaitan dengan
local site daerah penelitian seperti Kanai (1966), Tong ang Katayama (1988), dan
Boore (1997). Kemudian nilai percepatan yang didapatkan dari rumus atenuasi
baru tersebut dibandingkan dengan rumus atenuasi yang sudah ada untuk daerah
Jawa Timur.
Pada penelitian ini penulis meMbatasi analisa pada 7 sensor
accelerograph dan seismic aktif di Jawa Timur, yaitu sensor Banyuwangi (BYJI),
Gresik (GRJI), Gumukmas (GMJI), Karangkates (KRK), Pacitan (PCJI),
Pagerwojo (PWJI), dan

Sawahan (SWJI). Perhitungan jarak hiposenter juga

dibatasi dengan menganggap suMber gempa berupa point source. Dan nilai
periode dominan serta Vs30 di wilayah Jawa Timur adalah sama untuk daerah di

sekitar sensor. Data gempabumi diperoleh dari NEIC USGS dan data PGA
didapatkan dari BMKG dengan periode tahun 2008- 2011 dengan Mb

dan h

150 km. Wilayah penelitian berada pada koordinat 5.5 LS 9 LS dan 110
BT 114.5 BT.
II.
II.1

LANDASAN TEORI
Parameter Gempabumi
Menurut Hunt (2004) gempabumi merupakan getaran dalam bumi yang

terjadi akibat pelepasan energi yang terkumpul secara tiba-tiba pada batuan yang
mengalami deformasi. Goncangan yang terjadi dapat dirasakan hingga mampu
mengakibatkan kerusakan bangunan diatasnya dan dapat juga tidak dirasakan
sama sekali di permukaan. Parameter parameter gempabumi antara lain
magnitude, kedalaman, episenter, waktu kejadian atau origin time (Matthew A.
dalessio, 2006).
II.1.1 Magnitudo
Menurut Richter (1935) magnitudo adalah ukuran instrumental kekuatan
gempabumi yang menunjukan besar energi yang dikeluarkan oleh suatu
gempabumi. Ada beberapa tipe magnitude yang dikeMbangkan oleh para ahli
seperti magnitudo geloMbang badan (Mb), magnitude geloMbang permukaan
(Ms), magnitudo durasi (Md), magnitudo local (Ml), magnitudo momen (Mw),
dan lain sebagainya. Masing masing tipe magnitudo memiliki rumusan atau
persamaan masing masing. Secara umum skala magnitudo dapat dinyatakan
sebagai berikut:
M= log (A/T)max + (,h) + Cr + Cs ......................................................... (2.1)
Dimana :
A : Amplitudo / Ground Displacement dari fase geloMbang seismik yang diamati
T : Periode fase geloMbang seismik
: Koreksi jarak episenter () dan kedalaman (h)
Cr : Koreksi daerah suMber
Cs : Koreksi lokasi stasiun

Dalam perumusan percepatan tanah, magnitudo yang dibutuhkan adalah


magnitudo geloMbang permukaan (Ms). Berikut akan dijelaskan hubungan antara
beberapa megnitudo :

Hubungan antara magnitude permukaan (Ms) dengan magnitude geloMbang


badan (Mb) :

Ms = 1.59 Mb 3.97............................................................................

(2.2)

Hubungan antara magnitude permukaan (Ms) dengan momen seismik


(Mo) :

log Mo = 1.5 Ms + 16.1 .....................................................................

(2.3)

Oleh karena hubungan antara momen seismik dengan magnitude momen adalah
seperti yang telah dijabarkan pada rumus di atas, maka dapat diturunkan
hubungan antara magnitude momen (Mw) dengan magnitude permukaan (Ms)
adalah :
Mw = ((1.5 Ms + 16.1) / 1.5 ) 10.73...................................

(2.4)

II.1.2 Hiposenter dan Episenter


Hiposenter adalah titik lokasi terjadinya gempabumi. Lokasi hiposenter
dinyatakan dalam lintang, bujur dan kedalaman. Episenter adalah titik di
permukaan bumi yang merupakan refleksi tegak lurus dari hiposenter. Lokasi
episenter dibuat dalam sistem koordinat geografis yang dinyatakan dalam lintang
dan bujur.

II.2

GaMbar 2.1 Notasi Jarak


Noise
Noise merupakan getaran harmonik alami tanah yang terjadi secara terus

menerus disebabkan oleh getaran mikro di bawah permukaan tanah dan kegiatan
alam lainnya. Serta dapat juga diakibatkan oleh gangguan setempat seperti: lalu
lintas,industri atau getaran permukaan udara yang diteruskan ke permukaan tanah.
Noise biasanya dianggap sebagai gangguan pada sinyal gempabumi.
Namun, dalam studi sesmologi teknik, noise dianggap sebagai sinyal yang
berguna, karena terdapat beberapa informasi yang bisa didapatkan dari analisa
noise tersebut, seperti informasi struktur, kecepatan dan frekuensi resonansi
(frekuensi dominan) struktur lapisan sedimen teratas dari lapisan tanah yang
diselidiki.
II.3

Periode Dominan
Periode dominan tanah memiliki keterkaitan yang sangat dekat dengan

kedalaman lapisan sedimen lunak (Nakamura, 1989 dalam Martasari, 2013). Nilai
periode dominan berbanding lurus dengan ketebalan dari lapisan sedimen lunak di
tempat tersebut. Di sisi lain periode dominan juga memiliki keterkaian dengan
kerentanan suatu daerah terhadap gempabumi. Daerah yang berada pada leMbah
ata sesar akan memilik nilai periode dominan tinggi. Hal ini dikarenakan pada
leMbah terjadi perubahan kemiringan dari pegunungan ke dataran, sehingga
energi

pengangkut

terendapkan..

(air)

melemah

mengakibatkan

material

hasil

erosi

II.4

Metode HVSR
Metoda HVSR pertama kali diperkenalkan oleh Nogoshi dan Iragashi

yang menyatakan adanya hubungan antara perbandingan komponen horisontal


dan vertikal terhadap kurva elipsitas pada geloMbang Rayleigh yang kemudian
disempurnakan oleh Nakamura yang menyatakan bahwa perbandingan spektrum
H/V sebagai fungsi frekuensi berhubungan erat dengan fungsi site transfer untuk
geloMbang S.
Melalui analisis spectral metode HVSR pada Noise yang terekam pada
seismograph kita bisa mendapatkan nilai frekuensi dominan dan Amplifikasi
spektrum. Nilai periode dominan sangat dipengaruhi oleh nilai frekuensi dominan.
Dengan memepertiMbangkan deret waktu diskrit, maka akan dapat dihasilkan
oleh pengamatan serta perekaman oleh sensor maka terdapat banyak kondisi
ketika pengamatan terhadap suatu data rekaman sensor menunjukkan suatu
perilaku yang periodik yang cenderung merujuk pada satu nilai frekuensi yang
dinamakan sebagai frekuensi dominan (dominant frequency), dimana frekuensi ini
adalah yang meMbawa energi paling besar (maximum) di antara semua frekuensi
yang ditemukan pada spektrum. (Telgarsky, 2013).
II.5 Kecepatan GeloMbang S pada kedalaman 30 meter (Vs30)
Data kecepatan geloMbang S digunakan dalam perhitungan menggunakan
rumus Boore karena karena melalui geloMbang inilah respons dari jenis tanah
yang dilalui geloMbang seismik dianggap penting karena efeknya terhadap
kerusakan yang mungkin terjadi. (Handayani et al, 2009).
Pada penelitian yang dilakukan oleh tim dari Geoteknologi LIPI, data Vs
30 yang digunakan adalah dengan melakukan pendekatan berdasarkan peta
geologi permukaan dan hubungannya dengan kecepatan geloMbang S (shear).
Wills et al. (2000) memetakan Vs30 daerah California dengan mengkategorikan
Vs30 untuk suatu formasi berdasarkan umur dan sifat fisik formasi tertentu
dengan dipandu oleh hasil pengukuran lapangan kecepatan geloMbang S, Dalam
tulisannya, interpretasi karakteristik satuan-satuan formasi geologi dilakukan
dengan meMbandingkannya dengan satuan formasi geologi yang digunakan oleh
Wills et al. (2000).
II.6
Percepatan Tanah Maksimum
Setiap gempa yang terjadi akan meniMbulkan satu nilai percepatan tanah
pada suatu tempat (site). Nilai Percepatan tanah yang akan diperhitungkan pada

perencanaan bangunan adalah nilai percepatan tanah maksimum. Percepatan tanah


maksimum adalah nilai terbesar percepatan tanah pada suatu tempat akibat
getaran gempa bumi dalam periode waktu tertentu. Semakin besar nilai PGA yang
pernah terjadi disuatu tempat, semakin besar risiko gempabumi yang mungkin
terjadi. Nilai percepatan tanah yang akan diperhitungkan adalah nilai percepatan
tanah maksimum. Pengukuran percepatan tanah dengan cara empiris dapat
dilakukan dengan pendekatan dari beberapa rumus yang diturunkan dari
magnitude gempa atau dan data intensitas. Perumusan ini tidak selalu benar,
bahkan dari satu metode ke metode lainnya tidak selalu sama, namun cukup
meMberikan gaMbaran umum tentang percepatan tanah maksimum atau Peak
Ground Acceleration (PGA).
II.6.1 Persamaan Empiris Percepatan Tanah
Banyak penelitian tentang rumus empiris percepatan tanah maksimum
yang telah dilakukan selama ini. Namun sebagian besar didapatkan dari penelitian
di luar Indonesia. Input dari metode- metode empiris tersebut hanya Magnitudo,
kedalaman dan jarak hiposenter. Perumusan empiris percepatan tanah di Indonesia
pun berasal dari rumus luar Indonesia yang ada sebelumnya. Padahal di Indonesia
sudah terpasang banyak jaringan accelerograph yang tersebar di seluruh
wilayahnya.
Karena itu diperlukan penelitian lanjut tentang perumusan percepatan
tanah maksimum dengan menggunakan data PGA yang ada. Di sisi lain
perumusan empiris seharusnya tidak hanya bergantung pada parameter suMber
(magnitude, kedalaman, dan jarak) tetapi juga mempertiMbangkan kondisi local
(periode dominan dan Vs30).
Dalam penelitian ini perumusan empiris percepatan tanah dibagi menjadi 3
kelompok:
a. Rumus empiris tanpa mempertiMbangkan faktor periode dominan, yaitu :
rumus empiris Donovan (1973),rumus empiris McGuire (1977), McVerry
(1995), dan Takahashi (2000).
b. Rumus empiris dengan mempertiMbangkan faktor periode dominan,
yaitu : rumus empiris Kanai (1966) dan Tong Katayama (1988).
c. Rumus empiris dengan mempertiMbangkan faktor Vs30, yaitu : Boore
(1997)

Beberapa rumus empiris yang akan digunakan dalam menghitung PGA pada
penelitian ini antara lain :

Rumus McVerry (1995)


Model ini diterapkan di wilayah New Zealand, dengan bentuk persamaan

sebagai berikut :
Log a = -1.434 + 0.209 Mw 0.00297 R + 0.449 log R ................................ (2.5)
Dimana :
a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)
Mw : Magnitude moment
R : jarak hiposenter (km)

Rumus Donovan (1973)


a = 1080 (exp 0.5M) / (r + 25)1.32 .................................. (2.6)
Dimana:
a : percepatan
M : magnitude
r : jarak hiposenter (km)

Rumus McGuire (1977)


Rumus ini diterapkan di wilayah California Selatan, dengan bentuk
persamaan sebagai berikut :
a=

....................................................................................... (2.7)

Dimana:
a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)
Ms : Magnitude surface
R : Jarak hiposenter (km)

Rumus Takahashi (2000)


Model Persamaan percepatan tanah Takahashi 2000:
Log10[y] = aM- bx log10( x + c10dM ) + e( h hc )_h + S .
(2.8)
Dimana y dalam cm/s2, a = 0.446, b = 0.00350, c = 0.012, d = 0.446, e = 0.00665,
S =0.941, hc = 20 km. h adalah kedalaman gempabumi dalam kilometer. x adalah
jarakstasiun terhadap episenter gempabumi.

h = 1 untuk h hc dan h = 0

untuk h < hc.

Rumus Kanai (1966)


Rumus ini diterapkan di California dan Jepang, dengan bentuk persamaan
sebagai berikut :

a = 5/(To)0.5 * 100.61Ms-(1.66+3.60/R)log R + (0.167-1.83/R).. (2.9)


Dimana :
a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)
T0 : nilai periode pre-dominan tanah (sekon)
Ms : Magnitude surface
R : jarak hiposenter (km)

Rumus Tong Katayama (1988)


Rumus ini diterapkan di Kanto, Jepang, dengan bentuk persamaan sebagai
berikut :
Log a = 0.509M 2.32log( +10)+0.039T+2.33

(2.10)
Dimana :
a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)
M : Magnitudo gempabumi
: jarak episenter (km)
T : nilai periode dominan

Rumus Boore (1997)


Rumus atenuasi Boore 1997 ( Douglas, 2001) diperoleh dari daerah

penelitian di Amerika Utara. Daerah tersebut memiliki kondisi berupa zona


subduksi dengan adanya segmen sesar geser (strike-slip fault) . Persamaannya
adalah sebagai berikut:
Log Y= b1+b2(Mw-6)+b3(Mw-6)2+b4 r+ b5log r+bv (Log Vs30-LogVA)
(2.11)
Dimana:
Y = percepatan tanah horisontal (g)
b1 = -0,105
b2 = 0,229
b3 = 0
b4 = 0
b5 = -0,778
bv = -0,371
H = 5,57
VA = 1400 m/s (konstanta kecepatan)
rjb = jarak episenter (km)

r=

Mw = magnitudo momen
Vs30 = kecepatan geloMbang geser pada kedalaman 30 meter (m/s)
II.7 Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap


variable terikat serta memprediksi nilai variable terikat dengan menggunakan
variable bebas. Dalam analisis regresi variable bebas berfungsi untuk
menerangkan (explanatory), sedangkan variable tergantung berfungsi sebagai
yang diterangkan (the explained).
Pada dasarnya regresi linier merupakan masalah inverse ( Grandis H, 2009).
Karena hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah linier, maka
disebut sebagai inverse linier. Permasalahan inverse secara umum dapat
diformulasikan dengan melibatkan variabel atau parameter yang ada untuk
dinyatakan sebagai notasi vektor atau matrix yang mempresentasikan variabel
dengan banyak komponen atau elemen.
Jika data (d) dan model (m) masing-masing dinyatakan oleh vektor:
d = [d1,d2,d3,,dN] T .................................................................

(2.12)

m = [m1,m2,m3,,mM] T ...........................................................

(2.13)

Maka secara umum hubungan antara data dan model :


G(m) = d .......................................................................................

(2.14)

Dimana G merupakan fungsi umum pemodelan ke depan (forward


modeling) yang memetakan model menjadi besaran dalam domaindata. Dengan
kata lain, fungsi g memungkinkan kita memprediksi data suatu model m.
Secara eksplisit setiap komponen pada persamaan (2.12) dapat ditulis:

...............................................................

(2.15)

Dimana Gi menyatakan fungsi prediksi data elemen ke-i hasil perhitungan fungsi
pemodelan kedepan g sebagai fungsi model m. Fungsi g1 pada dasarnya adalah
fungsi yang sama untuk semua i=1,2,3,N. Perbedaannya, fungsi tersebut
dihitung untuk variabel bebas tertentu sehingga berasosiasi dengan komponen
data tertentu.
1. Dalam metode inverse linier, kita akan mencari model parameter dari data yang
kita dapatkan. Untuk menghubungkan data dengan model parameter adalah
dengan menjadikan persamaan matrix menjadi lebih sederhana :

Gm=d
Dinyatakan dalam matrix menjadi :
..................................................................

(2.16)

Dimana G adalah matrix kernel atau matrix (N x M). kelinieraan pada dasarnya
untuk menunjukkan bahwa ada hubungan linier antara operasi dengan model
parameter m.
2. Langkah berikutnya adalah dengan menjadikan persamaan sebagai berikut ,
dimana masing-masing ruas dikali GT
GT G m = GT d ................................................................................

(2.17)

Dimana: T adalah tranpose matrix G


Apabila sebelumnya matrix G merupakan matrix (N x M) maka menjadi matrix
(MxN)
3. Masing masing dari ruas dikalikan dengan [GTG]-1 sehingga tidak merubah
nilai.
4. Sehingga persamaan menjadi :
[GTG]-1 GTG m = [GTG]-1 GT d ....................................................

(2.18)

Ingat bahwa dalam matrix, nilai inverse matrix jika dikalikan dengan matrix
sebelum di-inverse bernilai 1. Sehingga :
[GTG]-1 GTG = ...................................................................................

(2.19)

5. Maka persamaa untuk mendapatkan model parameter menjadi :


m = [GTG]-1 GT d ...........................................................................

III.
III.1
1.

(2.20)

PENGOLAHAN DATA
DATA
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa data sebagai berikut:
Data Noise sensor seismograph yang didownload dari situs webdc BMKG
pada tanggal 2 DeseMber 2011 dengan rincian sensor adalah:
Sensor Gresik (GRJI), koordinat 6.92 LS dan 112.48 BT
Sensor Gumukmas (GMJI), koordinat 8.27 LS dan 113.44 BT
Sensor Karangkates (KRK), koordinat 8.15 LS dan 112.45 BT
Sensor Pacitan (PCJI), koordinat 8.19 LS dan 111.18 BT
Sensor Pagerwojo (PWJI), koordinat 8.22 LS dan 111.8 BT

Sensor Sawahan (SWJI), koordinat 7.74 LS dan 111.77 BT


Sensor Banyuwangi (BYJI), koordinat 8.21 LS dan 114.36 BT
2.

(download noise per tanggal 2 Januari 2012 karena data rusak)


Data hasil peMbacaan accelerograph pada sensor BYJI, GRJI, GMJI, KRK,
PCJI, PWJI, dan SWJI wilayah Jawa Timur diperoleh dari data BMKG
dengan periode 2008- 2011. Jumlah data observasi adalah 245 peMbacaan

3.

dengan jumlah gempa 62 event di sekitar Jawa Timur.


Data parameter gempabumi seperti magnitude, origine time, dan kedalaman
didapatkan dari situs USGS dengan batas koordinat 6 LS 9 LS dan 110
BT- 117 BT pada periode 2008- 2011. Dengan magnitude 4.5 Mb dan

4.

kedalaman 150 km.


Data Vs30 daerah tiap- tiap sensor didapatkan dari Global Vs30 Map Server
USGS.

GaMbar 3.1 Peta Distribusi Epicenter Jawa Timur dan sekitarnya periode
2008- 2011 (USGS)
III.2

METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan- tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Data MiniSeed yang didownload dari webdc diolah menggunakan software


geopsy dengan metode Horizontal to Vertical Rasio Spectra (HVSR).
Sehingga didapatkan nilai frekuensi dominan yang bisa dikonversi menjadi
periode dominan. Periode dominan masing- masing stasiun diaMbil rata- rata

2.

dari tiap jamnya.


Mencari nilai Vs30 yang sesuai dengan koordinat sensor dari data USGS.

3.

Menentukan persamaan empiris percepatan tanah daerah Jawa Timur


menggunakan metode inversi dengan input Magnitudo, jarak Hiposenter,

kedalaman , periode dominan, dan atau Vs30.


4. Membandingkan hasil perhitungan dari persamaan empiris yang didapatkan
dengan data observasi accelerograph yang ada. Dan dibandingkan juga
dengan perhitungan persamaan empiris lain yang ada pada penelitian lain.
III.2.1 Menghitung Nilai Periode Dominan
Data yang telah di download dalam format *.MSD dibuka menggunakan
software GEOPSY. Input MiniSeed tersebut memiliki banyak window yang terdiri
dari sinyal tremor dan event (transient). Untuk itu perlu dipilih terlebih dahulu
window yang ada agar sinyal event tidak ikut diolah. Langkah yang digunakan
untuk mendeteksi transient ini dilakukan berdasarkan perbandingan STA dan LTA.
STA (Short Term Average) merupakan nilai rata-rata amplitudo jangka pendek
(0,5-2 s). LTA (Long Term Average) merupakan nilai rata-rata amplitude jangka
panjang (>10 s). Sinyal dapat dikategorikan sebagai event apabila perbandingan
STA/LTA melebihi aMbang batas yang sudah ditentukan (antara 3 dan 5).
Kemudian untuk masing-masing window dikenai transformasi fourier
sehingga didapatkan data spektrum komponen vertikal (U-D), horisontal Hx (EW) dan horisontal Hy (N-S). Data komponen horisontal (Hx dan Hy) digabungkan
dengan menghitung rata-rata dari modulus spektrum masing-masing komponen
dengan akar rata-rata kuadrat, sehingga diperoleh komponen H.
Data komponen horisontal dibagi komponen vertikal dalam domain
frekuensi sehingga didapatlah nilai H/V untuk masing-masing window. Kemudian
merata-ratakan nilai H/V pada masing-masing window untuk semua window
sehingga diperoleh kurva average H/V. Pada kurva ini didapat nilai average H/V
dan nilai frekuensi resonan (f), dimana nilai H/V adalah nilai amplifikasi seperti
yang terlihat pada GaMbar 3.2.

GaMbar 3.2 Spektrum H/V untuk mendapatkan frekuensi dominan


Nilai frekuensi resonan kemudian diubah menjadi periode dominan tanah
dengan persamaan f=1/T
III.2.2 Mencari Nilai Vs30
Dari Vs30 yang telah diunduh dari situs USGS dalam bentuk txt dibuka
menggunakan software surfer 11 untuk digrid. Data yang telah digrid ini
kemudian dicocokkan dengan data lintang bujur pada titik- titik sensor. Setelah
dicocokkan, maka didapat nilai Vs30 untuk setiap lokasi sensor.
III.2.3 Menentukan Persamaan Empiris Percepatan Tanah
Pemilihan data gempabumi dari USGS yang sesuai dengan data PGA
observasi tahun 2008- 2011. Termasuk parameter- parameter yang akan
digunakan sebagai input seperti Magnitude, Kedalaman, Koordinat Epicenter

dan stasiun, Periode dominan, dan Vs30.


Menghitung jarak Episenter dengan rumus segitiga bola :
R=
Dimana :
Xs = r * Cos s*Cos s
Ys = r * Cos s*Sin s
Zs = r * Sin s
Zh = (r h) * Sin h
Xh = (r h) * Cos h*Cos h

.. (3.1)

Yh = (r h ) * Cos h*Sin h
s = lintang stasiun
h = lintang episenter
s = bujur stasiun
h = bujur episenter
r = jari-jari bumi (= 6371 Km)
Kemudian jarak hypocenter bisa dihitung dengan rumus phytagoras:
D=

(3.2)

Dimana:
D = Jarak Hiposenter
R = Jarak Epicenter
h = kedalaman (km)
Menghitung input- input yang digunakan dalam perumusan persamaan
percepatan tanah secara empiris seperti log (PGA), log (R), dan log (Vs30).
Serta lakukan konversi magnitude jika dalam persamaan yang digunakan

bukan magnitude body (mb).


Melakukan inversi linear dari matriks variable dan data PGA observasi,
sehingga didapatkan konstanta baru yang akurat.

Nilai a, b, dan c merupakan konstanta yang dicari untuk mendapatkan

persamaan umum dengan bentuk


a log (R) + bM + cTo = log PGA ..
(3.3)
Setelah mendapatkan persamaan empiris baru, hasil perhitungan rumus
empiris tersebut dibandingkan dengan data observasi PGA dan

hasil

perhitungan rumus empiris lainya. Rumus empiris tersebut juga dibandingkan


dengan rumus empiris Jawa Timur yang sudah ada sebelumnya dan dilihat
mana yang lebih tepat melalui grafik.

MULAI

PENGUMPULAN DATA

DATA NOISE (webdc


BMKG)

GEOPSY

KURVA HVSR

FREKUENSI
DOMINAN (fo

PERIODE
DOMINAN (To)

MULAI

MULAI

DATA
GEMPABUMI
DARI USGS
(2008- 2011)

DATA PGA HASIL OBSERVASI


SENSOR BYJI, GMJI, GMJI,
KRK, PCJI, PWJI, DAN SWJI
(2008- 2011)

PENGELOMPOKAN DATA
PGA DENGAN
PARAMETER GEMPABUMI
DARI USGS

DATA PGA YANG SUDAH


DILENGKAPI DENGAN
PARAMETER GEMPABUMI

PERIODE
DOMINAN

MENGHITUNG JARAK
HIPOSENTER

MENGHITUNG LOG (PGA), LOG


(R), To, Vs30, DAN KONVERSI
MAGNITUDE

LOG (PGA), LOG (R), To,


Vs30, DAN MAGNITUDE
TERKONVERSI

REGRESI LINIER DENGAN METODE


INVERSI UNTUK MENDAPATKAN
KONSTANTA a,b, dan c

RUMUS EMPIRIS
PERCEPATAN TANAH
JAWA TIMUR

VS30

RUMUS EMPIRIS
PERCEPATAN TANAH
JAWA TIMUR

RUMUS EMPIRIS
LAIN YANG
SUDAH
DISESUAIKAN

MENGHITUNG NILAI PGA SECARA


EMPIRIS DARI SETIAP RUMUS

NILAI PGA TIAPTIAP RUMUS

PGA HASIL
OBSERVASI

MEMBUAT GRAFIK PERBANDINGAN


ANTARA PGA OBSERVASI, PGA HASIL
RUMUS BARU DAN RUMUS EMPIRIS LAIN

GRAFIK PERBANDINGAN ANTARA


PGA OBSERVASI, PGA HASIL
RUMUS BARU DAN RUMUS
EMPIRIS LAIN

SELESAI

Gambar 3.3 Diagram Alir Perumusan Empiris Percepatan Tanah

Anda mungkin juga menyukai