I.
PENDAHULUAN
Percepatan tanah maksimum (PGA) merupakan salah satu parameter
yang dianggap paling tepat untuk menggaMbarkan tingkat kerusakan tanah akibat
gempabumi.
Jika nilai PGA dari suatu wilayah diketahui, maka kita bisa
memperkitakan daerah mana saja yang mengalami tingkat kerusakan tertinggi saat
terjadi gempabumi.
Alat untuk mengukur nilai percepatan tanah adalah accelerograph. Di
Indonesia terdapat 231 sensor accelerograph yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia, termasuk Jawa Timur. Menurut USGS tercatat 524 event gempabumi
pernah terjadi di wilayah Jawa Timur pada periode 1960- 2015. Di sisi lain Jawa
Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 37.476.757 jiwa (Badan Pusat
Statistik,2010). Hal ini meMbuat Jawa Timur menjadi daerah padat penduduk
yang sangat riskan terhadap resiko gempabumi.
Untuk itu penulis bertujuan untuk mencari persamaan empiris percepatan
tanah baru yang sesuai dengan data observasi dari accelerograph. Sehingga
pemodelan tingkat kerusakan tanah akibat gempabumi bisa lebih akurat. Selama
ini para peneliti hanya menentukan perumusan percepatan tanah dengan input
magnitude dan jarak hiposenter seperti McVerry (1995), McGuire (1974),
Takahashi (2000), Donovan (1972) dll. Oleh karena itu, diperlukan rumus empiris
yang mempertiMbangkan periode dominan maupun Vs30 yang berkaitan dengan
local site daerah penelitian seperti Kanai (1966), Tong ang Katayama (1988), dan
Boore (1997). Kemudian nilai percepatan yang didapatkan dari rumus atenuasi
baru tersebut dibandingkan dengan rumus atenuasi yang sudah ada untuk daerah
Jawa Timur.
Pada penelitian ini penulis meMbatasi analisa pada 7 sensor
accelerograph dan seismic aktif di Jawa Timur, yaitu sensor Banyuwangi (BYJI),
Gresik (GRJI), Gumukmas (GMJI), Karangkates (KRK), Pacitan (PCJI),
Pagerwojo (PWJI), dan
dibatasi dengan menganggap suMber gempa berupa point source. Dan nilai
periode dominan serta Vs30 di wilayah Jawa Timur adalah sama untuk daerah di
sekitar sensor. Data gempabumi diperoleh dari NEIC USGS dan data PGA
didapatkan dari BMKG dengan periode tahun 2008- 2011 dengan Mb
dan h
150 km. Wilayah penelitian berada pada koordinat 5.5 LS 9 LS dan 110
BT 114.5 BT.
II.
II.1
LANDASAN TEORI
Parameter Gempabumi
Menurut Hunt (2004) gempabumi merupakan getaran dalam bumi yang
terjadi akibat pelepasan energi yang terkumpul secara tiba-tiba pada batuan yang
mengalami deformasi. Goncangan yang terjadi dapat dirasakan hingga mampu
mengakibatkan kerusakan bangunan diatasnya dan dapat juga tidak dirasakan
sama sekali di permukaan. Parameter parameter gempabumi antara lain
magnitude, kedalaman, episenter, waktu kejadian atau origin time (Matthew A.
dalessio, 2006).
II.1.1 Magnitudo
Menurut Richter (1935) magnitudo adalah ukuran instrumental kekuatan
gempabumi yang menunjukan besar energi yang dikeluarkan oleh suatu
gempabumi. Ada beberapa tipe magnitude yang dikeMbangkan oleh para ahli
seperti magnitudo geloMbang badan (Mb), magnitude geloMbang permukaan
(Ms), magnitudo durasi (Md), magnitudo local (Ml), magnitudo momen (Mw),
dan lain sebagainya. Masing masing tipe magnitudo memiliki rumusan atau
persamaan masing masing. Secara umum skala magnitudo dapat dinyatakan
sebagai berikut:
M= log (A/T)max + (,h) + Cr + Cs ......................................................... (2.1)
Dimana :
A : Amplitudo / Ground Displacement dari fase geloMbang seismik yang diamati
T : Periode fase geloMbang seismik
: Koreksi jarak episenter () dan kedalaman (h)
Cr : Koreksi daerah suMber
Cs : Koreksi lokasi stasiun
Ms = 1.59 Mb 3.97............................................................................
(2.2)
(2.3)
Oleh karena hubungan antara momen seismik dengan magnitude momen adalah
seperti yang telah dijabarkan pada rumus di atas, maka dapat diturunkan
hubungan antara magnitude momen (Mw) dengan magnitude permukaan (Ms)
adalah :
Mw = ((1.5 Ms + 16.1) / 1.5 ) 10.73...................................
(2.4)
II.2
menerus disebabkan oleh getaran mikro di bawah permukaan tanah dan kegiatan
alam lainnya. Serta dapat juga diakibatkan oleh gangguan setempat seperti: lalu
lintas,industri atau getaran permukaan udara yang diteruskan ke permukaan tanah.
Noise biasanya dianggap sebagai gangguan pada sinyal gempabumi.
Namun, dalam studi sesmologi teknik, noise dianggap sebagai sinyal yang
berguna, karena terdapat beberapa informasi yang bisa didapatkan dari analisa
noise tersebut, seperti informasi struktur, kecepatan dan frekuensi resonansi
(frekuensi dominan) struktur lapisan sedimen teratas dari lapisan tanah yang
diselidiki.
II.3
Periode Dominan
Periode dominan tanah memiliki keterkaitan yang sangat dekat dengan
kedalaman lapisan sedimen lunak (Nakamura, 1989 dalam Martasari, 2013). Nilai
periode dominan berbanding lurus dengan ketebalan dari lapisan sedimen lunak di
tempat tersebut. Di sisi lain periode dominan juga memiliki keterkaian dengan
kerentanan suatu daerah terhadap gempabumi. Daerah yang berada pada leMbah
ata sesar akan memilik nilai periode dominan tinggi. Hal ini dikarenakan pada
leMbah terjadi perubahan kemiringan dari pegunungan ke dataran, sehingga
energi
pengangkut
terendapkan..
(air)
melemah
mengakibatkan
material
hasil
erosi
II.4
Metode HVSR
Metoda HVSR pertama kali diperkenalkan oleh Nogoshi dan Iragashi
Beberapa rumus empiris yang akan digunakan dalam menghitung PGA pada
penelitian ini antara lain :
sebagai berikut :
Log a = -1.434 + 0.209 Mw 0.00297 R + 0.449 log R ................................ (2.5)
Dimana :
a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)
Mw : Magnitude moment
R : jarak hiposenter (km)
....................................................................................... (2.7)
Dimana:
a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)
Ms : Magnitude surface
R : Jarak hiposenter (km)
h = 1 untuk h hc dan h = 0
(2.10)
Dimana :
a : nilai percepatan tanah maksimum (gals)
M : Magnitudo gempabumi
: jarak episenter (km)
T : nilai periode dominan
r=
Mw = magnitudo momen
Vs30 = kecepatan geloMbang geser pada kedalaman 30 meter (m/s)
II.7 Analisis Regresi
(2.12)
m = [m1,m2,m3,,mM] T ...........................................................
(2.13)
(2.14)
...............................................................
(2.15)
Dimana Gi menyatakan fungsi prediksi data elemen ke-i hasil perhitungan fungsi
pemodelan kedepan g sebagai fungsi model m. Fungsi g1 pada dasarnya adalah
fungsi yang sama untuk semua i=1,2,3,N. Perbedaannya, fungsi tersebut
dihitung untuk variabel bebas tertentu sehingga berasosiasi dengan komponen
data tertentu.
1. Dalam metode inverse linier, kita akan mencari model parameter dari data yang
kita dapatkan. Untuk menghubungkan data dengan model parameter adalah
dengan menjadikan persamaan matrix menjadi lebih sederhana :
Gm=d
Dinyatakan dalam matrix menjadi :
..................................................................
(2.16)
Dimana G adalah matrix kernel atau matrix (N x M). kelinieraan pada dasarnya
untuk menunjukkan bahwa ada hubungan linier antara operasi dengan model
parameter m.
2. Langkah berikutnya adalah dengan menjadikan persamaan sebagai berikut ,
dimana masing-masing ruas dikali GT
GT G m = GT d ................................................................................
(2.17)
(2.18)
Ingat bahwa dalam matrix, nilai inverse matrix jika dikalikan dengan matrix
sebelum di-inverse bernilai 1. Sehingga :
[GTG]-1 GTG = ...................................................................................
(2.19)
III.
III.1
1.
(2.20)
PENGOLAHAN DATA
DATA
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa data sebagai berikut:
Data Noise sensor seismograph yang didownload dari situs webdc BMKG
pada tanggal 2 DeseMber 2011 dengan rincian sensor adalah:
Sensor Gresik (GRJI), koordinat 6.92 LS dan 112.48 BT
Sensor Gumukmas (GMJI), koordinat 8.27 LS dan 113.44 BT
Sensor Karangkates (KRK), koordinat 8.15 LS dan 112.45 BT
Sensor Pacitan (PCJI), koordinat 8.19 LS dan 111.18 BT
Sensor Pagerwojo (PWJI), koordinat 8.22 LS dan 111.8 BT
3.
4.
GaMbar 3.1 Peta Distribusi Epicenter Jawa Timur dan sekitarnya periode
2008- 2011 (USGS)
III.2
METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan- tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
.. (3.1)
Yh = (r h ) * Cos h*Sin h
s = lintang stasiun
h = lintang episenter
s = bujur stasiun
h = bujur episenter
r = jari-jari bumi (= 6371 Km)
Kemudian jarak hypocenter bisa dihitung dengan rumus phytagoras:
D=
(3.2)
Dimana:
D = Jarak Hiposenter
R = Jarak Epicenter
h = kedalaman (km)
Menghitung input- input yang digunakan dalam perumusan persamaan
percepatan tanah secara empiris seperti log (PGA), log (R), dan log (Vs30).
Serta lakukan konversi magnitude jika dalam persamaan yang digunakan
hasil
MULAI
PENGUMPULAN DATA
GEOPSY
KURVA HVSR
FREKUENSI
DOMINAN (fo
PERIODE
DOMINAN (To)
MULAI
MULAI
DATA
GEMPABUMI
DARI USGS
(2008- 2011)
PENGELOMPOKAN DATA
PGA DENGAN
PARAMETER GEMPABUMI
DARI USGS
PERIODE
DOMINAN
MENGHITUNG JARAK
HIPOSENTER
RUMUS EMPIRIS
PERCEPATAN TANAH
JAWA TIMUR
VS30
RUMUS EMPIRIS
PERCEPATAN TANAH
JAWA TIMUR
RUMUS EMPIRIS
LAIN YANG
SUDAH
DISESUAIKAN
PGA HASIL
OBSERVASI
SELESAI