Patofisiologi Fraktur Orofasial - Enokinasih
Patofisiologi Fraktur Orofasial - Enokinasih
fraktur.
Sutura
zygomaticofrontalis,
zygomaticotemporalis,
disebut
fraktur
kominusi.
Gigi-gigi
bisa
merugikan
sekaligus
bisa
menguntungkan pada fraktur orofasial. Pada satu sisi, keberadaan gigi-gigi mungkin
memudahkan terjadinya fraktur, sedangkan di sisi lain oklusi gigi-geligi dapat dipakai
sebagai pedoman untuk reduksi fragmen, da gigi- gigi bisa digunakan untuk fiksasi
maksilomandibular. Sebelum gigi-gigi permanen bererupsi pada anak-anak, corpus
mandibular hampir seluruhnya terisi dengan gigi, sehingga hanya sedikit bagian
tulang yang bisa digunakan untuk menahan tekanan eksternal. Meskipun demikian,
anak-anak muda usia sangat rentan terhadap fraktur mandibular di daerah subkondilar.
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan (umur 16-18 tahun), setiap trauma
yang cukup besar pada daerah anterior angulus mandibular sering mengakibatkan
terjadinya fraktur pada daerah molar ketiga bawah yang sedang berkembang, karena
memang merupakan daerah yang lemah (pertemuan antara ramus yang tipis dengan
corpus yang tebal). Dengan tanggalnya gigi dan resorbsi prosesus alveolaris, basis
mandibular yang tidak bergigi akan menjadi rentan terhadap fraktur, terutama pada
pertemuan antara ramus atau corpus mandibular dan pada daerah foramen mentale.
Pergeseran Elemen Fraktur
Apabila terjadi suatu tekanan yang cukup besar maka akan mengakibatkan
tulang menjadi fraktur, biasanya pada daerah yang secara anatomis ralatif lemah.
Akibat langsungnya adalah hilangnya kekontinuan memudahkan perpindahan
frakmen-frakmen sebagai akibat tekanan yang diterima atau aksi ketidakseimbangan
muscular atau keduanya. Perpindahan tulang pada fraktur bagian tengah wajah yang
meliputi kompleks zygomaticomaxillaris, pada banyak kasusdisebabkan karena arah
gaya fraktur dan orientasi spasial dari garis fraktur. Tarikan otot ikut berperan
walaupun kecil. Pada mandibula, pergeseran frakmen kebanyakan disebabkan karena
tarikan otot yang tidak seimbang. Derajat pergeseran berhubungan dengan orientasi
garis
fraktur,
baik
menahan
atau
mendukung
pergeseran
frakmen
yaitu
neurapraksia;
sifatnya
ringan
tetapi
mengakibatkan
mati
rasa;
tinggi ini, sehingga menjadi peluru sekunder. Apabila hal ini terjadi, maka kerusakan
jaringan lunak akan sangat besar. Pengreman mendadak dan senjata yang berat
mengakibatkan kerusakan tulang yang bersifat remuk dengan pergeseran yang luas
dan kominusi (terbentuknya frakmen kecil-kecil). Trauma jenis ini pada awalnya
sering mengherankan, mengakibatkan cedera jaringan lunak yang anehnya telihat
ringan, tetapi biasanya selalu diikuti dengan suatu edema yang hebat.
Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur yang memuaskan tergantung pada reduksi (pengaturan
kembali frakmen-frakmen) yang adekuat, dan imobilisasi. Apabila frakmen fraktur
distabilisasi pada posisi yang benar, penyembuhan akan diawali dengan hematom.
Hematom ditandai dengan proliferasi pembuluh darah, misalnya pada tahap vascular.
Kemudian aktivitas fibroblas akan menyebabkan terbentuknya kalus primer dari
tulang muda. Akhirnya kalus sekunder dari tulang yang sudah matang berkembang,
dan menunjang penyatuan kembali frakmen-frakmen secara mekanis. Pada fraktur
orofasial, pembentukan kalus sekunder tersebut terjadi pada minggu kelima atau
keenam pasca fraktur. Penyembuhan berlangsung lebih cepat pada anak-anak
dibanding orang tua dan orang yang mengalami kelainan tertentu (medically
compromised). Kalus sekunder bisa terlihat pada foto rontgen dari tulang panjang dan
merupakan indicator yang nyata tentang adanya proses penyembuhan. Walaupun
suatu kalus yang dapat teraba terbentuk pada beberapa daerah fraktur mandibular,
pada fraktur orofasial tidak selalu terlihat baik secara klinis maupun radiografis.
Remodeling akan terpacu apabila tulang yang fraktur mandibular dipergunakan untuk
berfungsi. Ketidak-teraturan tulang yang disebabkan karena pembentukan kalus dan
tidak akuratnya reduksi, bisa berkurang dengan adanya aktivitas osteoblast dan
osteoklas.
Komplikasi pada Penyembuhan Fraktur
Apabila reduksi dan imobilisasi kurang baik, terganggu oleh infeksi, atau
terjadi defisiensi sistemik, bisa terjadi keadaan tidak sambung (nonunion) pada bagian
yang fraktur. Malunion (salah sambung) merupakan akibat dari reduksi atau
imobilisasi yang tidak baik, atau fraktur yang belum benar-benar sembuh.
Penyambungan tertunda (delayed union) desebabkan oleh karena infeksi, pergerakan
selama proses pembentukan kalus, mobilisasi yang terlalu awal atau defisiensi
sistemik. Walaupun istilah delayed seakan- akan menunjukan bahwa terjadi union,
tetapi belum tentu akan terjadi union, dan bisa juga terjadi nonunion.