Anda di halaman 1dari 128

kata

pengantar

eksplorasi karst
klapanunggal
klapanunggal

take nothing but picture


kill nothing but time
leave nothing but footprint

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

lam memberikan banyak sekali manfaat kepada manusia, salah


satunya ilmu pengetahuan. Keanekaragaman yang ada di alam
dapat dipelajari untuk mendapatkan potensi yang tersimpan di
dalam alam itu sendiri. Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam
(PMPA) PALAWA UNIVERSITAS PADJADJARAN (PALAWA UNPAD)
merupakan salah satu organisasi yang menjadikan alam sebagai
media pengembangan.
PALAWA UNPAD telah berdiri sejak 24 Maret 1982 dan telah
menjalankan roda keorganisasiannya selama lebih dari 32 tahun.
Hal ini berkaitan dengan komitmen PALAWA UNPAD yang secara
konsisten menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan pada
Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang terdiri dari pendidikan dan
pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian
kepada masyarakat.
PALAWA UNPAD sangat memperhatikan kualitas dari para
anggotanya, baik dalam segi keahlian kepecintaalaman maupun
kemampuan berorganisasi yang merupakan kemampuan primer
seorang anggota. Peningkatan kualitas anggota dapat dicapai
dengan meningkatkan jenjang keanggotaan itu sendiri. Jenjang

Palawa Unpad

|1

keanggotaan tersebut adalah Anggota Muda (AM), Anggota Biasa


(AB) dan Anggota Luar Biasa (ALB).
Jenjang Anggota Muda diperoleh setelah anggota baru resmi
dilantik usai mengikuti Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatdas)
yang kemudian mendapatkan berbagai materi penunjang dalam
berkegiatan di PALAWA UNPAD dalam Masa Bimbingan (Mabim).
Jenjang keanggotaan berikutnya adalah Anggota Biasa.
Keanggotaan Anggota Biasa diperoleh dengan memenuhi
dan menyelesaikan syarat-syarat dalam kegiatan pengembaraan
yang diatur dalam Ketetapan Musyawarah Perhimpunan. Mengacu
kepada hal-hal tersebut, seluruh anggota tim pengembaraan
kawasan karst Klapanunggal, bermaksud mengubah jenjang
keanggotaan tim dari Anggota Muda menjadi Anggota Biasa
melalui salah satu operasional yang ada di PALAWA UNPAD yakni
telusur gua di mana tim menitikberatkan pada aspek penelitian
endokarst dan eksokarst.
Keberhasilan PALAWA UNPAD dalam melakukan ekspedisi
Indonesia Padjadjaran Gigantic River Cave Expedition di Laos
pada tahun 2011 telah memicu tim untuk mendalami operasional
telusur gua dan menjadikannya sebagai medan pengembaraan.
kawasan karst Maros (Sulawesi Selatan), Gombong Selatan
(Jawa Tengah), dan Gunung Kidul (Yogyakarta) telah menarik
banyak minat para penggiat telusur gua. Cukup banyaknya
informasi mengenai daerah tersebut membuat penggiat telusur
gua dapat lebih mudah mengakses lokasi. Akses lokasi tersebut
mempermudah kontak dengan dunia luar sehingga dapat tercipta
lingkungan konservasi yang baik.
Survei lokasi pengembaraan tim lakukan terlebih dahulu
untuk memastikan dan mengembangkan informasi yang telah tim
dapat sebelumnya. Survei yang tim lakukan tersebut menghasilkan

2 | Divisi Caving

informasi bahwa kawasan karst Klapanunggal termasuk ke dalam


daerah yang cukup terisolir. Aksesibilitas yang cukup sulit yang
harus ditempuh masyarakat sekitar untuk keluar dusun serta
masyarakat sekitar yang tinggal dalam keadaan yang sederhana
bahkan tanpa pasokan listrik PLN, meski secara administratif
kawasan ini berada sangat dekat dengan kota-kota besar.
Jika diperhatikan kawasan tersebut terlihat potensial. Dalam
artian sebagai kawasan karst, Klapanunggal berpotensi menjadi
sumber pendistribusian air bersih bagi daerah-daerah sekitarnya.
Belum lagi jika ditinjau dari segi ilmu pengetahuan, beberapa
mulut gua yang ada lengkap dengan biota dan abiotanya tentu
menarik untuk dikaji lebih lanjut khususnya oleh para penggiat
telusur gua.
Melihat posisi tim sebagai mahasiswa pecinta alam PALAWA
UNPAD, organisasi pecinta alam yang kini sedang giat terhadap
kegiatan yang berkaitan dengan telusur gua beserta isu kawasan
karstnya, tim optimis dapat memulai menggali informasi lebih
lanjut mengenai kawasan karst Klapanunggal, menggali informasi
mengenai keberadaan biota gua, dan menggali informasi mengenai
kelayakan kualitas air setempat.
Berdasarkan survei lokasi yang tim lakukan pada pertengahan
April lalu, didapatkan bahwa kawasan karst Klapanunggal ini
belum memiliki banyak data, baik mengenai endokarst maupun
eksokarstnya. Keadaan ini mendorong tim untuk melakukan
kegiatan yang dapat menghasilkan data baik mengenai endokarst
maupun eksokarstnya.
Pada tanggal 10-17 Juli 2014 tim telah melaksanakan
penelitian terhadap kawasan karst tersebut khususnya dalam
penelitian mengenai pengujian kualitas air dan pendataan
keberadaan biota gua sebagai bagian dari penelitian endokarst

Palawa Unpad

|3

dan pendataan aspek sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan gigi


masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan karst tersebut sebagai
bagian dari penelitian eksokarst.
Hasil pengolahan data dari kegiatan penelitian ini
disosialisasikan kepada masyarakat sebagai bagian dari kegiatan
pascapelaksanaan. Hasil yang disosialisasikan berupa informasi
mengenai daftar data-data biota gua, hasil kualitas air serta
informasi mengenai kesehatan gigi.
Melalui penelitian yang juga bagian dari kegiatan pengembaraan
tim ini diharapkan dapat menambah hazanah keilmuan khususnya
untuk PALAWA UNPAD beserta masyarakat sekitar kawasan karst
Klapanunggal.

1.2 Dasar Pemikiran


Dengan berakhirnya Masa Bimbingan Anggota Muda maka
untuk melanjutkan jenjang keanggotaan menjadi Anggota Biasa
PALAWA UNPAD dan mendapatkan Nomor Pokok PALAWA
(NPP) dibentuklah sebuah tim pengembaraan dengan medan
pengembaraan penelitian yang berkaitan dengan medan
operasional penelusuran gua, khususnya penelitian mengenai
endokarst dan eksokarst.
Dengan adanya laporan pengembaraan terdahulu mengenai
medan pengembaraan penelitian serta beberapa laporan
pengembaran medan operasional penelusuran gua dirasa
cukup untuk tim jadikan arahan dan acuan untuk melaksanakan
medan pengembaraan penelitian ini, ditambah lagi dengan
pengetahuan-pengetahuan mengenai penelitian, pendataan,
penelusuran dan pemetaan gua yang dimiliki PALAWA UNPAD
untuk mengembangkan tujuan tim.
Pengembaraan dilakukan di kawasan karst Klapanunggal,

4 | Divisi Caving

Dusun Cibuntu, Desa Leuwi Karet, Kecamatan Klapanunggal,


Kabupaten Bogor. Mengetahui bahwa sedikitnya data yang ada
pada kawasan karst tersebut maka untuk menggali potensi dan
menambah data-data gua kawasan karst tersebut tim memilih
kawasan karst Klapanunggal untuk melaksanakan medan
pengembaraan penelitian. Dalam pengembaraan ini tim melakukan
penelusuran dan pemetaan gua serta meneliti mengenai pengujian
kualitas air dan pendataan keberadaan biota gua sebagai bagian
dari penelitian endokarst dan pendataan aspek sosial, ekonomi,
budaya setempat sebagai bagian dari penelitian eksokarst serta
kesehatan gigi masyarakat sebagai bentuk pengabdian pada
masyarakat setempat.
Melalui medan pengembaraan ini diharapkan dapat menambah
pustaka mengenai data-data penelitian yang berkaitan dengan
medan operasional penelusuran gua, khususnya bagi kepentingan
PALAWA UNPAD sendiri beserta masyarakat sekitar kawasan karst
Klapanunggal dan umumnya bagi masyarakat luas.
Atas dasar pemikiran di atas maka dibentuklah sebuah tim
pengembaraan dengan medan pengembaraan penelitian yang
berkaitan dengan medan operasional penelusuran gua dengan
beranggotakan seperti yang tercantum pada lampiran 1 dan
beserta pembimbing yang tercantum pada lampiran 2.
Kegiatan pengembaraanterdiri dari penelusuran dan pemetaan
gua serta penelitian. Penelitian yang tim lakukan terdiri dari
penelitian mengenai pengujian kualitas air, pendataan keberadaan
biota gua dan pendataan aspek sosial, ekonomi, budaya dan
kesehatan gigi masyarakat di kawasan karst Klapanunggal, Dusun
Cibuntu, Desa Leuwi Karet, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten
Bogor.

Palawa Unpad

|5

1.3 Dasar Pelaksanaan


1. Anggaran Dasar PMPA PALAWA UNPAD BAB IV, Pasal
9 tentang keanggotaan yang menerangkan bahwa anggota
perhimpunan ini terdiri dari Anggota Muda, Anggota Biasa,
Anggota Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan,
2. Anggaran Rumah Tangga PMPA PALAWA UNPAD BAB I,
Pasal 3 Ayat 1 tentang Anggota Biasa yang menerangkan bahwa
Anggota Biasa adalah anggota yang telah dilantik oleh Dewan
Pengurus dan mendapat Nomor Pokok PALAWA setelah memenuhi
persyaratan yang diatur oleh Ketetapan Muper PALAWA UNPAD.
3. Ketetapan Musyawarah Perhimpunan No.03.02/MUPER/
PLW/XXVIII/ XII/13 tentang Perubahan Pengembaraan Anggota
Muda.
4. Pembukaan Anggaran Dasar untuk melaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian
Masyarakat).

1.4 Maksud dan Tujuan


1.4.1 Maksud
1. Melakukan kegiatan pengembaraan penelitian di kawasan
karst Klapanunggal sesuai persyaratan pengembaraan dalam
Ketetapan Musyawarah Perhimpunan dengan mengambil
beberapa aspek mengenai pengujian kualitas air, pendataan
keberadaan biota guadan pendataan aspek sosial, ekonomi, budaya
dan kesehatan gigi masyarakat di kawasan Karst Klapanunggal.
2. Mempraktikkan materi-materi yang telah didapat
seperti manajemen perjalanan dan materi telusur gua yang
sudahdidapatkan dari Diklatdas XXVII dan Mabim.
3. Mendokumentasikan hasil kegiatan agar dapat menambah

6 | Divisi Caving

data PALAWA UNPAD dalam bentuk laporan kegiatan pengembaraan


penelitian khususnya dalam kajian hidrologi, biospeleologi dan
etnografi kawasan karst.

1.4.2 Tujuan

1. Mendapatkan NPP, sehingga mengubah jenjang keanggotaan


dari Anggota Muda menjadi Anggota Biasa serta pengamalan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
2. Memanfaatkan dan mengembangkan ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan manajemen perjalanan dan penelusuran gua
yang telah didapat selama menjadi anggota PALAWA UNPAD.
3. Dokumentasi data hasil pengembaraan penelitian
mengenai penelusuran dan pemetaan serta penelitian eksokarst
dan endokarst kawasan karst tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
sumber informasi baru dan manfaat lainnya untuk keperluan
perhimpunan ataupun luar perhimpunan.

1.5 Kajian Pustaka


1.5.1 Karst
Karst merupakan istilah yang diambil dari bahasa Slovenia
tepatnya di daerah Dinaric yang diambil dari istilah kar (batuan)
dan hrast (oak) dan dipakai pertama kali oleh pembuat peta asal
Austria tahun 1774 sebagai suatu nama untuk daerah berbatuan
kering tandus dan berhutan oak didaerah gua yang berada didekat
perbatasan Yugoslavia dan Italia Utara (Moore dan Sullivan, 1978:
). Saat ini karst menjadi sebuah istilah untuk menggambarkan
suatu bentang alam atau daerah-daerah yang telah mengalami
pelarutan.

Palawa Unpad

|7

Karst ialah suatu tatanan alam yang terbentuk akibat


proses pelarutan batuan karbonat atau bantuan lain yang dapat
terlarutkan oleh air hujan. Kawasan karst umumnya disusun
oleh batuan gamping yang bersifat karbonatan (limestone/
mengandung CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2(Milanovic, 2005:
). Batuan karbonat memiliki sifat yang keras dan tidak berpori.
Namun batuan tersebut mudah terlarut olah air terutama air
yang banyak mengandung unsur CO2 seperti air hujan. Proses
pelarutan pada batuan karbonat oleh air tersebut dinamakan
dengan proses karstifikasi. Proses pelarutan inilah yang memicu
munculnya celah, rekah, dan rongga (lapies) pada batuan tersebut.
Salah satu hasil pelarutan ialah lorong-lorong gua dan sistem
perguaan-percelahan-rekahan.
Secara umum wilayah karst terbagi menjadi dua bagian, yaitu
endokarst dan eksokarst. Endokarst merupakan bentangan atau
bentukan yang ada didalam atau dibawah permukaan seperti
ornamen-ornamen gua dan eksokarst lebih ditekankan pada
kenampakan diluar atau di permukaan. Bentukan eksokarst dapat
digunakan sebagai identifikasi lingkungan gua, bentukan tersebut
antara lain doline, uvala, singking creek, singking hole, conical
hills, polje, danau karst, natural bridge. Sedangkan endokarst
merupakan ekosistem bawah tanah yang terbentuk dari aktivitas
air membentuk suatu sistem hidrologi. Hasilnya berupa sungai
bawah tanah dan gua.
Secara ekologis, ekosistem endokarst dibagi menjadi tiga
bagian berdasarkan kondisi cahayanya. Pada prinsipnya, ada
empat zona yang dikenal di beberapa gua yaitu zona terang (mulut
gua), zona peralihan (remang-remang), zona gelap dan zona gelap
total (Rahmadi, 2013).

8 | Divisi Caving

Gambar 1. Profil gua tampak dari samping dan atas (source


cavefauna.wordpress.com)
Karst merupakan sebuah aset yang tidak terbaharui dan tinggi
nilainya baik dari segi sains khususnya geomorfologi, speleologi,
karstologi, biospeleologi, ekologi, dan arkeologi, segi ekonomi,
dan segi kebudayaan. Bentang lahan karst menyediakan jasa
ekosistem seperti air bersih, bahan-bahan material, dan menjadi
agen pengendali perubahan iklim (Brinkmann dan Jo Garren,
2011: ).
Kawasan karst memiliki fungsi ekosistem yang serupa
dengan hutan rimba yaitu sebagai pengatur tata air khususnya
air bawah tanah dan penyimpan potensi karbon. Air karst
merupakan penyedia air bersih sepanjang tahun seperti yang
terjadi di Kota Biak, Tuban, Sorong dan Kupang. Di samping
sumberdaya air, kawasan karst memiliki berbagai sumber daya
yang sangat potensial untuk dikembangkan seperti sumberdaya
lahan, sumberdaya hayati, dan potensi bentang lahan karst, baik

Palawa Unpad

|9

permukaan ataupun bawah permukaan (Suryatmojo, 2006).


Kawasan karst menyimpan keanekaragaman hayati yang
melimpah di antaranya flora endemis (kayu cendana, jati, mahoni,
kayu hitam, sonokeling) dan fauna endemis (aneka jenis kelelawar
dan burung walet, kalacemeti, dan aneka jenis hewan yang hidup
dan telah beradaptasi dengan kegelapan abadi).
Beberapa gua di zaman prasejarah dihuni oleh manusia purba.
Ada yang meninggalkan lukisan-lukisan dinding gua, artefak
lainnya seperti fosil serta kapak genggam dari batu. Peninggalan
ini memiliki nilai arkeologi yang tinggi sekali. Dalam sedimen gua
pun sering dijumpai fosil-fosil, berupa tulang belulang binatang
purba yang kini sudah punah.
Dari segi kebudayaan, gua memiliki nilai historis sebagai
tempat pertapaan dan penziarahan seperti Gua Langse di
Parangtritis. Gua juga mempunyai nilai kepetualangan dan
olahraga seperti panjat tebing dan penelusuran gua yang tinggi
bagi para penggiat alam. Batu gamping sebagai penyusun utama
kawasan karst dapat dipakai sebagai bahan bangunan untuk
membuat ubin, asbak, pilar, dan lain-lain.
Dengan banyaknya manfaat kawasan karst baik bagi flora,
fauna dan manusia, menjadikan kawasan karst termasuk wilayah
yang patut dikonservasi. Penggalian batu gamping seperti pada
bukit-bukit karst akan menghilangkan zona epikart yang sangat
penting sebagai lapisan penangkap air. Hilangnya zona epikart ini
tentu saja akan mematikan imbuhan air ke dalam lorong-lorong
konduit atau sungai-sungai bawah tanah.
Air tidak dapat teresapkan ke dalam jaringan sungai bawah
tanah tersebut. Air akan melimpas di permukaan dan dapat
membentuk air larian dengan volume yang besar dan banjir.
Akibatnya tentu adalah matinya sungai-sungai bawah tanah,

10 | Divisi Caving

matinya mata air di kawasan karst, serta potensi bencana banjir


pada saat hujan.
Penelitian yang dilakukan oleh Risyanto dkk (2001)
menyebutkan dampak negatif terhadap lingkungan akibat
penambangan dolomit meliputi perubahan relief, ketidakstabilan
lereng, kerusakan tanah, terjadinya perubahan tata air permukaan
dan bawah permukaan, hilangnya vegetasi penutup, perubahan
flora dan fauna, meningkatnya kadar debu dan kebisingan.

1.5.2 Fauna gua

Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI)[http://bahasa.


kemdiknas.go.id/kbbi/index.php], fauna adalah keseluruhan
kehidupan hewan suatu habitat, daerah, atau strata geologi
tertentu; dunia hewan. Menurut International Union of Speleology
(IUS), [http://test3.brlog.net/] gua adalah setiap ruang bawah
tanah yang dapat dimasuki orang, jadi dapat disimpulkan bahwa
fauna gua adalah keseluruhan kehidupan hewan yang tinggal di
dalam ruang bawah tanah.
Secara alamiah fauna gua mengalami evolusi dari sejenisnya
yang hidup di luar gua. Ciri khas yang dimiliki fauna gua adalah
terjadi reduksi terhadap kemampuan penglihatannya karena fauna
gua harus beradaptasi dengan lingkungan yang gelap sepanjang
hidupnya, menipisnya kutikula, menurunnya ritme detak jantung,
dan melambatnya metabolisme.
Berkurang atau menghilangnya beberapa kemampuan
fisiologisnya diimbangi juga dengan munculnya adaptasi yang
lain. Salah satu contoh adalah tumbuhnya antena pada jangkrik
sebagai alat bantu yang menggantikan fungsi penglihatannya. Ada
juga berubahnya warna pada fauna-fauna tertentu misalnya pada
udang dan lobster yang memiliki warna tubuh transparan.

Palawa Unpad

| 11

Berdasarkan tingkat adaptasinya, seperti yang diklasifikasikan


oleh Vermeulen dan Whitton dalam makalah Keanekaragaman
Fauna Gua Indonesia oleh Yayuk R. Suhardjono (Suhardjono, 2013:
5)bahwa fauna gua dibagi ke dalam empat kategori: trogloksen,
troglofil, troglobit, dan aksidental. Trogloksenadalah fauna gua
yang hidup di dalam gua namun secara periodik masih bergantung
pada lingkungan di luar gua misalnya untuk mencari makan,
contohnya kelelawar dan walet.
Troglofil adalah fauna gua yang hidup dan mencari makan di
dalam gua namun fauna sejenisnya masih dapat ditemukan juga
di luar gua, contohnya beberapa jenis dari amblifigi.

Troglobitadalah fauna gua yang seluruh daur hidupnya berada


di dalam gua dan tidak bisa ditemukan di luar gua, contohnya
udang gua (udang transparan). Aksidental adalah hewan yang
berkunjung ke gua namun tidak dapat bertahan di dalam gua.

1.5.3 Ordo Chiroptera


1.5.3.1 Habitat
Seperti yang dikutip dalam makalah inventarisasi fauna gua,
oleh Sigit Wiantoro, Nowak (1983) menyatakan bahwa ordo
chiroptera atau lebih umum dikenal dengan nama kelelawar
merupakan hewan yang memiliki keanekaragaman jenis kedua
terbesar setelah ordo hewan pengerat (Rodentia). Sedangkan
menurut Hill dan Smith (1984) ordo chiroptera merupakan satusatunya mamalia yang mampu terbang sempurna disebabkan
memiliki membran sel pada tungkai depannya(Wiantoro, 2011:1).
Di beberapa daerah di Indonesia kelelwar memiliki nama lain
tergantung daerahnya antara lain Kluang di Kalimantan, Lalay
di Jawa Barat, Kampret di Jawa Tengah, Paniki di Sulawesi dan
Mano di Papua

12 | Divisi Caving

Kelelawar tersebar di daerah tropis maupun subtropis.


Habitat kelelawar pada umumnya adalah gua, menurut Suyanto
(2001), bahkan lebih dari separuh dari jenis kelelawar pemakan
serangga memilih gua sebagai tempat tinggalnya (Wiantoro,
2011:1) dan beberapa jenis kelelawar pemakan buah memilih
pohon atau atap rumah sebagai habitatnya. Di Indonesia
terdapat 215 jenis kelelawar yang diketahui menyebar di seluruh
Kepulauan Indonesia. Ordo chiroptera terbagi menjadi dua subordo, yaitu microchiroptera(kelelawar pemakan serangga) dan
megachiroptera (kelelawar pemakan buah).
1.5.3.2 Morfologi
Microchiroptera adalah sebutan lain dari kelelawar
pemakan serangga. Kelelawar pemakan serangga berukuran
relatif kecil dengan panjang lengan bawah 22-15 mm dan
berat tubuh sekitar 2-196 gram. Menurut Nowak (1995) dalam
makalah Inventarisasi Fauna Gua: Kelelawar karya Sigit Wiantoro,
Kelelawar pemakan serangga memiliki kemampuan ekolokasi
yang baik, di mana telinga luarnya berkembang dengan baik
disertai lipatan-lipatan khusus serta tragus dan anti tragus yang
berperan dalam penerimaan suara. Ciri lainnya adalah kelelawar
pemakan serangga memiliki permukaan gigi yang tajam dan tidak
memiliki cakar pada jari sayap kedua. Kelelawar jenis ini memiliki
kemampuan memakan serangga 50% dari bobot tubuhnya. Peran
ekologi kelelawar pemakan serangga adalah sebagai pengendali
populasi serangga, khususnya serangga yang berpotensi menjadi
hama (Wiantoro, 2011:1).Hasil penelitian Sularno (2011) populasi
hama yang meningkat di kawasan karst Gunungsewu berhubungan
dengan menurunnya populasi kelelawar di kawasan tersebut.

Palawa Unpad

| 13

Gambar 2. Microchiroptera(source nationalgeographic.co.id)


Megachiroptera adalah sebutan lain dari kelelawar
pemakan buah-buahan. Menurut Nowak (1995) dalam makalah
"Inventarisasi Fauna Gua: Kelelawar" karya Sigit Wiantoro,
kelelawar pemakan buah berukuran relatif sedang hingga besar,
dengan panjang lengan bawah 36-228 mm dan berat tubuhnya
sekitar 10 gram hingga lebih dari 1500 gram.
Umumnya kelelawar pemakan buah tidak memiliki kemampuan
ekolokasi sebaik kelelawar pemakan serangga, namun tetap
diimbangi dengan kelebihan yang lain yaitu memiliki mata yang
besar sehingga kemampuan melihatnya baik.
Ciri lainnya adalah memiliki moncong seperti moncong anjing
dan memiliki cakar pada jari sayap kedua. Kelelawar pemakan
buah biasanya memakan nektar dan polen. Peran ekologi kelelawar
pemakan buah membantu dalam penyebaran biji dan membantu
penyerbukan (polinasi) pada beberapa tumbuhan, sehingga

14 | Divisi Caving

dapat dikatakan kelelawar juga menjadi salah satu kunci dalam


komunitas hutan. Selain itu kotoran kelelawar (guano) berfungsi
sebagai sumber organik penting dalam komunitas fauna gua
dan bisa juga digunakan sebagai pupuk organik yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman(Wiantoro, 2011:1).

Gambar 3. Megachiroptera(tipspengetahuan.com)

1.5.4 Filum Arthropoda


1.5.4.1 Habitat
Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia hewan.
Jumlah arthropoda kurang lebih 713.000 jenis, diantaranya
tungau, lalat, ulat jeruk, belalang, artona, kumbang dan anai-anai.
Lebih dari 75% binatang yang hidup di bumi ini termasuk ke
dalam filum Arthropoda dan lebih kurang 90% dari Arthropoda
termasuk dalam kelas Hexapoda. Dengan jumlah jenisnya yang
melimpah, Arthropoda merupakan filum yang paling mudah
ditemui di manapun, seperti di dalam tanah, perairan tawar, laut

Palawa Unpad

| 15

dan lingkungan udara.


Di daerah karst, umumnya gua yang merupakan ruang bawah
tanah yang dibentuk oleh proses kompleks baik kimiawi maupun
fisikawi. Melalui proses tersebut baik lorong besar hingga celahcelah sempit dapat terbentuk. Kondisi yang khas lainnya di dalam
gua yaitu tidak adanya cahaya, kelembaban yang relatif tinggi dan
temperatur yang relatif stabil juga menjadi habitat bagi beberapa
hewan dari filum Arthropoda.

1.5.4.2 Morfologi

Ciri khusus Arthropoda dapat ditinjau dari kelasnya:


Kelas Arachnida memiliki ciri-ciri ukuran tubuh sekitar 0,5
mm-9 cm, struktur tubuh terbagi atas kepala-dada (sefalotoraks)
dan badan belakang (abdomen) pada bagian kepala-dada terdapat
empat pasang kaki juga terdapat dua mulut, yaitu alat sengat
dan alat capit, kebanyakan berkaki delapan, termasuk hewan
terestial (darat), biasanya terdiri dari jenis kalacemeti, laba-laba
dan kalajengking. Anggota kelas ini adalah Spcorpid, Araneae dan
Acarina.
Gambar 4.
Stygophrinus sp/
kalacemeti
(cavefauna.org)

16 | Divisi Caving

Kelas Diplopoda memiliki ciri-ciri bertubuh memanjang,


berkaki banyak contohnya kaki seribu dan lipan, biasa tinggal di
tempat yang lembab seperti bawah batuan. Anggota dari kelas
Diplopoda adalah Polydesmida, Siphonophorida dan Julida.
Gambar 5.
Cambalopsidae
sp (cavefauna.
wordpress.
com)

Kelas Krustasea memiliki ciri-ciri terdiri dari sefalotoraks


yang menyatu dan abdomen. Bagian sefalotoraks dilindungi oleh
kulit keras (karapas) dan terdiri dari lima kaki yaitu satu pasang
kaki capit dan empat pasang kaki jalan dan juga terdapat antena.
Kebanyakan terdiri dari hewan akuatik (air), contohnya udang
dan lobster.
Gambar 6.
Udang Gua
(wapoda.
mywapblog.com)

Palawa Unpad

| 17

Kelas Insecta merupakan kelas yang dicirikan dengan


badan dibedakan menjadi 3 bagian yaitu kepala, thorak dan
abdomen. Terdapat 3 pasang kaki yang terletak di 3 ruas bagian
thorak, berantena, tidak bersayap atau memiliki sepasang dan
dua pasang sayap. Alat mulut berupa mandibula. Biasanya
memiliki sayap dan mampu terbang, memiliki spirakel (lubang
pernapasan yang menuju tabung trakea), biasa disebut juga hewan
hexapoda (berkaki enam), contohnya jangkrik, nyamuk, lalat, dan
kumbang.

Gambar7. Jangkrik Gua (kronosnews.com)

1.5.5 Syarat Air Minum yang Aman Bagi Kesehatan


Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan
setelah udara. Tiga per empat bagian tubuh manusia terdiri dari
air. Manusia tidak dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari
tanpa minum air. Air juga merupakan zat yang paling parah
akibat pencemaran.
Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat

18 | Divisi Caving

ditularkan dan disebarkan melalui air.Penyakit-penyakit


tersebut merupakan akibat semakin tingginya kadar pencemar
yang memasuki air. Pengadaan air bersih untuk keperluan air
minum, harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah.
Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi
persyaratan secara fisika, mikrobiologi, kimia, dan radioaktif.
Parameter wajib penentuan kualitas air minum secara
mikrobiologi adalah total bakteri Coliform dan Escherichia
coli. Penentuan kualitas air secara mikrobiologi dilakukan
dengan Most Probable Number Test. Jika di dalam 100 ml sampel
air didapatkan sel bakteri Coliform memungkinkan terjadinya
diare dan gangguan pencernaan lain.

1.5.6 Definisi Oral Hygiene Index-Simplified (OHI-S)


Kebersihan gigi dan mulut dapat diukur dengan
mempergunakan indeks. Indeks adalah angka yang menyatakan
keadaan klinis yang didapat pada waktu diadakan pemeriksaan.
Angka yang menunjukan kebersihan gigi dan mulut seseorang ini
adalah angka yang diperoleh berdasarkan penilaian yang objektif,
dengan menggunakan suatu indeks, maka tim dapat membuat
suatu evaluasi berdasarkan data-data yang diperoleh, sehingga
tim dapat melihat kemajuan atau kemunduran kebersihan gigi
dan mulut seseorang atau masyarakat.
Menurut Green dan Vermillion pada tahun1964,
untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut adalah dengan
mempergunakan suatu indeks yang disebut Oral Higiene Index
Simplified (OHI-S). Nilai dari OHI-S ini merupakan nilai yang
diperoleh dari hasil penjumlahan antara debris indeks dan
kalkulus indeks.

Palawa Unpad

| 19

Debris adalah sisa-sisa makanan yang biasanya menempel


di celah gigi dan merupakan faktor pendukung timbulnya karies
(lubang gigi). Karena pembersihan yang tidak maksimal, debris
atau sisa-sisa makanan ini dibusukkan oleh bakteri dan dapat
menimbulkan bau mulut.
Debris ini dapat mendorong terbentuknya plak. Kalkulus
adalah endapan keras ataukarang gigi. Terjadi karena debris yang
mengalami pengapuran yang melekat pada gigi.

1.5.7 Decayed, Missing and Filled (DMF) Index


DMF adalah suatu teknik untuk menghitung jumlah gigi
yang decayed (karies), missing (hilang), atau filled (restorasi)
dalam rongga mulut. Analisisnya dapat berdasarkan jumlah
DMF gigi (DMFT) per orang atau jumlah DMF permukaan gigi
(DMFS). Indeks ini dikembangkan oleh Henry Klein, Carrole E
Palmer, and Knutson JW pada tahun 1938. Indeks ini didasarkan
pada kenyataan bahwa jaringan keras gigi tidak mengalami
penyembuhan diri dari karies dan meninggalkan bekas.
Gigi akan tetap menjadi membusuk dan jika dilakukan
perawatan dapat diekstraksi atau direstorasi. Indeks ini
irreversible, artinya mengukur total pengalaman karies seumur
hidup. Indeks ini memperlihatkan jumlah pengalaman karies
seumur hidup individu dan kelompok individu. D adalah gigi yang
karies, M adalah gigi yang hilang karena karies, dan F adalah gigi
yang direstorasi karena karies.
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu
email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas
mikroba dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya
adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya yang akan menyebabkan

20 | Divisi Caving

terbentuknya kavitas.
Kebersihan gigi dan mulut dapat diukur dengan
mempergunakan indeks yang disebut Oral Higiene Index Simplified
(OHI-S). Nilai dari OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari
hasil penjumlahan antara debris indeks dan kalkulus indeks.

1.5.8 Teknik Penghitungan Data Kesehatan Gigi


Masyarakat

Penghitungan Indeks OHI-S

Debris indeks/kalkulus indeksdidapatkan dari hasil


pembagian jumlah penilaian debris/ kalkulus dibagi dengan
jumlah gigi yang diperiksa.
Penilaian debris indeks dan kalkulus indeks adalah sebagai
berikut:

1. Baik (good), apabila nilai berada di antara 0-0,6.


2. Sedang (fair), apabila nilai berada di antara 0,7-1,8.
3. Buruk (poor), apabila nilai berada di antara 1,9-3,0.
OHI-S atau Oral Hygiene Index Simplified merupakan hasil
penjumlahan debris indeks dan kalkulus indeks.

Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut:

1. Baik (good), apabila nilai berada di antara 0-1,2.


2. Sedang (fair), apabila nilai berada di antara 1,3-3,0.
3. Buruk (poor), apabila nilai berada di antara 3,1-6,0.
1.5.9 Pengertian Masyarakat
Masyarakat mempunyai arti sekumpulan orang yang terdiri

Palawa Unpad

| 21

dari berbagai kalangan dan tinggal didalam satu wilayah.


Masyarakat juga sering dikenal dengan istilah society yang
berarti sekumpulan orang yang membentuk sistem, yang terjadi
komunikasi didalam kelompok tersebut. Menurut Peter L. Berger,
masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan
manusia yang luas sifatnya.
Dalam suatu perkembangan daerah, masyarakat bisa dibagi
menjadi dua bagian, yaitu masyarakat maju dan masyarakat
sederhana.
Masyarakat maju adalah masyarakat yang memiliki pola pikir
untuk kehidupan yang akan dicapainya dengan kebersamaan
meskipun berbeda golongan, sedangkan masyarakat sederhana
adalah sekumpulan masyarakat yang mempunyai pola pikir yang
primitif, yang hanya membedakan antara laki-laki dan perempuan
saja.

1.5.9.1 Masyarakat Pedesaan


Anggota-anggota suatu kelompok yang hidup bersama
sedemikian rupa sehingga merasakan bahawa kelompok tersebut
dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama
disebut masyarakat setempat.
Menurut Selo Soemardjan, masyarakat setempat menunjuk
pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah
dalam arti geografis dengan batas-batas tertentu di mana faktor
utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar
diantara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar
batas wilayahnya.
Warga pedesaan memiliki hubungan yang lebih erat dan lebih
mendalam. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar
sistem kekeluargaan.

22 | Divisi Caving

1.5.10 Kelas dalam Masyarakat (Social Classes)


Kelas sosial adalah semua orang dan keluarga yang sadar
akan kedudukannya di dalam suatu lapisan, sedangkan kedudukan
mereka itu diketahui serta diakui oleh masyarakat umum.
Max Weber membuat pembedaan antara dasar-dasar ekonomis
dan dasar-dasar kehidupan sosial, dan tetap menggunakan istilah
kelas bagi semua lapisan.
Adanya kelas yang bersifat ekonomis dibaginya lagi dalam
kelas yang bersandarkan atas pemilikan tanah dan bendabenda, serta kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi dengan
menggunakan kecakapannya. Adanya golongan yang mendapat
kehormatan khusus dari masyarakat dinamakannya stand.
Karl Marx sebagai salah satu analis konflik menjelaskan
bahwa telah terjadi ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat.
Ia menyebut faktor utama yang menyebabkan ketidaksetaraan
tersebut adalah faktor ekonomi.
Di dalam masyarakat, ada kelompok orang yang mampu
menguasai sumber dana ekonomi (modal) yang jumlahnya
terbatas, kelompok ini adalah minoritas. Di sisi lain, kelompok
mayoritas tidak mampu menguasai sumber daya.

1.5.11 Faktor yang Memengaruhi Jalannya Proses


Perubahan Sosial
Faktor yang mendorong jalannya proses sosial adalah:

1. Kontak dengan kebudayaan lain


2. Sistem pendidikan yang maju
3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan
keinginan-keinginan untuk maju

Palawa Unpad

| 23

4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan


menyimpang
5. Siste lapisan masyarakat yang terbuka
6. Penduduk yang heterogen
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidangbidang kehidupan tertentu
8. Orientasi ke muka
9. Nilai meningkatkan taraf hidup
Faktor yang menghambat terjadinya perubahan adalah:

1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain


2. P e r k e m b a n g a n i l m u p e n g e t a h u a n y a n g
terhambat
3. Sikap masyarakat yang tradisionalistis
4. Adanya kepentingan yang terlah tertanam dengan
kuat atau vested interest
5. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada
integrasi kebudayaan
6. Prasangka terhadap hal-hal yang baru/asing
7. Hambatan ideologis
8. Kebiasaan
9. Nilai pasrah
1.5.12 Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi
manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus
dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan

24 | Divisi Caving

alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat


tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia dan masyarakat
memerlukan pula kepuasan, baik di bidang spiritual maupun
materil. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut sebagian
besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada
masyarakat. Menurut Ferdinand Tonnies, kebiasaan mempunyai
tiga arti, yaitu:

1. Kebiasaan dalam arti yang menunjuk pada suatu


kenyataan yang bersifat objektif.
2. Kebiasaan dalam arti kebiasaan tersebut dijadikan
kaidah bagi seseorang, yang diciptakannya untuk
dirinya sendiri.
3. Kebiasaan dalam arti sebagai perwujudan kemauan
atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.
Dalam mengatur hubungan antarmanusia, kebudayaan
dinamakan pula struktur normatif atau menurut istilah Ralph
Linton design for living (garis-garis atau petunjuk dalam hidup).
Artinya kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang
perilaku yang menetapkan peraturan-peraturan mengenai
apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang, dan lain
sebagainya.
Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan
adalah:

1. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational


elements) misalnya apa yang baik dan buruk, apa yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan apa yang
sesuai dengan keinginan dan apa yang tidak sesuai
dengan keinginan;
2. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang

Palawa Unpad

| 25

seharusnya (precriptive elements) seperti bagaimana


orang harus berlaku;
3. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive
elements) sepeti harus mengadakan upacara adat
pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan, dan
lain-lain.
Apabila manusia sudah dapat mempertahankan diri dan
menyesuaikan diri pada alam, juga telah dapat hidup dengan
manusia-manusia lain dalam suasana damai, timbullah keinginan
manusia untuk menciptakan sesuatu untuk menyatakan perasaan
dan keinginannya kepada orang lain, yang merupakan fungsi
kebudayaan. Dengan demikian, fungsi kebudayaan sangat besar
bagi manusia, yaitu untuk melindungi diri terhadap alam mengatur
hubungan antarmanusia dan sebagai wadah segenap perasaan
manusia.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan laporan ini menjelaskan kegiatan dari
kegiatan prapelaksanaan, pelaksanaan hingga pascapelaksanaan,
yang kemudian terbagi ke dalam lima bagian. Berikut pembagian
sistematika laporan ini.
Bab I merupakan penjelasan pendahuluan dari kegiatan
pengembaraan ini. Di dalamnya terdapat beberapa bagian dari
latar belakang, dasar pemikiran dasar pelaksanaan, maksud dan
tujuan, kajian pustaka, serta sistematika penulisan.
Pada Bab II dijelaskan mengenai gambaran umum lokasi
pengembaraan di mana dijelaskan mengenai letak lokasi
pengembaraan seperti letak geografis, letak administratif lokasi
pengembaraan, keadaan demografi, dan aksesibiltas menuju lokasi.

26 | Divisi Caving

Ditambah dengan penjelasan mengenai kondisi iklim dan medan


serta keadaan flora dan fauna pada lokasi pengembaraan.

Dalam Bab III dijelaskan mengenai tata cara kerja tim


pengembaraan yang berisi mengenai kerja tim pengembaraan,
menyangkut perencanaan, persiapan, dan pengaplikasian rencana
saat dilapangan. Tim juga menyertainya dengan kendala yang
dihadapi berkenaan dengan perencanaan tim.
Selanjutnya pada Bab IV diterangkan mengenai pelaksanaan
kegiatan pengembaraan. Dijelaskan dari kronologis perjalanan,
deskripsi perjalanan, tingkat kesulitan dalam kegiatan operasional
serta pembahasan mengenai kelangsungan pengembaraan tim,
meliputi hasil dari kegiatan yang dilaksanakan.
Pada Bab V dijelaskan mengenai penutup dari penjelasan
keempat bab sebelumnya. Dijelaskan mengenai kesimpulan dan
saran dari hasil kegiatan pengembaraan tim.
Laporan ini diakhiri dengan lampiran-lampiran penunjang
dari hasil kegiatan pengembaraan ini. Dalam lampiran terdapat
biodata peserta dan pembimbing, data subjek, tabel peralatan dan
perlengkapan, tabel bahan makanan dan menu harian, absensi
binjas, absensi bimbingan materi dan latihan.
Selain itu juga disertakan surat pengajuan tim pengembaraan,
surat keterangan sehat, foto copy kartu tanda anggota tim, surat
izin rektorat, surat jalan, tabel daftar surat keluar, tanda terima
surat, form survey, laporan keuangan, nota-nota dari kegiatan, peta
lokasi pengembaraan, hasil pendataan penelitian biospeleologi,
hasil pendataan wawancara, hasil pendataan indeks kesehatan
gigi, hasil uji kualitas air, hasil pengolahan data gua, foto kegiatan,
catatan perjalanan, proposal pengajuan pengembaraan, serta
proposal sponsorship.

Palawa Unpad

| 27

28 | Divisi Caving

BAB II
TINJAUAN LOKASI
PENGEMBARAAN

2.1 Letak Lokasi


2.1.1 Letak Geografis
ecara geografis, Kabupaten Bogor terletak diantara 6181564710 Lintang Selatan dan 1062345-107 1330
Bujur Timur.1 Lokasi pengembaraan berada di kawasan karst
Klapanunggal, Dusun Cibuntu, Desa Leuwi Karet, Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor. Berikut gua-gua yang terdapat di
sekitar kawasan karst Klapanunggal:

no
1

nama gua
Gua Ciranji

lokasi
106 57 39,92 BT - 06 31
06,21 LS

Palawa Unpad

| 29

Gua Ciorai

Gua Cangkuang

Gua Sipulus

Gua Cigoler

Gua Cigede

Gua Leuksa

Gua Cibedahan

Gua Cigawir

10

Gua Gintung

106 57 37,8 BT - 06 31
07,50 LS

106 57 38,03 BT - 06 31
06,86 LS

106 57 31,82 BT - 06 31
13,15 LS

106 57 27,45 BT - 06 31
09,86 LS

106 57 30,04 BT - 06 31
11,36 LS

106 57 28,22 BT- o6 31


10,70 LS

106 57 27,40 BT - 06 31
12,22 LS

106 57 23,83 BT - 6 31
07,50 LS

106 57 36,27 BT - 06 31
01,89 LS

Tabel 1. Data Gua


30 | Divisi Caving

2.1.2 Letak Administrasi


Secara administrasi pemerintahan, kawasan karst Klapanunggal
terletak di Dusun Cibuntu, Desa Leuwi Karet, Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Secara kewilayahan, Kabupaten Bogor memiliki batas daerah
sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten


Tangerang dan Kabupaten/ Kota Bekasi, Kota
Depok.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur
dan Kabupaten Karawang.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten
Sukabumi dan Cianjur.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten (Jabarprov.go.id, diakses 28 Maret
2014 Pukul 20.56 WIB).
Secara kewilayahan, kawasan karst Klapanunggal berada
di Dusun Cibuntu, Desa Leuwi Karet, Kecamatan Klapanunggal,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Berikut batas wilayah
Dusun Cibuntu, Desa Leuwi Karet, Kecamatan Klapanunggal:

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cileungsi


Kecamatan Cileungsi.
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cibodas
Kecamatan Jonggol.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pabuaran
Kecamatan Sukamakmur.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tajur
Kecamatan Citereup.
Palawa Unpad

| 31

2.1.3 Keadaan Demografi


Penduduk Dusun Cibuntu sebagian besar berasal dari
suku Sunda dan beragama Islam. Mata pencaharian penduduk
kebanyakan petani huma, jahe, paria, cabai, jengjen dan kopi,
mereka juga biasanya menanam tanaman untuk dikonsumsi
pribadi, selain itu kebanyakan dari mereka juga memelihara
kambing dan ayam untuk dijual maupun konsumsi pribadi.
Penduduk setempat biasanya membangun rumahnya
sendiri dengan bantuan penduduk lain dengan bergotong
royong, menggunakan kayu-kayu pohon albasiah yang mereka
potong sendiri. Namun ada beberapa penduduk yang sudah
cukup mapan untuk membuat rumah dari semen dan batu bata,
bahan-bahan tersebut biasanya dibeli di daerah Citeureup dan
diantar menggunakan mobil pick up karena truk-truk besar tidak
diperbolehkan untuk melewati jalan di sekitar dusun ini.
Terdapat satu Madrasah Ibtidaiyah (MI, setara SD) di dekat
dusun tersebut, tepatnya di Dusun Cioray. Aksesibilitas penduduk
yang sulit dalam menjangkau lokasi pendidikan, menjadikan
penduduk hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat MI
sehingga tidak banyak yang melanjutkan pendidikan hingga SMP
dan SMA karena letaknya yang jauh berada di dusun lain. Akses
sekolah menengah yang cukup jauh dari Dusun Cibuntu, membuat
para pelajar asal Dusun Cibuntu tinggal di pesantren yang ada
di dusun lain. Pusat perekonomian penduduk berada di Dusun
Tajur.
Mayoritas penduduk disini menikah di usia muda, perempuan
biasanya sudah menikah pada umur 20 tahun dan laki-laki umur
25 tahun. Perempuan yang belum menikah pada umur 20 tahun
biasanya akan menjadi bahan pembicaraan warga desa sebagai
perawan tua.

32 | Divisi Caving

Fasilitas kesehatan terdekat masyarakat adalah puskesmas


Klapanunggal yang ada di Desa Bojong yang berjarak sekitar 10 km
dari Dusun Cibuntu. Setiap hari Selasa dan Jumat, dibuka Posyandu
di Kantor Kecamatan Klapanunggal yang berada sekitar 8 km dari
Dusun Cibuntu. Di dusun ini juga jarang sekali ada penyuluhan
tentang kesehatan, hanya pernah ada sekali penyuluhan tentang
kesehatan mata disini. Hal ini menjadikan fasilitas kesehatan
masih menjadi hal yang sulit didapat oleh warga Dusun Cibuntu.
Dari cerita warga yang tim dapatkan disini juga ada beberapa anak
yang meninggal muda karena sakit yang tidak segera diobati.
Dalam sistem sanitasi, penduduk masih mengandalkan sungai
dan sumber mata air yang berasal dari gua dan gunung sebagai
sumber utama. Masih sangat jarang penduduk yang memiliki
kamar mandi atau kakus di tiap rumah, sehingga di kesehariannya
penduduk Dusun Cibuntu melakukan kegiatan mandi, cuci, dan
kakus di sungai dekat dusun mereka. Mereka melakukan kegiatan
mandi, cuci, dan kakus secara bergantian, ibu-ibu dan gadis
terlebih dahulu baru bapak-bapak dan lelaki setelah itu.
Penduduk Dusun Cibuntu menggunakan panel surya sebagai
sumber energi listrik, tapi sayangnya listrik yang didapat dari
sini tidak banyak. Biasanya listrik hanya dapat digunakan untuk
menyalakan beberapa lampu kecil saat malam hari atau mengecas
handphone jika matahari sedang terik. Sumber listrik dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN) lainnya belum dapat menggapai
masyarakat Dusun Cibuntu tersebut.
Namun dari cerita warga hal ini terjadi karena memang
warga dusun yang tidak menginginkannya, warga dusun ini
menginginkan listrik yang gratis maka dibuatkanlah panel surya
pada setiap rumah. Namun saat tim melakukan pengembaraan
kemarin, tiang listrik sudah dipasang dan menurut penuturan
warga listrik dari PLN akan segera masuk ke dusun.

Palawa Unpad

| 33

2.1.4 Aksesibilitas
Perjalanan menuju mulut gua yang berada di Dusun Cibuntu,
Desa Leuwi Karet, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor,
diakses menggunakan angkutan umum sesuai tabel.
Sesungguhnya lokasi dapat pula diakses dengan kendaraan
roda dua dengan persayaratan sepeda motor berjenis trial.
Aksesibilitas menuju Dusun Tajur, tempat Sekretariat Linggih
Alam, memakan waktu tempuh sekitar empat hingga lima jam
perjalanan dari Sekretariat PALAWA.
Kemudian untuk menuju Dusun Cibuntu membutuhkan
waktu tempuh sekitar satu jam menggunakan mobil pick up, atau
tiga setengah jam jika berjalan kaki. Akses kesehatan terdekat
masyarakat Dusun Cibuntu adalah di puskesmas di Dusun Tajur
dengan jarak tempuh 10 km.
Adapun lokasi pasar terdekat berada di Dusun Tajur.

34 | Divisi Caving

2.2 Kondisi Iklim dan Medan


2.2.1 Kondisi Iklim
Menurut sumber data yang didapatkan dari Buku Putih
Sanitasi Kabupaten Bogor, daerah kawasan Kabupaten Bogor
termasuk iklim tipe A (sangat basah) di bagian Selatan dan tipe B
(basah) di bagian Utara.
Curah hujan rata-rata 3841 mm/th, dengan curah hujan
minimum 2325 mm/thn dan maksimum 5279 mm/thn. Bulanbulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai Mei.
Jumlah hari hujan rata-rata tahunan 245 hari. Suhu udara
maksimum 31,24C dan minimum 22,7C, suhu udara rata-rata
tahunan 25,7C (Ppsp.nawasis.info tanggal 9 April 2014 pukul
17.00). Kabupaten Bogor secara umum mengalami iklim hutan
hujan tropis.

Palawa Unpad

| 35

2.2.2 Kondisi Medan


Kawasan karst Klapanunggal seperti wilayah karst umum
lainnya, memiliki topografi karst yang berbentuk bukit-bukit
kerucut (Conical Hills), jarak letak antar bukit berdekatan, serta
ketinggian puncak bukit yang bervariasi. Pada umumnya terdapat
bentukan seperti dolina, sinkhole, dan sumuran vertikal. Medan
sekitaran kawasan karst tersebut tersusun oleh batuan gamping
terumbu yang menjulang dari permukaan tanah. Vegetasi lebat di
sekitar kawasan ini pula mempengaruhi bentang alam kawasan
karst Klapanunggal ini.
Batuan gamping yang terletak di mana-mana membuat medan
kawasan karst Klapanunggal ini tidak rata dan terjal. Medan
kawasan karst Klapanunggal ini adalah tanah berbatu. Medan yang
terjal dan sulit ditempuh membuat akses menuju Dusun Cibuntu
cukup sulit dicapai. Hanya ada jalan tanah berbatu yang rawan
longsor untuk dilalui mobil. Disepanjang jalan menuju kawasan
karst Klapanunggal terlihat tebing batuan gamping yang menjulang.
Berikut medan sekitar gua kawasan karst Klapanunggal:
1.

Gua Ciranji
Nama Gua

Ciranji

Jenis Batuan

Batu gamping

Karakteristik Gua
:
Gua lorong vertikal dan
horizontal. Lorong vertikal terletak di awal mulut gua, memiliki
kedalaman 17 meter. Mulut gua berukuran 2,25 x 1.87 meter.
Setelah menuruni mulut vertikal akan ditemukan lubang yang
tidak terlalu besar, jika diteruskan ke bawah akan ditemukan air
dan terdapat celah yang bisa dilewati diatas air dan terdapat dua
percabangan yang merupakan jalur aliran air. Karakteristik gua ini
sendiri merupakan gua berair dengan air yang bervariasi hingga

36 | Divisi Caving

yang paling dalam sekitar 150 cm. Di beberapa lorongnya terdapat


sump.
Aksesibilitas: Waktu tempuh kurang lebih 15 menit
dengan berjalan kaki dari basecamp, jalanan untuk mencapai
gua melewatijalan setapak berumput dengan vegetasi
lebat dan jalan berbatu gamping terumbu menjulang dari
permukaan tanah. Jalan tidak rata dan sedikit konturing.
Flora dan Fauna: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon kirawai, kemiri, picung dan lainnya. Fauna yang ada
di sekitar mulut gua adalah siput darat, laba-laba, kupukupu dan serangga lainnya, sedangkan yang di dalam gua
tim menemukan burung kapinis, kalacemeti, kaki seribu, dan
belalang.
2.

Gua Cangkuang
Nama Gua

: Cangkuang

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua : Gua lorong vertikal dan horizontal.


Lorong horizontal terletak di awal mulut gua dengan medan
yang sedikit menurun dan berlumpur. Memiliki lorong
vertikal di dalam dengan kedalaman 15 m dan terdapat lorong
horizontal lagi setelahnya diujungnya terdapat chamber
yang cukup besar dan tinggi di mana menjadi tempat sarang
kelelawar. Gua yang masih aktif karena terlihat banyaknya
air yang masih menetes serta ornamen yang hidup. Memiliki
panjang gua 126 m. Mulut gua berukuran 2,2 x 1,95 meter.
Aksesibilitas: Waktu tempuh kurang lebih 20 menit
dengan berjalan kaki dari basecamp, jalanan untuk mencapai
gua melewati jalan setapak dengan vegetasi lebat dan jalan
berbatu gamping terumbu menjulang dari permukaan tanah.

Palawa Unpad

| 37

Jalan tidak rata dan sedikit konturing.


Flora dan Fauna: Flora di sekitar mulut gua adalah pohon
kirawai, kemiri, picung, tiang dan lainnya. Fauna yang ada di
sekitar mulut gua adalah siput darat, laba-laba, kupu-kupu dan
serangga lainnya, sedangkan di dalam gua ditemukan kelelawar,
kaki seribu, jangkrik dan kalacemeti seperti kebanyakan gua
pada umumnya.
3.

Gua Ciorai
Nama Gua

: Ciorai

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua : Gua lorong vertikal dan horizontal.


Lorong vertikal terletak di awal mulut gua berbentuk rekahan
berukuran dengan kedalaman 5,74 meter. Memiliki lorong
horizontal di dalam dengan medan berlumpur dan terdapat
chamber dengan diameter 13,61 meter di akhir lorong. Mulut
gua berukuran 4 x 0,73 meter.
Aksesibilitas
: Waktu tempuh kurang lebih 23
menit dengan berjalan kaki dari Basecamp, jalanan untuk
mencapai gua melewati jalan setapak dengan vegetasi
lebat dan jalan berbatu gamping terumbu menjulang dari
permukaan tanah. Jalan tidak rata dan sedikit konturing dan
menanjak. Mulut gua terletak tepat di bawah pohon mangga
di atas bukit.
Flora dan Fauna
: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon mangga yang terletak tepat diatas mulut gua serta
dikelilingi oleh ilalang yang tinggi dan lebat. Fauna yang
ada di sekitar mulut gua adalah siput darat, laba-laba, kupukupu dan serangga lainnya, sedangkan yang di dalam gua
ditemukan kalacemeti, kaki seribu, jangkrik dan fauna gua

38 | Divisi Caving

pada umumnya.
4.

Gua Sipulus
Nama Gua

: Sipulus

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua : Gua dengan mulut gua yang


dikelilingi vegetasi cukup lebat dan bentuk mulut gua seperti
sinkhole memiliki lorong vertikal dan horizontal. Lorong
vertikal terletak di awal mulut gua dengan medan yang lebat
akan vegetasi disekitar mulut gua dan dengan kedalaman
sebelas meter kemudian memiliki lorong horizontal di dalam
yang menuju ke kanan dan ke kiri. Di dalam terdapat chamber
dengan diameter 16,45 meter, lubang vertikal yang cukup
dalam serta terdapat kolam guano dengan kedalaman hingga
mata kaki. Lubang vertikal tersebut tidak tim masuki karena
keterbatasan waktu dan alat. Panjang gua ini 108,14 meter.
Gua ini merupakan habitat kelelawar. Mulut gua berukuran
1,45x3,03 meter.
Aksesibilitas
: Waktu tempuh kurang lebih 28
menit dengan berjalan kaki dari Basecamp, jalanan untuk
mencapai gua melewati jalan setapak dengan vegetasi lebat
dan jalan berbatu gamping terumbu menjulang dari permukaan
tanah. Jalan tidak rata dan sedikit konturing, serta melintasi
bukit perkebunan warga sekitar yang sudah ditumbuhi ilalang
lebat.
Flora dan Fauna
: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon kirawai, kemiri, picung, tiang, talas, ilalang dan lainnya.
Fauna yang ada di sekitar mulut gua adalah siput darat, labalaba, kupu-kupu dan serangga lainnya, sedangkan yang di
dalam gua ditemukan kelelawar, jangkrik, laba-laba, kaki

Palawa Unpad

| 39

seribu, kaki seribu putih, dan beberapa hewan yang tidak


umum dijumpai.
5.

Gua Cigoler
Nama Gua

: Cigoler

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua
: Gua dengan lorong horizontal
secara umum. Namun pada awal terlihatnya gua ini seperti gua
vertikal yang berbentuk seperti sinkhole dengan dua buah pintu
masuk gua, salah satu jalurnya bisa dituruni dengan menggunakan
bantuan webbing. Terdapat lorong horizontal terletak di awal
mulut gua setela menuruni mulut gua dengan medan yang sedikit
menurun. Gua ini berkarakteristik atap yang rendah sehingga
sering pergerakan dalam penelusuran dilakukan dengan cara
merayap. Karakteristik gua ini adala gua dengan lorong berlumpur.
Panjang gua 86,05 meter. Mulut gua di dalam lorong horizontal
tersebut berukuran 1,01 x 0,79 meter.
Aksesibilitas
: Waktu tempuh kurang lebih
35 menit dengan berjalan kaki dari Basecamp, jalanan untuk
mencapai gua melewati jalan setapak dengan vegetasi lebat dan
jalan berbatu gamping terumbu menjulang dari permukaan tanah.
Jalan tidak rata dan sedikit konturing. Setelah melewati bukit
perkebunan warga, melewati hutan lebat di mana terdapatnya
makam.
Flora dan Fauna
: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon cariang, kirawai, kemiri, picung, tiang dan lainnya. Fauna
yang ada di sekitar mulut gua adalah siput darat, laba-laba, kupukupu dan serangga lainnya, sedangkan di dalam gua terdapat
hewan hewan gua pada umunya seperti kelelawar, jangkrik,
kalacemeti, dan kaki seribu.

40 | Divisi Caving

6.

Gua Cigede
Nama Gua

: Cigede

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua
: Gua dengan lorong horizontal.
Lorong horizontal terletak di awal mulut gua yang berukuran 6,16
x 12,21 meter dengan medan yang sedikit menurun dan langsung
masuk ke dalam chamber yang besar berukuran 9,35 meter. Di
dalam chamber terdapat ratusan kelelawar. Di dalam chamber
besar tersebut terdapat dua lorong horizontal. Lorong horizontal
yang satu berakhir dengan lorong vertikal berkedalaman 7,7 meter,
lorong yang satunya merupakan lorong horizontal yang buntu
pada ujungnya. Panjang gua 64,8 meter.
Aksesibilitas
: Waktu tempuh kurang lebih 35
menit dengan berjalan kaki dari basecamp, jalanan untuk mencapai
gua melewati jalan setapak dengan vegetasi lebat dan jalan berbatu
gamping terumbu menjulang dari permukaan tanah. Jalan tidak
rata dan sedikit konturing. Melintasi bukit perkebunan warga serta
melewati hutan dengan vegetasi lebat. Semakin dekatnya dengan
mulut gua, jalan setapak seperti ada dinding batu gamping yang
besar dan menjulang di setiap sisinya, vegetasi lebat juga sedikit
menghambat pergerakan di sekitar jalan setapak tersebut.
Flora dan Fauna
: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon karet, kirawai, kemiri, picung, tiang dan lainnya. Fauna yang
ada di sekitar mulut gua ditemukan siput darat, laba-laba, kupukupu dan serangga lainnya, sedangkan yang di dalam gua terdapat
banyak kelelawar dan beberapa spesies yang hidup di gua pada
umumnya seperti jangkrik, laba-laba, kaki seribu, kalacemeti.

Palawa Unpad

| 41

7.

Gua Leuksa
Nama Gua

: Leuksa

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua
: Gua lorong horizontal
sepanjang 50,48 meter dengan mulut gua yang sempit sehingga
perlu merayap. Lorong horizontal terletak di awal mulut gua
dengan medan yang sedikit menurun. Merupakan gua horizontal
berlumpur. Gua ini memiliki lorong-lorong bertingkat yang
tidak cukup panjang. Mulut gua berukuran 2,48x0,53 meter. Di
sepanjang lorong gua terdapat beberapa ornamen yang dipotong
ujungnya dan beberapa diantaranya dibiarkan tergeletak di lantai
gua.
Aksesibilitas
: Waktu tempuh kurang lebih 35
menit dengan berjalan kaki dari Basecamp, jalanan untuk mencapai
gua melewati jalan setapak dengan vegetasi lebat dan jalan berbatu
gamping terumbu menjulang dari permukaan tanah. Jalan tidak
rata dan sedikit konturing. Melintasi bukit perkebunan warga serta
melewati hutan dengan vegetasi lebat. Semakin dekatnya dengan
mulut gua, jalan setapak seperti ada dinding batu gamping yang
besar dan menjulang di setiap sisinya, vegetasi lebat juga sedikit
menghambat pergerakan di sekitar jalan setapak tersebut. Gua ini
berada dekat dengan Gua Cigede.
Flora dan Fauna
: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon kirawai, kemiri, picung, tiang dan lainnya. Fauna yang ada
di sekitar mulut gua adalah siput darat, laba-laba, kupu-kupu dan
serangga lainnya, sedangkan yang di dalam gua terdapat fauna
yang biasanya hidup di gua seperti kalacemeti, kaki seribu dan
ditemukan hewan-hewan renik.

42 | Divisi Caving

8.

Gua Cibedahan
Nama Gua

: Cibedahan

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua
: Gua lorong horizontal.
Lorong horizontal terletak di awal mulut gua berukuran 0,58x0,38
meter dengan medan yang sedikit menurun dan sempit pada
mulut gua namun setelah masuk lorong cukup besar namun cukup
terjal menurun dan licin. Pada lantainya terdapat banyak boulder.
Terdapat banyak flowstone dan gordyn di dalamnya. Kebanyakan
ornamen dalam gua telah mati karena warnanya sudah abu-abu
dan tidak banyak air yang menetes. Terdepat pula lorong slope di
dalam gua karena gua cenderung menurun. Panjang gua 104,27
meter. Pada ujungnya terdapat chamber yang tidak cukup besar
berdiameter 7,44 meter.
Aksesibilitas
: Waktu tempuh kurang lebih
40 menit dengan berjalan kaki dari basecamp, jalanan untuk
mencapai gua melewati jalan setapak dengan vegetasi lebatdan
jalan berbatu gamping terumbu menjulang dari permukaan tanah.
Jalan tidak rata dan sedikit konturing. Melintasi bukit perkebunan
warga serta melewati hutan dengan vegetasi lebat. Semakin
dekatnya dengan mulut gua, jalan setapak seperti ada dinding
batu gamping yang besar dan menjulang di setiap sisinya. Gua ini
terletak dekat dengan Gua Cigoler.
Flora dan Fauna
: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon rotan, karet, cariang, kirawai, kemiri, picung, tiang dan
lainnya. Fauna yang ada di sekitar mulut gua adalah siput darat,
laba-laba, kupu-kupu dan serangga lainnya, sedangkan yang di
dalam gua ditemukan jangkrik, kaki seribu dan kalacemeti.

Palawa Unpad

| 43

9.

Gua Cigawir
Nama Gua

: Cigawir

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua
: Merupakan gua horizontal
dengan panjang 105,36 meter. Lorong horizontal terletak di awal
mulut gua dengan medan yang sedikit menurun, terdapat banyak
lumpur di dalamnya. Mulut gua berukuran 0,61x0,32 meter. Gua
ini terletak di dinding tebing dengan pohon bambu di sekitar
mulutnya. Sepanjang lorong Gua Cigawir dipenuhi oleh lumpur
yang cukup menghambat pergerakan.
Aksesibilitas
: Waktu tempuh kurang lebih
40 menit dengan berjalan kaki dari Basecamp, jalanan untuk
mencapai gua melewati jalan setapak dengan vegetasi lebat dan
jalan berbatu gamping terumbu menjulang dari permukaan tanah.
Jalan tidak rata dan sedikit konturing.
Flora dan Fauna
: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon bambu, kirawai, kemiri, picung, tiang dan lainnya.Fauna
yang ada di sekitar mulut gua adalah babi hutan, siput darat, labalaba, kupu-kupu dan serangga lainnya, sedangkan yang di dalam
gua ditemukan laba-laba, kalacemeti, kaki seribu, kutu berwarna
merah, kutu bewarna hitam, jangkrik, dan kelelawar.
10.

Gua Gintung
Nama Gua

: Gintung

Jenis Batuan

: Batu gamping

Karakteristik Gua
: Gua lorong vertikal dan
horizontal. Lorong horizontal terletak di awal mulut gua dengan
medan yang sedikit menurun. Memiliki lorong vertikal di dalam.
Sama dengan kebanyakan gua lainnya gua ini memiliki beberapa

44 | Divisi Caving

chamber di dalamnya dengan diameter chamber paling luas


berukuran 9,27 meter dan tidak memiliki lorong yang cukup
panjang. Mulut gua berukuran 4 x 0,41 meter. Terdapat pintu kedua
berupa slope. Panjang gua 68,21 meter.
Aksesibilitas
: Waktu tempuh kurang lebih
10 menit dengan berjalan kaki dari basecamp, jalanan untuk
mencapai gua melewati jalan setapak dengan vegetasi lebat dan
jalan berbatu gamping terumbu menjulang dari permukaan tanah.
Jalan tidak rata dan sedikit konturing.
Flora dan Fauna
: Flora di sekitar mulut gua adalah
pohon kirawai, kemiri, picung, tiang dan lainnya. Fauna yang ada
di sekitar mulut gua adalah babi hutan, siput darat, laba-laba,
kupu-kupu dan serangga lainnya, sedangkan yang di dalam gua
ditemukan jangkrik, kalacemeti, kaki seribu dan fauna lainnya.

2.3 Keadaan Flora dan Fauna


2.3.1 Keadaan Flora
Kawasan karst memiliki fungsi ekosistem yang serupa dengan
hutan rimba yaitu sebagai pengatur tata air khususnya air bawah
tanah dan penyimpan potensi karbon. Kerusakan lingkungan
pada bentang lahan karst seperti akibat penambangan akan
mengakibatkan matinya sumber air bawah tanah yang berlimpah.
Keanekaragaman hayati ekosistem karst dan gua sangat spesifik
dan terbatas. Spesies yang hidup di kawasan karst Klapanunggal
kebanyakan telah beradaptasi pada lingkungan tinggi kadar
kalsium dan tahan akan kekeringan selama beberapa bulan.
Berbagai tumbuhan yang ditemukan di sana diantaranya
adalah berbagai pepohonan seperti pohon albasiah (Albizia
chinensis), trembesi (Samanea saman), jati (Tectona Grandis),

Palawa Unpad

| 45

picung (Pangium edule), mangga (Mangifera indica), kemiri


(Dipterocarpus Sp), karet (Hevea brasiliensis), bambu (Melocanna
bacifera), rotan (Calamus rotang) dan lainnya. Karena sebagian
besar masyarakat sekitar bekerja sebagai petani ladang maka
banyak pula ditemukan tanaman seperti padi huma (Oryza sativa),
jahe (Zingiber officinale), paria (Momordica charantia), cabai
(Capsicum) dan kopi (Cofea Sp).

2.3.2 Keadaan Fauna

Kawasan karst Klapanunggal mempunyai keanekaregaman


hayati seperti kawasan karst pada umumnya. Fauna yang terdapat
di sekitar kawasan karst Klapanunggal merupakan fauna yang
sudah beradaptasi dengan lingkungan yang ada, seperti pada
medan kawasan karst yang bebatuan gersang serta medan
lingkungan gua yang memiliki kondisi yang gelap.
Adapun spesies yang ditemukan di kawasan karst Klapanunggal
ini adalah berbagai serangga seperti laba-laba (Arachnida Sp),
lebah (Apis Sp), semut (Fomicidae) serta predator seperti babi
hutan (Sus scrofa) dan macan (Panthera pardus). Tim memang
belum bertatapan langsung dengan babi hutan dan macan, namun
dari cerita warga masih ditemukan hewan semacam itu disini.
Fauna di dalam gua merupakan fauna yang sudah beradaptasi
dengan lingkungan yang ada, yaitu kondisi gelap abadi.
Adapun spesies yang dapat ditemukan pada gua dari kawasan
karst Klapanunggal yang tim telusuri adalah jangkrik (Gryllus
assimilis), kalacemeti (Amblypygi), kapinis (Apus nipalensis),
laba-laba (Arachnida), beberapa jenis kelelawar (Chiroptera), kaki
seribu (Diplopoda) dan beberapa hewan renik.

46 | Divisi Caving

Palawa Unpad

| 47

48 | Divisi Caving

BAB III
TATA KERJA TIM

PENGEMBARAAN

3.1 Kerja Tim Pengembaraan


Pelaksanaan kegiatan pengembaraan terbagi ke dalam
tiga bagian kegiatan yakni prapelaksanaan, pelaksanaan dan
pascapelaksaanaan. Dalam kegiatan prapelaksanaan tim
melakukan berbagai rangkaian kegiatan untuk menunjang kegiatan
pengembaraan tersebut. Diantaranya seperti menyiapkan proposal,
pengumpulan data lokasi pengembaraan, perencanaan kerja di
lapangan, perencanaan pendanaan kegiatan tim, melaksanakan
program bina jasmani, melakukan pendalaman materi penunjang
kegiatan serta melakukan latihan dan simulasi yang dibutuhkan
oleh seluruh anggota tim. Dalam kegiatan prapelaksanaan ini
tim merencanakan seluruh perencanaan yang tim lakukan sejak
penyusunan proposal dan perencanaan tim hingga tahap publikasi
laporan hasil pengembaraan.
Dalam tahap pelaksanaan tim melakukan kegiatan dengan
dasar perencanaan dan persiapan yang telah dipersiapkan dari
kegiatan dalam tahap prapelaksanaan. Dalam tahap ini tim

Palawa Unpad

| 49

melakukan penelusuran dan pemetaan gua serta penelitian


terhadap eksokarst dan endokarst kawasan karst Klapanunggal
dengan melakukan operasional di lapangan selama delapan hari.
Penelitian yang tim lakukan terdiri dari penelitian mengenai
pendataan keberadaan biota gua, pengujian kualitas air, pendataan
aspek sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan gigi masyarakat di
kawasan Karst Klapanunggal, Dusun Cibuntu, Desa Leuwi Karet
Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor.
Dalam tahap pascapelaksanaan terdapat tindak lanjut dari tim
setelah kegiatan dilaksanakan, seperti menyusun laporan kegiatan,
laporan hasil penelitian eksokarst dan endokarst kawasan karst
Klapanunggal, mengolah data hasil penelusuran dan pemetaan
berupa peta-peta gua, serta mengolah hasil dokumentasi dengan
berupa foto-foto kegiatan serta film-film yang dipublikasikan
oleh tim. Dalam tahap pascapelaksanaan ini juga tim melakukan
presentasi hasil kegiatan pengembaraan terhadap warga Dusun
Cibuntu, Desa Leuwi Karet Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten
Bogor.

3.1.1 Proposal
Proposal merupakan bagian penting dalam sebuah perencanaan
kegiatan. Proposal adalah bentuk perencanaan tertulis yang
didalamnnya terpapar mengenai tema, konsep dan segala perihal
kebutuhan yang menyangkut keberlangsungan kegiatan seperti
perencanaan dan persiapan. Proposal ini tim susun dengan
bimbingan dari pembimbing tim serta berbagai informasi yang
didapatkan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktu
dan pikirannya.
Tim mengajukan proposal kegiatan pengembaraan ini ke
Dewan Pengurus XXVI PALAWA UNPAD dan Rektorat Universitas

50 | Divisi Caving

Padjadjaran. Tim juga mengajukan proposal perihal pendanaan


yang tim butuhkan ke pihak sponsor.
Dalam pelaksanaannya beberapa rencana tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, karena persiapan proposal yang
kurang matang dan banyak dilakukan revisi sehingga tim terlambat
mengajukan proposal kegiatan ke rektorat. Terlalu sedikit waktu
yang tersisa menjelang waktu keberangkatan sejak diajukannya
proposal sponsor menyebabkan sulitnya permohonan sponsor
dikabulkan walaupun semua perencanaan proposal untuk sponsor
telah diajukan.

Palawa Unpad

| 51

3.1.2 Perizinan
Perizinan merupakan aspek penting dalam sebuah kegiatan
sebagai bentuk legalitas. Di samping demi menjaga kelancaran
dan keamanan saat kegiatan berlangsung. Perizinan yang tim buat
berbentuk perizinan kegiatan, tempat dan pemberitahuan pada
pihak-pihak yang diperlukan. Berikut rincian perizinan yang telah
tim lakukan:
Di dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang tidak sesuai
dengan rencana, seperti terlambatnya perizinan dari rektorat
dan beberapa surat pemberitahuan yang telah direncanakan
untuk disampaikan pada pihak-pihak terkait sempat mengalami
kehilangan. Namun perizinan tetap dapat dijalankan sesuai dengan
rencana.

52 | Divisi Caving

Palawa Unpad

| 53

3.1.3 Materi
Pembekalan materi dan teknik tentunya menjadi kebutuhan
utama dalam kegiatan yang timlakukan. Materi-materi
yangdiperlukan adalah materi mengenai pengenalan kawasan
karst, penelusuran gua, pengambilan dan pengolahan data
pemetaan, pengambilan dan pengolahan data dokumentasi,
pengambilan dan pengolahan data penelitian eksokarst dan
endokarst seperti pengujian kualitas air, pendataan biota-biota
gua, pendataan aspek sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan gigi
masyarakat, serta diskusi materi mengenai Penolongan Pertama
Gawat Darurat (PPGD) dan materi cave rescue.
Untuk materi pengenalan kawasan karst, penelusuran
gua, pengambilan dan pengolahan data pemetaan gua telah
tim dapatkan materi-materi dasarnya saat Pendidikan dan
Latihan Dasar (Diklatdas) XXVII dan Masa Bimbingan (Mabim).
Tim mengadakan materi dengan mengundang pemateri dari
pihak internal PALAWA UNPAD seperti Dewan Pengurus XXVI,
Pembimbing serta Anggota Luar Biasa PALAWA UNPAD serta
dari pihak eksternal tim melakukan materi dengan pemateri dari
HIMAKOVA IPB. Untuk pengembangan materi penelusuran dan
pemetaan gua tim juga mendalami teknik cave rescue dengan
lebih terperinci dan jelas dibanding saat Mabim selain itu tim juga
melakukan latihan rutin serta melakukan simulasi ke lapangan
untuk lebih memperdalam seluruh materi yang ada.
Tidak ada hambatan yang berarti dalam pelaksanaan materi.
Beberapa hal yang tidak berjalan sesuai dengan rencana adalah
adanya perubahan tanggal pemberian materi karena perubahan
tanggal dan ketidakpastian dari anggota tim dalam menyanggupi
keikutsertaan dalam materi, ada pula beberapa perubahan
pemateri dari rencana awal karena pertimbangan waktu dan isi

54 | Divisi Caving

materi. Berikut adalah tabel kurikulum materi pendukung tim.

Palawa Unpad

| 55

3.1.4 Latihan Fisik dan Mental


Di samping pembekalan materi, tim juga mempersiapkan
fisik dan mental dalam program latihan fisik dan mental yang
dijadwalkan secara teratur. Program latihan fisik yang tim buat
telahdidiskusikan terlebih dahulu dengan salah seorang Anggota
Luar Biasa PALAWA UNPAD, Kang Ferry (PW), yang telah memiliki
spesifikasi khusus dalam bidang ini.
Pelatihan fisik dan mental tim buat dengan program latihan
fisik dan mental seperti bina jasmani, latihan, serta simulasi.
Diharapkan dari kegiatan tersebut fisik tim dapat berkembang dan
mencapai target untuk melakukan kegiatan pengembaraan tim

56 | Divisi Caving

serta mental siap untuk melaksanakan kegiatan pengembaraan.


Dalam program latihan fisik tim melakukan bina jasmani
yang dilaksanakan setiap dua kali dalam seminggu, latihan
bersama seperti pemetaan, pengolahan data peta, teknik-teknik
memasuki gua horizontal maupun vertikal dan cave rescue pada
waktu yang terjadwalkan juga simulasi ke lapangan untuk melatih
kesiapan fisik dan menguji mental dan kemampuan tim. Sedangkan
untuk latihan mental dipastikan seluruh anggota tim memiliki
kemampuan dalam materi dan teknik secara merata dan maksimal
dengan program bina jasmani, latihan dan simulasi. Hal tersebut
meningkatkan kepercayan diri dan kekompakan dalam tubuh tim
yang sangat membantu saat pelaksanaan pengembaraan.
Hal dalam pelaksanaan latihan fisik dan mental yang tidak
berjalan sesuai dengan rencana adalah jadwal. Perbedaan jadwal
kuliah dan kegiatan yang lain membuat sulitnya menyusun
jadwal bina jasmani, dan terkadang latihan. Hal ini menyebabkan
diadakannya beberapa kegiatan susulan.

3.1.5 Pendanaan
Kegiatan penelitian ini tentunya tidak terlepas dari kebutuhan
pendanaan untuk menunjang seluruh kebutuhan kegiatan baik
saat prapelaksanaan, pelaksanaan maupun pascapelaksanaan.
Pendanaan dirancang untuk memenuhi kebutuhan seluruh
bidang kepanitiaan, seperti kebutuhan administrasi, konsumsi,
logistik, dokumentasi, transportasi, medik dan perizinan. Sumber
pendanaan kegiatan ini diantaranya berasal dari Rektorat
Universitas Padjadjaran, Dewan Pengurus PALAWA UNPAD, dana
usaha dan swadaya anggota tim.
Hal yang tidak berjalan sesuai dengan rencana adalah tidak
adanya sponsor dan terlambatnya uang dari pihak rektorat. Namun

Palawa Unpad

| 57

hal ini dapat ditanggulangi dengan swadaya anggota tim sehingga


bukan lagi menjadi persoalan.

3.1.6 Logistik
Pengadaan logistik merupakan salah satu aspek penting
dalam suatu kegiatan. Dalam pengadaan logistik peralatan dan
perlengkapan yang dibutuhkan saat kegiatan dipenuhi dengan cara
menggunakan alat pribadi tim dan sebagian besar meminjam serta
sebagian lainnya dipenuhi dengan cara membeli. Untuk kebutuhan
konsumsi tim mempersiapkan menu untuk selama delapan hari
operasional ditambah makanan cadangan untuk dua hari.
Konsumsi yang dibawa berupa makanan basah dan kering.
Sebagian bahan-bahan konsumsi dipersiapkan dan dibawa dari
Sekretariat PALAWA UNPAD dan sebagian lainnya tim beli ketika
berada di medan operasional. Untuk kebutuhan peralatan yang
tim pinjam, tim memenuhinya dengan meminjam dari Dewan
Pengurus XXVI PALAWA UNPAD serta beberapa organisasi mapala
yang berada di wilayah Bandung Raya. Organisasi mapala yang tim
mintai bantuannya mengenai peralatan adalah MAHACITA (UPI),
ASTACALA (UNTEL), MAPENTA (UNISBA), KMPA GANESHA (ITB),
MAPALIGI (UNIKOM).
Tidak ada hambatan yang berarti dalam pemenuhan logistik.
Semua barang yang diperlukan dapat terpenuhi hingga hari
keberangkatan.

58 | Divisi Caving

3.1.7 Penelusuran, Pemetaan dan Penelitian Sumber?


Teknik pengumpulan dan pengolahan data
3.1.7.1 Teknik Penelusuran
Selain melakukan penelusuran tim juga melakukan pemetaan
gua dengan tujuan gua yang tim telusuri dapat tim dokumentasikan
ke dalam peta sehingga memudahkan tim dalam pengolahan
data hasil penelitian pendataan biota-biota gua. Dalam kegiatan
pemetaan di lapangan tim memakai Grade 3C. Sistem pemetaan
yang tim lakukan yakni Bottom to Top. Sedangkan metode yang tim
gunakan adalah Forward method. Teknik pencatatan data mengacu
pada lampiran 10 dan teknik pengolahan data mengacu pada
lampiran 11. Berikut akan ditampilkan juga tabel pemetaan yang
berisi penjelasan pembagian kerja dalam kegiatan pemetaan.
Dari data yang diperoleh di lapangan mengenai pemetaan
gua, selanjutnya tim mengolah data angka tersebut dengan
menggunakan teknik penggambaran peta kartesian. Teknik
penggambaran kartesian itu dimulai dengan mengolah data
dengan rumus-rumus tertentu seperti yang terdapat pada
lampiran 11 dengan bantuan software Microsoft excel. Data
angka yang dihasilkan Microsoft excel kami gambarkan di atas
kertas kalkir dengan berpedoman pada buku Stasiun Nol TeknikTeknik Pemetaan dan Survey Hidrologi Gua karya Erlangga Esa
Laksamana. Terbentuknya peta kartesian tersebut diharapkan
dapat menjadi salah sumber data sekunder bagi para penggiat
yang hendak menelusuri gua-gua yang telah tim telusuri dan
dibuat peta kartesiannya.
Analisis data dilakukan dengan memproses angka-angka dan
gambar yang tertulis di lembar pengambilan data pemetaan menjadi
peta gua yang mudah dimengerti orang yang melihatnya.

Palawa Unpad

| 59

3.1.7.2 Metode Penelitian Fauna Gua


Pengambilan sampel dan identifikasi fauna gua tim lakukan
karena belum adanya sumber daya manusia yang melakukan
pengambilan sampel dan identifikasi fauna gua pada gua-gua yang
terdapat pada Dusun Cibuntu ini. Fauna gua sebenarnya penting
untuk diteliti karena ekosistem dalam gua adalah ekosistem
yang unik, sangat berbeda dengan kenampakan alam yang lain
dan dari ekosistem yang unik tersebut menghasilkan fauna yang
unik pula, yang mungkin juga berbeda antara gua yang satu
dengan yang lainnya. Beberapa biota gua juga berfungsi dalam

60 | Divisi Caving

pengendalian ekosistem dan bisa menjadi indikator terhadap


kerusakan lingkungan.
Mengenai materi dan metode pengambilan sampel fauna gua,
tim dapatkan melalui diskusi langsung dengan pihak HIMAKOVA
yang sudah terlebih dahulu berkecimpung dalam kegiatan
semacam ini dan tentunya tim melakukan studi litelatur yang
didapatkan dari berbagai sumber.
Tim mengambil sampel fauna gua kelompok filum Arthropoda
(hewan beruas) dan kelompok ordo Chiroptera(kelelawar).
Pengambilan sampel, tim lakukan secara langsung atau dikenal
juga dengan metode koleksi langsung. penjelasan terperinci dapat
dilihat pada pemaparan metode. Setelah sampel berhasil diambil
dari lapangan selanjutnya tim bekerja sama dengan LIPI.
Tim pengembaraan beserta tim identifikasi fauna LIPI
melakukan identifikasi dengan diskusi bersama. Tim identifikasi
fauna LIPI memberikan pengarahan bagaimana mengidentifikasi
fauna dengan berpedoman pada field guide (panduan lapangan).
Ada sebagian sampel yang diidentifikasi langsung oleh tim
identifikasi fauna LIPI. Sebagiannya tim belajar melalui
pengamatan terhadap sampel yang kemudian dicocokkan sesuai
yang tertera di dalam field guide.

Pengambilan sampel tim lakukan secara langsung dan untuk


identifikasi fauna gua tim menjalin kerjasama dengan LIPI. Hasil
dari identifikasi gua tersebut tim buat laporan tertulis secara
singkat. Berikut dipaparkan alat dan bahan serta metode yang
dilakukan untuk pengambilan sampel fauna gua.
Pengambilan sampel Arthropoda
1. Alat dan Bahan

Botol spesimen berbagai ukuran

Palawa Unpad

| 61

Sarung tangan

Label

Plastik spesimen
Alkohol 70%
Kuas

Spidol permanent
Kamera
Pinset

Sendok

Jaring ikan kecil

2. Metode

1. Penelusuran gua dilakukan oleh empat orang selaku


tim surveyor, leader dan descriptor. Anggota tim dibagi dalam
beberapa wilayah pengamatan.
2. Pencarian dan pengambilan spesies dilakukan di sepanjang
lorong gua serta tempat-tempat di dalam gua seperti ornamen
gua, langit-langit gua, dinding gua, dan aliran air dalam gua.
3. Spesies filum Arthropoda yang berukuran besar
diambil dengan menggunakan sarung tangan, untuk spesies
yang berukuran sedang diambil dengan menggunakan pinset
sedangkan untuk spesies yang berukuran kecil menggunakan
kuas atau sendok dan dimasukkan ke dalam wadah sampel, jika
memungkinkan spesimen langsung direndam dengan alkohol
70%, jika tidak spesimen dimasukkan ke dalam wadah plastik
dan direndam diluar gua.
4. Spesimen yang diambil kemudian di dokumentasikan.
5. Jumlah spesies yang diambil merupakan perwakilan dari

62 | Divisi Caving

spesies-spesies yang ditemukan pada gua tersebut.


6. Untuk spesies yang sulit diperoleh, spesies diabadikan
dengan foto.
7. Wadah spesimen harus diberikan label yang berisi
informasi mengenai nama gua, nama surveyor, tanggal, dan lokasi
diambilnya spesimen serta nomor image di kamera dalam gua
tersebut.
8. Identifikasi spesies dilakukan melalui kerja sama dengan
LIPI.

9. Mencatat hasil identifikasi dan membuat peta penyebaran


fauna dalam gua untuk mengetahui di zona apakah fauna tersebut
banyak ditemukan.
Pengambilan sampel Chiroptera:
1. Alat dan Bahan

Botol specimen

Label

Alkohol 70%
Harpanet
Polenet

Kamera

Spidol permanent
Jarum suntik

2. Metode

1. Penelusuran gua dilakukan oleh empat orang selaku


tim surveyor, leader dan descriptor. Anggota tim dibagi dalam
beberapa wilayah pengamatan.
2. Pencarian spesies dilakukan di sepanjang lorong gua.

Palawa Unpad

| 63

3. Untuk lorong tinggi yang tidak memungkinkan untuk


dijangkau, spesies kelelawar ditangkap dengan memancing
kelelawar kemudian dijebak menggunakan harpanet yang
dipasang di lorong dekat sarang kelelawar. Sedangkan untuk
lorong yang dapat dijangkau, spesies ditangkap menggunakan
polenet atau jaring bertangkai.
4. Kelelawar yang tertangkap langsung dibius dengan
suntikan berisi alkohol 70% di jantung dan beberapa persendian
tertentu.
5. Lalu spesies dimasukkan ke dalam toples spesimen berisi
alkohol 70%.
6. Spesimen yang diambil kemudian di dokumentasikan.
7. Identifikasi lebih lanjut mengenai spesies dilakukan
melalui kerja sama dengan LIPI.
Contoh label identifikasi fauna gua:
Nama gua

Surveyor

Tanggal

Lokasi :
Analisis data dilakukan dengan membawa spesimen yang
telah ditangkap ke Bidang Biologi LIPI yang terletak di Bogor. Di
LIPI spesimen tersebut diidentifikasi sehingga didapatkan data
mengenai nama-nama spesies tersebut sehingga dapat diketahui
hewan apa saja yang dapat ditemukan di dalam gua-gua yang
telah didatangi.

64 | Divisi Caving

3.1.7.3 Metode Pendataan Sosial, Ekonomi dan Budaya


Masyarakat
Pendataan aspek sosial masyarakat dilakukan untuk
mengetahui bagaimana kehidupan sosial masyarakat Dusun
Cibuntu yang letaknya tidak jauh dari pusat kota namun aksesnya
cukup sulit dijangkau dan lokasinya dipisahkan oleh perbukitan
karst serta hidup tanpa listrik yang memadai.
Tim menanyakan asal mula terbentuknya Dusun Cibuntu
dan asal penduduknya. Tim juga mencari tahu pola kehidupan
masyarakat tanpa listrik dan fasilitas yang memadai, cara
memenuhi kebutuhan hidup, dan interaksi dengan dunia luar
dengan akses keluar-masuk Dusun Cibuntu yang cukup sulit.
Pendataan kondisi ekonomi di sana tim lakukan untuk
meneliti taraf hidup masyarakat di sana. Tim mencari tahu pola
hidup melalui sandang, pangan, dan papan yang dimiliki oleh
masyarakat.
Pendataan mengenai budaya masyarakat yang dilakukan
mengenai budaya masyarakat sekitar gua yang masih menjadikan
gua sebagai media petapaan atau kegiatan spiritual lainnya. Hal
ini berkaitan dengan upaya masyarakat untuk menjaga kelestarian
gua. Sebagai kegiatan pascaoperasional, tim memberikan materi
mengenai kawasan karst dan arti penting pelestarian karst agar
penduduk sekitar gua tersebut teredukasi mengenai kawasan
karst dan peranan kawasan karst.
Tim mengambil data dari sepuluh responden dengan
metode sampling strata bertujuan dan teknik snowball untuk
mendapatkan data yang menggambarkan kondisi sebenarnya
di lapangan. Responden yang sesuai kemudian tim wawancarai
secara informal dalam kondisi alamiahnya.
1. Alat dan bahan:

Palawa Unpad

| 65

Kertas

Pulpen/ pensil
Handycam

2. Metode:

Peneliti menggunakan metode deskriptif. Fenomena yang


diangkat adalah mengenai kondisi ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat yang tinggal di kawasan karst yang masih asri
sementara terdapat industri pertambangan yang berada tidak
jauh letaknya dari dusun tersebut. Peneliti menggunakan metode
deskriptif karena hendak menjabarkan keadaan yang terjadi di
lapangan.
Narasumber adalah sumber data yang dapat memberikan
data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban
tertulis melalui angket (Arikunto 2002: 107). Penelitian ini
menggunakan narasumber yang berhubungan langsung dengan
objek penelitian.
Mendekatkan diri kepada para narasumber dilakukan dengan
menggunakan cara informal, dengan mendatangi narasumber
secara langsung. Untuk mendapatkan pendekatan secara
emosional dengan narasumber, peneliti melakukan pembicaraan
yang dilakukan pada kondisi alamiah narasumber.
Analisis data dilakukan dengan mengolah data hasil
wawancara kepada beberapa warga Dusun Cibuntu yang terpilih
menjadi sebuah cerita yang menggambarkan bagaimana keadaan
dan kehidupan di Dusun Cibuntu itu sendiri beserta asal-usul
terbentuknya. Data diolah dengan memperhatikan dari tingkat
keberagaman jawaban narasumber. Jawaban yang paling sering
muncul,tim kaitkan dengan data sekunder yang dimiliki untuk
kemudian dibuat kesimpulan.

66 | Divisi Caving

3.1.7.4 Metode Pemeriksaan Kesehatan Gigi


Tim meneliti kesehatan gigi dan mulut masyarakat sebagai
upaya untuk mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang
berupa pengabdian masyarakat serta untuk mengamalkan
disiplin ilmu yang telah dipelajari beberapa anggota tim sebagai
mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi. Setelah diteliti, didapatkan
indeks mengenai kesehatan gigi masyarakat. Hasil dari indeks
yang didapat tim publikasikan kepada masyarakat, setelah itu
tim memberi pengetahuan kepada masyarakat bagaimana kondisi
kesehatan mulut yang baik dan mengajarkan bagaimana cara
merawat serta menyikat gigi dengan benar.
Tim mengambil 25 responden secara acak. Selain itu tim
juga mempersiapkan beberapa pertanyaan untuk informasi yang
dibutuhkan mengenai kebiasaan masyarakat dalam menjaga
kesehatan gigi dan mulut.
Ke b e r s i h a n g i g i d a n m u l u t d a p a t d i u ku r d e n ga n
mempergunakan indeks. Indeks adalah angka yang menyatakan
keadaan klinis yang didapat pada waktu diadakan pemeriksaan.
Angka yang menunjukan kebersihan gigi dan mulut seseorang ini
adalah angka yang diperoleh berdasarkan penilaian yang objektif,
dengan menggunakan suatu indeks, maka tim dapat membuat
suatu evaluasi berdasarkan data-data yang diperoleh, sehingga
tim dapat melihat kemajuan atau kemunduran kebersihan gigi
dan mulut seseorang atau masyarakat.
Menurut Green dan Vermillion (1964) untuk mengukur
kebersihan gigi dan mulut adalah dengan mempergunakan
suatu indeks yang disebut Oral Higiene Index Simplified (OHI-S).
Nilai dari OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil
penjumlahan antara debris indeks dan kalkulus indeks, berikut
pemaparannya.

Palawa Unpad

| 67

1. Alat dan Bahan

Sonde

Disclosing solution
Kaca mulut

2. Metode

1. Mulut responden ditetesi dengan disclosing solution


dan disclosing solution di sebarkan ke seluruh penjuru rongga
mulut.
2. Plak dalam rongga mulut diamati menggunakan sonde
dengan bantuan kaca mulut
3. Hasil pengamatan ditulis pada tabel dalam lampiran 15.
Mengukur kesehatan gigi masyarakat dapat dilakukan dengan
menggunakan indeks DMF. DMF adalah suatu teknik untuk
menghitung jumlah gigi yang decayed (karies), missing (hilang),
atau filled (restorasi) dalam rongga mulut. Analisisnya dapat
berdasarkan jumlah DMF gigi (DMF-T) per orang atau jumlah
DMF permukaan gigi (DMF-S). Indeks ini dikembangkan oleh
Henry Klein, Carrole E Palmer, and Knutson JW pada tahun 1938.
Indeks ini didasarkan pada kenyataan bahwa jaringan keras gigi
tidak mengalami penyembuhan diri dari karies dan meninggalkan
bekas. Gigi tetap menjadi membusuk dan jika dilakukan perawatan
dapat diekstraksi atau direstorasi. Indeks ini irreversible, artinya
mengukur total pengalaman karies seumur hidup. Indeks ini
memperlihatkan jumlah pengalaman karies seumur hidup individu
dan kelompok individu. D adalah gigi yang karies, M adalah gigi
yang hilang karena karies, dan F adalah gigi yang direstorasi karena
karies. Berikut adalah pemaparan mengenai alat dan bahan serta

68 | Divisi Caving

metode yang digunakan.


1. Alat dan Bahan

Sonde

Kaca mulut

2. Metode

1. Responden diinstruksikan untuk membuka mulutnya.


2. Semua gigi diamati apakah gigi tersebut termasuk kategori
decayed, missing, atau filling.
3. Hasil dari pengamatan dicatat pada lampiran 16.

Analisis data dilakukan dengan menghitung jumlah indeks


OHI-S dan DMF kemudian dimasukkan ke dalam rumus seperti
yang tertera diatas. Dariperhitungan tersebut didapatkan angka.
Angka tersebut diolah menggunakan perhitungan statistika
deskriptif, yang kemudian digunakan sebagai penentuan indikator
terhadap keadaan kesehatan mulut warga Dusun Cibuntu.

3.1.7.5 Metode Pengujian Kualitas Air


Pengujian kualitas air ini tim lakukan untuk mengetahui
apakah air yang dipakai masyarakat Dusun Cibuntu layak guna
dan dapat dipakai untuk mandi, konsumsi, sertakeperluan mencuci
seperti mencuci baju atau peralatan dapur. Pengujian kualitas
air tim lakukan pada aliran air yang terdapat pada Gua Ciranji
karena aliran air pada gua tersebut mengalir ke Dusun Cibuntu
dan dijadikan sumber air oleh masyarakat sekitar, selain itu tim
memilih aliran air pada Gua Ciranji ini karena merupakan sumber
air tanah alami.

Palawa Unpad

| 69

Hasil dari pengujian kualitas air tersebut tim publikasikan


kepada masyarakat Dusun Cibuntu, apakah air tersebut layak guna
atau tidak. Indikator untuk menguji kualitas air dapat dilakukan
berdasarkan uji fisik, uji biologis, danuji kimiawi. Uji fisik adalah
pengujian yang berkaitan dengan kondisi fisik air yang terlihat
seperti pengukuran lebar sungai, kecerahan air, warna air dan
materi yang terbawa air. Uji biologis berupa melihat kandungan
biologis atau makhluk hidup dari air tersebut, contohnya bakteri.
Uji kimiawi adalah menguji kandungan unsur kimia yang terdapat
pada air tersebut, contohnya timbal, tembaga, seng, sulfat,
dll. Laboratoruim tempat tim menguji kandungan air adalah
Laboratorium Ekologi Universitas Padjadjaran yang terletak di
Bandung.
Ada beberapa pengujian yang dapat tim lakukan secara
langsung ditempat dengan cara observasi singkat berupa
mengukur suhu air, mengukur pH air, mengukur kecerahan,
melihat warna air yang tampak, menamati bau air, dan mengamati
materi terlihat yang terbawa air, untuk penelitian lebih lanjut
mengenai kandungan air timmengambil sampel dan melakukan
uji laboratorium.Berikut dipaparkan alat dan bahan serta metode
untuk pengujian kualitas air.
1. Alat dan Bahan

Termometer air raksa

Kompan 2 liter

Kertas indikator unive rsal pH


Pita ukur
Cool box
Label

70 | Divisi Caving

Spidol permanent

2. Metode

1. Observasi singkat dan pengambilan sampel air dapat


dilakukan minimal oleh satu surveyor.
2. Surveyor mengambil sampel dan melakukan observasi
singkat pada aliran air yang bergerak, bukan pada genangan air.
3. Mengukur suhu sungai dengan menggunakan termometer
air raksa.
4. Mengukur pH dengan menggunakan kertas indikator
universal
5. Mengamati kecerahan dengan melihat keruh atau
kejernihan airnya dari dua titik yang berdekatan.
6. Mengamati warna yang tampak pada air yang diamati.
7. Mencium bau air sungai.
8. Mengamati materi terlihat yang terbawa air.
9. Kompan diberi label agar tidak tertukar dan dimasukkan
ke dalam cool box.
10. Semua hasil observasi singkat dicatat pada lembar yang
ada pada lampiran 13.
Analisis data dilakukan dengan cara mengirim sampel air
ke Laboratorium Ekologi yang terletak di Bandung. Hasil yang
didapatkan dari laboratorium tersebut adalah data mengenai
jumlah-jumlah zat yang dikandung sumber air dari Gua Ciranji
dan bagaimana cara membuat air tersebut menjadi layak minum.
Tim mengambil sampel yang berasal dari salah satu sungai yang
merupakan aliran dari Gua Ciranji, Dusun Cibuntu, Desa Leuwi

Palawa Unpad

| 71

Karet, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor sebanyak dua


buah kompan berkapasitas 2,5 liter.
Beberapa parameter seperti bau, suhu, warna dan pH diuji
di lapangan dengan dua kali pengulangan. Selanjutnya untuk
hasil yang lebih maksimal tim melakukan pengujian dengan
meminta bantuan Labolatorium Ekologi Universitas Padjadjaran
di Bandung. Sampel air yang akan diuji diberikan maksimal 1x24
jam supaya keadaan fisiknya tidak berubah. Dalam perjalanan air
harus didinginkan dengan diberi es batu agar kualitasnya tetap
stabil. Tim memberikan contoh sampel pada hari Kamis, 17 Juli
2014 pukul 16.30. Dibutuhkan waktu selama 19 hari hingga hasil
uji laboratorium tersebut selesai.
Laporan Hasil Uji berisikan parameter fisika, kimia dan biologi
dengan membandingkan hasil analisis laboratorium dengan angka
baku mutu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum.

3.1.8 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu faktor utama yang
penting, karena dokumentasi berperan sebagai catatan otentik
dalam suatu kegiatan. Untuk kegiatan pengembaraan di kawasan
karst Klapanunggal data dokumentasi yang diambil berupa catatan
tertulis, foto, dan video. Tim membuat laporan tertulis mengenai
kegiatan pengembaraan tim serta laporan hasil penelitian tim
dalam bentuk laporan kegiatan dan laporan penelitian yang tim
berikan pada masyarakat sekitar dengan melakukan persentasi
dan memberikan selebaran simpulan hasil kegiatan tim. Selain itu
juga tim menghasilkan dokumentasi berupa foto dan video yang
tim olah menjadi sebuah video dokumenter dan tim publikasikan

72 | Divisi Caving

melalui situs Youtube, Twitter dan Facebook di grup PALAWA


UNPAD.

3.1.9 Publikasi
Selain melakukan dokumentasi kegiatan, tim juga
melakukan publikasi mengenai kegiatan yang tim lakukan. Tim
mempublikasikan kegiatan pengembaraan tim di kawasan karst
Klapanunggal dalam berbagai bentuk. Pertama, tim melakukan
publikasi dengan menggunakan media sosial yaitu Facebook
dan Twitter menggunakan akun PALAWA UNPAD, membuat
spanduk dan baliho serta menulis tulisan kegiatan yang dimuat
di situs Universitas Padjadjaran, situs PALAWA UNPAD.Tim
mempublikasikan hasil pengembaraan tim dalam bentuk film dan
tulisan ke berbagai situs dan media sosial.

3.1.10 Komunikasi dan Evakuasi


3.1.10.1 Komunikasi
Dalam rangkaian jalur komunikasi, tim membuat tiga jalur
komunikasi, yaitu antara sekretariat dan basecamp lapangan,
sekretariat Linggih Alam dan basecamp lapangan, serta basecamp
lapangan dengan tim yang sedang berkegiatan di lapangan.
Mengikuti jalur komunikasi yang telah ada, komunikasipun
dilakukan sebanyak empat kali setiap harinya dengan rincian
pukul 05.00 WIB, 12.00 WIB, 16.00 WIB, 20.00 WIB. Setiap
basecamp ditanggung jawabkan oleh satu orang yang nantinya
berfungsi sebagai pemberi dan penerima informasi. Berikut adalah
nomer kontak penting:
1. Basecamp Lapangan :

Doni (085722444682)

Palawa Unpad

| 73

Anggi (085323633393)

2. Sekretariat PALAWA UNPAD :

Ichsan (08561331765)
Tika (087827508827)

Mustika (081927792407)

3. Sekretariat Linggih Alam:

Husni (089651782381)

Bandot (089653346418)

Tim menggunakan alat komunikasi HP untuk komunikasi yang


dilakukan antar sekretariat PALAWA UNPAD dengan basecamp
di lapangan. Dan untuk basecamp lapangan dengan Sekretariat
Linggih Alam, tim menggunakan alat komunikasi HP. Sedangkan
untuk komunikasi antar basecamp lapangan dengan tim yang
sedang melakukan aktifitas di lapangan, tim menggunakan alat
komunikasi berupa peluit.

3.1.10.2 Evakuasi
Dalam alur evakuasi ini perihal yang dipersiapkan oleh tim
meliputi perencanaan jalur evakuasi. Jalur evakuasi dirancang
sebagai jalur alternatif apabila rencana perjalanan tidak sesuai
dengan perencanaan awal atau jika terjadi kecelakan dan terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan. Jalur evakuasi disesuaikan dengan
medan yang ada yang diharapkan dapat mempermudah tindakan
evakuasi. Berikut beberapa tindakan evakuasi pada penelusuran
gua vertikal.
Keadaan descending:

74 | Divisi Caving

Tabel 9.

Palawa Unpad

| 75

Pada korban yang mengalami kecelakaan di posisi bawah,


korban akan dibawa kedasar gua terlebih dahulu kemudian
korban akan dinaikan ke mulut gua dengan cara team rescue.
Team rescue ini dilakukan dengan cara membuat sistem hauling
untuk mengangkat korban keatas menuju mulut gua dan keluar
dari gua. Namun bila mulut gua sempit dan tidak dapat dibuat
team rescue, korban diangkat keluar gua dengan sistem hauling
yang lebih sederhana.

76 | Divisi Caving

Berikut tindakan evakuasi pada penelusuran gua horizontal


dan terjadi hal yang tidak diinginkan ketika di basecamp. Apabila
terjadi kecelakaan saat penelusuran gua horizontal maka korban
akan dikeluarkan dahulu dari dalam gua dengan teknik-teknik
horizontal rescue dalam gua, kemudian dievakuasi sesuai dengan
prosedur Emergency Rescue Procedure (ERP). Ketika korban sudah
bisa keluar dari gua maka korban akan ditangani oleh anggota tim
yang lain dengan bantuan obat-obatan yang terdapat dalam tas
medik, namun jika tim tidak dapat menangani korban, korban akan
dibawa ke Puskesmas Klapanunggal, sesuai dengan perizinan yang
telah disepakati dengan pihak puskesmas sebelumnya. Apabila
penanganan di puskesmas tidak dapat memenuhi kebutuhan
korban, korban akan dievakuasi menuju rumah sakit terdekat.

3.2 Antisipasi Bahaya


3.2.1Bahaya Objektif
Definisi dari bahaya objektif adalah segala bentuk bahaya
atau potensi bahaya yang ditimbulkan oleh objek gua itu sendiri
dan segala sesuatu yang berada dilingkungannya. Bahaya objektif
ini dapat berasal dari perubahan iklim atau cuaca yang tiba-tiba,
kandungan yang terdapat dalam gua, dan hewan-hewan yang
berada di dalam gua.
Untuk mengantisipasi bahaya dari perubahan iklim dan cuaca,
tim harus melakukan pengecekan terhadap cuaca yang ditinjau
secara kasat mata. Apabila cuaca cukup aman untuk melakukan
penelusuran ataukah tidak itu ditentukan bersama oleh seluruh
anggota tim. Apabila saat penelusuran, kemudian cuaca berubah
drastis maka timbasecamp langsung menjemput tim yang sedang
melakukan eksplorasi dan menghentikannya.
Dilakukan pemeriksaan cuaca dahulu dari luar gua, apakah

Palawa Unpad

| 77

cuaca terlihat buruk atau cuaca aman untuk tim melakukan


kegiatan caving. Tim juga harus mengamati apakah gua tersebut
berpotensi terkena banjir atau tidak saat hujan turun. Cara yang
paling aman untuk menghindari bahaya objektif yang berupa
perubahan iklim dan cuaca adalah menugaskan salah satu anggota
tim diluar gua agar jika sesuatu terjadi, anggota tim tersebut dapat
mengabari anggota tim lain yang berada di dalam gua.
Dalam mengantisipasi kandungan-kandungan berbahaya
dalam gua, maka tim dituntut untuk selalu cermat dan peka
terhadap kondisi di dalam gua. Hal yang paling mudah
diperhatikan adalah dengan memperhatikan keadaan boom,
sebuah alat penerangan yang berupa api yang dihasilkan oleh
campuran karbit dan air. Apabila apiboom tiba-tiba mengecil atau
bahkan mati, selain karena kehabisan bahan bakar, bisa juga hal
tersebut mengindikasikan bahwa kadar oksigen di tempat tersebut
sudah menipis. Selain petunjuk dari boom, hal lain yang dapat
memberikan pertanda tidak wajar adalah terciumnya bau-bauan
yang menyengat dan mengganggu pernapasan. Jika terjadi hal
semacam itu maka tim sebaiknya menghentikan eksplorasi pada
daerah yang rendah kadar oksigennya.
Untuk mengantisipasi bahaya yang berasal dari hewan
seluruh anggota tim wajib untuk senantiasa cermat dan
tentunya melakukan penelusuran secara wajar yang berarti
tidak berprilaku secara berlebihan yang dapat mengarah pada
perusakan gua maupun komponenya. Selain untuk menjaga gua
dan komponennya, ekplorasi yang wajar juga dimaksudkan untuk
menjaga agar hewan-hewan yang berada dalam gua tidak merasa
terganggu, sehingga dapat meminimalisir dari kemungkinan
hewan tersebut menyerang.

78 | Divisi Caving

3.2.2 Bahaya Subjektif


Definisi dari bahaya subjektif segala bentuk bahaya dan atau
potensi bahaya yang diawali atau ditimbulkan oleh pelaku dalam
segala bentuk perilaku, tindakan dan pengambilan keputusan
baik sebelum ataupun saat berkegiatan alam. Yang berupa
bahaya subjektif adalah terpeleset, terantuk dinding gua, tersesat,
hipotermia, dehidrasi, kondisi fisik yang lemah atau bahaya yang
timbul dari kurangnya peralatan atau pemakaian alat yang kurang
baik.
Cara-cara untuk mengantisipasi bahaya subjektif dalam gua
adalah mencermati keadaan gua dengan seksama, selalu waspada
dan tanggap dalam segala bentuk pergerakan sehingga tidak ada
yang terpeleset, terantuk dinding gua atau tersesat. Tim juga
harus selalu tanggap dengan perubahan-perubahan yang terjadi
pada tubuh anggota tim dan selalu menjaga kadar air dalam
tubuh dengan cukup cairan agar tidak hipotermia atau dehidrasi
nantinya. Tubuh juga harus dijaga kebugarannya dengan binjas
rutin serta latihan fisik yang sesuai dengan jenis operasionalnya
agar tubuh tetap kuat dan kondisi fisik tetap terjaga.

Pemakaian alat dan kelengkapan alat juga harus dicermati agar


tidak terjadi kecelakaan karena kurangnya alat atau pemakaian
alat yang kurang baik. Dalam hal ini tentunya pemahaman dan
kesadaran kemampuan diri sangat dibutuhkan.

Palawa Unpad

| 79

80 | Divisi Caving

BAB IV
PELAKSANAAN
KEGIATAN

4.1 Kronologis Perjalanan

Palawa Unpad

| 81

82 | Divisi Caving

Palawa Unpad

| 83

84 | Divisi Caving

Palawa Unpad

| 85

86 | Divisi Caving

Palawa Unpad

| 87

4.2 Deskripsi Perjalanan


Kamis, 10 Juli 2014

im mulai bersiap sejak pukul 03.00 WIB. Tim mulai makan,


mandi dan bersiap untuk berangkat menuju Klapanunggal.
Pukul 05.45 WIB seluruh tim sudah siap berangkat dan segera
berdoa untuk keselamatan keberangkatan. Tim bergerak menuju
Pangdam Unpad untuk menggunakan bus Damri menuju Terminal
Leuwi Panjang. Setelah sampai di terminal Leuwi Panjang tim
mencari Bus MGI jurusan Bandung-Cibinong. Setelah lebih dari
empat jam perjalanan tim sampai di sekretariat Linggih Alam.
Tim melakukan briefing untuk menjelaskan tata cara
komunikasi dengan tim lapangan. Pukul 12.30 WIB tim berangkat
menuju Dusun Cibuntu menggunakan kolbak. Sesampainya di
basecamp Nida, Kimul, Hardi dan Fauziah segera melakukan
sosialisasi kegiatan dengan Ketua RT, RW dan Kepala Dusun
Cibuntu. Pandu, Doni, Yona, Kimul dan Anggi merapihkan dan
melakukan cek alat serta mempersiapkan peralatan penelusuran
untuk keesokan hari. Tim mulai masak makanan berbuka puasa
pukul 15.30 WIB. Seluruh tim mulai makan pukul 18.00 WIB dan
melakukan evaluasi pukul 20.42 WIB. Di tengah-tengah kegiatan
evaluasi dan briefing tim kedatangan tamu yaitu Pak Ketua RT.

Jumat, 11 Juli 2014

im basecamp, Anggi dan Axel, mulai bangun dan masak sejak


pukul 02.00 WIB. Pukul 04.00 WIB anggota tim lainnya bangun
dan mulai makan. Setelah siap tim penelusuran segera berangkat
menuju mulut gua pukul 05.15 WIB. Tim Gua Gintung terdiri dari
Hardi, Sapik, Uji dan Kimul, sedangkan tim Gua Ciranji terdiri dari
Pandu, Doni, Yona dan Nida.

88 | Divisi Caving

Anggi dan Axel berada di basecamp. Tim Gua Gintung selesai


sekitar pukul 11.48 WIB dan langsung bergerak menuju sungai
untuk cuci alat dan kembali ke basecamp. Tim Gua Ciranji selesai
sekitar pukul 18.55 WIB dan segera menuju basecamp. Tim
basecamp telah menyiapkan makanan berbuka puasa sejak pukul
15.30 WIB. Seluruh tim mulai makan sejak pukul 18.00 WIB.
Evaluasi dan briefing dimulai sekitar pukul 21.35 WIB. Setelah
selesai tim segera istirahat tidur. Pada kegiatan penelusuran hari
pertama di Gua Ciranji terdapat lorong sump yang telah ditelusuri
oleh Doni, namun tidak dipetakan karena keterbatasan. Dalam
diskusi evaluasi dan briefing yang tim lakukan, tim memutuskan
untuk melanjutkan pemetaan Gua Ciranji pada kesempatan lain.

Sabtu, 12 Juli 2014

im basecamp, Yona dan Kimul, mulai bangun dan masak sejak


pukul 02.00 WIB. Pukul 04.00 WIB anggota tim lainnya bangun
dan mulai makan. Setelah siap tim penelusuran segera berangkat
menuju mulut gua sekitar pukul 05.15 WIB. Tim Gua Ciorai terdiri
dari Hardi, Sapik, Uji dan Anggi, sedangkan tim Gua Cangkuang
terdiri dari Pandu, Doni, Axel dan Nida.
Yona dan Kimul berada di basecamp untuk bertugas menjaga
dan merapihkan basecamp serta merekap data hasil penelusuran
dan penelitian hari kemarin serta pula bertanggung jawab dalam
melaporkan seluruh pergerakan tim kepada Sekretariat PALAWA
UNPAD dan Linggih Alam.
Tim Gua Ciorai selesai sekitar pukul 12.00 WIB dan langsung
bergerak menuju sungai untuk cuci alat dan kembali ke basecamp.
Tim Gua Cangkuang selesai sekitar pukul 17.05 WIB dan segera
menuju sungai untuk cuci alat dan bergerak menuju basecamp.
Tim basecamp telah menyiapkan makanan berbuka puasa sejak

Palawa Unpad

| 89

pukul 15.30 WIB. Seluruh tim mulai makan sejak pukul 18.00 WIB.
Evaluasi dan briefing dimulai sekitar pukul 21.35 WIB.

Setelah selesai tim segera istirahat tidur. Karena ada beberapa


urusan yang harus diselesaikan di Jatinangor, Axel meminta
izin untuk meninggalkan kegiatan tim keesokan harinya. Dalam
evaluasi dan briefing yang tim lakukan, Adun yang sejak hari
pertama ikut dalam kegiatan tim sembari memberikan bimbingan
kepada Aulia (FW), diputuskan untuk menggantikan peran Axel
dalam kegiatan untuk seterusnya. Axel dan Aulia memutuskan
untuk pulang keesokan siangnya sekitar pukul 13.00 WIB.

Minggu, 13 Juli 2014

eperti hari sebelumnya kembali kegiatan dimulai sejak pukul


02.00 WIB dengan diawali timbasecamp, Nida dan Sapik, yang
mulai masak makanan sahur untuk seluruh tim. Penelusuran hari
itu adalah menuju Gua Cibedahan dan Gua Cigoler. Sedikit sulit
awalnya ketika tim penelusuran yang mencari keberadaan mulutmulut gua tersebut. Karena GPS yang dibawa untuk penelusuran
sama seperti hari lainnya, hanya satu buah, kedua tim bersamaan
mencari jalur menuju mulut-mulut gua itu. Sempat beberapa kali
tim salah jalur dan mencari jalur lain hingga sekitar pukul 07.00
WIB kedua tim telah sampai di guanya masing-masing.
Tim Gua Cibedahan terdiri dari Pandu, Doni, Kimul dan
Yona sedangkan tim Gua Cigoler terdiri dari Adun, Hardi, Uji dan
Anggi. Medan Gua Cibedahan merupakan slope hingga berujung
di sebuah chamber, cukup pendek sehingga tim Gua Cibedahan
selesai cukup cepat sekitar pukul 11.30 WIB. Sesaat sebelum tim
Gua Cibedahan selesai, tim bertemu dengan Sapik dan Aulia yang
sedang mengecek keadaan mulut gua.
Segera setelah selesai tim Gua Cibedahan langsung menuju

90 | Divisi Caving

basecamp.
Sebelumnya Pandu dan Doni memutuskan untuk mencari
mulut-mulut gua yang akan ditelusuri esok harinya agar tidak
sulit untuk mencari jalannya seperti sebelumnya. Sekitar pukul
14.30 WIB timbasecamp mengambil bahan makanan yang dipesan
sejak tadi pagi di warung sekitar. Tim Gua Cigoler selesai sekitar
pukul 15.00 WIB.
Axel dan Aulia pulang sekitar pukul 13.00 WIB dengan
menggunakan ojek. Seperti malam sebelumnya evaluasi dan
briefing baru bisa dilaksanakan sekitar pukul 21.00 WIB.

Senin, 14 Juli 2014

egiatan dimulai seperti hari sebelumnya dengan diawali oleh


tim basecamp, Adun dan Uji, yang bangun dan masak sejak
pukul 02.00 WIB. Diikuti oleh tim lainnya yang mulai bangun dan
segera makan dan mempersiapkan peralatan penelusuran sejak
pukul 04.00 WIB. Hari itu penelusuran menuju Gua Cigede dan
Gua Leuksa. Perjalanan menuju gua-gua tersebut dimulai sejak
sekitar pukul 05.00 WIB. Dengan jalur yang hari sebelumnya
telah ditentukan tim dengan cepat sampai di mulut-mulut gua
tersebut.

Karena kedua mulut gua tersebut berdekatan, tim memutuskan


untuk mengambil beberapa dokumentasi dalam gua dengan
tujuan untuk mendokumentasikan seluruh tim yang melakukan
penelusuran hari itu. Gua Cigede dengan mulut gua yang besar dan
chamber yang sangat besar diawal lorongnya tim memutuskan
untuk mendokumentasikan dengan spanduk dan bendera PALAWA
yang telah dibawa tim.
Tim Gua Leuksa, Doni, Sapik, Yona dan Kimul, selesai
penelusuran sekitar pukul 11.00 WIB. Seperti kesepakatan hari

Palawa Unpad

| 91

sebelumnya tim segera menuju Gua Ciranji untuk melanjutkan


pemetaan sehabis sump. Tim Gua Cigede, Hardi, Pandu, Nida dan
Anggi, selesai sekitar pukul 14.00 WIB.
Tim Gua Ciranji beres sekitar pukul 18.00 WIB dan segera
menuju sungai untuk melakukan cuci alat dan segera menuju ke
basecamp. Pukul 15.00 WIB Uji dan Adun telah sibuk memasak
makanan untuk seluruh tim. Sekitar pukul 21.00 WIB tim
melakukan evaluasi dan briefing kegiatan hari itu dan segera
istirahat tidur.

Selasa, 15 Juli 2014

im basecamp, Yona dan Pandu, mulai bangun dan masak sejak


pukul 02.00 WIB. Pukul 04.00 WIB anggota tim lainnya bangun
dan mulai makan. Setelah siappenelusuran segera berangkat
menuju mulut gua sekitar pukul 05.15 WIB.
Tim Gua Sipulus terdiri dari Hardi, Sapik, Uji dan Nida,
sedangkan tim Gua Cigawir terdiri dari Adun, Doni, Anggi dan
Kimul. Yona dan Pandu berada di basecamp untuk bertugas
menjaga dan merapihkan basecamp serta merekap data hasil
penelusuran dan penelitian hari kemarin serta pula bertanggung
jawab dalam melaporkan seluruh pergerakan tim kepada
Sekretariat PALAWA UNPAD dan Linggih Alam. Seperti beberapa
hari sebelumnya timbasecamp juga bertugas untuk mengecek
keadaan mulut gua.
Tim Gua Cigawir selesai sekitar pukul 13.00 WIB dan langsung
bergerak menuju sungai untuk cuci alat dan kembali ke basecamp.
Tim Gua Sipulus selesai sekitar pukul 14.30 WIB dan segera
menuju sungai untuk cuci alat dan bergerak menuju basecamp.
Tim basecamp telah menyiapkan makanan berbuka puasa sejak
pukul 15.30 WIB. Seluruh tim mulai makan sejak pukul 18.00 WIB.

92 | Divisi Caving

Evaluasi dan briefing dimulai sekitar pukul 21.35 WIB.

Setelah selesai tim segera istirahat tidur. Terdapat lorong


vertikal di Gua Sipulus yang belum ditelusuri karena peralatan dan
perlengkapan tim telah dipakai pada mulut gua diawal, sehingga
dengan mempertimbangkan waktu serta target yang masih perlu
dilampaui oleh tim, tim memutuskan untuk tidak melanjutkan
kegiatan penelusuran keesokan harinya pada gua tersebut
melainkan melanjutkan kegiatan sesuai dengan ROH yang ada.

Rabu, 16 Juli 2014

etelah lima hari penelusuran dan penelitian endokarst dalam


gua, hari itu sesuai ROH tim akan melakukan beberapa
pendataan masyarakat terkait wawancara dan pemeriksaan gigi
warga setempat. Seperti biasa pukul 02.00 WIB timbasecamp mulai
bangun dan masak. Anggi dan Doni hari itu yang bangun dan masak
terlebih dahulu.

Setelah makanan siap pukul 04.00 WIB seluruh tim lainnya


bangun dan segera makan. Setelah makan selesai seluruh
tim istirahat kembali dan bangun pukul 07.30 WIB untuk
melaksanakan kegiatan pendataan hari itu. Ada beberapa tim
kecil dibagi hari itu.
Yona dan Kimul beserta Uji dan Hardi merupakan dua buah tim
kecil yang bertugas untuk melakukan pendataan pemeriksaan gigi
masyarakat setempat. Sebelumnya telah ditargetkan mendapatkan
25 koresponden dengan berbagai latar belakang yang berbeda.
Nida dan Anggi merupakan tim lainnya yang bertugas untuk
melakukan pendataan masyarakat terkait beberapa aspek yang
telah tim rencanakan dari jauh hari. Dengan mengambil sepuluh
koresponden dengan berbagai latar belakang yang berbeda.
Pandu, Doni, Adun dan Sapik sementara itu berada di

Palawa Unpad

| 93

basecamp untuk menjaga kemanan dan kenyamanan basecamp.


Serta mengecek dan membersihkan peralatan yang telah dipakai
oleh tim. Pukul 15.00 WIB Doni, Pandu dan Sapik mulai masak
dibantu oleh Kimul.
Tim pendataan eksokarst telah mulai menuju basecamp sejak
pukul 14.00 WIB. Makanan siap segera pukul 18.00 WIB dan
seluruh tim segera makan. Sekitar pukul 21.00 WIB tim kedatangan
tamu yaitu Pak RT yang berkunjung. Sekitar pukul 22.30 WIB tim
baru melakukan evaluasi dan briefing untuk kegiatan esok hari.
Target pendataan masyarakat telah terlampaui.

Kamis, 17 Juli 2014

ardi dan Kimul bertugas untuk bangun dan masak sejak pukul
02.00 WIB. Diikuti oleh seluruh anggota tim lainnya yang
bangun dan segera makan pukul 04.00 WIB. Setelah selesai makan
seluruh tim bersiap untuk packing seluruh peralatan yang ada di
basecamp. Pukul 06.00 WIB Yona dan Pandu bergerak menuju
sumber air Sungai Ciranji untuk mengambil sampel air untuk
diteliti.

Setelah semua siap pukul 07.30 WIB tim melakukan foto


bersama dengan beberapa warga sekitar dan Ibu Fatimah penjaga
rumah yang tim tempati sebagai basecamp. Sekitar pukul 08.00
WIB tim menuju Sekretariat Linggih Alam untuk berpamitan dan
mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan.
Pukul 11.00 WIB tim telah sampai di pool MGI dan menunggu
bus datang. Sekitar pukul 14.00 WIB tim sampai di terminal Leuwi
Panjang. Anggi dan Uji segera bergerak menuju Laboratorium
Ekologi Unpad untuk segera menyerahkan sampel air yang ingin
timteliti. Tim lainnya sampai di sekretariat sekitar pukul 15.00
WIB dan segera bersiap untuk melakukan pengecekan dan

94 | Divisi Caving

pencucian alat. Sekitar pukul 20.00 WIB seluruh tim melakukan


briefing untuk melanjutkan evaluasi dan mengolah data keesokan
harinya.

4.3 Tingkat Kesulitan dalam Kegiatan Operasional


Dalam rangkaian kegiatan terdapat pengambilan data
masyarakat, pemeriksaan gigi warga setempat, pengujian
kualitas air setempat, penelitian biospeleologi, penelusuran serta
pemetaan.
Tingkat kesulitan kegiatan yang tim alami memiliki beragam
macam tingkat kesulitan yang berbeda sesuai dengan kegiatankegiatan yang tim lakukan. Pada pengambilan data masyarakat
kesulitan yang tim alami seperti mendapatkan koresponden. Hal
tersebut dikarenakan koresponden yang tim pilih merupakan
orang-orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda,
dari Ketua RT dan RW, Kepala Dusun, hingga orang-orang yang
sering melakukan kegiatan yang berkaitan dengan gua.
Selain itu kesibukan sebagian besar koresponden yang
berkebun ketika siang hari cukup menghambat dalam melakukan
kegiatan pendataan tersebut.
Pada pemeriksaan gigi masyarakat kesulitan dialami saat
mencari koresponden yang mau diperiksa giginya. Sebagian
besar warga di sana awalnya tidak mau diperiksa karena malu.
Pada pengujian kualitas air tidak banyak hal yang menyulitkan,
karena awalnya tim telah mencari tahu informasi tentang sumber
air tersebut serta biaya untuk melakukan pengujian kualitas air.
Sedikit sulit awalnya untuk tim dalam menyimpan sampel air
yang harus dimasukkan ke dalam cool box karena memerlukan
pendingin semacam es batu sedangkan keadaan warga sekitar
yang tidak banyak menggunakan listrik dalam kesehariannya.

Palawa Unpad

| 95

Tim melakukan penelitian biospeleologi dengan sebelumnya


mencari tahu informasi selengkapnya tata cara dalam melakukan
kegiatan penelitian ini. Dengan peralatan yang cukup lengkap,tim
menangkap beberapa biota-biota gua semacam arthropoda dan
chiroptera.
Untuk biota-biota yang bergerak cepat,tim harus menangkapnya
dengan perlahan. Untuk biota-biota yang ada di air, cukup sulit
untuk ditangkap karena tim harus bergerak dengan hati-hati agar
air yang ada tidak menjadi kotor dan tetap jernih. Biota yang sulit
ditangkap seperti biota-biota renik yang sangat kecil dan harus
sangat teliti dalam mencarinya. Kelelawar juga cukup sulit untuk
ditangkap.
Dalam penelusuran dan pemetaan kesulitan cukup dipengaruhi
oleh karakteristik gua serta lorong-lorong yang ada di dalamnya.
Penelusuran pada gua vertikal lebih sulit dibanding dengan
penelusuran gua horizontal. Salah satu faktornya adalah
perlengkapan dan teknik yang dibutukan untuk menelusuri gua
vertikal berbeda. Pada penelusuran gua vertikal, tim menggunakan
single rope technique (SRT) serta bantuan webbing jika
kedalamannya tidak terlalu dalam. Selain faktor tersebut keadaan
gua berair dan berlumpur juga mempengaruhi tingkat kesulitan
dalam penelusuran dan pemetaan.
Dalam gua berair akan lebih sulit melakukan pergerakan
dan harus selalu memperhatikan ketinggian volume air dengan
lorong yang ada, seperti pada Gua Ciranji dengan lorong yang
penuh dengan aliran air dan terdapat beberapa sump. Pada gua
berlumpur juga akan lebih sulit melakukan pergerakan tergantung
dengan seberapa dalamnya tebal lumpur itu. Pada gua Cigawir dan
Cigoler lumpur menyulitkan dalam pergerakan. Selain itu tinggi
rendah atap lorong serta besar kecilnya lorong yang ditelusuri
akan cukup banyak mempengaruhi pergerakan.

96 | Divisi Caving

4.4 Hasil Kegiatan


4.4.1Hasil Pemetaan
Pada saat melakukan penelitian biota gua, tim juga melakukan
pemetaan gua untuk mengetahui sistem perguaan yang ada di
lokasi penelitian.Dari hasil penelusuran ke sepuluh gua, dapat
diketahui panjang lintasan pemetaan masing-masing gua, yaitu
Gua Ciranji 249,39 meter, Gua Cioray 144,6 meter, Gua Cangkuang
154,67 meter, Gua Sipulus 108,14 meter, Gua Cigoler 139,25 meter,
Gua Cigede 108,01 meter, Gua Leuksa 55,99 meter, Gua Cibedahan
119,35 meter, Gua Cigawir 108,14 meter, dan Gua Gintung 138,37
gua. Karakteristik gua-gua tersebut adalah berlumpur, kecuali Gua
Ciranji yaitu berair.
Setelah didapatkan data pemetaan gua-gua, tim mengolah
data tersebut menggunakan Microsoft Excel dengan mengacu
pada aturan di buku Stasiun Nol (Laksmana, 2005: 49) sehingga
didapatlah koordinat kartesian lalu timdapat menggambarkan peta
gua-gua yang telah tim ambil datanya ke bidang dua dimensi. Tim
menggambarkan dulu sketsa peta kartesian di kertas milimeter
block, lalu disalin ke kertas kalkir.

4.4.2Penelitian Biota Gua


Dalam penelitian kali ini tim meneliti ordo Chiroptera yang
berarti hewan dengan tangan berselaput termasuk kelelawar
dan fillum Arthropoda yang merupakan hewan berbuku-buku, di
dalamnya temasuk Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Krustasea.
Tim meneliti hewan-hewan ini di kawasan karst Klapanunggal,
Dusun Cibuntu dengan jumlah total sepuluh gua.
Dari pengambilan data diperoleh 172 spesimen Arthropoda
gua terdiri dari sembilan taksa yang berbeda yaitu Diplopoda,

Palawa Unpad

| 97

Charontidae,Aranchnea, Rhaphidophoridae, Diosramenna,


Nocticolasp, Stygofauna, Hemiptera, dan Orthoplamenna
sedangkan ditemukan lebih dari 1000 spesimen Chiroptera
yang termasuk ke dalam empat spesies di antaranya
Hipposideroslarvatus, Eonycterisspelaea, Rhinolophuspusillus,
dan Miniopterusaustralis.
Biota yang paling banyak tim jumpai adalah Diplopoda atau
yang biasa dikenal sebagai kaki seribu. Dari sepuluh gua terdapat
tujuh gua yang di dalamnya tim mengambil sampel spesimen kaki
seribu, yaitu Gua Gintung, Gua Ciranji, Gua Cibedahan, Gua Sipulus,
Gua Cigede, Gua Cigawir, dan Gua Cangkuang. Di mana diketahui
kaki seribu banyak hidup di medan yang berlumpur dan lembab
seperti kondisi gua-gua yang tim masuki.
Selain kaki seribu, biota lain yang tim temukan selama
kegiatan dan bersifat dominan yaitu kalacemeti atau Charontidae.
Tim mengambil spesimen biota tersebut dari tujuh gua yang
berbeda, yaitu Gua Gintung, Gua Ciranji, Gua Cioray, Gua Cibedahan,
Gua Leuksa, Gua Cigoler, dan Gua Cangkuang.
Hasil penelitian di gua-gua kawasan karst Klapanunggal tim
mengambil sampel lima ekor kelelawar dari empat gua yang
berbeda, yaitu Gua Sipulus, Gua Cigede, Gua Cigawir, dan Gua
Cangkuang.
Gua sebagai tempat tinggal kelelawar paling banyak yaitu di
Gua Sipulus, ditandai dengan adanya kolam guano dengan ukuran
kurang lebih 8 x 4 meter dengan kedalaman hingga melebihi
mata kaki. Tim memperkirakan gua tersebut dipenuhi kelelawar
pemakan buah-buahan, dari guanonya yang memiliki warna yang
bervariasi.
Berikut hasil penelitian biota gua:

98 | Divisi Caving

Palawa Unpad

| 99

Tabel 11. Daftar Jenis Arthropoda

100 | Divisi Caving

4.4.3Penelitian Uji Kualitas Air


Pada parameter fisika diuji suhu, bau, rasa, kekeruhan, residu
terlarut (TDS) dan daya hantar listrik (DHL). Dapat dilihat semua
parameter kecuali kekeruhan berada di bawah angka baku mutu
yang berarti baik.Kekeruhan dapat disebabkan karena kondisi
lingkungan ketika air diambil seperti adanya lumpur atau
terjadinya hujan. Meskipun tidak berpengaruh kepada kualitas
air namun senyawa gas yang ada dalam air dapat menimbulkan
rasa dan bau yang kurang sedap.
Hasil pada parameter kimia menunjukkan semua parameter
angka hasil pengukuran di bawah angka Baku Mutu meskipun Angka
Permanganat cukup tinggi. Angka Permanganat menunjukkan
banyak zat organik dalam air yang dapat dijadikan sebagai
parameter angka pencemaran. Tidak ada kandungan timbal pada
air maka air dapat dinyatakan aman.
Sedangkan pada parameter biologi yang menguji jumlah
bakteri Escherichia Coli ditemukan angka yang cukup tinggi.
Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi wadah yang dipakai tidak
steril atau terjadinya benturan selama perjalanan. Bakteri E.Coli
yang berlebihan dapat menimbulkan bahaya kesehatan seperti

Palawa Unpad

| 101

gangguan pencernaan, diare, radang usus, konstipasi bahkan


kerusakan ginjal. Salah satu upaya pencegahannya adalah dengan
dilakukannya proses pemanasan yaitu dengan cara mendidihkan
dan dididihkan.
Pertama air yang diambil dari sungai terlebih dahulu disaring
agar materi yang terdapat pada air tidak ikut tercampur. Atau
dapat juga melalui proses pengendapan dengan mendiamkan air
semalaman penuh. Bisa juga memberikan tawas pada air dengan
takaran 1 gram tawas per 10 liter air supaya setelah air melalui
proses penyaringan, air kemudian dimasak hingga suhu 100o C.
Jika air telah bergolak, sebaiknya tidak langsung dimatikan tapi
dididihkan kembali selama kurang lebih 15 menit supaya stabil.
Setelah ketiga proses di atas barulah air dinyatakan aman dan siap
dikonsumsi. Hasil pengujian kualitas air terdapat pada lampiran
23.

4.4.4Pemeriksaan Indeks Kesehatan Gigi Masyarakat


Dari 25 warga yang tim jadikan sampel,didapatkan nilai debris
dengan parameter baik sebanyak 7 orang, sedang 9 orang dan
buruk 9 orang. Nilai kalkulus dengan parameter baik sebanyak 5
orang, sedang 15 orang dan buruk 5 orang. Dari hasil akumulasi
nilai debris dan nilai kalkulus yang merupakan OHI-S diperoleh 1
orang dengan parameter baik, 14 sedang, dan 10 buruk.

102 | Divisi Caving

Gambar 9. Grafik Presentasi nilai OHI-S Masyarakat


Dusun Cibuntu
Dari hasil yang didapatkan serta hasil wawancara dari sampel,
tim dapat mengetahui bahwa kebanyakan warga Dusun Cibuntu
tidak menjaga kebersihan giginya dengan benar. Kebanyakan
dari mereka menyikat gigi pada waktu dengan cara yang salah.
Kebanyakan warga tidak menyikat gigi malam hari sebelum tidur,
itu mengakibatkan debris sisa makanan yang terkumpul berubah
menjadi plak kemudian mengeras jadi kalkulus.
Dari hasil nilai kalkulus juga dapat dilihat banyak debris dan
kalkulus pada bagian dalam mulut warga. Hal ini disebabkan oleh
cara menyikat gigi yang salah, bagian dalam mulut tidak tersikat
dengan benar sehingga banyak kotoran tertinggal yang akhirnya
menjadi kalkulus.
Dari hasil yang didapatkan, warga Dusun Cibuntu melakukan
hal seperti itu karena warga belum pernah mendapatkan
pengetahuan mengenai cara menjaga kebersihan gigi. Warga
belum mengetahui bagaimana cara menyikat gigi dengan benar

Palawa Unpad

| 103

dan belum mengetahui waktu yang tepat untuk menyikat gigi.


Nilai DMF diperoleh dari jumlah gigi DMF dibagi dengan
jumlah orang yang diperiksa. Dari hasil yang tim dapatkan, jumlah
gigi DMF pada 25 sampel warga Dusun Cibuntu adalah sebanyak
374, sehingga hasil nilai DMF yang didapatkan adalah 14,96
merupakan hasil yang sangat besar sekali. Ini menandakan bahwa
pengalaman karies di Dusun Cibuntu parah dan kesehatan gigi dan
mulutnya buruk karena banyaknya gigi karies.
Karies merupakan penyakit infeksi pada gigi yang disebabkan
oleh bakteri yang menyebabkan gigi berlubang. Karies tidak akan
sembuh jika tidak diobati. Pengobatan karies adalah dengan
penambalan dan pencabutan.
Kebanyakan warga Dusun Cibuntu tidak mengobati gigi yang
terkena karies, yang biasanya dilakukan warga adalah meminum
obat penahan rasa sakit agar sakitnya tidak terasa, padahal hal
itu hanya akan memperparah keadaan gigi karena gigi tersebut
tetap tidak terobati.
Kebanyakan warga tidak pergi ke dokter gigi saat sakit gigi
karena jaraknya yang terlalu jauh, dokter gigi terdekat yang
mereka ketahui terdapat di Citeureup dan memakan biaya yang
cukup mahal untuk pergi ke sana.

4.4.5 Pendataan Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya


Masyarakat
4.4.5.1 Dusun dan Masyarakat
Dinamakan Dusun Cibuntu karena terdapat sungai yang airnya
tiba-tiba menghilang dari permukaan. Masyarakat menyebutnya
dengan istilah buntu. Sungai yang buntu membuat masyarakat
menamakan dusun dengan nama Dusun Cibuntu, artinya air yang

104 | Divisi Caving

buntu.
Dusun Cibuntu masih asri dengan banyaknya pepohonan di
sekitar. Tidak jauh dari dusun, terlihat Gunung Sindanglaya yang
sering dijadikan lahan berkebun warga.
Dusun Cibuntu adalah dusun yang tanah di sekitarnya
sudah menjadi milik salah satu perusahaan pertambangan yang
pabriknya berlokasi di Kecamatan Tajur, kecamatan di sebelah
kecamatan Klapanunggal.
Masyarakat Dusun Cibuntu ada yang berasal dari dusun lain di
sekitarnya. Biasanya pindah ke Dusun Cibuntu karena ikut suami
atau istrinya. Ada pula yang memang sudah tinggal sejak lahir
karena orang tuanya memang tinggal di dusun tersebut. Dusun
Cibuntu merupakan dusun terakhir yang muncul di Kecamatan
Klapanunggal dibandingkan dengan dusun lain di sekitarnya.

4.4.5.2 Kondisi Sosial Masyarakat


Masyarakat tinggal di dusun yang aksesnya cukup jauh dari
pusat kegiatan masyarakat seperti pasar, yaitu dipisah jarak oleh
perbukitan karst. Untuk menuju Dusun Cibuntu, sudah ada jalur
jalan dengan permukaan yang berbatu dan terjal. Beberapa warga
memiliki sepeda motor. Soalnya susah kemana-mana kalau ga ada
motor, menurut pemilik warung yang memiliki tiga buah motor.
Namun tidak jarang warga memilih untuk berjalan kaki karena
merasa sulit jika mengendarai motor di medan berbatu. Apalagi
jika hujan tiba, kendaraan akan sulit melaju. Ada pula bakter yang
turun ke kota dua kali seminggu. Masyarakat bisa menumpang
bakteri untuk turun ke kota.
Dusun Cibuntu yang akses jalannya berbatu dan terjal belum
terjamahi listrik PLN. Namun, pemerintah telah memberikan
bantuan pencahayaan bagi dusun dengan memberikan panel surya

Palawa Unpad

| 105

ke setiap rumah. Beberapa bulan lalu, PLN telah memasang tiang


listrik dan sambungan kabel di rumah-rumah warga. Surat legalitas
pemasangan listrik sudah ada, namun listrik belum juga sampai.
Rencananya, tidak lama lagi listrik dari PLN akan segera menerangi
dusun. Kebutuhan akan listrik dirasakan oleh sebagian warga.
Warga ingin dapat menonton televisi, menyalakan radio,
atau menyetrika dengan nyaman tanpa takut kehabisan energi.
Jika pada musim hujan energi yang diserap panel surya hanya
mengisi setengah energi yang dapat disimpan aki, diharapkan
dengan hadirnya listrik PLN ke dusun, warga dapat dengan leluasa
menggunakan listrik. Selain itu warga juga membutuhkan listrik
untuk menerangi jalan.
Sebagian warga lain tidak merasa begitu membutuhkan listrik.
Panel surya saja menurut mereka sudah cukup. Jikapun listrik PLN
dipasang di dusun, warga belum mau melepas panel surya, jadi
ada listrik PLN maupun panel surya sekaligus dalam satu rumah.
Katanya, listrik dapat padam sewaktu-waktu, sedangkan panel
surya tidak. Jika harus memilih, beberapa warga lebih memilih
panel surya.
Walaupun cukup berat juga untuk mengganti panel yang akan
rusak setelah empat tahun pemakaian, karena harganya yang
relatif mahal. Pendapat lain dikemukanan warga yang merasa
pengeluaran perbulannya akan bertambah jika menggunakan
listrik PLN. Panel surya sudah diterima sejak sekitar lima tahun
lalu.
Rumah disini rata-rata semi permanen, yaitu satu bagian
rumah menggunakan tembok dari bata, sebagian yang lain
berdinding bilik. Ada pula rumah yang sudah menggunakan
tembok bata sepenuhnya, atau masih bilik sepenuhnya. Cukup
banyak warga yang di rumahnya terdapat kambing.

106 | Divisi Caving

Warga mengurusi kambing-kambing itu untuk memenuhi


kebutuhan yang mendesak sehingga dapat dijual sewaktu-waktu
jika membutuhkan. Kambing yang diurusi ada yang punya sendiri,
ada pula yang milik orang lain. Jika kambing beranak, biasanya
yang mengurusi kambing milik orang lain mendapatkan satu anak
kambing untuk menjadi miliknya.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga biasanya
turun ke sungai untuk mengambil air. Ada juga sumber air yang
disalurkan dengan menggunakan selang ke penampungan. Hanya
ada tiga penampungan air di sekitar rumah warga. Sebagian
warga ingin dapat menyalurkan air ke rumahnya, namun kondisi
permukaan yang tidak rata, membuat air tidak mampu dialiri lewat
selang ke rumah-rumah warga. Sebagian warga belum merasa
butuh dengan aliran air ke rumah, karena merasa cukup terpenuhi
dengan mandi dan buang air di sekitar sungai.
Warga Dusun Cibuntu rata-rata hanya mengenyam pendidikan
setingkat SD, namun itu pun tidak semuanya hingga tamat. Kondisi
sekolah yang cukup jauh dan keterbatasan biaya dianggap sebagai
alasannya. Namun ada pula sebagian kecil warga yang anaknya
sekolah hingga setingkat SMP bahkan SMA.
Sekolah yang jaraknya cukup jauh dari dusun ini membuat
anak-anak yang melanjutkan sekolah ke jenjang SMP atau SMA
harus tinggal di pesantren sekolah. Beberapa warga yang anaknya
bersekolah diluar dusun ini sesekali meninggalkan dusun untuk
menjenguk anaknya.
Warga memang jarang untuk pergi keluar dusun karena
kondisi jalan yang berbatu, terjal, akses kendaraan yang sulit dan
jaraknya yang jauh. Warga keluar dusun hanya jika ada hal-hal
tertentu atau hal penting, seperti ke pasar untuk membeli pakaian,
berkunjung ke rumah orang tua, menghadiri undangan, rapat desa,

Palawa Unpad

| 107

atau pengajian.
Masyarakat Dusun Cibuntu menyadari daerahnya sulit untuk
dijangkau oleh masyarakat luar. Dusun Cibuntu dapat dikatakan
sangat sederhana dan perubahan sosial berlangsung lambat. Hal
Kondisi topografi menyebabkan warga pasrah dengan keadaan
yang belum terjangkau listrik PLN. Masyarakat pun sudah terbiasa
dengan penerangan seadanya di malam hari.
Akses jalan untuk keluar dusun yang cukup sulit membuat
warga kurang berhubungan dengan masyarakat lain yang ada di
luar dusun. Untuk sekolah pun, jarak menjadi hambatan. Sehingga
perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain, perkembangan
ilmu pengetahuan yang terlambat, kebiasaan, dan nilai pasrah
tersebut menjadi faktor-faktor yang menghambat terjadinya
perubahan sosial.

4.4.5.3 Kondisi Ekonomi Masyarakat


Setiap hari kaum bapak biasanya pergi ke kebun untuk
berladang huma, cabai, jahe, pisang, singkong, leunca, dan
terong. Ada yang di lahan sendiri, ada pula yang menumpang
tanah di lahan milik orang lain. Sistem berladang warga Dusun
Cibuntu tidak membuka lahan lantas dijadikan sawah, melainkan
menggunakan sistem tadah hujan sehingga tidak merusak struktur
bentuk permukaan tanah.
Padi huma yang dipanen, tidak untuk dijual melainkan
disimpan dalam lumbung atau dalam istilah sunda disebut leuwit
yang ada di dekat rumah. Hasil panen huma digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari hingga musim panen
tahun berikutnya tiba. Tidak semua huma yang disimpan warga
mampu memenuhi kebutuhan pokok hingga satu tahun.

108 | Divisi Caving

Bagi warga yang hanya menanam huma sedikit, huma hanya


mampu memenuhi kebutuhan selama empat sampai enam bulan.
Untuk menggiling huma, dulu warga menggilingnya sendiri, tapi
sekarang sudah ada tempat pusat penggilingan di dusun. Warga
membayarnya seharga 1 liter beras saat itu untuk menggiling 10
liter huma. Berbeda dengan cabai, jahe, pisang, singkong, leunca,
dan terong, warga biasa menjualnya lewat bandar di dusun. Kaum
bapak juga mencari kayu bakar untuk dijadikan arang kemudian
dijual. Menjual arang dapat membantu memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Warga menjual arang kepada pengumpul yang dihargai
duabelas hingga limabelas ribu per karungnya. Biasanya warga
menjual dua hingga lima karung ke pengumpul setelah dua hingga
tiga hari bekerja mengumpulkan kayu dan membakarnya hingga
menjadi arang.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan, warga bisa mengambil
hasil kebun, seperti daun singkong atau daun paku. Sesekali warga
berbelanja di warung sayur yang menjual bahan seadanya. Hanya
ikan asin saja lauk yang tak pernah absen di warung sekitar.
Sedangkan untuk memenuhi biaya sekolah, biasanya warga
menjual pohon kayu jengjeng yang dimiliki atau kambingnya.
Sebagian besar masyarakat berkebun di atas tanah milik
perusahaan pertambangan, Indocement. Gunung Sindanglaya yang
dijadikan tempat warga berkebun sewaktu-waktu dapat diubah
menjadi areal penambangan.
Udah dibor waktu itu juga, diambil sampel batunya, kata
salah satu warga. Tidak sedikit warga yang bingung menjawab
ketika ditanya mengenai indocement jika areal penambangannya
sampai mendekati dusun ini, karena tidak mengetahui keuntungan
dan kerugiannya.
Kalau ada pertambangan, gapapa. Asalkan ada pengganti

Palawa Unpad

| 109

lahannya, dan ada uang reparasinya, kata salah satu warga yang
biasa mengantar ke makam.
Ya kan itu tanahnya punya indocement, kalau yang punya
mau ambil, saya bisa apa? menurut salah satu warga.

Namun ada pula yang sudah mengerti, seperti tokoh agama


yang mengatakan, Ga setuju kalau ada PT. Indocement, karena
Gunung Sindanglayang nyimpen potensi air. Karena walau udah
kemarau delapan bulan tapi air masih ada sampai sekarang. Kalau
gunung ini dikeruk, nanti jadi kayak Kampung Lulut, bakal panas
dan berdebu. Rumah juga jadi banyak retak.

Indocement pernah memberikan bantuan kepada Dusun


Cibuntu, yaitu pembuatan aula, namun koordinator dari salah
satu dusun sekarang sudah tidak aktif karena merasa rugi dengan
perhitungan bahan bangunan yang lebih murah dari harga asli.
Beberapa orang seperti yatim dan jompo juga pernah diberikan
bantuan sembako oleh Indocement.
Karl Marx menjelaskan bahwa telah terjadi ketidaksetaraan
sosial di dalam masyarakat. Ia menyebut faktor utama yang
menyebabkan ketidaksetaraan tersebut adalah faktor ekonomi.
Dalam masyarakat, ada kelompok orang yang mampu menguasai
sumber dana ekonomi (modal) yang jumlahnya terbatas, kelompok
ini adalah minoritas. Disisi lain, kelompok mayoritas tidak mampu
menguasai sumber daya.
Warga Dusun Cibuntu mengalami ketidaksetaraan sosial jika
dibandingkan dengan warga pendatang yang bekerja dengan
memanfaatkan sumber daya pertambangan. Dikaitkan dengan
penjelasan Karl Marx, pihak Indocement merupakan pihak
minoritas yang menguasai sumber dana ekonomi.
Di sisi lain, warga hanya bekerja mencari kayu bakar, berkebun,
atau menjadi buruh serabutan karena tidak mampu menguasai

110 | Divisi Caving

potensi tambang di wilayahnya.

4.4.5.4 Kondisi Budaya Masyarakat


Masyarakat Dusun Cibuntu rata-rata mengetahui keberadaan
gua di sekitar. Ada yang mengetahui dua hingga tiga gua, ada pula
yang hanya mengetahui satu gua, yaitu gua yang dijadikan tempat
pertapaan. Ada yang pernah berkunjung ke gua, ada pula yang
mengaku belum pernah sama sekali berkunjung, karena tidak
tahu mau apa ke sana.
Beberapa warga mengaku mengetahui keberadaan gua karena
dahulu permintaan akan ornamen dari luar. Warga pun sengaja
mencari keberadaan gua untuk mengambil ornamen kemudian
menjualnya.
Warga mengaku mengambil ornamen dengan menggunakan
gergaji atau alat pahat. Kini warga tidak memotong ornamen gua
lagi, karena tidak ada permintaan dari luar.
Beberapa gua yang dikenal warga adalah Gua Ciranji yang
berair, Gua Cangkuang yang memiliki ornamen besar, Gua Cioray
yang didalamnya terdapat sarang walet, dan Gua Liang Inten yang
sering didatangi. Gua Cioray dulunya menyimpan walet, sehingga
warga berburu sarang walet di sana.
Kini sarang walet sudah banyak dicuri, sehingga sudah tidak
ada lagi yang tersisa. Gua Liang Inten adalah gua yang sering
dikunjungi warga dusun atau penduduk dari luar dusun untuk
meminta keberkahan. Beberapa warga menyebutnya dengan
istilah tapa, atau ada juga yang menyebutnya tirakat, mahabah,
atau sarsilah. Mahabah merupakan bentuk ziarah kepada wali-wali
yang ada di makam tersebut, sedangkan sarsilah artinya hadiah,
yaitu dengan membacakan doa-doa.

Palawa Unpad

| 111

Kalau tapa belum pernah, paling mahabah, sarsilah,


begitu menurut salah satu warga. Istilah yang berbeda-beda itu
merupakan kegiatan yang sejenis, yaitu melakukan doa dan pujipujian. Warga biasanya membawa nampan berisi kembang, kopi,
teh, susu dan gula sebagai sajian kepada penunggu Gua Liang
Inten. Pernah juga ada yang memotong sapi setelah permintannya
terkabul. Ada yang mengatakan berdoa kepada Tuhannya, namun
melalui perantara para wali atau penunggu gua.
Dalam bahasa Sunda, warga menyebutnya nyareat; ada juga
yang mengatakan berdoa untuk penghuni gua di sana, yaitu Dewi
Setya Ragen dan suaminya Kang Semar (Semar dalam tokoh
pewayangan dalam cerita rakyat). Konon, Gua Liang Inten dihuni
oleh tokoh pewayangan Semar dan Istrinya. Biasanya sebelum
ke Gua Liang Inten, warga terlebih dahulu ziarah ke 11 makam
wali yang berada di atas tidak jauh dari lokasi gua, kemudian
melantunkan puji-pujian di gua.
Setelah kegiatan selesai, ada yang membasuh muka, berwudhu,
atau mandi di air yang ada di dalam gua. Tidak jarang warga
melantunkan puji-pujian hingga larut malam hingga tertidur,
kemudian pulang esok harinya. Gua Liang Inten lebih sering
dikunjungi pada bulan-bulan tertentu, seperti pada peringatan
Maulid Nabi, Milad, Rajab, atau menjelang bulan puasa.
Gua ini disebut Gua Liang Inten karena konon terdapat
inten atau intan didalamnya. Sebagian warga menyebutnya Gua
Situmpeng. Di tengahnya itu ada batu putih muncul dari bawah
ke atas, terus ada air netes, begitu menurut salah satu warga.
Stalagmit yang berbentuk seperti tumpenglah yang menjadi asal
mula julukan Situmpeng.
Ferdinand Tonnies mengatakan bahwa kebiasan mempunyai
tiga arti, yaitu (1) menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat

112 | Divisi Caving

objektif, (2) dijadikan kaidah bagi seseorang yang diciptakan


untuk dirinya sendiri, dan (3) dan sebagai perwujudan kemauan
atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.
Suatu kenyataan yang objektif adalah bahwa seseorang
biasa melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dalam tata cara
hidupnya. Beberapa waga yang masuk ke dalam gua untuk sekadar
bermain bersama teman-teman sepulang sekolah, atau mencari
walet, adalah contoh yang menunjuk pada kenyataan yang bersifat
objektif.
Mengunjungi Gua Liang Inten pada waktu-waktu tertentu
seperti pada peringatan Maulid Nabi, Milad, Rajab, atau menjelang
bulan puasa, merupakan kebiasaan yang dijadikan kaidah bagi
seseorang yang diciptakannya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini,
orang yang bersangkutanlah yang menciptakan suatu perilaku bagi
dirinya sendiri. Sedangkan meminta sesuatu atau berdoa kepada
penghuni Gua Liang Inten, membawa sesajen, memotong sapi
sebagai rasa syukur karena permintaannya terkabul, merupakan
kebiasaan dalam arti sebagai perwujudan kemauan atau keinginan
seseorang untuk berbuat sesuatu.

4.4.6 Sosialisasi
Pada tanggal 6 September 2014, tim kembali ke Klapanunggal
untuk melakukan sosialisasi hasil penelitian tim sesuai dengan
rencana awal. Tujuannya adalah menginformasikan kepada
masyarakat Dusun Cibuntu mengenai hasil kegiatan kami pada
10-17 Juli 2014, disertai dengan pemberian informasi mengenai
keberadaan gua di Dusun Cibuntu, beserta deskripsinya secara
singkat dan menarik. Didalam informasi keberadaan gua itu tim
sertakan ornamen dan hewan-hewan yang tim temukan.
Selain itu tim juga mengedukasi masyarakat mengenai

Palawa Unpad

| 113

pentingnya kawasan karst, termasuk Dusun Cibuntu dalam


menyediakan kebutuhan air bagi kehidupan. Tidak ketinggalan,
sosialisasi mengenai kesehatan gigi dan mulut yang dibawakan
rekan tim kami yang berasal dari Fakultas Kedokteran Gigi. Tim
menyimulasikan bagaimana cara sikat gigi yang baik dan benar.
Kegiatan sosialisasi dilakukan pada petang hari yaitu
sekitar pukul 15.00-17.45 WIB. Waktu tersebut dipilih dengan
pertimbangan bahwa masyarakat sudah kembali dari pekerjaannya.
Sosialisasi dihadiri oleh sekitar 60 orang dengan komposisi yang
beragam, mulai dari ibu-ibu, bapak-bapak, manula hingga anakanak turut serta meramaikan.
Masyarakat yang hadir, datang dari berbagai kalangan ada
pemangku jabatan penting di dusun tersebut seperti ketua RT,
ketua RW, kepala dusun, tokoh agama, dan pihak Badan Penasihat
Desa (BPD). Sosialisasi dilakukan dengan cara berkumpul dan
presentasi materi oleh seluruh tim yang berangkat. Sosialisai
dilakukan bertempat di kediaman Ibu Fatimah salah seorang
tokoh masyarakat.
Masyarakat yang hadir tampak antusias mendengarkan
materi, hal itu ditunjukan dengan ekspresi yang terlihat senang
dan selalu berdiskusi aktif mengenai hal-hal yang diinformasikan.
Bahkan salah seorang warga mengatakan bahwa anaknya menjadi
rajin sikat gigi setelah adanya simulasi cara sikat gigi yang baik dan
benar. Keesokan harinya saat tim hendak pulang, tim juga melihat
beberapa rumah warga yang sudah memasang poster yang kami
bagikan saat sosialisasi.

114 | Divisi Caving

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sesuai dengan AD/ART yang menyebutkan bahwa untuk
mengubah jenjang keanggotaan dan mendapatkan Nomor Pokok
Anggota maka tiap Anggota Muda wajib menyusun kegiatan
pengembaraan. Berangkat dari hal tersebut, tim mengambil
pengembaraan penelitian endokarst dan eksokarst di kawasan
karst Klapanunggal, Dusun Cibuntu, Desa Leuwi Karet, Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor yang telah dilaksanakan pada
tanggal 10-17 Juli 2014.
Penelitian endokarst yang dilakukan meliputi penelitian biota
Ordo Antropoda dan Filum Chiloptera yang ada di dalam gua
yang juga dibarengi dengan pemetaan gua, sedangkan penelitian
eksokarst meliputi pengujian kualitas air yang digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari masyarakat, pendataan aspek ekonomi,
sosial, dan budaya masyarakat, serta pemeriksaan indeks
kesehatan gigi masyarakat.
Pengembaraan yang tim lakukan merupakan pengaplikasian
dari apa yang telah dipelajari selama mengikuti Diklatdas dan
Mabim terutama dalam materi telusur gua. Pengujian kualitas
air, pendataan aspek ekonomi, sosial, budaya masyarakat dan

Palawa Unpad

| 115

pemeriksaan indeks kesehatan gigi masyarakat yang menjadi


materi penelitian eksokarst dapat tim manfaatkan dalam kegiatan
pascapelaksanaan sehingga berguna bagi masyarakat sekitar dan
unsur pengabdian kepada masyarakat mampu teraplikasi dalam
kegiatan yang dilakukan.
Secara keseluruan proses pengembaraan ini terbagi
menjadi tiga tahapan yaitu prapelaksanaan, pelaksanaan, dan
pascapelaksanaan. Pada tahap prapelaksanaan, tim melakukan
perencanaan dan persiapan teknis dan non-teknis seperti pencarian
data-data sekunder, persiapan perizinan, pendanaan, bina jasmani,
materi kelas, dan latihan rutin. Materi yang didapatkan adalah
karstologi, etnografi, biospeleologi, dokumentasi melalui bentuk
diskusi interaktif dan materi kelas.
Tim melakukan satu kali survey lokasi pengembaraan
dan dua kali simulasi yang terdiri dari (1) simulasi rescue;
(2) simulasi pemetaan gua dan penelitian biota gua. Survey
lokasi pengembaraan dilaksanakan pada 25-27 Mei 2014 dan
menghasilkan gambaran yang lebih jelas mengenai lokasi kegiatan
seperti keadaan penduduk, medan dan kondisi mulut gua,
aksesibilitas, estimasi waktu yang dibutuhkan, serta berbagai data
penunjang kegiatan lainnya.
Simulasi yang dilakukan di tempat yang memiliki
karakteristik sejenis dengan lokasi pengembaraan bertujuan
untuk mensimulasikan tata cara pergerakan yang meliputi
penelusuran, penelitian dan pemetaan, waktu yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan kegiatan, kebutuhan peralatan, dan antisipasi
bahaya yang mungkin terjadi. Simulasi horizontal rescue dan
vertical rescue dilaksanakan pada 30-31 Mei 2014 yang bertempat
di Gua Cukang Lemah, kawasan karst Tasikmalaya.
Simulasi penelusuran, penelitian biospeleologi dan pemetaan

116 | Divisi Caving

dilaksanakan pada 19 - 23 Juni 2014 di Gua Cidomba dan Gua


Cikaray, kawasan karst Leuwikaret, Kabupaten Bogor.
Pada tahap pelaksanaan kegiatan, tim melakukan operasional
di lapangan selama delapan hari dengan menelusuri, memetakan
serta melakukan penelitian biospeleologi terhadap sepuluh gua.
Tim juga melakukan pendataan masyarakat terkait ekonomi,
sosial dan budaya serta melakukan pemeriksaan gigi dan menguji
kualitas air dari sungai Ciranji yang dijadikan sumber air warga
setempat. Pada tahap pascapelaksanaan, tim mengolah seluruh
data yang didapatkan di lapangan, yaitu identifikasi biota gua,
pembuatan peta gua, laporan sebaran biota gua, hasil pengujian
kualitas air, hasil pendataan ekonomi, sosial, budaya masyarakat,
dan hasil pemeriksaan indeks kesehatan gigi masyarakat yang
akan dipertanggungjawabkan dalam laporan pengembaraan.
Tim juga melakukan sosialisasi mengenai hasil yang didapat
dari kegiatan yang telah dilakukan, seperti hasil data gua yang
telah tim telusuri, hasil uji kualitas air, penyuluhan untuk menjaga
kesehatan gigi dan melestarikan kawasan karst setempat.
Tim telah berhasil memetakan sebanyak sepuluh gua dengan
kalkulasi panjang gua yaitu 1000,04 meter. Dari sepuluh gua
yang ditelusuri, gua yang memiliki panjang terendah adalah Gua
Ciorai dengan panjang 39,95 meter, dan gua terpanjang adalah
Gua Ciranji dengan panjang 248,2 meter. Karakteristik gua-gua
yang ditelusuri, satu diantaranya berair, sedangkan sembilan gua
lainnya berlumpur. Atap gua bervariasi dengan tinggi di atas kepala
dan dapat dilewati dengan berjalan dan ada juga yang hanya bisa
dilalui dengan merayap. Dalam setiap gua hampir selalu ditemui
chamber luas.
Bekerja sama dengan LIPI,tim menemukan bahwa biota
gua Filum Antropoda dan Ordo Chiloptera yang ada di kawasan

Palawa Unpad

| 117

karst Klapanunggal terdiri dari Diplopoda, Stago Phrynus


sp, Diosramenna, Orthoplamenna, Stygofauna, Hemiptera,
Rhaphidophoridae, Nocticola sp, Hipposideros larvatus, Eonyoteris
spelaea, Rhinolophus pusillus, Aranchnea, Miniopterus australis,
dengan karakteristik jenis yang sejenis di setiap guanya.
Kualitas air sungai yang diuji di Lab Ekologi membuktikan
bahwa air tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun
Cibuntu untuk mandi dan layak untuk dikonsumsi sehari-hari
dengan terlebih dahulu dilakukan penyaringan dan pemanasan
air yang akan dikonsumsi. Sedangkan untuk pendataan gigi, hasil
menyatakan indeks kesehatan gigi masyarakat Dusun Cibuntu
tergolong rendah 4 persen, buruk 40 persen, dan sedang 56 persen,
maka dapat dikatakan indeks kesehatan gigi masyarakat tergolong
sedang dan cenderung buruk. Hal tersebut diakibatkan oleh cara
menyikat gigi yang salah dan waktu menyikat gigi yang tidak tepat
sehingga bagian dalam mulut tidak tersikat dengan benar dan
hasilnya kotoran yang tertinggal mengendap menjadi kalkulus.
Masyarakat Dusun Cibuntu tergolong dalam masyarakat
berpendapatan rendah, dengan penghasilan berkisar antara
lima puluh hingga dua ratus lima puluh ribu per bulan. Dalam
pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sosial, masyarakat
Dusun Cibuntu dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana,
di mana pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin.
Kaum pria melakukan pekerjaan berat seperti berkebun,
beternak, bekerja serabutan, dan mencari kayu bakar, sedangkan
kaum wanita melakukan pekerjaan ringan seperti mengurusi
rumah tangga, mengasuh anak, dan membantu berkebun
sekadarnya. Masyarakat Dusun Cibuntu masih percaya hal-hal
magis dan takhayul berkaitan dengan gua, terbukti dengan
dijadikannya Gua Inten sebagai tempat milad dan pertapaan.
Sayangnya, masyarakat belum teredukasi mengenai karst dan

118 | Divisi Caving

manfaatnya dan masih melakukan penjualan ornamen gua.


Kegiatan pengembaraan penelitian yang dilaksanakan akan
menambah database perhimpunan mengenai keadaan endokarst
dan eksokarst di kawasan karst Klapanunggal. Data-data tersebut
telah dituangkan dalam laporan kegiatan pengembaraan.
Diharapkan data yang ada dapat bermanfaat bagi perhimpunan
dan khalayak luas.
kawasan karst Klapanunggal merupakan wilayah yang kaya
akan potensi industri pertambangan. Gua-gua yang terdapat di
Dusun Cibuntu dapat digunakan sebagai lokasi eksplorasi bagi
para penelusur gua. Namun perlu diperhatikan, seiring dengan
banyaknya jumlah pengunjung yang memasuki gua tersebut,
secara tidak langsung akan mengganggu habibat yang ada di
dalamnya.
Meskipun kawasan karst Klapanunggal memiliki potensi
batu gamping yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan
tambang, namun sangat disayangkan jika kawasan yang asri
tersebut harus berubah akibat kegiatan eksploitasi pertambangan.
Terlebih lagi, terdapat salah satu gua yakni Gua Ciranji yang
menjadi sumber air bagi warga sekitar. Keberadaannya tentu patut
dijaga dan dilestarikan.
Masih cukup banyak potensi gua bawah tanah di kawasan
karst Klapanuggal, namun belum ada data konkret mengenai
keberadaan gua tersebut. Oleh karena itu, diharapkan khususnya
kepada penggiat telusur gua untuk dapat memperkaya data
tersebut.

5.2 Saran
Tim pengembaraan Penelitian Endokarst dan Eksokarst
Kawasan Karst Klapanunggal telah merencanakan dan menjalankan

Palawa Unpad

| 119

kegiatan pengembaraan semaksimal mungkin. Seluruh


perencanaan kegiatan telah disusun sebaik mungkin mulai dari
prapelaksanaan, pelaksanaan, hingga pascapelaksanaan. Namun
tetap ditemui beberapa ketidaksesuaian antara pelaksanaan dan
rancangan awal kegiatan.
Jumlah anggota tim yang seharusnya sebanyak sebelas orang
berkurang menjadi delapan orang. Kurangnya kepedulian antar
sesama anggota tim menjadi salah satu alasan. Tim menyarankan,
bangun kembali rasa peduli dan tiap anggota harus saling memberi
motivasi serta menjaga perasaan antar sesama saudaranya.
Permintaan perizinan dan permintaan bantuan dana kegiatan
ke pihak universitas berjalan lebih lambat dari yang direncanakan.
Hal tersebut karena sebelumnya tim tidak melakukan pembicaraan
awal dan tidak berkonsultasi dengan pembina PALAWA terlebih
dahulu, sehingga proposal kegiatan yang sudah tim ajukan ke pihak
rektorat dikembalikan untuk dikonsultasikan dengan pembina.
Akibatnya, perizinan kegiatan dan bantuan dana yang tim terima
terbatas hanya untuk kegiatan pelaksanaan karena kegiatan
prapelaksanaan sudah berjalan.
Untuk kegiatan pengembaraan selanjutnya, tim menyarankan
agar pada saat terbentuknya tim pengembaraan, sesegera mungkin
membicarakan mengenai rencana kegiatan yang akan dilaksanaan
kepada pembina dengan sepengetahuan Dewan Pengurus,
sehingga pembina dapat mengetahui rangkaian kegiatan yang
akan dijalankan.
Jika pihak universitas belum percaya pada kredibilitas tim
dalam melakukan kegiatan terutama pada kegiatan sosialisasi
dalam kegiatan pascapelaksanaan, tim dapat meyakinkan dengan
membawa dokumen dan laporan hasil kegiatan yang telah
dilaksanakan di tahun sebelumnya.

120 | Divisi Caving

Perubahan jadwal penelusuran menjadi salah satu kendala


yang tim alami di lapangan. Hal tersebut karena tim tidak
mengetahui total pasti panjang gua, sehingga beberapa penelusuran
berlangsung lebih singkat, dan ada yang membutuhkan waktu
lebih lama. Bagi tim pengembaraan selanjutnya, disarankan
untuk melakukan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan
jika estimasi waktu yang dilaksanakan tidak sesuai dengan
perencanaan dengan sebaik mungkin.
Untuk kegiatan pengembaraan penelusuran gua selanjutnya,
tim menyarankan untuk membawa alat cadangan yang dapat
digunakan dalam penelusuran, penelitian dan pemetaan gua
untuk mengantisipasi jika terjadinya kerusakan alat di lapangan.
Kemudian dalam pendataan aspek ekonomi, sosial, dan budaya,
serta pemeriksaan kesehatan gigi, harus sudah memiliki target
responden yang tepat sehingga hasil data yang diperoleh mewakili
keadaan keseluruhan.
Keapikan juga menjadi sesuatu yang patut dimulai sejak
dini. Bagi tim pengembaraan selanjutnya, alangkah baiknya
jika pengarsipan dikumpulkan di suatu tempat seperti map dan
disimpan ditempat yang rapi seperti tas. Harus selalu menjaga
dan mengecek keadaan yang dibawa. Setiap selesai kegiatan
disarankan untuk melakukan pencucian dan perawatan dengan
memberikan pelumas.
Kepada para pemangku kepentingan di kawasan karst
Klapanunggal, diharapkan dapat memanfaatkan potensi yang
tersedia dengan bijak. Apabila wilayah tersebut akan dimanfaatkan
lebih lanjut untuk kepentingan wisata, tambang, atau kunjungan
umum lain maka harus lebih diperhatikan dampak yang akan
terjadi setelahnya.

Palawa Unpad

| 121

122 | Divisi Caving

DAFTAR PUSTAKA

Haryono, E., Adji, T.N. 2004. Geomorfologi dan Hidrologi Karst.


Bahan Ajar. Yogyakarta: Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi
UGM.

Laksmana, Erlangga Esa. 2005. Stasiun Nol Teknik-Teknik


Pemetaan dan Survey Hidrologi Gua. Jogjakarta: Megalith Books
dan Acintyacunyata Speleological Club.

Marya, CM. 2011. A Textbook of Public Health Dentistry. New


Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Murdiyatmoko, Janu. 2007. Sosiologi: Memahami dan Mengkaji
Masyarakat. Bandung: PT. Grafindo Media Pratama.

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:


RajaGrafindo Persada.
Suhardjono, Yayuk R. 2013. Keanekaragaman Fauna Gua
Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bidang Zoologi.

Pracaya, Ir. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta:


Penebar Swadaya.
Adhi, I Ketut Diana. 2008. Phylum Arthropoda, diakses melalui
http:// gurungeblog.com/2008/11/12/phylum-arthropoda/ pada
tanggal 10 Agustus 2014 pukul 22.49.
Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 2013. Peranan Kelelawar
dalam Ekosistem serta Emerging dan Reemerging Diseases, diakses
melalui http://fkh.ipb.ac.id/index.php/component/content/
article/7-berita/1495-peranan-kelelawar-dalam-ekosistem-sertaemerging-dan-reemergingdiseases pada tanggal 10 Agustus 2014

Palawa Unpad

| 123

pukul 23.02.
Myers, Phill. Arthropoda. Michigan: Museum of Zoology of
Michigan, diakses melaluihttp://animaldiversity.ummz.umich.
edu/accounts/Arthropoda pada tanggal 10 Agustus 2014 pukul
22.56.
Notohartojo, Indriawati T., Frans X. Suharyanto Halim. 2010.
Gambaran Kebersihan Mulut dan Gingivitis pada Murid Sekolah
Dasar di Puskesmas Sepatan, Kabupaten Tangerang, diakses melalui
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/
viewFile/798/859 pada tanggal 10 Agustus 2014 pukul 21.50.
Wiantoro, Sigit. 2011. Inventarisasi Fauna Gua: Kelelawar
(Chiroptera). LIPI: Bidang Zoologidiakses melalui http://www.
biologi.lipi.go.id/bio_ indonesia/download_jurnal.php?id_
publikasi_jurnal=204 pada tanggal 10 Agustus 2014 pukul
23.20.

124 | Divisi Caving

Palawa Unpad

| 125

Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam

PALAWA UNPAD

126 | Divisi Caving

Anda mungkin juga menyukai