Anda di halaman 1dari 12

I.

II.
III.
IV.

Hari/tanggal : Senin, 20 April 2015


Judul
: Adrenergik
Tujuan
: untuk mengetahui ujia ktivitas adrenergik pada hewan percobaaan
Dasar Teori :
Obat golongan ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip
perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek neurotransmitor norepinefrin dan epinefrin dari
susunan saraf simpatis.
Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis yaitu :
1. Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan terhadap
kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka.
3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.
4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, penungkatan kewaspadaan, aktivitas
psikomotor, dan pengurangan nafsu makan.
5. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan pelepasan
asam lemak bebas dari jaringan lemak.
6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormone hipofisis.
7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan neurotransmitter NE
dan Ach.
IV.1 Cara Kerja Obat Adrenergik
a. Obat Adrenergik Kerja Langsung
Sebagian obat adrenergik bekerja secara langsung pada reseptor adrenergic di membrane
sel efektor. Akan tetapi berbagai obat adrenergic tersebut berbeda dalam kapasitasnya untuk
mengaktifkan berbagai jenis reseptor adrenergic.
Misalnya :isoproterenol praktis hanya bekerja pada reseptor dan sedikit sekali
pengaruhnya pada reseptor . Jadi, efek suatu obat adrenergic dapat diduga bila diketahui
reseptor mana yang terutama dipengaruhinya. Isoproterenol, pada dosis biasa yang diberikan,
hanya mempengaruhi reseptor 1 dan 2. Dan sedikit sekali mempengaruhi reseptor , sehingga
akan mempercepat denyut jantung, memperkuat kontraksi otot jantung dan melebarkan
pembuluh darah otot rangka, dengan akibat peningkatan tekanan darah sistolik dan penurunan
tekanan darah diastolic, dan relaksasi bronkus.
b. Obat Adrenergik Kerja Tidak Langsung

Artinya menimbulkan efek adrenergic melalui penglepasan NE yang tersimpan pada ujung
syaraf adrenergic. Karena itu efek efek obat-obat ini menyerupai efek NE, tetapi timbulnya lebih
lambat dan masa kerjanya lebih lama. Obat ini mengalami ambilan ke dalam ujung saraf
adrenergic melalui ambilan 1 (norepineprin transporter : NET) dan ke dalam gelembung sinaps
melalui vesicular monoamine transporter (VMAT-2) dan menggantikan NE dalam tempat
penyimpanannya.
Feniletilamin yang tidak mempunyai gugus -hidroksil (misalnya amfetamin) akan sukar
ditahan, tetapi feniletilamin yang mempunyai gugus -hidroksil (misalnya efedrin) dan senyawa
senyawa yang akan dihidroksilasi dalam vesikel untuk waktu yang relative lama. Senyawasenyawa yang tertahan dalam vesikel akan mengurangi jumlah NE yang tersimpan. Jika saraf
distimulasi, sejumlah tertentu gelembung sinaps akan mengalami ekositosis dan mengeluarkan
isinya. Jika gelembung ini mengandung feniletilamin yang kurang poten disbanding NE, maka
efek perangsangan simpatis akan berkurang. Pemberian obat-obat ini secara terus menerus dalam
waktu singkat akan menimbulkan hilangnya efek dengan cepat (takifilaksis) seiring dengan
hilangnya NE dari tempat penyimpananya.
Penggolongan dapat pula dilakukan menurut jenis reseptor yang khusus distimulir oleh
obat, sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Efek + : adrenalin, efedrin, dan dopamine.


Efek : NA, fenilefrin, nafazolin dan turunan.
Efek 2 : metildopa, knolidin, guanfasin, mungkin juga reserpin, dengan efek hipotensif.
Efek 1 + 2 : adrenalin, efedrin, isoprenalin, isoksuprin.
Efek 1 : NA, oksifedrin dan dobutamin, dengan daya kerja utama terhadap jantung
Efek 2 : salbutamol, terbutalin, fenoterol dan turunanya, juga ritodrin dengan khusus daya
bronchodilatasi dan relaksasi rahim.

4.2 Penggolongan Kimiawi


Secara kimiawi, adrenergic dibagi menjadi dua kelompok, yakni derifat feniletilamin dan
derivate imidazolin.
a. Derifat feniletilamin (C6H5-C-C-NH2) yang bisa dideferensiasi lagi dalam tiga kelompok,
yang dalam urutan ke bawah berkurang sifat adrenergisnya, tetapi kerjanya lebih panjang.
Daya stimulasinya terhadap SSP bertambah kuat dan terkuat pada amfetamin.
b. Katecholamin : adrenalin, NA, serta isoprenalin dan turunanya, yang memiliki 2 gugus OH
pada cicin-benzen.

Zat-zat denngan 1 gugus OH (posisi meta) : fenilepineprin.


Zat-zat tanpa gugus OH : efedrin, amfetamin dan turunanya.
c. Derifat imidazolin : Ksilometazon, nafazolin, dan turunanya, yang berdaya dekongestif bagi
mukosa hidung (menciutkan) lebih lama dengan efek sentral yang ringan sekali.
4.3 Reseptor Adrenergik
Adrenergic dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel-sel efektor dari
organ ujung, yakni reseptor alfa dan reseptor beta. Perbedaan antara kedua jenis reseptor
didasarkan atas kepekaanya bagi adrenalin, noradrenalin dan isoprenalin. Reseptor alfa lebih
peka bagi NA, sedangkan reseptor beta lebih sensitive bagi isoprenalin.
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya, yaitu dalam alfa-1
dan alfa-2,serta beta-1 dan beta-2. Pada umumnya, stimulasi dari masing-masing reseptor itu
menghasilkan efek-efek sebagai berikut :
a. Alfa-1
Menimbulkan vasokontriksi dari otot polos dan menstimulir sel-sel kelenjar dan
bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat
b. Alfa-2
Menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenergic dengan turunya tekanan darah.
Mungkin pelepasan Ach di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga antara lain
menurunya peristaltic
c. Beta-1
Memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
d. Beta-2
e. Bronchondilatasi dan stimulasi metabolism glikogen dan lemak
Lokasi reseptor ini umunya adalah sebagai berikut.
a. Alfa-1 dan Beta-1
Postsinaptis, artinya lewat sinaps di organ efektor.
b. Alfa-1 dan Beta-2
Presinaptis dan ekstrasinaptis, yaitu di muka sinaps atau di luarnya, antara lain di kulit otak,
rahim dan trombosit reseptor Alfa-1 juga terdapat di presinaptis.
4.4 Agonis Adrenergik
3

a. Agonis Adrenergik
Obat ini terutama dipakai sebagai dekongestan hidung karena efek vasokonstriksinya pada
arteriol mukosa hidung yang melebar sehinga memperbaiki ventilasi nasal dan jalan sinus.
Indikasi diberikan sebagai dekongestan hidung hanya memperbaiki gejala sementara pada rinitis
alergik, vasomotor atau infeksi. Efeknya dapat membantu kerja antibiotik pada otitis media.
Indikasi lain adalah pada otitis media serosa untuk menghilangkan obstruksi pada ostia tuba
Eustachii. Pada waktu akut diberikan dalam bentuk dekongestan topikal (uap, semprotan, atau
tetes); lebih efektif darpada preparat oral. Diberikan tidak lebih dari lima hari. Pada keadaan
yang kronis diberikan preparat oral, karena pemberian topikal lebih dari lima hari sel
menimbulkan efek kebalikan.
b. Agonis Adrenergik
Banyak

dipakai

pada

pengobatan

asma

karena

kemampuannya

menimbulkan

bronkodilatasi melalui reseptor beta adrenergik di paru. Mengaktifkan kompleks reseptor adenil siklase yang mengkatalisasi produksi adenosine monofosfat (AMP) dari adenosine
trifosfat (ATP), hingga mengakibatkan peningkatan kadar cAMP dalam sel yang menyebabkan
relaksasi otot polos bronkus. Efek ini menyebabkan stabilisasi sel mast sehingga dapat mencegah
pelepasan mediator kimia. Katekolamin seperti epinefrin, selproterenol dan isoetarin tidak
efektif diberikan peroral oleh karena perusakan yang sangat cepat di saluran cerna.
Nonkatekolamin sebaliknya dari katekolamin, jenis ini efektif bila diberikan peroral dan dapat
bekerja lebih lama oleh karena lebih tahan terhadap enzim yang ada di saluran cerna. Contohnya
metaproterenol, terbutalin, fenoterol. Obat agonis sel menimbulkan takikardia, palpitasi,
gelisah, tremor, nausea. dan muntah; kadang pusing, lemas, keringat dingin, dan sakit prekordial.
Jangan dipakai berlebihan terutama dalam bentuk inhalasi. Hindari pemakaian adrenergik
nonselektif pada pasien dengan hipertensi, tirotoksikosis, dan penyakit jantung. Dalam hal
tersebut pakailah agonis selektif 2 dan lebih baik lagi secara inhalasi. Agonis adrenergik 2
secara inhalasi dapat menimbulkan efek samping yang kurang dibandingkan dengan pemakaian
sistemik yang sering menimbulkan tremor dan palpitasi. Untuk mengatasi serangan asma akut
dan mencegah exercise induced asthma.
4.5 Mekanisme Kerja

Katecholamin bekerja sebagai transmitter dan mengikat diri pada reseptor yang berada di
bagian luar membrane sel. Penggabungan ini mengaktifkan suatu enzim dibagian dalam
membrane sel. Untuk meningkatkan pengubahan adhenosintriphosphate (ATP) ini kaya akan
energy, yang dibebaskan pada pengubahanya menjado cAMP (cyclic adenosinemonophosphate).
Peningkatan kadar cAMP di dalam sel, mengakibatkan berbagai efek adrenergic seperti tertera di
atas.
Tidak semua adrenergic menghasilkan setiap efek yang diikhtisarkan di attas dengan
potensi yang sama, tetapi perbedaan antara zat masing-masing hanya bersifat kuantitatif. Ada
obat dengan efek jantung kuat, tetapi dengan efek bronchi hanya ringan dan dikenal pula obat
yang khusus berefek bronchodilatasi dengan sedikit efek lainya.
4.6 Penggunaan
Berdasarkan khasiat tersebut, adrenergika digunakan pada berbagai macam penyakit dan
gangguan, yang terpenting diantaranya adalah:
a. Pada shock guna memperkuat kerja jantung dan melawan hipotensi khususnya adrenalin dan
NA.
b. Pada asma guna mencapai brochodilatasi, terutama salbutamol dan turunanya, juga adrenalin
dan efdrin.
c. Pada hipertensi guna menurunkan daya tahan perifer dari dinding pembuluh dengan jalan
d.
e.
f.
g.

menghambat pelepasan NA.


Sebagai vasodilatorperifer pada vasokonstriksi di betis dan tungkai.
Pada pilek (rhinitis) guna menciutkan mukosa yang bengkak, terutama zat-zat imidazolin.
Sebagai midriatikum guna melebarkan pupil, antara lain fenilefrin dan nafazolin.
Pada obesitas guna menekan nafsu makan untuk menunjang diet, menguruskan badan

khususnya fenfluramin dan mazindol.


h. Sebagai penghambat his dan pada nyeri haid berkat daya relaksasinya atas otot rahim,
misalnya ritodrin.
4.7 Efek Samping
Pada dosis biasa, adrenergika dapat menimbulkan efek samping terhadap jantung dan SSP,
yaitu tachycardia dan jantung berdebar, nyeri kepala, gelisah dan sebagainya. Oleh karena itu,
adrenergika harus digunakan dengan hati0hati pada pasien yang mengidap infark jantung,
hipertensi dan hipertirosis.

Tachyfilaxis, bila digunakan lama pada asma, adrenergika bisa menimbulkan techyfilaxis,
semacam resistensi yang terjadi adalah efedrin dan obat-obat lain dengan kerja tak langsung
akibat habisnya persediaan NA. karena itu obat-obat ini janganlah digunakan terus-menerus,
melainkan diselingi dengan obat-obat asma lainnya.
4.8 Efek Terapi
1. Kardiovaskular (pembuluh darah)
Efek vaskular terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri
besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami konstriksi akibat
aktivasi reseptor oleh obat adrenergik. Pada manusia pemberian dalam dosis terapi
menimbulkan kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi
menimbulkan peningkatan aliran darah otak.
2. Arteri koroner
Meningkatkan aliran darah koroner tetapi juga dapat menurunkan aliran darah kroner
karena kompresi akibat peningkatan kontraksi otot jantung dan karena vasokonstriksi pembulu
darah koroner akibat efek reseptor .
V. Alat dan bahan
Alat:
a. Gelas kimia
b. Toples
c. Jarum suntik
Bahan:
a. Aquadest
b. Injeksi Lidokain kombinasi efedrin 2 mg/20 mL

VI. Prosedur

VII. Hasil Pengamatan


Bobot hewan percobaan :
a. Mencit I : 13,09 gr
b. Mencit II : 11,81 gr
Dosis yang di pakai yaitu dosis III :
7 mg/kg bb mencit
7 70 = 490 manusia
Konfersi dosis = 490 mg 0,0026 = 1,274 mg/20 gr bb mencit
12,74
1 = 1,27
10

Mencit I :

13,09 gr
1,3
20 gr

= 0,86 ml
7

Mencit II :

11,81 gr
1,3
= 0,8 ml
20 gr

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kedua mencit mengalami kejang pada menit ke1, lalu mati pada menit ke-2.

VIII.

Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan tentang uji hewan percobaan dengan pemberian

obat injeksi dengan kombimasi lidokain dengan efedrin, dimana efedrin ini merupakan golongan
obat adrenergik dan lidokain merupakan obat anestetik lokal. Hewan percobaan yang digunakan
adalah mencit sebanyak 2 ekor dan sediaan injeksi yang di gunakan adalah dosis III 15 kali dari
dosis empiris. Bentuk sediaan yang digunakan berupa injeksi dengan konsentrasi 20 mg dalam 2
mL.
Lidokain adalah obat golongan amida/Senyawa amida (-NHCO-) yang sering dipakai
untuk surface analgesi, blokinfiltrasi, spinal, epidural dan caudal analgesia dan nerve
bloklainnya. Selain itu dipakai secara intravena untuk mengobati aritmia selama anesthesia
umum, bedah jantung dan induced hypothermia.
Sedagkan efedrin meupakan obat golongan adrenergik yang digunakan sebagai Sebagai
obat anestesi lokal lidokain dapat diberikan dosis 3-4 mg/kgBB, bila ditambahkan adrenalin
dosis maksimal mencapai 7 mg/kgBB. Lidokain menyebabkan penurunan tekanan intrakranial
(tergantungdosis) yang disebabkan oleh efek sekunder peningkatan resistensi vaskuler otak dan
penurunan aliran darah otak.
Mekanisme lidokain adalah memblok terjadinya dan penghantaran impuls dengan cara
menurunkan permeabilitas membrane terhadap natrium yang menyebabkan penghambatan
depolarisasi yang berakibat pada penghambatan hantaran.
Mekanisme ephedrine adalah amina simpatomimetik yang beraksi sebagai agonis
reseptor adrenergik. Aksi utamanya adalah pada beta-adrenergik reseptor, yang merupakan
bagian dari system saraf simpatik. Efedrin memiliki dua mekanisme aksi utama. Pertama efedrin
dengan mengaktifkan -reseptor dan -reseptor pasca-sinaptik terhadap noradrenalin secara tidak
selektif. Kedua, efedrin juga dapat meningkatkan pelepasan dopamin dan serotonin dari ujung saraf.
8

Efek samping dari efedrin diantaranya kecemasan, gemetar, pusing, Sakit kepala ringan,
gastrointestinal distress (misalnya kram perut), insomnia, denyut jantung tidakteratur, jantung
berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, stroke, kejang, psikosis, lekas marah dan agresi.
Sedangkan efek samping pemberian lidokain ini bervariasi tergantung pada rute pemberian.
Sebagian besar efek bergantung pada dosis.
Pada

percobaan

kali

inidilakukanpemberianobatnyasecaraintraperitonial.

Dimana

intraperitonial di berikan pada bawah abdomen jangan terlalu atas maupun terlalu bawah karena
dapat merusak organ yan lainnya. Pemberian di berikan dengandosis III sebanyak15 kalinya.
Dosis maksimum kombinasi lidokain dan efedrin adalah 7 mg/ BB sehingga dosis untuk manusia
(70kg) adalah 490 mg, sehingga dosis yang diberikan untuk mencit dengan bobot 20 gram
setelah mengalami konversi adalah 1,274 mg. Karena dosis di buat toksis sehingga di buat 15
kalinya sehingga dosisnya menjadi 19,11mg. Karena sediaan injeksi yang digunakan adalah
20mh dalam 2 mL maka sediaan yang diberikan adalah 1,9 mL untuk 20 gram BB mencit.
Mencit yang digunakan berat badannya 13,09 dan 11,81 sehingga sediaan yang diberikan
adalah 0,86 ml dan 0,8 ml
Dosis yang diberikan dosis toksis yaitu 15 kali dari dosis maksimum, hal ini dilakuakn
untuk mengetahui toksisitas dari obat adrenergik dan anestetik lokal. Berdasarkan percobaan
yang dilakukan mencit mengalami kejang pada menit ke 1 dan kemudian mati pada menit ke 2.
Hal ini disebabkan karena dosis yang diberikan terlalu besar sehingga terjadi penghambatan
hantaran yang besar akibat permeabilitas membrane terhadap natrium, selain itu juga karena
mencit mengalami over dosis. Hal ini berhubungan dari toksisitas dari kedua obat tersebut yang
langsung berhubungan dengan susunan saraf pusat sehingga menghasilkan efek yang fatal yang
menyebabkan kematian juga berhubungan dengan efek samping dari kedua obat tersebut yang
berdampak buruk pada organ mencit tersebut.
Dari percobaan ini dapat disimpulkan atau di katakan bahwa sediaan injeksi kombinasi
lidokain dan efedrin memberikan efek toksik yang sangan kuat hal ini ditandai dengan kematian
yang mencapai 100%, hal ini nerarti jika diberikan pada manusia maka kemungkinan besar efek
yang di timbulkan sama dengan yang terjadi pada mencit karena sebagian organ-organ yang pada
mencit mempunyai kesamaan dengan organ-organ pada manusia.
IX. Simpulan
9

Simpulan dari pratikum kali ini adalah sebagai berikut.


1. Lidokain dapat memberikan efek samping bervariasi tergantung pada rute pemberian.
Sebagian besar efek bergantung pada dosis
2. Mekanisme aksi lidokain adalah memblok terjadinya dan penghantaran impuls dengan cara
menurunkan permeabilitas membran terhadap natrium yang menyebabkan penghambatan
depolarisasi yang berakibat pada penghambatan hantaran.
3. Efek samping dari efedrin diantaranya kecemasan, gemetar, pusing, Sakit kepala ringan,
gastrointestinal distress (misalnya kram perut), insomnia, denyut jantung tidak teratur, jantung
berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, stroke, kejang, psikosis, lekas marah dan agresi
4. Ephedrine bekerja sebagai bronkodilator yang mempengaruhi sistem saraf adrenergik secara
langsung maupun tidak langsung.
5. Hewan percobaan mengalami kematian LD100 dimana semua hewan mengalami kematian
yang terlebih dahulu mengalami kejang-kejang. Mengalami kematian pada menit ke 2 dengan
dosis 15 kali lebih tinggi dari dosis maksimumnya.
X. Daftar Pustaka
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi,IV, Depkes RI, Jakarta, hal.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Katzung, Bertram. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta, hal.
Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar Edisi II, Depok: Leskonfi
LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI
ADRENERGIK

10

Kelas :Farmasi 3-A


Disusun oleh:
Desri Yulianti

31112013

Dita Fitriani

31112015

Dudu Nurmalik

31112016

Erna Nuraini SR

31112017

Tubagus Fadli N

31112051

PROGRAM STUDI FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
11

2015

12

Anda mungkin juga menyukai