SEDIAAN STERIL
INJEKSI NATRII THIOSULFAS
Nama
NIM
Kelompok
:2
Judul
Hari/tanggal
Tujuan praktikum:
Dasar teori
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen
yang dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti
yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikkan. Salah satu
bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh
dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus steril karena
sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran
mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral
memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan
membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi
mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat
diterima.
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan suatu benda dari semua,
baik bentuk vegetatif maupun bentuk spora. Proses sterilisasi dipergunakan pada
bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang
bedah untuk mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan
obat-obatan
untuk
menjamin
keamanan
terhadap
pencemaran
oleh
mikroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini juga penting.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara menusuk jaringan ke dalam otot atau melalui kulit.
Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan
menggunakan teknik steril. Bentuk suatu obat yang di buat sebagai obat suntik
tergantung pada sifat obat sendiri yang memperhatikan sifat fisika dan kimia serta
pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya jika obat tidak stabil dalam
larutan maka kita harus membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan di
bentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat akan di berikan. Cara
lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspense partikel obat
dalam
pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air
maka pelarut dapat dig anti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yag tepat
utuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air maka obat suntik dapat di
buat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak
nabati. Bila larutan air yang di inginkan maka kita sering memakai garam yang
larut dari obat yang tidak larut untuk memenuhi sifat kelarutan yang di isyaratkan.
Larutan air atau larutan yang bercampur dengan darah dapat di suntikkan
langsung ke dalam aliran darah. Cairan yang tidak bercampur dengan darah,
seperti obat suntik berminyak atau suspensi, dapat menghambat aliran darah
normal dalam system peredaran darah dan umumnya di gunakan terbatas untuk
pemberian bukan intravena.
Menurut Farmakope edisi IV injeksi merupakan sediaan steril untuk
kegunaan parenteral yang digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda, yaitu:
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai
dengan nama, Injeksi.......
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahkan bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh
setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi,
dan dapat dibedakan dari nama bentuknya,............. Steril
3. Sediaan seperti tertera pada (2) tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya, ............... untuk Injeksi
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair, yang sesuai dan tidak
disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal, dan dapat
dibedakan dari nama bentuknya, suspensi....... Steril
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, dan dapat
dibedakan dari nama bentuknya,...... Steril untuk Suspensi
Klasifikasi injeksi dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besarbesaran adalah air untuk injeksi ataun disebut WFI (Water For Injection)
b. Pelarut dan pembawa bukan air
Minyak:
Olea
neutralisata
ad
injectionem.
Setiap
farmakope
cepat
Pemberian natrium tiosulfat 12.5 gram i.v. biasanya diberikan secara empirik jika
diagnosis tidak jelas (Meredith, 1993).
4. Formula
Natrii Thiosulfas 10%
Obat suntik dalam vial 10 ml no VII.
5. Spesifikasi
Zat aktif
Bahan berkhasiat : Natrii Thiosulfas
Pemerian : hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar.Mengkilap
dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih
dari 33C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol
Dosis
Dosis lazim : 12.5 gram i.v
Daftar obat
Obat keras : sediaan injeksi (semua obat suntik termasuk obatkeras)
Sediaan Obat
Pemerian : Larutan bening
Stabilitas :
OTT
: Garam-garam logam berat, oksidator, asam
pH
: 8-9,5
Pengawet: Antioksidan : Stabilisator : Dapar phosphat pH 8 dialiri gas N2
Tonisitas:
Kelengkapan lihat merk index
Dafar fosfat pH 8 (FI III)
5 ml larutan NaH2PO4 0,8% = 5/100 x 800 =40 mg/100 ml
95 ml larutan Na2HPO4 0,947% = 95/100 x 947 = 900 mg/100 ml
Zat tambahan
Bahan berkhasiat : NatriumFosfatDibasa ( Na2HPO4 )
Pemerian : Serbuk putih atau kristal putih atau hampir putih, tidak berbau.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih larut dalam air panas, praktis tidak
larut dalam etanol.
Dosis
Dosis lazim :
Daftar obat
Obat keras : sediaan injeksi (semua obat suntik termasuk obatkeras)
Sediaan Obat
Pemerian : Larutan bening
tb
0,202
0,126
0,181
Perhitungan tonisitas
W=
0,52( tb .C )
0,576
W=
C
0,04
0,9
10
W= -2,45% (Hipertonis)
Sterilisasi
a. Alat dan bahan
Alat
Beaker glass
Corong & kertas saring
Vial
Kaca arloji
Spatel logam
Batang pengaduk
syringe
Sterilisasi
Oven 1700 C
Otoklaf 1210 C
Oven 1700 C
Api langsung
Api langsung
Api langsung
Otoklaf 1210 C
Waktu
30
15
30
20
20
20
15
b. Sediaan
Disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C (Fprnas 2, 12)
Formula lengkap
Natrii Thiosulfas
Natrii Dihydrogen phosphas
Dinatrii Hydrogen Phosphas
Aqua pro injectionum
100 mg
0,4 mg
9 mg
ad 1 mL
Bahan
Natrii Thiosulfas
NaH2PO4
Na2HPO4
Satuan dasar
Volume produksi
Bahan
= 10 mL
= 100 mL
Natrii Thiosulfas
NaH2PO4=
Na2HPO4
100 mL
10 mL
100 mL
10 mL
x 0,4 mg
=
100 mL
10 mL
x 1000 mg
Volume Produksi
100 ml
10 g
4 mg
900 mg
= 10 g
= 4 mg
x 90 mg
= 900 mg
Prosedur pengolahan
1. Didihkan 50 ml aqua pro injeksi dalam beaker glass selama 10 menit
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jenis Evaluasi
Penampilan fiasik wadah
Jumlah sediaan
Kejernihan sediaan
Keseragaman volume
Brosur
Kemasan
Etiket
Penilaian
Baik
5 Buah
Semua jernih
Semua seragam
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan injeksi Natrium
thiosulfas. Pada proses penimbangan bahan untuk sediaan injeksi, bahan yang
digunakan harus dilebihkan sebanyak 5 ml. Hal ini bertujuan untuk
mengantisipiasi terjadinya pengurangan volume bahan pada saat pembuatan
sediaan, ataupun penyaringan. Selain itu juga dikhawatirkan adanya penguapan
yang terjadi pada waktu proses sterilisasi dimana menggunakan sterilisasi uap
panas yang menyebabkan volume dari sediaan berkurang.
Bahan pembawa yang digunakan adalah aqua pro injection bebas CO2 dan
O2yang dibuat dengan penambahan carbon aktif membunuh pirogen. Carbon aktif
(adsorben) mampu memegang molekul lain pada permukaannya dengan cara
fisika ataupun kimia (kemisorpsi). Dengan adanya CO2 dapat bereaksi dengan
salah satu bahan obat dalam sediaan, dan bisa membentuk endapan. Hal ini
pulalah yang mungkin dapat menyebabkan sediaan yang dibuat terdapat endapan
didalamnya, yaitu karena pada waktu pembuatan sediaan, aqua yang digunakan
terlalu lama kontak dengan udara sehingga CO2 dalam aqua pro inject akan
bereaksi dengan zat aktif dari sediaan.
Dapar yang digunakan yaitu larutan pendapar yang digunakan adaah
kombinasi antara Na2HPO4 dengan NaH2PO4fungsi dari penambahan dapar ini
untuk menahan perubahan pH sediaan supaya berada dalam rentang pH stabil dan
apabila pH beergeser, pergeserannya tidak jauh dari pH stabilnya. Selain itu
larutan pendapar dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan pada saat
penyuntikan. Dengan cara membuat pengenceran NaH2PO4dalam a.p.i (M1)
kemudian Larutkan Na2HPO4dalam larutan M1 (M2). Dalam gelas kimia yang
berbeda Natrii Thiosulfas dilarutkan dalam sebagian a.p.i karena bahan pembawa
untuk sediaan injeksi adalah aqua pro injeksi. Setelah terlarutkan maka masukan
larutan M2 kedalam larutan M3, aduk sampai homogen pengadukan bertujuan
untuk memprcepat proses homogenisasi campuran tesebut dan tumbukan antar
partikel akan semakin sering sehingga mempercepat proses homogenisasi. Larutan
ditambahkan a.p.i ad 100 ml karena volume satuan dasar adalah 10 ml dan volume
yang akan diproduksi adalah untuk 7 vial maka dibuat 70 ml tetapi karena
dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada waktu proses sterilisasi
dimana menggunakan sterilisasi uap panas yang menyebabkan volume dari
sediaan berkurang maka setiap vial ditambahkan 5 ml sehingga volume produksi
yang dibuat adalah 100 ml.
Larutan disaring dan filtrat pertama dibuang penyaringan menggunakan
kertas saring fungsi dari penyaringan yaitu untuk menghilangkan pirogen dan
pengotor pada air suntik injeksi dan obatobat injeksi, seta membuat sediaan lebih
jernih karena beebas dari partikulat yang tidak bisa lolos pada saat penyaringan.
Tujuan pembuangan filtrat pertama bertujuan agar menghindari adanya
mikroorganisme atau partikulat asing yang dapat lolos pada penyaringan pertama
sehingga filtrat pertama dibuang.
Larutan kemudian diisikan kedalam 7 vial masing-masing sebanyak 10,5
ml. Wadah yang digunakan adalah berupa wadah dosis tunggal yaitu vial tertutup.
Wadah terbuat dari gelas berleher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari
wadah. Wadah dosis tunggal hanya untuk penggunaan satu kali. Jenis gelas untuk
wadah sediaan parenteral adalah jenis I (gelas borosilikat), jenis II (treated sodalime glass) dan jenis sods-lime glass ) III, namun yang tahan akan zat kimia
adalah jenis I. Wadah yang digunakan harus berbahan kaca karena wadah
daribotol kaca dengan dari plastik mempengaruhi proses sterilisasi sediaan obat
yangakan dibuat. Berbeda dengan wadah plastik digubakan sebagai wadah untuk
infus terbuat dari plastik dengan bahan polipropilen menghasilkan bentuk soft bag
yang dapat disterilkan dengan cara overkill.Apabila wadah menggunakan bahan
polietilen, maka menghasilkan bentuk plabottle yang tidak dapat disterilkan
dengan cara overkill, tetapi dengan carabioburden.
Kemudiaan setelah semua proses selesai sediaan dimasukan kedalam
otoklaf pada suhu 115-1160 C selama 30 menit untuk mensterilkan sediaan agar
bebas dari miksroorganisme asing.efektif untuk sebagian besar mikroorganisme.
Sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi menggunakan uap panas karena cepat
sterilisasinya,
panas
dan
tekanan
menghemat
waktu
sterilisasi.
Tidak
menyebabkan kekeringan atau gosong untuk media cair atau gel, lebih efisien dari
pada oven. Dimana prinsip kerja autoklaf adalah mensterilkan alat dan bahan
dengan menggunakan tekanan uap optimum untuk sterilisasi pada tekanan 15 Psi
dan suhu 121C. Barulah setelah selesai dilakukan evaluasi.
Pada sediaan dilakukan evalusi secara fisika diantaranya uji jumlah
sediaan untuk memastikan apakah jumlah sediaan yang dibuat benar jumlahnya
sesuai perintah, kemudian uji kejernihan sediaan. Uji kejernihan ini artinya bebas
dari semua zat-zat yang bergerak, senyawa yang tidak larut, termasuk pengotorpengotor seperti debu. Sediaan memenuhi persyaratan jika tidak ditemukan
pengotor/kotoran dalam larutan. Pada semua sediaan yang dibuat menunjukan
kejernihan yang bagus ketika disinari lampu dari samping.
Selanjutnya dilakukan uji keseragaman volume. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui setiap ampul dari yang dibuat memiliki volume yang seragam dengan
ampul yang lainnya. Karena pada tahap awal volume yang dibuat telah ditentukan
tiap ampulnya dengan volume yang sama. Jika volume tidak seragam
dikhawatirkan kadar zat aktif dalam sediaan tidak sama. Hasil dari penetapan
menunjukan bahwa volume pada setiap ampul adalah seragam atau sama.
Selanjutnya pada tahap akhir dilakukan penetapan volume injeksi. Uji ini
dilakukan untuk memastikan produk kahir memiliki volume yang sama dengan
yang telah dikonversikan dalam pembuatannya. Jika dari 7 vial yang diambil
volumenya sama atau tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah, maka
sediaan memenuhi persyaratan. Hasil pengamatan menunjukan volume dari 7 vial
adalah sama yaitu 10,5 ml.
Dalam pembuatan suatu produk parenteral pelarut atau pembawannya
harus tepat dan harus mengikuti prosedur aseptic. Pada proses pembuatan larutan
parenteral melarutkan bahan banahn yang diperlukan sesuai dengan CPOB atau
farmakope. Setelah mencampur zat aktif dengan beberapa zat tambahan menjadi
bentuk larutan kemudian kita menyaringnya sampain jernih dengan menggunakan
kertas saring. Sesudah penyaringan , pindahkan larutan secepat mungkin dan
sesedikit mungkin terjadi pemaparan mikroba dan partikel kedalam wadah akhir,
lalu tutup dengan rapat. Hasil produk parenteral ini ditserilkan kembali dengan
menggunkan autoklaf. Larutan injeksi ini emngalami sterilisasi akhir dengan
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.Metode sterilisasi ini
merupakan metode paling efektif karena uap merupakan pembawa ( carriet)
energy termal paling efektif dan semua lapisan pelindung luar mikroorganisme
dan relative mudah dikontrol.
Persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah
kejernihan. Sediaan ini harus jernih seperti lawan dan bebas dari semua zat yang
yaitu semua yang bergerak. Senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada.
Termasuk pengotoran seperti debu, serat serat baju, serpihan serpihan gelas,
kelepsan dari wadah gelas atau plastic atau tutup atau zat yang yang ditemui, yang
masuk kedalam produk selama proses pembuatan , penyimpana dan pemberian.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang
diinjeksikan atau disuntikan melalui kulit atau membrane mukosa kedalam
kompartemen tubuh yang paling dalam.
Wadah harus dipilih secara teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan
yang akn dimasukan dan emempunyai kualitas yang paling baik untuk
memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan wadah masuk
kedalam larutan. Telah diakui, kadng kadang ditemui zat-zat tertentu pada produk
parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastic. Bila wadah telah
dipilih untuk dipakai , wadah harus dicuci dengan seksama agar terbebas dari zat
asing. Selama pengisisna wadah, harus diperhatikan sungguh-sungguh
prose
pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara serat kain tau
pengotor lain kedalam wadah.
Dalam tubuh manusia, terdapat fungsi penerapan konsep larutan
penyangga misalnya pada cairan tubuh. Cairan tubuh ini bisa dalam cairan intrasel
maupun cairan ekstrasel. Dimana sistem penyangga utama dalam cairan
intraselnya seperti H2PO4- dan HPO42- yang dapat bereaksi dengan suatu asam
dan basa. pH darah tubuh manusia berkisar antara 7,35-7,45. Kondisi di mana pH
darah kurang dari 7,35 disebut asidosis. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kondisi asidosis antara lain penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing
manis, dan diare yang terus-menerus. Sedangkan kondisi di mana pH darah lebih
dari 7,45 disebut alkolosis. Kondisi ini disebabkan muntah yang hebat,
hiperventilasi (kondisi ketika bernafas terlalu cepat karena cemas atau histeris
pada ketinggian.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, ditarik kesimpulan evaluasi terhadap
sediaan injeksi yang dibuat, telah sesuai dengan persyaratan pengujian yang
tercantum pada FI. Ed. IV dan ujui yang diprktikumkan berupa 5 buah sediaan,
jernih, seragam.
Daftar Pustaka
Lukas, Stefanus. 2011. Formulasi Steril Edisi revisi. Yogjakarta: CV. Andi
Offset
DEPKES RI.1995.Farmakofe Indonesia Edisi IV.Jakarta: BPOM
Ansel, H.C., (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV,
Terjemahan Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.